Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN KASUS

PENURUNAN KESADARAN e.c IVH +


INTRACRANIAL BLEEDING

Oleh :
Danae Krsitina Natasia, S.Ked
NIM: FAA 110 038

Pembimbing :
dr. Sutopo, Sp. RM
dr. Tagor Sibarani

Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik pada bagian


Rehabilitasi Medik dan Emergency Medicine
KEPANITERAAN KLINIK REHABILITASI MEDIK DAN EMERGENCY
MEDICINE
FK UNPAR/RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKARAYA
2015

BAB I
PENDAHULUAN
Medula spinalis merupakan satu kumpulan saraf-saraf yang terhubung ke susunan
saraf pusat yang berjalan sepanjang kanalis spinalis yang dibentuk oleh tulang vertebra.
Ketika terjadi kerusakan pada medula spinalis, masukan sensoris, gerakan dari bagian
tertentu dari tubuh dan fungsi involunter seperti pernapasan dapat terganggu atau hilang sama
sekali. Ketika gangguan sementara ataupun permanen terjadi akibat dari kerusakan pada
medula spinalis, kondisi ini disebut sebagai cedera medula spinalis. Trauma medula spinalis
adalah cedera pada tulang belakang baik langsung maupun tidak langsung, yang
menyebabkan lesi di medula spinalis sehingga menimbulkan gangguan neurologis, dapat
menyebabkan kecacatan menetap atau kematian.1
Data dari bagian rekam medik Rumah sakit umum pusat Fatmawati didapatkan dalam
5 bulan terakhir terhitung dari Januari sampai Juni 2003, angka kejadian angka kejadian
untuk fraktur adalah berjumlah 165 orang yang di dalamnya termasuk angka kejadian untuk
cedera medulla spinalis yang berjumlah 20 orang (12,5%). Pada usia 45 tahun fraktur terjadi
pada pria dibandingkan pada wanita karena olahraga, pekerjaan dan kecelakaan bermotor.
Vertebra yang paling sering mengalami cedera adalah medulla spinalis pada daera servikal
(leher) ke 5,6 dan 7, Torakal ke-12 dan lumbal pertama. Vertebra ini paling rentang karena
ada rentang mobilitas yang lebih besar dalam kolumna vertebral dalam area ini. Penyebab
tersering adalah kecelakaan lalu lintas (50%), jatuh (25%) dan cedera yang berhubungan
dengan olahraga (10%). Sisanya akibat kekerasan dan kecelakaan kerja. Hampir 40%-50%
trauma medulla spinalis mengakibatkan defisit neurologis, sering menimbulkan gejala yang
berat, dan terkadang menimbulkan kematian.2
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus
akut yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Gangguan pasase usus dapat
disebabkan oleh obstruksi lumen usus yang disebut ileus obstruktif atau oleh gangguan
peristaltik yang selanjutnya disebut sebagai ileus paralitik.3
Obstruksi intestinal merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering
dijumpai dan merupakan 60% - 70% dari seluruh kasus gawat abdomen. Gawat perut dapat
disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi, dan penyulitnya, ileus
obstruktif, iskemik, dan perdarahan. Sebagian kelainan dapat disebabkan oleh cedera
langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan perforasi saluran cerna atau perdarahan.4

BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 PRIMARY SURVEY
Nn. I, Perempuan
Vital Sign :
Nadi

: 70x/menit, regular, kuat angkat, isi cukup

Suhu

: 36,50C

Pernapasan

: 16x/menit, abdomino-torakal

TD

: 130/80 mmHg

Airway

: bebas, tidak ada sumbatan jalan nafas

Breathing

: spontan, 16x/menit, abdomino-torakal, simetris kiri dan kanan,


retraksi dinding dada (-)

Circulation

: Nadi 70x/menit, regular, kuat angkat, isi cukup

Disability

: GCS (Eye 3, Verbal 3, Motorik 5) pupil isokor +/+ (diameter 3 mm/3


mm)

Evaluasi masalah : kasus ini merupakan kasus yang termasuk dalam emergency sign
yaitu pasien rujukan RS Pulang Pisau dengan penurunan kesadaran,
pasien ditempatkan di ruang resusitasi. Pasien diberi label Merah.
Tatalaksana awal : tata laksana awal pada pasien ini adalah ditempatkan di ruangan
resusitasi,
2.1 IDENTITAS
Identitas penderita
Nama

: Nn. I

Jenis kelamin

: Perempuan

Usia

: 16 th

Alamat

: Pulang Pisau

Pekerjaan

: Pelajar

2.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis pada hari Jumat, 26 Juni 2015.
1. Keluhan utama: Penurunan Kesadaran

2. Riwayat penyakit sekarang: Pasien datang diantar keluarga dengan keluhan nyeri di
panggul yang menjalar hingga ke punggung, nyeri dirasakan semakin lama semakin hebat
sejak 1 hari SMRS, nyeri dirasakn terus-menerus dan memberat saat berubah posisi, nyeri
dirasakan berkurang apabila pasien berada di posisi terlentang dan tidak banyak bergerak.
Nyeri dirasakan setelah sebelumnya pasien tertimpa kayu rubuh di bagian punggung 1 hari
SMRS, setelah tertimpa, panngul terasa nyeri yang menjalar ke punggung, panggul
menjadi sulit digerakkan, apabila pasien menggerakkan panggul maka akan terasa nyeri,
pasien hanya bisa posisi berbaring, dan tidak dapat duduk, saat dicoba untuk berubah
posisi panggul akan terasa nyeri hingga ke punggung dan bagian paha. Pasien juga
mengeluh nyeri di daerah perut, 1 hari smrs pasien tidak dapat buang air besar namun
masih bisa kentut. Keluhan lemah di kaki dan tangan disangkal, pasien merasa kaki seperti
kesemutan.. Keluhan sulit BAK disangkal. Nyeri dada disangkal.
3. Riwayat penyakit dahulu: Trauma didapatkan 1 kali yaitu 1 hari SMRS, riwayat
trauma sebelumnya disangkal.
2.3 PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
1.
2.

3.

Keadaan umum

: TSS

Kesadaran

: E4V5M6

Tanda-tanda vital
Nadi

: 88x/menit, regular, kuat angkat, isi cukup

Suhu

: 37,10C

Pernapasan

: 22x/menit, torako-abdominal

TD

: 110/70 mmHg

Kepala/Leher

: CA -/-, SI -/-, Refleks cahaya +/+, pupil isokor kanan dan


kiri, pembesaran KGB -/-, retraksi suprasternal (-), jejas (-).
Hematom (-)

4.

Toraks
a. Paru

:Simetris, jejas (-), tidak ada ketinggalan gerak, retraksi


interkostal (-/-), vesikuler +/+, rhonki (-/-), wh (-/-)

b. Jantung
5. Abdomen

: S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)


: supel, BU (+) normal, H/L tidak teraba besar, timpani, Nyeri
Tekan (+) region hipokondrium kanan.

6. Ekstremitas

: akral hangat, CRT <2 detik, motorik aktif kekuatan

55
55 ,

refleks fisiologis (+), refleks patologis (-), sensorik baik.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan laboratorium 18 Juni 2015
GDS
HB
Hematokrit
Trombosit
Leukosit
Pemeriksaan Radiologi

110 mg/dL
14,7 g/dL
45,8%
217.000/uL
7.590/uL

V. DIAGNOSA

a. Diagnosa Banding

Trauma Vertebrae (Cedera Medula Spinalis)


Sindrom Guillain barre
Paralisis flaksid

b. Diagnosa klinis

Trauma Vertebrae Thoraco-Lumbo-Sakral (Cedera Medula Spinalis)


Ileus Obstruktif Lokal

VI. USULAN PEMERIKSAAN

CT- Scan Vertebrae dengan kontras


MRI Vertebrae

VII. PENATALAKSANAAN
-

Pemasangan IV Line dan DC


Inf. NaCL 20 tpm
Inj. Ketorolac 3 x 30 mg
Inj. Metil Prednisolon 125 mg IV pelan selama 15 menit
Imobilisasi vertebrae.
Pro Laparotomi

VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam

: dubia

Quo ad functionam

: dubia

Quo ad sanationam

: dubia

BAB III
PEMBAHASAN

Kasus ini merupakan kasus yang termasuk dalam priority sign yaitu pasien datang
dengan keluhan nyeri hebat di daerang punggung dan perlu penatalaksanaan segera. Pasien
diberi label Kuning. Tatalaksana awal pada pasien ini adalah ditempatkan di ruangan bedah.
Berdasarkan anamnesa dan hasil pemeriksaan fisik serta didukung dengan pemeriksaan
penunjang, pasien ini didiagnosa dengan trauma vertebrae thoraco-lumbo-sakral dan serta
ileus obstruktif local.
Penegakkan diagnose didasarkan pada anamnesa dan pemeriksaan fisik yang dilakukan.
Dari anamnesa didapatkan nyeri panggul yang menjalar hingga ke punggung dan paha, nyeri
bertambah apabila panggul digerakkan, berdasarkan anamnesa juga ditemukan adanya
riwayat trauma yang terjadi. Trauma medula spinalis adalah cedera pada tulang belakang baik
langsung maupun tidak langsung, yang menyebabkan lesi di medula spinalis sehingga
menimbulkan gangguan neurologis, dapat menyebabkan kecacatan menetap atau kematian.1

Dapat durumuskan gejala-gejala yang terjadi pada cedera medulla spinalis yaitu :5
1. Gangguan sensasi menyangkut adanya anastesia, hiperestesia, parastesia.
2. Gangguan motorik menyangkut adanya kelemahan dari fungsi otot-otot dan reflek
tendon myotome.
3. Gangguan fungsi vegetatif dan otonom menyangkut adanya flaccid dan sapstic blader
dan bowel.
4. Gangguan fungsi ADL yaitu makan, toileting, berpakaian, kebersihan diri.
5. Gangguan mobilisasi yaitu Miring kanan dan kiri, Transfer dari tidur ke duduk,
Duduk, Transfer dari bed ke kursi roda, dan dari kursi roda ke bed.
6. Penurunan Vital sign yaitu penurunan ekspansi thorax, kapasitas paru dan hipotensi.
7. Skin problem menyangkut adanya decubitus.
Untuk penegakkan diagnose ileus obstruktif, dimana Ileus obstruktif adalah suatu
penyumbatan mekanis pada usus di mana merupakan penyumbatan yang sama sekali
menutup atau menganggu jalannya isi usus, yaitu oleh karena kelainan dalam lumen usus,
dinding usus atau luar usus yang menekan. Dari anamnesa ditemukan keluhan sulit untuk
buang air besar, walaupun belum ada keluhan kesulitan kentut, dari pemeriksaan fisik belum
ditemukan adanya peningkatan bising usus, namun pada pemeriksaan radiologi ditemukan
adanya distensi usus, dan adanya gambaran udara di dalam usus, ditemukaan pula gambaran
coil spring, temuan ini mendukung untuk diagnose ileus obstruktif.
Adapun penegakkan diagnosa ileus obstruktif yaitu :
1. Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan
penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi
sebelumnya atau terdapat hernia. Pada ileus obstruksi usus halus kolik dirasakan di
sekitar umbilikus, sedangkan pada ileus obstruksi usus besar kolik dirasakan di sekitar
suprapubik. Muntah pada ileus obstruksi usus halus berwarna kehijauan dan pada
ileus obstruktif usus besar onset muntah lama. 2
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup
kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus
dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Terkadang
dapat dilihat gerakan peristaltik usus yang bisa bekorelasi dengan mulainya
nyeri kolik yang disertai mual dan muntah. Penderita tampak gelisah dan
menggeliat sewaktu serangan kolik. 6
b. Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik
gemerincing logam bernada tinggi dan gelora (rush) diantara masa tenang.

Tetapi setelah beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah
berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak
ada atau menurun parah. Tidak adanya nyeri usus bisa juga ditemukan dalam
ileus paralitikus atau ileus obstruksi strangulata. 6
c. Perkusi
Pada ileus obstruktif didapatkan timpani di seluruh lapang abdomen. 6
d. Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau
nyeri tekan, yang mencakup defance musculair involunter atau rebound dan
pembengkakan atau massa yang abnormal.
Rectal Toucher
a. Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease
b. Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma
c. Feses yang mengeras : skibala
d. Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi
e. Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi
f. Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis
4. Laboratorium
Leukositosis, biasanya terjadi bila terdapat strangulasi, tetapi hitung darah putih yang
3.

normal tidak menyampingkan strangulasi. Peningkatan amilase serum kadang-kadang


ditemukan pada semua bentuk ileus obstruktif, khususnya jenis strangulasi.
5. Radiologi
Pemeriksaan sinar-X bisa sangat bermanfaat dalam mengkonfirmasi diagnosis ileus
obstruktif serta foto abdomen tegak dan berbaring harus yang pertama dibuat. Adanya
gelung usus terdistensi dengan batas udara-cairan dalam pola tangga pada film tegak
sangat menggambarkan ileus obstruksi sebagai diagnosis. Dalam ileus obstruktif usus
besar dengan katup ileocaecalis kompeten, maka distensi gas dalam kolon merupakan
satu-satunya gambaran penting. Penggunaan kontras dikontraindikasikan adanya
perforasi-peritonitis. Barium enema diindikasikan untuk invaginasi, dan endoskopi
disarankan pada kecurigaan volvulus.
Untuk penatalaksanaa, tatalaksana nyeri diberika injeksi ketorolac 30 mg, untuk
tatalaksan cedera vertebrae diberikan injeksi metil perdnisolon loading dose, untuk
tatalaksana ileus obstruksi pasien direncanakan untuk operasi laparotomy apabila keadaan
trauma vertebrae sudah ditangani.
Dalam proses perawatan, pasien menolak untuk dirawat inap, sehingga tatalaksana
lanjutan dan pemeriksaan lanjutan tidak dilakukan.

BAB IV
KESIMPULAN

Kasus ini merupakan kasus yang termasuk dalam priority sign yaitu pasien datang
dengan keluhan nyeri hebat di daerang punggung dan perlu penatalaksanaan segera. Pasien
diberi label Kuning. Tatalaksana awal pada pasien ini adalah ditempatkan di ruangan bedah.
Penegakkan diagnose didasarkan pada anamnesa dan pemeriksaan fisik yang dilakukan.
Dari anamnesa didapatkan nyeri panggul yang menjalar hingga ke punggung dan paha, nyeri
bertambah apabila panggul digerakkan, berdasarkan anamnesa juga ditemukan adanya
riwayat trauma yang terjadi. Gejala yang ditemukan pada pasien dapat ditemukan pada gejala
khas trauma vertebrae.
Untuk penegakkan diagnose ileus obstruktif, dimana Ileus obstruktif adalah suatu
penyumbatan mekanis pada usus di mana merupakan penyumbatan yang sama sekali
menutup atau menganggu jalannya isi usus, yaitu oleh karena kelainan dalam lumen usus,
dinding usus atau luar usus yang menekan. Dari anamnesa ditemukan keluhan sulit untuk
buang air besar, walaupun belum ada keluhan kesulitan kentut, dari pemeriksaan fisik belum
ditemukan adanya peningkatan bising usus, namun pada pemeriksaan radiologi ditemukan
adanya distensi usus, dan adanya gambaran udara di dalam usus, ditemukaan pula gambaran
coil spring, temuan ini mendukung untuk diagnose ileus obstruktif.
Untuk penatalaksanaa, tatalaksana nyeri diberika injeksi ketorolac 30 mg, untuk
tatalaksan cedera vertebrae diberikan injeksi metil perdnisolon loading dose, untuk
tatalaksana ileus obstruksi pasien direncanakan untuk operasi laparotomy apabila keadaan
trauma vertebrae sudah ditangani. Tatalaksana ini sudah sesuai dengan anjuran terapi pada
trauma vertebrae dan ileus obstruktif.

Dalam proses perawatan, pasien menolak untuk dirawat inap, sehingga tatalaksana
lanjutan dan pemeriksaan lanjutan tidak dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA
1. PERDOSI. Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal.
Jakarta: Perdosi ; 2006.h.19-22.
2. Evans, Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat;
2003.h. 35-36.
3. Sjamsuhidayat R, De Jong Wim. Usus halus, apendiks, kolon, dan anorektum. Buku
Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2005. p. 623-31.
4. Yates K. Bowel obstruction. In: Cameron P, Jelinek G, Kelly AM, Murray L, Brown
AFT, Heyworth T, editors. Textbook of Adult Emergency Medicine. 2nd ed. New
York: Churchill Livingstone; 2004 . p. 306-9.
5. Consortium Member Organizations and Steering Committee Representatives. Early
Acute Management in Adults with Spinal Cord Injury: A Clinical Practice Guideline
for Health-Care Professionals. The Journal Of Spinal Cord Medicine. Vol. 31. 2006.
6. Price SA, Wilson LM. Gangguan Usus Halus dan Usus Besar. Dalam: Wijaya,
Caroline, editors. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1.
Edisi 6. Jakarta: EGC; 2006. p. 437-59.

Anda mungkin juga menyukai