Anda di halaman 1dari 4

Prevalensi Miopia Pada Mahasiswa Kedokteran

Pada Bagian Barat India Yang Merupakan Epidemik Asia Timur


Abstrak

: Prevalensi miopia di kalangan mahasiswa telah mencapai

proporsi epidemi di Asia timur. Data India juga menunjukkan prevalensi yang tinggi,
terutama di bagian tenggara. Kami meneliti tren lokal, pada 148 mahasiswa MBBS
pertama di sebuah perguruan tinggi medis di Pune, yang terletak di Maharashtra,
sebuah negara bagian barat India. Kami melaporkan prevalensi 45% dan
membandingkannya dengan yang dilaporkan secara global serta dari berbagai daerah
di India. Dalam populasi penelitian, kami menyimpulkan, meskipun miopia cukup
banyak, tren dari Asia timur terhadap proporsi epidemi belum jelas. Kami
menekankan institusi untuk tepat waktu dalam tindakan pencegahan untuk mencegah
terjadinya epidemi miopia di India.
Kata Kunci : Mahasiswa Kedokteran, Myopia, Epidemi Myopia, Prevalensi
Pendahuluan
Kesalahan pembiasan adalah ketidak mampuan sistem optik untuk membawa
gambar ke fokus yang tajam pada retina. Pada miopia, gambar jatuh lebih pendek dari
retina, dapat mempengaruhi jarak penglihatan. Seperti pada banyak penyakit lainnya,
baik yang secara alami dan didapat disalahkan. Di India, prevalensi miopia sekitar 711% pada usia 15 tahun dan 35% pada orang dewasa. Miopia meningkatkan risiko
katarak, glaukoma, ablasi retina, degenerasi makula, neovaskularisasi koroid,
gangguan penglihatan dan kebutaan. Hal Ini menjadikan beban besar bagi pasien,
biaya sosial yang sangat besar dan dampak kesehatan masyarakat. Laporan terakhir
menunjukkan pada orang Asia, tren pada Asia terutama bagian timur dari tingginya
prevalensi miopia antara mahasiswa, mencapai proporsi 'epidemi'. Akhir-akhir ini,
Mahasiswa MBBS di India juga dilaporkan memiliki prevalensi yang tinggi.
Penelitian ini menguji prevalensi miopia antara mahasiswa MBBS pertama untuk
mengkonfirmasi apakah ini benar data ini untuk bagian dari India barat.
Alat dan Metode
2.1 Design Penelitian

Penelitian ini memiliki design peneitian deskriptif cross sectional. Prevalensi


dari myopia di hitung sebagai proporsi dari orang yang berpartisipasi dengan myopia.
2.2 Populasi Penelitian
Kriteria inklusi satu- satunya adalah: seorang mahasiswa MBBS pertama.
Kriteria eksklusi meliputi riwayat glaukoma, diabetes mellitus, operasi atau cedera
mata. Izin dari Kpmite Etika kelembagaan diperoleh dan 148 mahasiswa MBBS
pertama di sebuah perguruan tinggi medis di Maharashtra Barat secara sukarela
mengikutinya. Rata-rata (SD) usia peserta adalah 18,82 (1,34) tahun, usia yang telah
dicatat sebagai jumlah tahun telah diselesaikan sepertilebih dekat pada hari ulang
tahun. Distribusi dari jenis kelamin adalah 59% (88/148) laki-laki dan 41% (60/148)
perempuan.
2.3 Diagnosa dari Miopia
Seseorang diklasifikasikan memiliki myopia jika jarak akusi visual (DVA)
lebih jelek dari 20/20 paling kurang dari sebelah mata, yang mana dapat meningkat
dengan koreksi dengan lensa terakhir atau menggunakan pinhole.
2.4 Pengumpulan data
Setelah mendapat persetujuan, DVA ditentukan tanpa koreksi optik yang
ditentukan, jika ada, digunakan tes Snellen. Jika hasilnya lebih buruk daripada 20/20,
tes diulang dengan koreksi optik yang ditentukan terakhir atau dengan pinhole ,
dalam kasus koreksi optik belum ditentukan.
Rekaman DVA dijadikan kedalam kategori skala dikotomi, berdasarkan ada
tidaknya miopia. Perbaikan dalam DVA dengan koreksi optik terakhir ditentukan
(atau pinhole), tercatat langsung pada kategori skala dikotomis.
2.5 Analisa Statistik
Prevalensi dari myopia di hitung sebagai proporsi dari pasien yang terdeteksi
memiliki miopia per seratus peserta.
Hasil
Empat puluh lima persen (67/148) peserta terdeteksi memiliki miopia
Diskusi
Prevalensi 45% yang dilaporkan dalam penelitian ini dibandingkan dengan
yang dilaporkan secara global (Tabel 1) dan bagian lain dari India (Tabel 2). Hasilnya
jauh lebih rendah dari yang dilaporkan di Taiwan, Singapura, Cina dan Pakistan;

sedikit lebih rendah dari Norwegia dan Denmark; lebih tinggi dari Turki dan
Polandia.

Prevalensi dari 45% di bagian barat Maharashtra yang dilaporkan jauh lebih
rendah dibandingkan yang dilaporkan sebelumnya dari bagian tenggara, barat dan
India pusat.

Mahasiswa kedokteran memiliki prevalensi yang tinggi memiliki miopia,


yang mencapai proporsi epidemi, di Asia timur . Bahkan anak-anak sekolah di daerah
ini berkembang menjadi prevalensi yang sangat tinggi dari proporsi epidemik. Para
peneliti menunjukkan tren terbaru dari tingkat yang tinggi dari kegiatan kurikuler
membaca yang dilakukan anak-anak di wilayah ini. Mahasiswa kedokteran juga,
harus menikmati banyaknya kegiatan kurikuler,membaca yang mungkin merupakan
predisposisi mereka untuk berkembangnya miopia. Selanjutnya, kegiatan membaca
dekat secara berlebihan oleh siswa merupakan faktor risiko yang diketahui untuk

terjadinya miopia. Oleh karena itu, mungkin saja bahwa kompetisi akademik
menyebabkan banyaknya miopia pada pendidikan kedokteran.
Membaca dekat secara berlebihan sebagai faktor risiko untuk miopia digaris
bawahi oleh temuan dari penelitian berikut. Sesuai penelitian yang diterbitkan pada
tahun 1969, kemudian orang Eskimo yang berakulturasi menunjukkan perbedaan
yang sangat besar dalam prevalensi antara subjek yang lebih tua (1,5%), yang
memiliki sedikit atau tidak ada sekolah berhadap hadapan dengan subyek yang lebih
muda (51%), yang memiliki wajib sekolah. Tingginya prevalensi miopia pada Eskimo
muda ini karena baru saja diperkenalkan membaca dengann jarak yang dekat.
Mahaiswa optometri, yang melakukan pekerjaan membaca dekat yang banyak,
terdeteksi telah berisiko terkena miopia. Perkembangan miopia mereka terkait dengan
tuntutan tinggi untuk pekerjaan membaca secara dekat dan bisa diperlambat dengan
liburan sementara saat pekerjaannya berkurang..
Telah disarankan juga bahwa peningkatan westernisasi, terutama ketersediaan
pembelian di toko makanan yang tinggi gula dan karbohidrat, mungkin telah
dikaitkan dengan peningkatan pesat miopia yang dicatat kemudian pada orang
Eskimo yang baru berakulturasi.
Kesimpulan
Miopia cukup umum dalam populasi penelitian tetapi tren dari Asia timur di
proporsi epidemi belum ada . Prevalensi juga jauh lebih rendah dari yang dilaporkan
sebelumnya antara mahasiswa kedokteran dari berbagai daerah India. Kecenderungan
ini perlu dibuktikan dengan penelitian yang lebih besar pada berbagai kelompok yang
berisiko. Tidak adanya orang yang putus sekolah merupakan keuntungan dari
penelitian ini. Kami menyadari kurangnya auto-refraksi sebagai batasan. Penelitian
ini menunjukkan masih ada kesempatan yang tersedia untuk melembagakan langkahlangkah pencegahan terhadap kemungkinan miopia sebelum mengasumsikan proporsi
epidemi di populasi kami.

Anda mungkin juga menyukai