Referat Ppok
Referat Ppok
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
2.2 Epidemiologi
Pada studi populasi selama 40 tahun, didapati bahwa hipersekresi mucus
merupakan suatu gejala yang paling sering terjadi pada PPOK, penelitian ini
menunjukkan bahwa batuk kronis, sebagai mekanisme pertahanan akan
hipersekresi mukus di dapati sebanyak 15-53% pada pria paruh umur, dengan
prevalensi yang lebih rendah pada wanita sebanyak 8-22%. Studi prevalensi PPOK
pada tahun 1987 di Inggris dari 2484 pria dan 3063 wanita yang berumur 18-64
tahun dengan nilai VEP1 berada 2 simpang baku di bawah VEP prediksi, dimana
jumlahnya meningkat seiring usia, khususnya pada perokok.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa menjelang tahun 2020
prevalensi PPOK akan meningkat sehingga sebagai penyebab penyakit tersering
peringkatnya meningkat dari ke-12 menjadi ke-5 dan sebagai penyebab kematian
tersering peringkatnya juga meningkat dari ke-6 menjadi ke-3. Pada 12 negara Asia
Pasifik, WHO menyatakan angka prevalensi PPOK sedang-berat pada usia 30 tahun
keatas, dengan rerata sebesar 6,3%, dimana Hongkong dan Singapura dengan angka
prevalensi terkecil yaitu 3,5% dan Vietnam sebesar 6,7%.
Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Pada Survai
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis kronik dan emfisema
menduduki peringkat ke - 5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10
Riwayat merokok
Perokok aktif
Perokok pasif
Bekas perokok
Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian
jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam
3.
4.
5.
6.
tahun :
a. Ringan :
0-200
b. Sedang :
200-600
c. Berat :
>600
Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
Hipereaktiviti bronkus
Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia.
PPOK yang merupakan inflamasi lokal saluran nafas paru, akan
ditandai dengan hipersekresi mucus dan sumbatan aliran udara yang persisten.
Gambaran ini muncul dikarenakan adanya pembesaran kelenjar di bronkus
pada perokok dan membaik saat merokok di hentikan. Terdapat banyak faktor
risiko yang diduga kuat merupakan etiologi dari PPOK. Faktor-faktor risiko
yang ada adalah genetik, paparan partikel, pertumbuhan dan perkembangan
paru, stres oksidatif, jenis kelamin, umur, infeksi saluran nafas, status
sosioekonomi, nutrisi dan komorbiditas.
1. Genetik.
2.3.6 Infeksi.
Infeksi, baik viral maupun bakteri akan memberikan peranan
yang besar terhadap patogenesis dan progresifitas PPOK dan kolonisasi
bakteri
berhubungan
saluran
dengan
terjadinya
inflamasi
pada
eksaserbasi.
juga
Kecurigaan
terhadap
infeksi
virus
2.4 Patofisiologi
Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus,
metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi
akibat fibrosis. Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal
bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Secara anatomik
dibedakan tiga jenis emfisema:
1. Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke
perifer, terutama mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan merokok
lama.
2. Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara merata dan
terbanyak pada paru bagian bawah.
3. Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas
distal, duktus dan sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat pleura.
Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena
perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis,
metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan
napas.