Anda di halaman 1dari 50

WRAP UP

SKENARIO 2 BLOK MEDIKOLEGAL


Astaga..Ada Mayat Bayi di Kardus Aqua

KELOMPOK A-1 :
KETUA
SKRETARIS

: Achmad Risaryo MP
: A.Deza Farista

1102011003
1102011001

ANGGOTA :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Abia Nebula
Adeprita Pratiwi H
Annisak Fitriyana
Ardi Yudha
Ariane Nurul R
Aria Kapriyati
Maltari

1102011002
1102011004
1102011039
1102011040
1102011041
1102011042
1102011152

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
JAKARTA
2014

SKENERIO 2

Astaga..Ada Mayat Bayi di Kardus Aqua


Mayat Bayi berjenis kelamin laki laki ditemukan di sebuah tempat pemnuangan akhir (TPA)
Darupono Kaliwungu Selatan, Kendal Jawa Tengah Kamis (6/12/12) pagi. Bayi berada di dalam
kardus aqua dibungkus kantong plastik hitam, dalam keadaan membusuk dan berbau. Saat ini,
jasad bayi berada di Rumah Sakit Umum Suwondo Daerah (RSUD) Kabupaten Kendal, Iptu
Abdullah Umar, mayat dibuang oleh seorang perempuan yang hamil tua, sekarang perutnya
sudah mengempis. Bayi itu pertama kali ditemukan oleh seorang pemulung bernama jokarmo
(31), warga Desa Darupono, Kecamatan Kaliwungu Selatan,Kendal.
Saat itu jakarmo sedang mengais sampah. Dia mengaku terkejut ketika ada plastik hitam besar
yang di kerumuni lalat, kata Umar. Karena curiga, jelas Umar, pemulung tersebut mendakati
kantong plastic. Setelah dekat, Ia terkejut, saat melihat kepala bayi,. Lalu plastic itu dibuka dan
terlihatlah sesosok mayat bayi. kemudian, pemulung itu melaporkannya kepada polisi,
jelasnya. Mayat bayi yang diperkirakan berusia 1 hari itu akan dibawa ke Rumah Sakit
Bhayangkara Semarang untuk diotopsi. Kasus itu, sekarang masih ditangani oleh petugas polisi.
Kami akan mencari orang tua mayat tersebut, tambah Umar. Pelaku sudah diamankan di
polres.
Warni, sang pelaku mengaku dia juga korban pemerkosaan yang dilakuka oleh tetangga desanya
di Merapen Gerobokan, karena ketakutan hamil dan melahirkan, korban pergi ke Kaliwungu
untuk bekerja di pabrik gula dan mengasingkan diri

LANGKAH 1

Kata Sulit
1.otopsi : pemeriksaan terhadap tubuh mayat untuk menemukan proses penyakit atau adanya
cedera untuk menentukan penyebab kematian
Pertanyaan
1. Apa indikasi otopsi ?
2. Apa saja tanda-tanda kematian ?
3. Bagaimana proses pembusukan ?
4. Bayi lahir hidup /mati b, bagaimana menentukannya ?
5. Bagaimana cara mengetahui umur bayi ?
6. Bagaimana Cara menentukan umur kematian ?
7. Siapa yang melakukan otopsi ?
8. Bagaimana hukum aborsi karena pemerkosaan dan pembunuhan bayi menurut islam ?
9. Bagaimana cara pembuktian pemerkosaan ?
10. Apa penyebab kematian bayi ?
Jawab
1. Kematian tidak wajar, untuk mencari penyebab kematian, identifikasi orang mati ,
keperluan penelitian medis
2. Livormortis, rigormortis, pembusukan, suhu dan relaksasi sfingter
3. Mengalami proses autolisi dalam tubuh
4. Menggunakan test hidrostatik , paru mengapung : lahir hidup , paru tidak mengapung :
lahir mati
5. Antopometri
6. Suhu, kekakuan
7. Dokter forensic
8. Boleh : jika mengancam jiwa dan kesehatan ibu , tidak boleh : tidak mengancam
9. Visum et repertum
10. Tergantung hasil otopsi , kebanyakan karena asfiksi
Hipotesis

SASBEL

LO 1. Memahami dan Memjelaskan Infanticide


LO II. Memahami dan Menjelaskan Thanatology
LO III. Memahami dan Menjelaskan Investigasi Kasus Pemerkosaan
LO IV. Hukum Islam Tentang Pemerkosaan Dan Pembuhuhan

1.Memahami dan menjelaskan infanticide

Infanticide atau pembunuhan anak adalah pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu
dengan atau tanpa bantuan orang lain terhadap bayinya pada saat dilahirkan atau beberapa saat
sesudah dilahirkan, oleh karena takut diketahui orang lain bahwa ia telah melahirkan anak.
Cara Kematian
Penyebab kematian bayi dapat diketahui bila dilakukan autopsi, dari autopsi tersebut
dapat ditentukan apakah bayi tersebut lahir mati, mati secara almiah, akibat kecelakaan atau
akibat pembunuhan.
Penyebab kematian alamiah antara lain:
Prematuritas.
Kelainan kongenital, misalnya: sifilis, jantung.
Perdarahan / trauma lahir.
Kelainan bentuk / anatomi, misalnya: anecephalus.
Kelainan plasenta, misalnya: plasenta previa.
Erythroblastosis foetalis dan lain-lain.
Penyebab kematian akibat kecelakaan dapat terjadi di waktu lahir atau sesudah lahir. Pada waktu
proses kelahiran, kematian dapat terjadi karena partus yang lama, prolaps tali pusat, terlilitnya
tali pusat. Beberapa saat sebelum dilahirkan, misalnya: trauma pada perut ibu hamil akibat
tersepak, jatuh dari tempat yang tinggi, dan lain-lain.
Kematian yang diakibatkan oleh tindakan kriminal atau pembunuhan, dilakukan dengan
mempergunakan kekerasan atau memberi racun terhadap bayi tersebut. Cara yang digunakan
untuk membunuh anak antara lain:
Pembekapan, menutup hidung dan mulut dengan telapak tangan, menekan dengan bantal,
selimut dan lain-lain.
Penekanan dada, sehingga mengganggu pergerakan pernafasan.
Dengan menjerat leher bayi (strangulasi). Kadang-kadang dengan memakai tali pusat.
Dengan menenggelamkan bayi.
Menusuk fontanella, epicanthus mata, ubun-ubun besar, ubun-ubun kecil, jantung,
sumsum tulang dengan menggunakan jarum atau peniti.
Memukul kepala bayi atau melintir kepala bayi.
Memberi obat-obatan, seperti: opium, arsen dan lain-lain misalnya dengan mengoleskan
opium di sekitar putting susu, lalu diisap oleh bayi tersebut.
Begitu bayi lahir, dibungkus dan dimasukkan ke dalam kotak kemudian dibuang.
Cara atau metode yang banyak dijumpai untuk melakukan tindakan pembunuhan anak adalah
cara atau metode yang menimbulkan mati lemas (asfiksia) seperti: penjeratan, pencekikan dan
pembekapan serta pembenaman ke dalam air. Adapun cara atau metode yang lain seperti
menusuk atau memotong serta melakukan kekerasan dengan benda tumpul relatif lebih jarang
dijumpai
Investigasi
Umur janin dalam kandungan
Untuk mengetahui apakah anak tersebut cukup bulan dalam kandungan (matur) atau
belum cukup bulan dalam kandungan (prematur), dapat diketahui dari pemeriksaan sebagai
berikut:

1. Pengukuran lingkar kepala, lingkar dada, panjang badan dan berat badan: dimana yang
mempunyai nilai tinggi adalah lingkar kepala dan tinggi atau panjang badan.
Panjang badan diukur dari tumit hingga vertex (puncak kepala). Bayi dianggap cukup bulan jika:

Panjang badan di atas 45 cm.


Berat badan 2500 3500 gram.
Lingkar kepala lebih dari 34 cm.

Infanticide, bila umur janin 7 bulan dalam kandungan oleh karena pada umur ini janin telah
dapat hidup di luar kandungan secara alami tanpa bantuan beralatan. Umur janin di bawah 7
bulan termasuk kasus abortus
Untuk menentukan umur bayi dalam kandungan, ada rumus empiris yang dikemukakan oleh De
Haas, yaitu menentukan umur bayi dari panjang badan bayi.

Untuk bayi (janin) yang berumur di bawah 5 bulan, umur sama dengan akar pangkat dua
dari panjang badan. Jadi bila dalam pemeriksaan didapati panjang bayi 20 cm, maka
taksiran umur bayi adalah 20 yaitu antara 4 sampai 5 bulan dalam kandungan atau lebih
kurang 20 22 minggu kehamilan.
Untuk janin yang berumur di atas 5 bulan, umur sama dengan panjang badan (dalam cm)
dibagi 5 atau panjang badan (dalam inchi) dibagi 2.
1. Keadaan ujung-ujung jari: apakah kuku-kuku telah melewati ujung jari seperti anak yang
dilahirkan cukup bulan atau belum. Garis-garis telapak tangan dan kaki dapat juga
digunakan, karena pada bayi prematur garis-garis tersebut masih sedikit.
2. Keadaan genitalia eksterna: bila telah terjadi descencus testiculorum maka hal ini dapat
diketahui dari terabanya testis pada scrotum, demikian pula halnya dengan keadaan labia
mayora apakah telah menutupi labia minora atau belum; testis yang telah turun serta labia
mayora yang telah menutupi labia minora terdapat pada anak yang dilahirkan cukup
bulan dalam kandungan si-ibu. Hal tersebut di atas dapat diketahui bila bayi segar, tetapi
bila bayi telah busuk, labia mayora akan terdorong keluar.
3. Pusat-pusat penulangan: khususnya pada tulang paha (os. femur), mempunyai arti yang
cukup penting di dalam membantu perkiraan apakah anak dilahirkan dalam keadaan
cukup bulan atau tidak; bagian distal dari os. femur serta bagian proksimal dari os. tibia
akan menunjukkan pusat penulangan pada umur kehamilan 36 minggu, demikian pula
pusat penulangan pada os. cuboideum dan os. cuneiforme, sedangkan os. talus dan os.
calcaneus pusat penulangannya akan tampak pada umur kehamilan 28 minggu.
Cara melihat pusat penulangan pada femur:
Tungkai bawah difleksikan semaksimal mungkin, lalu dibuat insisi melintang pada lutut. Setelah
patella disingkirkan, dibuat irisan transversal pada ujung distal femur setipis mungkin ke aras
proksimal femur sampai terlihat pusat penulangan yang berwarna kemerahan.

Demikian pula cara untuk melihat pusat penulangan pada ujung proksimal tibia. Pada tulang
talus, kalkaneus dan kuboid, pusat penulangan dapat dilhat dengan membuat insisi antara jari ke3 dan ke-4 ke arah belakang/tumit. Insisi akan melewati ketiga tulang ini. Lalu tulang tersebut
diiris tipis-tipis sampai terlihat pusat penulangannya. Pusat penulangan berbentuk oval, warna
merah dengan diameter + 0,5 cm.
Hubungan umur bayi dengan pusat penulangan:

Kalkaneus, umur bayi 5 6 bulan.


Talus, umur bayi 7 bulan.
Kuboid, umur bayi 9 bulan.
Distal femur, umur bayi 9 bulan.
Proksimal tibia, umur bayi 9 bulan.
Apakah bayi lahir hidup atu sudah mati saat dilahirkan.

Penentuan apakah seorang anak itu dilahirkan dalam keadaan hidup atau mati, dapat
dilakukan dengan pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam.
Pemeriksaan luar
Pada bayi yang lahir hidup, pada pemeriksaan luar tampak dada bulat seperti tong .biasanya tali
pusat masih melengket ke perut, berkilat dan licin. Kadang-kadang placenta juga masih bersatu
dengan tali pusat.Warna kulit bayi kemerahan.
Pemeriksaan dalam
Insisi pada autopsi sedikit berbeda dengan orang dewasa.Insisi pada bayi dimulai dari perut agar
terlihat letak sekat rongga dada (diaphragma).
Penentuan apakah seorang anak itu dilahirkan dalam keadaan hidup atau mati, pada dasarnya
adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.

Adanya udara di dalam paru-paru.


Adanya udara di dalam lambung dan usus,
Adanya udara di dalam liang telinga bagian tengah, dan
Adanya makanan di dalam lambung.

Paru-paru yang sudah mengembang karena terisi udara pernafasan dapat diketahui dari ciri-ciri
seperti tersebut di bawah ini yaitu:

memenuhi rongga dada sehingga menutupi sebagian kandung jantung,


berwarna merah unggu atau merah muda, dan tidak homogen,

memberikan gambaran mozaik atau seperti marmer karena adanya berbagai tingkatan
aerasi atau pengisian udara dan darah,
tepi paru-paru tumpul,
pada perabaan teraba derik udara (krepitasi), yang bila perabaan ini dilakukan atas
sepotong kecil jaringan paru yang dibenamkan dalam air akan tampak gelembunggelembung udara,
pada pemotongan jaringan paru, bila dipencet terlihat keluar darah bercampur buih,
pemeriksaan mikroskopik (patologi anatomi) yang hanya dilakukan pada keadaan
tertentu saja (meragukan), akan memperlihatkan adanya pengelembungan dari alveoli
yang cukup jelas (seperti sarang tawon).
Untuk menentukan apakah bayi pernah bernafas dapat dilakukan test hydrostatik atau test
apung paru (docimacia pulmonum hydrostatica), akan memberikan hasil yang positif.
Pemeriksaan ini berdasarkan fakta bahwa berat jenis paru-paru yang belum bernafas
berkisar antara 1.040 1.056, sedangkan paru-paru yang sudah bernafas 0,940 akibat
udara pernafasan telah memasuki alveoli. Oleh karena itu paru-paru yang belum bernafas
akan tenggelam sedangkan yang sudah bernafas akan mengapung.

Pada bayi yang telah mengalami pembusukan lanjut, pemeriksaan ini tidak berguna lagi. Bila
masih baru mengalami pembusukan, test apung paru ini masih bisa dipakai, karena udara
pembusukan akan keluar bila jaringan paru-paru ditekan, sedangkan udara pernafasan dalam
alveoli tetap disana, atu hanya sedikit yang keluar.
Cara melakukan test apung paru adalah sebagai berikut:
Keluarkan paru-paru dengan mengangkatnya mulai dari trachea sekalian dengan jantung dan
timus.Kesemuanya ditaruh dalam baskom berisi air.Bila terapung artinya paru-paru telah terisi
udara pernafasan.
Untuk memeriksa lebih jauh, pisahkan paru-paru dari jantung dan timus, dan kedua belah paru
juga dipisahkan.Bila masih terapung, potong masing-masing paru-paru menjadi 12 20
potongan-potongan kecil.Bagian-bagian ini diapungkan lagi.Bagian kecil paru ini ditekan
dipencet dengan jari di bawah air. Bila telah bernafas, gelembung udara akan terlihat dalam air.
Bila masih mengapung, bagian kecil paru-paru ditaruh di antara 2 lapis kertas dan dipijak dengan
berat badan.Bila masih mengapung, itu menunjukkan bayi telah bernafas. Sedangkan udara
pembusukan akan keluar dengan penekanan seperti ini, jadi ia akan tenggelam.
Ada beberapa keadaan dimana test ini diragukan hasilnya.
1. Paru-paru sudah berkembang, namun dalam pemeriksaan ternyata tenggelam.
Penyakit: pada edema paru atau pemadatan karena bronkopneumonia atau lues (sifilis).
Tetapi biasanya jarang melibatkan kedua bagian paru atau seluruh jaringan paru.
Sebagian tetap akan merapung. Lagi pula pemeriksaan ini secara patologi anatomi akan
menegaskan adanya penyakit tersebut.

Atelektase paru. Biasanya jarang terjadi.


1. Paru-paru yang belum berfungsi (bayi belum bernafas), tetapi pada pemeriksaan
mengapung:
Telah terjadi proses pembusukan. Ini mudah dikenal karena proses pembusukan pada
daerah lain juga didapati.
Dimasukkan udara secara artifisial. Susah melakukannya, apalagi oleh orang awam.
Adanya udara dalam lambung dan usus merupakan petunjuk bahwa si-anak menelan udara
setelah ia dilahirkan hidup, dengan demikian nilai dari pemeriksaan udara di dalam lambung dan
usus ini sekedar memperkuat saja. Seperti halnya pada pemeriksaan untuk menentukan adanya
udara dalam paru-paru, maka pemeriksaan yang serupa terhadap lambung dan usus baru dapat
dilakukan bila keadaan si-anak masih segar dan belum mengalami proses pembusukan serta tidak
mengalami manipulasi seperti pemberian pernafasan buatan. Caranya adalah dengan mengikat
bagian bawah esofagus di bawah thyroid proksimal dari cardia dan colon, kemudian dilepaskan
dari organ lainnya.Bila yang terapung adalah lambung, hal ini tidak berarti apa-apa.Bila usus
yang terapung berarti bayi telah pernah menelan udara dan ini berarti bayi telah pernah bernafas.
Adanya udara di dalam liang telinga bagian tengah hanya dapat terjadi bila si-anak menelan
udara dan udara tersebut melalui tuba eustachii masuk ke dalam liang bagian tengah. Untuk
dapat mengetahui keadaan tersebut pembukaan liang telinga bagian tengah harus dilakukan di
dalam air; tentunya baru dilakukan pada mayat yang masih segar.
Adanya makann di dalam lambung dari seorang anak yang baru dilahirkan tentunya baru dapat
terjadi pada anak yang dilahirkan hidup dan diberi makan oleh orang lain, dan makanan tidak
mungkin akan dapat masuk ke dalam lambung bila tidak disertai dengan aktivitas atau gerakan
menelan.
Adanya udara di dalam paru-paru, lambung dan usus serta di dalam liang telinga bagian tengah
merupakan petujuk pasti bahwa si-anak yang baru dilahirkan tersebut memang dilahirkan dalam
keadaan hidup. Sedangkan adanya makanan di dalam lambung lebih mengarahkan kepada
kenyataan bahwa si-anak sudah cukup lama dalam keadaan hidup; hal mana bila keadaannya
memang demikian maka si-ibu yang menghilangkan nyawa anak tersebut dapat dikenakan
hukuman yang lebih berat dari ancaman hukuman seperti yang tertera pada pasal 341 dan 342.
Apabila bayi dilahirkan dalam keadaan mati, ada 2 kemungkinan yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Still birth, artinya dalam kandungan masih hidup, waktu dilahirkan sudah mati. Ini
mungkin disebabkan perjalanan kelahiran yang lama, atau terjadi accidental strangulasi
dimana tali pusat melilit leher bayi waktu dilahirkan.
2. Dead born child, di sini bayi memang sudah mati dalam kandungan. Bila kematian
dalam kandungan telah lebih dari 2 3 hari akan terjadi maserasi pada bayi. Ini terlihat
dari tanda-tanda:

Bau mayat seperti susu asam.


Warna kulit kemerah-merahan.
Otot-otot lemas dan lembek.
Sendi-sendi lembek sehingga mudah dilakukan ekstensi dan fleksi.
Bila lebih lama didapati bulae berisi cairan serous encer dengan dasar bullae berwarna
kemerah-merahan.
Alat viseral lebih segar daripada kulit.
Paru-paru belum berkembang.
Bila bayi lahir hidup, berapa umur bayi sesudah lahir
Apabila bayi tersebut sudah pernah bernafas atau lahir hidup, untuk mengetahui sudah
berapa lama bayi tersebut hidup sebelum dibunuh dengan memperhatikan kulit, kepala dan
umbilicus mayat tersebut.
Pada bayi yang baru lahir, warna kulit merah terang.Adanya vernix caseosa pada ketiak,
sela paha dan leher. Vernix akan menghilang setelah dua hari lalu kulit menjadi gelap dan
menjadi normal kembali.
Setelah 1 minggu, kulit akan mengelupas, terutama di bagian abdomen kulit akan mengelupas
setelah 3 hari. Caput succedaneum akan menghilang setelah 24 jam sampai 2 3 hari setelah
dilahirkan. Setelah 2 jam kelahiran, terdapat bekuan darah pada ujung pemotongan tali pusat.
Dua belas jam kemudian akan mengering. Setelah 36 48 jam terbentuk cincin peradangan pada
pangkal tali pusat. Tali pusat mengering setelah 2 3 hari. Enam sampai tujuh hari tali pusat
akan lepas membentuk cicatriks. Tali pusat akan sembuh sempurna lebih kurang 15 hari.
Feses bayi juga dapat membantu menentukan sudah berapa lama bayi hidup.Feses bayi
yang baru lahir disebut meconium, biasa dikeluarkan dari usus setelah 24 28 jam, tetapi kadang
kala bisa lebih lama.
Apakah terdapat tanda-tanda perawatan.
Penentuan ada tidaknya tanda-tanda perawatan sangat penting artinya dalam kasus
pembunuhan anak, oleh karena dari sini dapat diduga apakah kasus yang dihadapi memang benar
kasus pembunuhan anak seperti apa yang dimaksud oleh undang-undang, atau memang kasus
lain yang mengancam hukuman yang berbeda.
Adanya tanda-tanda perawatan menunjukkan telah ada kasih sayang dari si-ibu dan bila
dibunuhnya tidak lagi termasuk kasus infanticide, tetapi termasuk kasus pembunuhan biasa.
Adapun anak yang baru dilahirkan dan belum mengalami perawatan dapat diketahui dari tandatanda sebagai berikut:

Tubuh masih berlumuran darah,

Ari-ari (placenta), masih melekat dengan tali pusat dan masih berhubungan dengan pusar
(umbilicus),
Bila ari-ari tidak ada, maka ujung tali pusat tampak tidak beraturan, hal ini dapat
diketahui dengan meletakkan ujung tali pusat tersebut ke permukaan air,
Adanya lemak bayi (vernix caseosa), pada daerah dahi serta di daerah yang mengandung
lipatan-lipatan kulit, seperti daerah lipat ketiak, lipat paha dan bagian belakang bokong.
Pada seorang anak yang telah mendapat perawatan tentunya akan memberikan gambaran
yang jelas, dimana tubuhnya sudah dibersihkan, tali pusat telah dipotong dan diikat, daerahdaerah lipatan kulit telah dibersihkan dari lemak bayi dan tidak jarang si-anak telah diberi
pakaian atau pembungkus agar tubuhnya menjadi hangat.
Apakah penyebab kematian bayi.
Telah dijelaskan pada poin sebelumnya.
Dengan demikian pada kasus yang diduga merupakan kasus pembunuhan anak, yang harus
diperhatikan adalah:

Adanya tanda-tanda mati lemas: sianosis pada bibir dan ujung-ujung jari, bintik-bintik
perdarahan pada selaput biji mata dan selaput kelopak mata serta jaringan longgar
lainnya, lebam mayat yang lebih gelap dan luas, busa halus berwarna putih atau putih
kemerahan yang keluar dari lubang hidung dan atau mulut serta tanda-tanda bendungan
pada alat-alat dalam.

Keadaan mulut dan sekitarnya: adanya luka lecet tekan dibibir atau sekitarnya yang tidak
jarang berbentuk bulan sabit, memar pada bibir bagian dalam yang berhadapan dengan
gusi, serta adanya benda-benda asing seperti gumpalan kertas koran atau kain yang
mengisi rongga mulut.

Keadaan di daerah leher dan sekitarnya: adanya luka lecet tekan yang melingkari
sebagian atau seluruh bagian leher yang merupakan jejas jerat sebagai akibat tekanan
yang ditimbulkan oleh alat penjerat yang dipergunakan, adanya luka-luka lecet kecil-kecil
yang seringkali berbentuk bulan sabit yang diakibatkan oleh tekanan dari ujung kuku sipencekik, adanya luka-luka lecet dan memar yang tidak beraturan yang dapat terjadi
akibat tekanan yang ditimbulkan oleh ujung-ujung jari si-pencekik.

Adanya luka-luka tusuk atau luka sayat pada daerah leher, mulut atau bagian tubuh
lainnya, dimana menurut literatur ada satu metode yang dapat dikatakan khas yaitu
tusukan benda tajam pada langit-langit sampai menembus ke rongga tengkorak yang
dikenal dengan nama tusukan bidadari.

Adanya tanda-tanda terendam seperti: tubuh yang basah dan berlumpur, telapak tangan
dan telapak kaki yang pucat dan keriput (washer woman`s hand), kulit yang berbintil-

bintil (cutis anserina) seperti kulit angsa, serta adanya benda-benda asing terutama di
dalam saluran pernafasan (trakhea), yang dapat berbentuk pasir, lumpur, tumbuhan air
atau binatang air.

2. Memahami dan menjelaskan thanatologi

Mati klinis adalah henti nafas (tidak ada gerak nafas spontan) ditambah henti sirkulasi
(jantung) total dengan semua aktivitas otak terhenti, tetapi tidak ireversibel. Pada masa dini
kematian inilah, pemulaian resusitasi dapat diikuti dengan pemulihan semua fungsi sistem organ
vital termasuk fungsi otak normal, asalkan diberi terapi optimal.
Mati biologis (kematian semua organ) selalu mengikuti mati klinis bila tidak dilakukan
resusitasi jantung paru (RJP) atau bila upaya resusitasi dihentikan. Mati biologis merupakan
proses nekrotisasi semua jaringan, dimulai dengan neuron otak yang menjadi nekrotik setelah
kira-kira 1 jam tanpa sirkulasi, diikuti oleh jantung, ginjal, paru dan hati yang menjadi nekrotik
selama beberapa jam atau hari. Pada kematian, seperti yang biasa terjadi pada penyakit akut atau
kronik yang berat, denyut jantung dan nadi berhenti pertama kali pada suatu saat, ketika tidak
hanya jantung, tetapi organisme secara keseluruhan begitu terpengaruh oleh penyakit tersebut
sehingga tidak mungkin untuk tetap hidup lebih lama lagi. Upaya resusitasi pada kematian
normal seperti ini tidak bertujuan dan tidak berarti.
Henti jantung (cardiac arrest) berarti penghentian tiba-tiba kerja pompa jantung pada
organisme yang utuh atau hampir utuh.Henti jantung yang terus berlangsung sesudah jantung
pertama kali berhenti mengakibatkan kematian dalam beberapa menit. Dengan perkataan lain,
hasil akhir henti jantung yang berlangsung lebih lama adalah mati mendadak (sudden death).
Diagnosis mati jantung (henti jantung ireversibel) ditegakkan bila telah ada asistol listrik
membandel (intractable, garis datar pada EKG) selama paling sedikit 30 menit, walaupun telah
dilakukan RJP dan terapi obat yang optimal.
Mati serebral (kematian korteks) adalah kerusakan ireversibel (nekrosis) serebrum,
terutama neokorteks.Mati otak (MO, kematian otak total) adalah mati serebral ditambah dengan
nekrosis sisa otak lainnya, termasuk serebelum, otak tengah dan batang otak.
Mati sosial (status vegetatif yang menetap, sindroma apalika) merupakan kerusakan
otak berat ireversibel pada pasien yang tetap tidak sadar dan tidak responsif, tetapi mempunyai
elektroensefalogram (EEG) aktif dan beberapa refleks yang utuh.Ini harus dibedakan dari mati
serebral yang EEGnya tenang dan dari mati otak, dengan tambahan ketiadaan semua refleks saraf
otak dan upaya nafas spontan.Pada keadaan vegetatif mungkin terdapat daur sadar-tidur.
Menurut pernyataan IDI 1988,seseorang dinyatakan mati bila a) fungsi spontan
pernafasan dan jantung telah berhenti secara pasti atau b) telah terbukti terjadi MBO.Secara
klasis dokter menyatakan mati berdasarkan butir a tersebut dan ini dapat dilakukan di mana saja,
di dalam atau di luar rumah sakit.Bahwa fungsi spontan nafas dan jantung telah berhenti secara
pasti, dapat diketahui setelah kita mencoba melakukan resusitasi darurat. Pada resusitasi darurat,
di mana kita tidak mungkin menentukan MBO, seseorang dapat dinyatakan mati bila 1) terdapat
tanda-tanda mati jantung atau 2) terdapat tanda-tanda klinis mati otak yaitu bilamana setelah

dimulai resusitasi, pasien tetap tidak sadar, tidak timbul pula nafas spontan dan refleks muntah
(gag reflex) serta pupil tetap dilatasi selama 15-30 menit atau lebih, kecuali kalau pasien
hipotermik, di bawah pengaruh barbiturat atau anestesia umum.
Mati suri (suspended animation, apparent death) adalah terhentinya ketiga sistem
kehidupan diatas yang ditentukan dengan alat kedokteran sederhana. Dengan peralatan
kedokteran canggih masih dapat dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut masih berfungsi. Mati
suri sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik, dan tenggelam.
Kriteria diagnostik penentuan kematian:
1. Hilangnya semua respon terhadap sekitarnya (respon terhadap komando atau perintah,
dan sebagainya)
2. Tidak ada gerakan otot serta postur, dengan catatan pasien tidak sedang berada dibawah
pengaruh obat-obatan curare.
3. Tidak ada reflek pupil
4. Tidak ada reflek kornea
5. Tidak ada respon motorik dari saraf kranial terhadap rangsangan
6. Tidak ada reflek menelan atau batuk ketika tuba endotracheal didorong ke dalam
7. Tidak ada reflek vestibulo-okularis terhadap rangsangan air es yang dimasukkan ke
dalam lubang telinga
8. Tidak ada napas spontan ketika respirator dilepas untuk waktu yang cukup lama
walaupun pCO2 sudah melampaui wilayah ambang rangsangan napas (50 torr)
Tes klinik ini baru boleh dilakukan paling cepat 6 jam setelah onset koma serta apneu dan
harus diulangi lagi paling cepat sesudah 2 jam dari tes yang pertama. Sedangkan tes
konfirmasi dengan EEG dan angiografi hanya dilakukan jika tes klinik memberikan hasil
yang meragukan atau jika ada kekhawatiran akan adanya tuntutan di kemudian hari.
Tanda Kematian dibagi menjadi 2:
1. Tanda Kematian Tidak Pasti
1. Berhentinya sistem pernafasan dan sistem sirkulasi.
Secara teoritis, diagnosis kematian sudah dapat ditegakkan jika jantung dan paru
berhenti selama 10 menit, namun dalam prakteknya seringkali terjadi kesalahan
diagnosis sehingga perlu dilakukan pemeriksaan dengan cara mengamati selama
waktu tertentu. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan mendengarkannya melalui
stetoscope pada daerah precordial dan larynx dimana denyut jantung dan suara
nafas dapat dengan mudah terdengar.
Kadang-kadang jantung tidak segera berhenti berdenyut setelah nafas terhenti,
selain disebabkan ketahanan hidup sel tanpa oksigen yang berbeda-beda dapat
juga disebabkan depresi pusat sirkulasi darah yang tidak adekwat, denyut nadi
yang menghilang merupakan indikasi bahwa pada otak terjadi hipoksia. Sebagai
contoh pada kasus judicial hanging dimana jantung masih berdenyut selama 15
menit walaupun korban sudah diturunkan dari tiang gantungan.
2. Kulit yang pucat

Kulit muka menjadi pucat ,ini terjadi sebagai akibat berhentinya sirkulasi darah
sehingga darah yang berada di kapiler dan venula dibawah kulit muka akan
mengalir ke bagian yang lebih rendah sehingga warna kulit muka tampak menjadi
lebih pucat. Akan tetapi ini bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya.Kadangkadang kematian dihubungkan dengan spasme agonal sehingga wajah tampak
kebiruan. Pada mayat yang mati akibat kekurangan oksigen atau keracunan zat-zat
tertentu (misalnya karbon monoksida) warna semula dari raut muka akan bertahan
lama dan tidak cepat menjadi pucat.
3. Relaksasi otot
Pada saat kematian sampai beberapa saat sesudah kematian , otot-otot polos akan
mengalami relaksasi sebagai akibat dari hilangnya tonus. Relaksasi pada stadium
ini disebut relaksasi primer. Akibatnya rahang turun kebawah yang menyebabkan
mulut terbuka, dada menjadi kolap dan bila tidak ada penyangga anggota
gerakpun akan jatuh kebawah. Relaksasi dari otot-otot wajah menyebabkan kulit
menimbul sehingga orang mati tampak lebih muda dari umur sebenarnya,
sedangkan relaksasi pada otot polos akan mengakibatkan iris dan sfincter ani akan
mengalami dilatasi. Oleh karena itu bila menemukan anus yang mengalami
dilatasi harus hati-hati menyimpulkan sebagai akibat hubungan seksual
perani/anus corong.
4. Perubahan pada mata
Perubahan pada mata meliputi hilangnya reflek kornea dan reflek cahaya yang
menyebabkan kornea menjadi tidak sensitif dan reaksi pupil yang negatif.
Knight mengatakan hilangnya reflek cahaya pada kornea ini disebabkan karena
kegagalan kelenjar lakrimal untuk membasahi bola mata. Kekeruhan pada kornea
akan timbul beberapa jam setelah kematian tergantung dari posisi kelopak mata.
Akan tetapi Marshall mengatakan kornea akan tetap menjadi keruh tanpa
dipengaruhi apakah kelopak mata terbuka atau tertutup. Walaupun sering ditemui
kelopak mata tertutup secara tidak komplit, ini terjadi oleh karena kekakuan otototot kelopak mata. Kekeruhan pada lapisan dalam kornea ini tidak dapat
dihilangkan atau diubah kembali walaupun digunakan air untuk membasahinya.
Bila kelopak mata tetap terbuka sclera yang ada disekitar kornea akan mengalami
kekeringan dan berubah menjadi kuning dalam beberapa jam yang kemudian
berubah menjadi coklat kehitaman. Area yang berubah warna ini berbentuk
trianguler dengan basis pada perifer kornea dan puncaknya di epikantus.Area ini
disebuttaches noires de la sclerotiques yang pertama kali digambarkan oleh
Somner pada tahun 1833.
Knight mengatakan iris masih bereaksi dengan stimulasi kimia sampai 4 jam
sesudah kematian somatik, tetapi reflek cahaya segera hilang bersamaan dengan
iskemik pada batang otak. Pupil biasanya pada posisi mid midriasis yang
disebabkan oleh karena relaksasi dari muskulus pupilaris walaupun ada sebagian
ahli yang menganggap ini sebagai proses rigor mortis. Diameter pupil sering
dihubungkan dengan sebab kematian seperti lesi di otak atau intoksikasi obat
seperti keracunan morphin dimana sewaktu hidup pupil menunjukan kontraksi.
Akan tetapi Price (1963) memeriksa mata dari 1000 mayat dan menyimpulkan
bahwa keadaan pupil tidak berhubungan dengan sebab kematian, dan kematian
menyebabkan pupil menjadi dilatasi atau cadaveric position .

Setelah kematian tekanan intra okuler akan turun, tekanan intra okuler
yang turun ini mudah menyebabkan kelainan bentuk pupil sehingga
pupil kehilangan bentuk sirkuler setelah mati dan ukurannya pun
menjadi tidak sama ,pupil dapat berkontraksi dengan diameter 2 mm
atau berdilatasi sampai 9 mm dengan rata-rata 4-5 mm oleh karena
pupil mempunyai sifat tidak tergantung dengan pupil lainnya maka
sering terdapat perbedaan sampai 3 mm.

Nicati (1894) telah melakukan pengukuran terhadap tekanan bola mata


posmortem dimana tekanan normal pada bola mata pada waktu hidup adalah 14g
-25g akan tetapi begitu sirkulasi terhenti maka penurunan tekanan bola mata
menjadi sangat rendah (tidak sampai mencapai 12g) dan dalam waktu 30 menit
akan berkurang menjadi 3g yang kemudian menjadi nol setelah 2 jam kematian.
Penurunan tekanan bola mata ini pernah dicoba untuk menentukan perkiraan saat
kematian.
Kervokian (1961) berusaha menerangkan perubahan-perubahan yang terjadi pada
retina 15 jam pertama setelah kematian dimana kornea dapat dipertahankan dalam
keadaan baik dengan menggunakan air atau larutan garam fisiologis yang
kemudian dilakukan pemeriksaan dengan optalmoskop. Pemeriksaan ini tidaklah
mudah, ternyata pemeriksaan retina pada mayat jauh lebih sulit bila dibandingkan
dengan orang hidup. Dan perubahan warna yang terjadi pada retina dicoba
dihubungkan dengan perkiraan saat kematian. Dengan berhentinya aliran darah
maka pembuluh darah retina akan mengalami perubahan yang disebut
segmentasi atau trucking dan ini terjadi dalam 15 menit pertama setelah
kematian. Pada pemeriksaan dalam 2 jam pertama setelah kematian, dapat dilihat
retina tampak pucat dan daerah sekitar fundus tampak kuning, demikian pula
daerah sekitar makula. Sekitar 6 jam batas fundus menjadi tidak jelas, dan tampak
gambaran segmentasi pada pembuluh darah, dengan latar belakang yang berwarna
kelabu kekuningan. Gambaran ini mencapai seluruh perifer retina sekitar 7-10
jam. Setelah 12 jam diskus hanya dapat dilihat sebagai titik yang terlokalisasi
dengan sisa-sisa pembuluh darah yang bersegmentasi hingga pada akhirnya diskus
dan pembuluh darah retina menghilang yang ada hanya makula yang berwarna
coklat gelap. Beberapa pengamat menggambarkan perubahan dini posmortem
yang terjadi pada retina mempunyai arti yang kecil untuk dihubungkan dengan
perkiraan saat mati. Sedangkan Tomlin ( 1967) beranggapan bahwa segmentasi
pada retina lebih berindikasi pada kematian serebral daripada penghentian
sirkulasi.
Wroblewski dan Ellis (1970) mempelajari perubahan mata pada 300 mayat
dimana tidak hanya perubahan yang terjadi pada retina tetapi juga perubahan
yang terjadi pada kornea juga dicatat. Mereka telah memeriksa 204 fundus dari
subjek dan 115 diantaranya terdapat segmentasi atau trucking pada satu atau
kedua mata setelah satu jam posmortem dan negatif pada 89 lainnya. Bagian yang
paling sulit pada pemeriksaan ini adalah kekeruhan kornea yang terjadi dalam
75% pasien dalam 2 jam setelah kematian. Akhirnya mereka menyimpulkan
bahwa segmentasi merupakan perubahan posmortem yang alami daripada
menghubungkannya dengan perkiraan saat kematian.

2. Tanda Kematian Pasti


1. Lebam Mayat
Lebam Mayat disebut juga Post Mortem Lividity, Post Mortem Suggilation,
Hypostasis, Livor Mortis, Stainning. Lebam mayat terbentuk bila terjadi kegagalan
sirkulasi darah dalam mempertahankan tekanan hidrostatik yang menggerakan darah
mencapai capillary bed dimana pembuluhpembuluh darah kecil afferent dan efferent
saling berhubungan. Maka secara bertahap darah yang mengalami stagnasi di dalam
pembuluh vena besar dan cabang-cabangnya akan dipengaruhi gravitasi dan mengalir ke
bawah, ke tempattempat yang terendah yang dapat dicapai. Dikatakan bahwa gravitasi
lebih banyak mempengaruhi sel darah merah tetapi plasma akhirnya juga mengalir ke
bagian terendah yang memberikan kontribusi pada pembentukan gelembunggelembung
di kulit pada awal proses pembusukan.
Adanya eritrosit di daerah yang lebih rendah akan terlihat di kulit sebagai perubahan
warna biru kemerahan. Oleh karena pengumpulan darah terjadi secara pasif maka
tempattempat di mana mendapat tekanan lokal akan menyebabkan tertekannya
pembuluh darah di daerah tersebut sehingga meniadakan terjadinya lebam mayat yang
mengakibatkan kulit di daerah tersebut berwarna lebih pucat.
Lebam mayat ini biasanya timbul setengah jam sampai dua jam setelah kematian,
Dimana setelah terbentuk hypostasis yang menetap dalam waktu 1012 jam ternyata akan
memberikan lebam mayat pada sisi yang berlawanan setelah dilakukan reposisi pada
tubuh dari pronasi ke supinasi (interpostmorchange).
Lebam mayat ini biasanya berkembang secara bertahap dan dimulai dengan timbulnya
bercak-bercak yang berwarna keunguan dalam waktu kurang dari setengah jam sesudah
kematian dimana bercak-bercak ini intensitasnya menjadi meningkat dan kemudian
bergabung menjadi satu dalam beberapa jam kemudian, dimana fenomena ini menjadi
komplet dalam waktu kurang lebih 812 jam, pada waktu ini dapat dikatakan lebam
mayat terjadi secara menetap. Menetapnya lebam mayat ini disebabkan oleh karena
terjadinya perembesan darah kedalam jaringan sekitar akibat rusaknya pembuluh darah
akibat tertimbunnya selsel darah dalam jumlah yang banyak, adanya proses hemolisa
sel-sel darah dan kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah. Dengan demikian
penekanan pada daerah lebam yang dilakukan setelah 8-12 jam tidak akan menghilang.
Hilangnya lebam pada penekanan dengan ibu jari dapat memberi indikasi bahwa suatu
lebam belum terfiksasi secara sempurna.Setelah empat jam,kapiler-kapiler akan
mengalami kerusakan dan butir-butir darah merah juga akan rusak. Pigmen-pigmen dari
pecahan darah merah akan keluar dari kapiler yang rusak dan mewarnai jaringan di
sekitarnya sehingga menyebabkan warna lebam mayat akan menetap serta tidak hilang
jika ditekan dengan ujung jari atau jika posisi mayat dibalik. Jika pembalikan posisi
dilakukan setelah 12 jam dari kematiannya maka lebam mayat baru tidak akan timbul
pada posisi terendah, karena darah sudah mengalami koagulasi.

Fenomena lebam mayat yang menetap ini sifatnya lebih bersifat relatif. Perubahan lebam
ini lebih mudah terjadi pada 6 jam pertama sesudah kematian, bila telah terbentuk lebam
primer kemudian dilakukan perubahan posisi maka akan terjadi lebam sekunder pada
posisi yang berlawanan. Distribusi dari lebam mayat yang ganda ini adalah penting untuk
menunjukan telah terjadi manipulasi posisi pada tubuh. Akan tetapi waktu yang pasti
untuk terjadinya pergeseran lebam ini adalah tidak pasti, Polson mengatakan untuk
menunjukan tubuh sudah diubah dalam waktu 8 sampai 12 jam, sedangkan Camps
memberi patokan kurang lebih 10 jam.
Akan tetapi pada kematian wajarpun darah dapat menjadi permanent incoagulable oleh
karena adanya aktifitas fibrinolisin yang dilepas kedalam aliran darah selama proses
kematian. Sumber dari fibrinolisin ini tidak diketahui tetapi kemungkinan berasal dari
endothelium pembuluh darah, dan permukaan serosa dari pleura. Aktifitas fibrinolisin ini
nyata sekali pada kapiler-kapiler yang berisi darah. Darah selalu ditemukan cair dalam
venule dan kapiler, dan ini yang bertanggung jawab terhadap lebam mayat.
Akumulasi darah pada daerah yang tidak tertekan akan menyebabkan pengendapan darah
pada pembuluh darah kecil yang dapat mengakibatkan pecahnya pembuluh darah kecil
tersebut dan berkembang menjadi petechie (tardieu`s spot) dan purpura yang kadangkadang berwarna gelap yang mempunyai diameter dari satu sampai beberapa milimeter,
biasanya memerlukan waktu 18 sampai 24 jam untuk terbentuknya dan sering diartikan
bahwa pembusukan sudah mulai terjadi. Fenomena ini sering terjadi pada asphyxia atau
kematian yang terjadinya lambat.

Perbedaan lebam mayat dan memar :


Sifat
Lebam mayat
Letak

Memar

Epidermal, karena pelebaran pembuluh


Ruptur pembuluh darah yang letaknya
darah
bisa superfisial atau lebih dalam
yang tampak sampai ke permukaan kulit

Kutikula

Tidak rusak

Lokasi

Terdapat pada daerah yang luas, Terdapat di sekitar bisa tampak di mana
terutama luka pada bagian tubuh yang di mana saja pada bagian tubuh dan
letaknya rendah.
tidak meluas

Gambaran
Pinggiran

Kulit ari rusak

Pada lebam mayat tidak ada evalasi dari Biasanya membengkak


kulit
Jelas
Tidak jelas

Warna
.

Warnyanya sama

Memar yang lama warnanya bervariasi.


Memar yang baru berwarna lebih tegas
daripada
warna
lebam
mayat
disekitarnya

Pada
pemotonga
n

Darah ke jaringan sekitar, susah


Pada pemotongan, darah tampak dalam
dibersihkan jaringan sekitar, susah
pembuluh, dan mudah dibersihkan. dibersihkan jika hanya dengan air
Jaringan subkutan tampak pucat.
mengalir. Jaringan subkutan berwarna
merah kehitaman.

Dampak
setelah
penekanan

Akan hilang walaupun hanya diberi


penekanan yang ringan. Maksimal 8 jam Warnanya berubah sedikit saja jika
lebam mayat tidak hilang dalam diberi penekanan.
penekanan

2. Kaku Mayat (Rigor Mortis)


Kaku mayat atau rigor mortis adalah kekakuan yang terjadi pada otot yang kadangkadang disertai dengan sedikit pemendekan serabut otot, yang terjadi setelah periode
pelemasan/ relaksasi primer. Hal ini disebabkan karena terjadinya perubahan kimiawi
pada protein yang terdapat pada serabut-serabut otot. Menurut Szen-Gyorgyi di dalam
pembentukan kaku mayat peranan ATP adalah sangat penting. Seperti diketahui bahwa
serabut otot dibentuk oleh dua jenis protein, yaitu aktin dan myosin, dimana kedua jenis
protein ini bersama dengan ATP membentuk suatu masa yang lentur dan dapat
berkontraksi (gambar II.3). Bila kadar ATP menurun, maka akan terjadi pada perubahan
pada akto-miosin, diamana sifat lentur dan kemampuan untuk berkontraksi menghilang
sehingga otot yang bersangkutan akan menjadi kaku dan tidak dapat berkontraksi.

Gambar II.3. Kontraksi otot


Oleh karena kadar glikogen yang terdapat pada setiap otot itu berbeda-beda,
sehingga sewaktu terjadinya pemecahan glikogen menjadi asam laktat dan energi pada
saat terjadinya kematian somatic, dimana energi tersebut digunakan untuk resintesa ATP,
akan menyebabkan adanya perbedaan kadar ATP dalam setiap otot. Keadaan tersebut
dapat menerangkan mengapa kaku mayat akan mulai nampak pada jaringan otot yang
jumlah serabut ototnya sedikit. Atas dasar itulah mengapa pada kematian karena infeksi,
konvulsi kelelahan fisik serta keadaan suhu keliling yang tinggi akan dapat mempercepat
terbentuknya kaku mayat, demikian pula pada mereka yang keadaan gizinya jelek akan
lebih cepat terjadi kaku mayat bila dibandingkan dengan korban yang mempunyai tubuh
yang baik.
Secara biokimiawi saat relaksasi primer, pH protoplasma sel otot masih alkalis.
Perubahan alkalis menjadi asam terjadi 2-6 jam kemudian karena adanya perubahan
biokimia, yaitu glikogen menjadi asam sarkolaktik / fosfor. Perubahan protoplasma
menjadi asam menyebabkan otot menjadi kaku (rigor).Relaksasi sekunder terjadi setelah
ada perubahan biokimia, yaitu asam berubah menjadi alkalis kembali saat terjadi
pembusukan.
Kaku mayat akan terjadi pada seluruh otot (gambar II.4), baik otot lurik maupun
otot polos. Dan bila terjadi pada otot rangka, maka akan didapatkan suatu kekakuan yang
mirip atau menyerupai papan sehingga dibutuhkan cukup tenaga untuk dapat melawan
kekakuan tersebut , bila hal ini terjadi otot dapat putus sehingga daerah tersebut tidak
mungkin lagi terjadi kaku mayat.

Gambar II.4. Kaku mayat pada lengan dan leher


Kaku mayat mulai terdapat sekitar 2 jam post mortem dan mencapai puncaknya
setelah 10-12 jam pos mortem, keadaan ini akan menetap selama 24 jam dan setelah 24
jam kaku mayat mulai menghilang sesuai dengan urutan terjadinya, yaitu dimulai dari
otot-otot wajah, leher, lengan, dada, perut, dan tungkai.
Adanya kejanggalan dari postur pada mayat dimana kaku mayat telah terbentuk
dengan posisi sewaktu mayat ditemukan, dapat menjadi petunjuk bahwa pada tubuh
korban telah dipindahkan setelah mati. Ini mungkin dimaksudkan untuk menutupi sebab
kematian atau cara kematian yang sebenarnya.
Faktor-Faktor yang mempengaruhi kaku mayat :
a. Kondisi otot
- Persediaan glikogen
Cepat lambat kaku mayat tergantung persediaan glikogen otot. Pada kondisi tubuh
sehat sebelum meninggal, kaku mayat akan lambat dan lama, juga pada orang
yang sebelum mati banyak makan karbohidrat, maka kaku mayat akan lambat.
- Gizi
Pada mayat dengan kondisi gizi jelek saat mati, kaku mayat akan cepat terjadi.
- Kegiatan Otot
Pada orang yang melakukan kegiatan otot sebelum meninggal maka kaku mayat
akan terjadi lebih cepat.
b. Usia
- Pada orang tua dan anak-anak lebih cepat dan tidak berlangsung lama.
- Pada bayi premature tidak terjadi kaku mayat, kaku mayat terjadi pada bayi cukup
bulan.
c. Keadaan Lingkungan
- Keadaan kering lebih lambat dari pada panas dan lembab
- Pada mayat dalam air dingin, kaku mayat akan cepat terjadi dan berlangsung
lama.
- Pada udara suhu tinggi, kaku mayat terjadi lebih cepat dan singkat, tetapi pada
suhu rendah kaku mayat lebih lambat dan lama.
- Kaku mayat tidak terjadi pada suhu dibawah 10 oC, kekakuan yang terjadi
pembekuan atau cold stiffening.
d. Cara Kematian

Pada mayat dengan penyakit kronis dan kurus, kuku mayat lebih cepat terjadi dan
berlangsung tidak lama.
- Pada mati mendadak, kaku mayat terjadi lebih lambat dan berlangsung lebih
lama.
Waktu terjadinya rigor mortis (kaku mayat)
Kurang dari 3 4 jam post mortem : belum terjadi rigor mortis
Lebih dari 3 4 jam post mortem : mulai terjadi rigor mortis
Rigor mortis maksimal terjadi 12 jam setelah kematian
Rigor mortis dipertahankan selama 12 jam
Rigor mortis menghilang 24 36 jam post mortem
Terdapat kekakuan pada pada mayat yang menyerupai kaku mayat :
Cadaveric spasme (instantaneous rigor), adalah bentuk kekakuan otot yang terjadi pada
saat kematian dan menetap. Cadaveric spasme sesungguhnya merupakan kaku mayat
yang timbul dengan intensitas sangat kuat tanpa didahului oleh relaksasi primer.
Penyebabnya adalah akibat habisnya cadangan glikogen dan ATP yang bersifat setempat
pada saat mati klinis karena kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum meninggal.
Kepentingan
medikolegalnya
adalah
menunjukkan
sikap
terakhir
masa
hidupnya.Misalnya, tangan yang menggenggam erat benda yang diraihnya pada kasus
tenggelam, tangan yang menggenggam pada kasus bunuh diri.
Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas. Otot-otot
berwarna merah muda, kaku, tepi rapuh (mudah robek). Keadaan ini dapat dijumpai pada
korban mati terbakar. Pada saat stiffening serabut-serabut ototnya memendek sehingga
menimbulkan fleksi leher, siku, paha, dan lutut, membentuk sikap petinju (pugilistic
attitude). Perubahan sikap ini tidak memberikan arti tertentu bagi sikap semasa hidup,
intravitalitas, penyebab atau cara kematian.
Cold stiffening, yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan dingin (dibawah 3,5oC atau
40oF), sehingga terjadi pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan sendi, pemadatan
jaringan lemak subkutan dan otot, bila cairan sendi yang membeku menyebabkan sendi
tidak dapat digerakan. Bila sendi di bengkokkan secara paksa maka akan terdengar suara
es pecah. Dan mayat yang kaku ini akan menjadi lemas kembali bila diletakkan ditempat
yang hangat, kemudian rigor mortis akan terjadi dalam waktu yang sangat singkat.
3. Pembusukan Atau Decompositio
Pembusukan mayat nama lainnya dekomposisi dan putrefection. Pembusukan adalah
proses degradasi jaringan pada tubuh mayat yang terjadi sebagai akibat proses autolisis
dan aktivitas mikroorganisme, terutama Clostridium welchii.
Autolisis adalah perlunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril
melalui proses kimia yang disebabkan oleh enzim-enzim intraseluler, sehingga organorgan yang kaya dengan enzim-enzim akan mengalami proses autolisis lebih cepat
daripada organ-organ yang tidak memiliki enzim, dengan demikian pankreas akan
mengalami autolisis lebih cepat dari pada jantung. Proses autolisis ini tidak
dipengaruhi oleh mikroorganisme oleh karena itu pada mayat yang steril misalnya
mayat bayi dalam kandungan proses autolisis ini tetap terjadi. Proses auotolisis terjadi

sebagai akibat dari pengaruh enzim yang dilepaskan pasca mati. Mula-mula yang
terkena adalah nukleoprotein yang terdapat pada kromatin dan sesudah itu
sitoplasmanya, kemudian dinding sel akan mengalami kehancuran sebagai akibatnya
jaringan akan menjadi lunak dan mencair.
Pada mayat yang dibekukan pelepasan enzim akan terhambat oleh pengaruh suhu yang
rendah maka proses autolisis ini akan dihambat demikian juga pada suhu tinggi enzimenzim yang terdapat pada sel akan mengalami kerusakan sehingga proses ini akan
terhambat.
Setelah seseorang meninggal, maka semua sistem pertahanan tubuh akan hilang,
bakteri yang secara normal dihambat oleh jaringan tubuh akan segera masuk ke
jaringan tubuh melalui pembuluh darah, dimana darah merupakan media yang terbaik
bagi bakteri untuk berkembang biak. Bakteri ini menyebabkan hemolisa, pencairan
bekuan darah yang terjadi sebelum dan sesudah mati, pencairan trombus atau emboli,
perusakan jaringan-jaringan dan pembentukan gas pembusukan.Bakteri yang sering
menyebabkan destruktif ini sebagian besar berasal dari usus dan yang paling utama
adalah Cl. welchii. Bakteri ini berkembang biak dengan cepat sekali menuju ke
jaringan ikat dinding perut yang menyebabkan perubahan warna. Perubahan warna ini
terjadi oleh karena reaksi antara H2S (gas pembusukan yang terjadi dalam usus besar)
dengan Hb menjadi Sulf-Meth-Hb. Tanda pertama pembusukan baru dapat dilihat kirakira 24 jam - 48 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada dinding abdomen bagian
bawah, lebih sering pada fosa iliaka kanan dimana isinya lebih cair, mengandung
lebih banyak bakteri dan letaknya yang lebih superfisial. Perubahan warna ini secara
bertahap akan meluas keseluruh dinding abdomen sampai ke dada dan bau busukpun
mulai tercium. Perubahan warna ini juga dapat dilihat pada permukaan organ dalam
seperti hepar, dimana hepar merupakan organ yang langsung kontak dengan kolon
transversum. Pada saat Cl.welchii mulai tumbuh pada satu organ parenchim, maka
sitoplasma dari organ sel itu akan mengalami disintegrasi dan nukleusnya akan dirusak
sehingga sel menjadi lisis atau rhexis. Kemudian sel-sel menjadi lepas sehingga
jaringan kehilangan strukturnya.
Bakteri ini kemudian masuk kedalam pembuluh darah dan berkembang biak
didalamnya yang menyebabkan hemolisa yang kemudian mewarnai dinding pembuluh
darah dan jaringan sekitarnya. Bakteri ini memproduksi gas-gas pembusukan yang
mengisi pembuluh darah yang menyebabkan pelebaran pembuluh darah superfisial
tanpa merusak dinding pembuluh darahnya sehingga pembuluh darah beserta cabangcabangnya tampak lebih jelas seperti pohon gundul (arborescent pattern atau
arborescent mark) yang sering disebut marbling. Bakteri pembusukan ini banyak
terdapat dalam intestinal dan paru, maka gambaran marbling ini jelas terlihat pada
bahu,dada bagian atas, abdomen bagian bawah dan paha.
Secara mikroskopis bakteri dapat dilihat menggumpal pada rongga-rongga jaringan
dimana bakteri tersebut banyak memproduksi gelembung gas. Ukuran gelembung gas
yang tadinya kecil dapat cepat membesar menyerupai honey combed appearance. Lesi
ini dapat dilihat pertama kali pada hati . Kemudian permukaan lapisan atas epidermis

dapat dengan mudah dilepaskan dengan jaringan yang ada dibawahnya dan ini disebut
skin slippage.Skin slippage ini menyebabkan identifikasi melalui sidik jari sulit
dilakukan.Pembentukan gas yang terjadi antara epidermis dan dermis mengakibatkan
timbulnya bula-bula yang bening, fragil, yang dapat berisi cairan coklat kemerahan
yang berbau busuk.Cairan ini kadang-kadang tidak mengisi secara penuh di dalam
bula. Bula dapat menjadi sedemikian besarnya menyerupai pendulum yang berukuran
5 7,5 cm dan bila pecah meninggalkan daerah yang berminyak, berkilat dan
berwarna kemerahan, ini disebabkan oleh karena pecahnya sel-sel lemak subkutan
sehingga cairan lemak keluar ke lapisan dermis oleh karena tekanan gas pembusukan
dari dalam. Selain itu epitel kulit, kuku, rambut kepala, aksila dan pubis mudah
dicabut dan dilepaskan oleh karena adanya desintegrasi pada akar rambut.
Selama terjadi pembentukan gas-gas pembusukan, gelembung-gelembung udara
mengisi hampir seluruh jaringan subkutan. Gas yang terdapat di dalam jaringan
dinding tubuh akan menyebabkan terabanya krepitasi udara. Gas ini menyebabkan
pembengkakan tubuh yang menyeluruh, dan tubuh berada dalam sikap pugilistic
attitude.
Scrotum dan penis dapat membesar dan membengkak, leher dan muka dapat
menggembung, bibir menonjol seperti frog-like-fashion, Kedua bola mata keluar,
lidah terjulur diantara dua gigi, ini menyebabkan mayat sulit dikenali kembali oleh
keluarganya. Pembengkakan yang terjadi pada seluruh tubuh mengakibatkan berat
badan mayat yang tadinya 57 - 63 kg sebelum mati menjadi 95 - 114 kg sesudah mati.
Tekanan yang meningkat didalam rongga dada oleh karena gas pembusukan yang
terjadi didalam cavum abdominal menyebabkan pengeluaran udara dan cairan
pembusukan yang berasal dari trakea dan bronkus terdorong keluar, bersama-sama
dengan cairan darah yang keluar melalui mulut dan hidung.Cairan pembusukan dapat
ditemukan di dalam rongga dada, ini harus dibedakan dengan hematotorak dan
biasanya cairan pembusukan ini tidak lebih dari 200 cc.
Pengeluaran urine dan feses dapat terjadi oleh karena tekanan intra abdominal yang
meningkat.Pada wanita uterus dapat menjadi prolaps dan fetus dapat lahir dari uterus
yang pregnan.Pada anak-anak adanya gas pembusukan dalam tengkorak dan otak
menyebabkan sutura-sutura kepala menjadi mudah terlepas.
Organ-organ dalam mempunyai kecepatan pembusukan yang berbeda-beda. Jaringan
intestinal,medula adrenal dan pancreas akan mengalami autolisis dalam beberapa jam
setelah kematian. Organ-organ dalam lain seperti hati, ginjal dan limpa merupakan
organ yang cepat mengalami pembusukan. Perubahan warna pada dinding lambung
terutama di fundus dapat dilihat dalam 24 jam pertama setelah kematian. Difusi cairan
dari kandung empedu kejaringan sekitarnya menyebabkan perubahan warna pada
jaringan sekitarnya menjadi coklat kehijauan. Pada hati dapat dilihat gambaran honey
combs appearance, limpa menjadi sangat lunak dan mudah robek, dan otak menjadi
lunak.

Pembusukan lanjut dari organ dalam ini adalah pembentukan granula-granula milliary
atau milliary plaques yang berukuran kecil dengan diameter 1-3 mm yang terdapat
pada permukaan serosa yang terletak pada endotelial dari tubuh seperti pleura,
peritoneum, pericardium dan endocardium.
Golongan organ berdasarkan kecepatan pembusukannya, yaitu:
1. Early : Organ dalam yang cepat membusuk antara lain jaringan intestinal, medula
adrenal, pankreas, otak, lien, usus, uterus gravid, uterus post partum, dan darah
2. Moderate :Organ dalam yang lambat membusuk antara lain paru-paru, jantung,
ginjal, diafragma, lambung, otot polos dan otot lurik.
3. Late : Uterus non gravid dan prostat merupakan organ yang lebih tahan terhadap
pembusukan karena memiliki struktur yang berbeda dengan jaringan yang lain
yaitu jaringan fibrousa.
Pada orang yang mengalami obesitas, lemak-lemak tubuh terutama perirenal,
omentum dan mesenterium dapat mencair menjadi cairan kuning yang transluscent
yang mengisi rongga badan diantara organ yang dapat menyebabkan autopsi lebih sulit
dilakukan.
Disamping bakteri pembusukan insekta juga memegang peranan penting dalam proses
pembusukan sesudah mati. Beberapa jam setelah kematian lalat akan hinggap di badan
dan meletakkan telur-telurnya pada lubang-lubang mata, hidung, mulut dan telinga.
Biasanya jarang pada daerah genitoanal.Bila ada luka ditubuh mayat lalat lebih sering
meletakkan telur-telurnya pada luka tersebut, sehingga bila ada telur atau larva lalat
didaerah genitoanal ini maka dapat dicurigai adanya kekerasan seksual sebelum
kematian. Telur-telur lalat ini akan berubah menjadi larva dalam waktu 24 jam. Larva
ini mengeluarkan enzim proteolitik yang dapat mempercepat penghancuran jaringan
pada tubuh.Larva lalat dapat kita temukan pada mayat kira-kira 36-48 jam pasca
kematian. Berguna untukmemperkirakan saat kematian dan penyebab kematian karena
keracunan. Saat kematian dapat kitaperkirakan dengan cara mengukur panjang larva
lalat. Penyebab kematian karena racun dapat kitaketahui dengan cara mengidentifikasi
racun dalam larva lalat.
Insekta tidak hanya penting dalam proses pembusukan tetapi meraka juga memberi
informasi penting yang berhubungan dengan kematian. Insekta dapat dipergunakan
untuk memperkirakan saat kematian, memberi petunjuk bahwa tubuh mayat telah
dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lainnya, memberi tanda pada badan bagian mana
yang mengalami trauma, dan dapat dipergunakan dalam pemeriksaan toksikologi
bila jaringan untuk specimen standart juga sudah mengalami pembusukan.
Aktifitas pembusukan sangat optimal pada temperatur berkisar antara 70-100F
(21,1-37,8C) aktifitas ini dihambat bila suhu berada dibawah 50F(10C) atau pada
suhu diatas 100F (lebih dari 37,8C). Bila mayat diletakkan pada suhu hangat dan
lembab maka proses pembusukan akan berlangsung lebih cepat. Sebaliknya bila mayat
diletakkan pada suhu dingin maka proses pembusukan akan berlangsung lebih lambat.
Pada mayat yang gemuk proses pembusukan berlangsung lebih cepat dari pada mayat

yang kurus. Pembusukan berlangsung lebih cepat karena kelebihan lemak akan
menghambat hilangnya panas tubuh dan pada mayat yang gemuk memiliki darah yang
lebih banyak, yang merupakan media yang baik untuk perkembangbiakkan organisme
pembusukan.
Pada bayi yang baru lahir hilangnya panas tubuh yang cepat menghambat
pertumbuhan bakteri disamping pada tubuh bayi yang baru lahir memang terdapat
sedikit bakteri sehingga proses pembusukan berlangsung lebih lambat. Proses
pembusukan juga dapat dipercepat dengan adanya septikemia yang terjadi sebelum
kematian seperti peritonitis fekalis, aborsi septik, dan infeksi paru. Disini gas
pembusukan dapat terjadi walaupun kulit masih terasa hangat.
Secara garis besar terdapat 17 tanda pembusukan pada jenazah, yaitu :
1. Wajah membengkak.
2. Bibir membengkak.
3. Mata menonjol.
4. Lidah terjulur.
5. Lubang hidung keluar darah.
6. Lubang mulut keluar darah.
7. Lubang lainnya keluar isinya seperti feses (usus), isi lambung, dan partus (gravid).
8. Badan gembung.
9. Bulla atau kulit ari terkelupas.
10. Aborescent pattern / morbling yaitu vena superfisialis kulit berwarna kehijauan.
11. Pembuluh darah bawah kulit melebar.
12. Dinding perut pecah.
13. Skrotum atau vulva membengkak.
14. Kuku terlepas.
15. Rambut terlepas.
16. Organ dalam membusuk.
17. Larva lalat.
Pembusukan dipengaruhi oleh beberapa faktor interinsik diatas, selain itu juga
dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik antara lain kelembaban udara dan medium di mana
mayat berada. Semakin lembab udara di sekeliling mayat maka pembusukan lebih cepat
berlangsung, sedangkan pembusukan pada medium udara lebih cepat dibandingkan
medium air dan pembusukan pada medium air lebih cepat dibandingkan pada medium
tanah.
Pada keadaan tertentu tanda-tanda pembusukan tersebut tidak dijumpai, namun yang
ditemui adalah modifikasi pembusukan. Jenis-jenis modifikasi pembusukan antara
lain.
a. Mumifikasi
Mumifikasi dapat terjadi karena proses dehidrasi jaringan yang cukup cepat
sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan
pembusukan. Proses mumufikasi terjadi bila keadaan disekitar mayat kering,
kelembaban rendah, suhunya tinggi dan tidak ada kontaminasi dengan bakteri.
Terjadinya beberapa bulan sesudah mati dengan tanda-tanda sebagai berikut mayat

menjadi kecil, kering, mengkerut atau melisut, warna coklat kehitaman, kulit
melekat erat dengan tulang di bawahnya, tidak berbau, dan keadaan anatominya
masih utuh.
b. Saponifikasi
Saponifikasi dapat terjadi pada mayat yang berada di dalamsuasana hangat, lembab
atau basah. Terjadi karena proses hidrolisis dari lemak menjadi asam lemak.
Selanjutnya asam lemak yang tak jenuh akan mengalami dehidrogenisasi menjadi
asam lemak jenuh dan kemudian bereaksi dengan alkali menjadi sabun yang tak
larut. Terbentuk pertama kali pada lemak superfisial bentuk bercak, di pipi, di
payudara, bokong bagian tubuh atau ekstremitas.Terjadinya saponikasi memerlukan
waktu beberapa bulan dan dapat terjadi pada setiap jaringan tubuh yang berlemak
dengan tanda-tanda berwarna keputihan dan berbau tengik seperti minyak kelapa.
4. Penurunan suhu tubuh mayat/algor mortis
Pada saat sel masih hidup ia akan selalu menghasilkan kalor dan energi. Kalor dan
energi ini terbentuk melalui proses pembakaran sumber energi seperti glukosa, lemak,
dan protein. Sumber energi utama yang digunakan adalah glukosa. Satu molekul glukosa
dapat menghasilkan energi sebanyak 36 ATP yang nantinya digunakan sebagai sumber
energi dalam berbagai hal seperti transport ion, kontraksi otot dan lain-lain. Energi
sebanyak 36 ATP hanya menyusun sekitar 38% dari total energi yang dihasilkan dari
satu molekul glukosa (gambar II.1). Sisanya sebesar 62% energi yang dihasilkan inilah
yang dilepaskan sebagai kalor atau panas.
Sesudah mati, metabolisme yang menghasilkan panas akan terhenti sehingga suhu tubuh
akan turun menuju suhu udara atau medium di sekitarnya. Penurunan ini disebabkan
oleh adanya proses radiasi, konduksi, dan pancaran panas. Proses penurunan suhu pada
mayat ini biasa disebut algor mortis. Algor mortis merupakan salah satu perubahan yang
dapat kita temukan pada mayat yang sudah berada pada fase lanjut post mortem.
Pada beberapa jam pertama, penurunan suhu terjadi sangat lambat dengan bentuk
sigmoid. Hal ini disebabkan ada 2 faktor, yaitu :
1. Masih adanya sisa metabolisme dalam tubuh mayat, yakni karena masih adanya
proses glikogenolisis dari cadangan glikogen yang disimpan di otot dan hepar
(gambar II.2).
2. Perbedaan koefisien hantar sehingga butuh waktu mencapai tangga suhu.
Pada jam-jam pertama penurunannya sangat lambat tetapi sesudah itu penurunan
menjadi lebih cepat dan pada akhirnya menjadi lebih lambat kembali. Jika dirata-rata
maka penurunan suhu tersebut antara 0,9 sampai 1 derajat celcius atau sekitar 1,5 derajat
Fahrenheit setiap jam, dengan catatan penurunan suhu dimulai dari 37 derajat Celcius
atau 98,4 derajat Fahrenheit sehingga dengan dapat dirumuskan cara untuk
memperkirakan berapa jam mayat telah mati dengan rumus (98,4 oF - suhu rectal oF) :
1,5oF. Pengukuran dilakukan per rectal dengan menggunakan thermometer kimia (long
chemical thermometer).
Terdapat dua hal yang mempengaruhi cepatnya penurunan suhu mayat ini yakni:

1. Faktor internal
a. Suhu tubuh saat mati
Sebab kematian, misalnya perdarahan otak dan septikemia, mati dengan suhu
tubuh tinggi. Suhu tubuh yang tinggi pada saat mati ini akan mengakibatkan
penurunan suhu tubuh menjadi lebih cepat. Sedangkan, pada hypothermia tingkat
penurunannya menjadi sebaliknya.
b. Keadaan tubuh mayat
Konstitusi tubuh pada anak dan orang tua makin mempercepat penurunan suhu
tubuh mayat. Pada mayat yang tubuhnya kurus, tingkat penurunannya menjadi
lebih cepat.
2. Faktor Eksternal
a. Suhu medium
Semakin besar selisih suhu antara medium dengan mayat maka semakin cepat
terjadinya penurunan suhu.Hal ini dikarenakan kalor yang ada di tubuh mayat
dilepaskan lebih cepat ke medium yang lebih dingin.
b. Keadaan udara di sekitarnya
Pada udara yang lembab, tingkat penurunan suhu menjadi lebih besar.Hal ini
disebabkan karena udara yang lembab merupakan konduktor yang baik. Selain
itu, Aliran udara juga makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat
c. Jenis medium
Pada medium air, tingkat penurunan suhu menjadi lebih cepat sebab air
merupakan konduktor panas yang baik sehingga mampu menyerap banyak panas
dari tubuh mayat.
d. Pakaian mayat
Semakin tipis pakaian yang dipakai maka penurunan suhu mayat semakin cepat.
Hal ini dikarenakan kontak antara tubuh mayat dengan suhu medium atau
lingkungan lebih mudah.
o
o
o
o
o

Cara melakukan penilaian algor mortis:


Tempat pengukuran suhu memegang peranan penting
Dahi dingin setelah 4 jam post mortem
Badan dingin setelah 12 jam post mortem
Suhu organ dalam mulai berubah setelah 5 jam post mortem
Bila mayat mati dalam air, penurunan suhu tubuhnya tergantung dari suhu, aliran
dan keadaan airnya

Otopsi
Definisi
Otopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, yang meliputi pemeriksaan terhadap
bagian luar maupun dalam, dengan tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya
cedera, melakukan interpretasi atau penemuan-penemuan tersebut, menerangkan
penyebab kematian serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang
ditemukan dengan penyebab kematian.

Klasifikasi
Berdasarkan tujuannya, otopsi terbagi atas :
a. Otopsi Anatomi
dilakukan untuk keperluan pendidikan mahasiswa fakultas kedokteran. Bahan yang
dipakai adalah mayat yang dikirim ke rumah sakit yang setelah disimpan 2 x 24 jam di
laboratorium ilmu kedokteran kehakiman tidak ada ahli waris yang mengakuinya. Setelah
diawetkan di laboratorium anatomi, mayat disimpan sekurang-kurangnya satu tahun
sebelum digunakan untuk praktikum anatomi. Menurut hukum, hal ini dapat
dipertanggungjawabkan sebab warisan yang tak ada yang mengakuinya menjadi milik
negara setelah tiga tahun (KUHPerdata pasal 1129). Ada kalanya, seseorang mewariskan
mayatnya setelah ia meninggal pada fakultas kedokteran, hal ini haruslah sesuai dengan
KUHPerdata pasal 935
b. Otopsi Klinik
dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga terjadi akibat suatu penyakit. Tujuannya
untuk menentukan penyebab kematian yang pasti, menganalisa kesesuaian antar
diagnosis klinis dan diagnosis postmortem, patogenesis penyakit, dan sebagainya. Otopsi
klinis dilakukan dengan persetujuan tertulis ahli waris, ada kalanya ahli waris sendiri
yang memintanya
c. Otopsi Forensik/Medikolegal
dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga meninggal akibat suatu sebab yang
tidak wajar seperti pada kasus kecelakaan, pembunuhan, maupun bunuh diri. Otopsi ini
dilakukan atas permintaan penyidik sehubungan dengan adanya penyidikan suatu
perkara. Tujuan dari otopsi medikolegal adalah:

Untuk memastikan identitas seseorang yang tidak diketahui atau belum jelas.
Untuk menentukan sebab pasti kematian, mekanisme kematian, dan saat kematian.
Untuk mengumpulkan dan memeriksa tanda bukti untuk penentuan identitas benda
penyebab dan pelaku kejahatan.
Membuat laporan tertulis yang objektif berdasarkan fakta dalam bentuk visum et
repertum.
Otopsi medikolegal dilakukan atas permintaan penyidik sehubungan dengan adanya
penyidikan suatu perkara. Hasil pemeriksaan adalah temuan obyektif pada korban, yang
diperoleh dari pemeriksaan medis. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada otopsi
medikolegal :

a.
b.
c.
d.

e.
f.

g.
h.
i.
j.

Tempat untuk melakukan otopsi adalah pada kamar jenazah.


Otopsi hanya dilakukan jika ada permintaan untuk otopsi oleh pihak yang berwenang.
Otopsi harus segera dilakukan begitu mendapat surat permintaan untuk otopsi.
Hal-hal yang berhubungan dengan penyebab kematian harus dikumpulkan dahulu
sebelum memulai otopsi. Tetapi kesimpulan harus berdasarkan temuan-temuan dari
pemeriksaan fisik.
Pencahayaan yang baik sangat penting pada tindakan otopsi.
Identitas korban yang sesuai dengan pernyataan polisi harus dicatat pada laporan. Pada
kasus jenazah yang tidak dikenal, maka tanda-tanda identifikasi, photo, sidik jari, dan
lain-lain harus diperoleh.
Ketika dilakukan otopsi tidak boleh disaksikan oleh orang yang tidak berwenang.
Pencatatan perincian pada saat tindakan otopsi dilakukan oleh asisten.
Pada laporan otopsi tidak boleh ada bagian yang dihapus.
Jenazah yang sudah membusuk juga bisa diotopsi.
Adapun persiapan yang dilakukan sebelum melakukan otopsi forensik/medikolegal
adalah:

a. Melengkapi surat-surat yang berkaitan dengan otopsi yang akan dilakukan, termasuk
surat izin keluarga, surat permintaan pemeriksaan/pembuatan visum et repertum.
b. Memastikan mayat yang akan diotopsi adalah mayat yang dimaksud dalam surat tersebut.
c. Mengumpulkan keterangan yang berhubungan dengan terjadinya kematian selengkap
mungkin untuk membantu memberi petunjuk pemeriksaan dan jenis pemeriksaan
penunjang yang harus dilakukan.
d. Memastikan alat-alat yang akan dipergunakan telah tersedia. Untuk otopsi tidak
diperlukan alat-alat khusus dan mahal, cukup :

Timbangan besar untuk menimbang mayat.

Timbangan kecil untuk menimbang organ.

Pisau, dapat dipakai pisau belati atau pisau dapur yang tajam.

Guntung, berujung runcing dan tumpul.

Pinset anatomi dan bedah.

Gergaji, gergaji besi yang biasanya dipakai di bengkel.

Forseps atau cunam untuk melepaskan duramater.

Gelas takar 1 liter.

Pahat.

Palu.

Meteran.

Jarum dan benang.

Sarung tangan

Baskom dan ember

Air yang mengalir

Dasar Hukum
Beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur pekerjaan dokter dalam
membantu peradilan:
Pasal 133 KUHAP :
1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman
atau dokter dan atau ahli lainnya.
2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan secara tertulis
yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan
mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit
harus diperlakukan baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi
label yg memuat identitas mayat diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki
atau bagian lain badan mayat.
Pasal 134 KUHAP

1) Dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak
mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga
korban.
2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan sejelas-jelasnya tentang
maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.
3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang
perlu diberitahu tidak ditemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.
Pasal 179 KUHAP:
1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter
ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan
keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan
memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut pengetahuan
dalam bidang keahliannya.

3. Memahami dan Menjelaskan tentang Investigasi Pemerkosaan


Definisi
Pemerkosaan berasal dari bahasa latin yaitu rapere yang artinya menangkap atau
mengambil dengan paksa. Pemerkosaan adalah suatu tindakan kriminal dimana si korban
dipaksa untuk melakukan aktivitas seksual, khususnya penetrasi dengan alat kelamin
diluar kemauannya sendiri (Philip, 2007)
Dalam hukum tertulis, kasus tindak kriminal pemerkosaan helas terjadi apabila
terdapat persetubuhan (atau terjadi penyerangan)tanpa adanya persetujuan yang nyata
dari salah satu pihak yang terlibat. Persetubuhan ini sering diartikan sebagai penetrasi
penis ke dalam anus, vagina, atau oral seks. (Philip 2007)
1.
2.
3.
4.
5.

Dampak dampak dari pemerkosaan bagi korbannya antaranya (Philip, 2007) :


Hilangnya keperawanan korban
Pengucilan baik dalam keluarga ataupun masyarakat
Hilangnya rasa percaya diri korban dikarenakan kesuciannya telah hilang
Hilangnya hak dalam mengeyam pendidikan
Dampak psikologis depresi sampai bunuh diri
Terdapat berbagai jenis pemerkosaan diantaranya :

Perkosaan saat berkencan (date rape)


Perkosaan yang dilakukan oleh gang/kelompok (gang rape)

Perkosaan dalam perkawinan (marital rape)


Pemerkosaan dibawah umur (statutory rape)
Segi Pemeriksaan Kasus Pemerkosaan Dalam Bidang Forensik
Berdasarkan KUHP Pasal 285, "Barangsiapa yang dengan kekerasan atau dengan
ancaman memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, karena
perkosaan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya dua belas tahun."
Berdasarkan KUHP Pasal 286, "Barangsiapa bersetubuh dengan perempuan yang bukan
istrinya, padahal diketahuinya bahwa perempuan itu dalam keadaan pingsan atau tidak
berdaya, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya sembilan tahun." Dan...
Berdasarkan KUHP Pasal 287, "Barangsiapa bersetubuh dengan perempuan yang bukan
istrinya, padahal diketahuinya atau patut dapat disangkanya, bahwa umur perempuan itu
belum cukup lima belas tahun atau, kalau tidak terang umurnya, bahwa perempuan itu
belum pantas untuk dikawini, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya sembilan
tahun.
Dari kalimat di atas terdapat unsur-unsur yang dapat mendefinisikan apa yang dimaksud
dengan pemerkosaan. Unsur-unsur tersebut ialah :

Bersetubuh
Kekerasan/paksaan secara fisik, psikis, ataupun obat-obatan yang dapat membuat tidak
berdaya
Menyetubuhi bukan istri
Menyetubuhi gadis di bawah umur (usia < 15 tahun dan belum datang haid pertama).
Jadi yang dimaksud dengan pemerkosaan ialah pelanggaran hukum dalam hal
menyetubuhi perempuan bukan istri ataupun perempuan di bawah umur dengan memaksa
secara fisik, psikis, ataupun bantuan obat-obatan.
Dalam bidang kedokteran forensik, yang dimaksud dengan pemerkosaan ialah identik
dengan persetubuhan yang kriminal. Persetubuhan adalah masuknya alat kelamin lakilaki (penis) ke dalam liang vagina dengan atau tanpa mengeluarkan ejakulat.
Bukti bahwa telah terjadi persetubuhan antara lain robekan hymen/selaput dara (bagi
korban yang sebelumnya perawan) dan ejakulat pria pada liang vagina.
Pada hymen dilihat apakah robekan masih baru atau sudah lama, yang berarti korban
sudah beberapa hari datang setelah dugaan perkosaan. Ciri-ciri robekan baru ialah merah

(hiperemis) di luar vagina, sedangkan robekan lama tidak merah seperti robekan baru.
Dalam keadaan ini, pemeriksaan direkomendasikan kepada spesialis ginekologi.
Pemeriksaan ejakulat pria di liang vagina korban dinilai untuk mengetahui apakah
memang betul terdapat sperma dan semen ada pada liang vagina. Pemeriksaan dilakukan
dengan berbagai tes, seperti tes Berberio yang berfungsi untuk mendeteksi cairan semen
dan sperma. Dengan cara ini, bahkan semen yang telah lama pun masih bisa dideteksi.
Selain tes Berberio, ada sejumlah tes lain untuk mengidentifikasi ejakulat, seperti tes
enzim fosfatase, tes florence, dan tes golongan darah.
Setelah mengidentifikasi adanya bukti persetubuhan, yang penting untuk dinilai ialah
bukti pemaksaan/kekerasan.
Bukti kekerasan dapat berupa kerusakan fisik seperti kerusakan (lesi/lecet) pada vulva
vagina. Selanjutnya cari tahu dengan anamnesis, adakah bukti psikis yang didapat dari
korban seperti ancaman pistol/senjata tajam, serta lihat ekpresi yang depresif dari korban
dugaan perkosaan. Selain itu, keadaan korban saat ia menduga dirinya dipekosa juga
harus diketahui dengan anamnesis, apabila korban pingsan, ketahui apa yang
mengakibatkan pingsan seperti akibat hiptotis, narkotika, bius, dan sebagainya.
Pemeriksaan area vagina, yang dilakukan oleh dokter ginekologi harus didampingi oleh
saksi/perawat atau keluarga pasien. Pemeriksaan dilakukan sedini mungkin untuk
menghindari hilangnya barang bukti (barang bukti berupa ejakulat dan temuan fisik,
misalnya). Hal ini berfungsi agar menjamin validitas pemeriksaan.
Kesimpulannya, setiap dugaan perkosaan, harus ditemukan bukti persetubuhan, paksaan,
dan atau korban yang bukan istri atau berusia di bawah umur.
Aspek medis dan hukum dari delik perkosaan dan delik susila lainnya khususnya
dari aspek pembuktiannya.
KENDALA PEMBUKTIAN
Dalam sistim peradilan yang dianut negara kita, seorang hakim tidak dapat menjatuhkan
hukuman kepada seseorang terdakwa kecuali dengan sekurangnya dua alat bukti yang sah
ia merasa yakin bahwa tindak pidana itu memang telah terjadi (pasal 183 KUHAP) .
Sedang yang dimaksud dengan alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan
ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa (pasal 184 KUHAP).
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka pada suatu kasus perkosaan dan delik susila
lainnya perlu diperjelas keterkaitan antara bukti bukti yang ditemukan :
1. Tempat kejadian perkara,

2. Tubuh atau pakaian korban,


3. Tubuh atau pakaian pelaku dan
4. Pada alat yang digunakan pada kejahatan ini ( penis ).
Keterkaitan antara 4 faktor inilah yang seringkali dijabarkan dalam prisma (segiempat)
bukti dan merupakan salah satu hal yang dapat menimbulkan keyakinan hakim.
Pada banyak kasus perkosaan keterkaitan empat faktor ini tidak jelas atau tidak dapat
ditemukan sehingga mengakibatkan tidak timbul keyakinan pada hakim yang
bermanifestasi dalam bentuk hukuman yang ringan dan sekadarnya.
Beberapa hal yang dapat mengakibatkan terjadinya hal ini adalah hal-hal sbb:
a. Masalah keutuhan barang bukti
Seorang korban perkosaan setelah kejadian yang memalukan tersebut umumnya akan
merasa jijik dan segera mandi atau mencuci dirinya bersih-bersih. Seprei yang
mengandung bercak mani atau darah seringkali telah dicuci dan diganti dengan seprei
yang baru sebelum penyidik tiba di TKP.
Lantai yang mungkin mengandung benda bukti telah disapu dan dipel terlebih dahulu
agar "rapi " kelihatannya bila polisi datang. Ketika korban akan dibawa ke dokter untuk
diperiksa dan berobat seringkali ia mandi dan / atau mengganti pakaiannya terlebih
dahulu dengan yang baru dan bersih.
Hal-hal semacam ini tanpa disadari akan menyebabkan hilangnya banyak benda bukti
seperti cairan/bercak mani, rambut pelaku, darah pelaku dsb yang diperlukan untuk
pembuktian di pengadilan.
Adanya kelambatan korban untuk melapor ke polisi karena perasaan malu dan ragu-ragu
juga menyebabkan hilangnya benda bukti karena berlalunya waktu.
b. Masalah teknis penqumpulan benda bukti
Pengolahan TKP dan tehnik pengambilan barang bukti merupakan hal yang amat
mempengaruhi pengambilan kesimpulan. Pada suatu kejadian perkosaan dan delik susila
lainnya penyidik mencari sebanyak mungkin benda bukti yang mungkin ditinggalkan di
TKP seperti adanya sidikjari, rambut, bercak mani pada lantai, seprei atau kertas tissue di
tempat sampah dsb.

Tidak dilakukannya pencarian benda bukti, baik akibat kurangnya pengetahuan, kurang
pengalaman atau kecerobohan, dapat mengakibatkan hilangnya banyak data yang penting
untuk pengungkanan kasus.
Pada pemeriksaan terhadap tubuh korban cara pengambilan sampel usapan vagina yang
salah juga dapat menyebabkan hasil negatif palsu.
Pada persetubuhan dengan melalui anus (sodomi) pengambilan bahan usapan dengan
kapas lidi bukan dilakukan dengan mencolokkan lidi ke dalam liang anus saja tetapi
harus dilakukan juga pada sela-sela lipatan anus, karena pada pengambilan yang pertama
yang akan didapatkan umumnya adalah tinja dan bukan sperma.
Adanya bercak mani pada kulit, bulu kemaluan korban yang menggumpal atau pakaian
korban, adanya rambut pada sekitar bulu kemaluan korban, adanya bercak darah atau
epitel kulit pada kuku jari (jika korban sempat mencakar pelaku) adalah hal-hal yang tak
boleh dilewatkan pada pemeriksaan.
c. Masalah teknis pemeriksaan forensik dan laboratorium
Kemampuan pemeriksaan pusat pelayanan perkosaan berbeda-beda dari satu tempat ke
tempat lainnya. Suatu klinik yang tidak melakukan pemeriksaan sperma sama sekali tentu
tak dapat membedakan antara robekan selaput dara atau robekan akibat benda tumpul
pada masturbasi. Klinik yang hanya melakukan pemeriksaan sperma langsung saja tentu
tak dapat membedakan tidak adanya persetubuhan dengan persetubuhan dengan ejakulasi
dari orang yang tak memiliki sel sperma (pasca vasektomi atau mandul tanpa sel sperma).
Suatu klinik yang hanya melakukan pemeriksaan sperma dengan uji fosfatase asam saja
misalnya tentu hanya dapat menghasilkan kesimpulan terbatas: ini pasti bukan sperma
atau ini mungkin sperma
Tetapi jika klinik tersebut juga melakukan pemeriksaan lain seperti uji PAN, Berberio,
Florence, pewarnaan Baechi atau Malachite green maka kesimpulan yang dapat
ditariknya adalah: pasti sperma, cairan mani tanpa sperma (pelakunya mandul tanpa sel
sperma atau sudah disterilisasi) atau pasti bukan sperma. Lihat tabel.
Pemeriksaan pada kasus perkosaan untuk pencarian pelaku dilakukan dengan melakukan
pemeriksaan pada bahan rambut atau bercak cairan mani, bercak/cairan darah atau
kerokan kuku. Pemeriksaan yang dilakukan diantaranya adalah pemeriksaan pola
permukaaan luar (kutikula) rambut, peme .riksaan golongan darah dan pemeriksaan sidik
DNA.

Pemeriksaan sidik DNA yang dilakukan pada bahan yang berasal dari usapan vagina
korban bukan saja dapat mengungkapkan pelaku perkosaan secara pasti, tetapi juga dapat
mendeteksi jumlah pelaku pada kasus perkosaan dengan banyak pelaku (salome).
Pemeriksaan golongan darah dan sidik DNA atas bahan kerokan kuku (jika korban
sempat mencakar) juga dapat digunakan untuk mencari pelakunya.
Jika hanya pemeriksaan golongan darah yang akan dilakukan pada bahan usapan vagina,
maka bahan liur dari korban dan tersangka pelaku perlu juga diperiksa golongan
darahnya untuk menentukan golongan sekretor atau non sekretor.
Orang yang termasuk golongan sekretor (sekitar 85 -06 dari populasi) pada cairan
tubuhnya terdapat substansi golongan darah. Kelompok orang ini jika melakukan
perkosaan akan meninggalkan cairan mani dan golongan darahnya sekaligus pada tubuh
korban.
Sebaliknya orang yang termasuk golongan non-sekretor (15 % dari populasi)jika
memperkosa hanya akan meninggalkan cairan mani saja tanpa golongan darah. Dengan
demikian jika pada tubuh korban ditemukan adanya substansi golongan darah apapun,
maka yang bersangkutan tetap harus dicurigai sebagai tersangkanya.
Adanya pemeriksaan sidik DNA telah mempermudah penyimpulan karena tidak dikenal
adanya istilah sekretor dan non~sekretor pada pemeriksaan DNA. Dalam hal tersangka
pelaku tertangkap basah dan belum sempat mencuci penisnya, maka secara konvensional
leher kepala penisnya dapat diusapkan ke gelas obyek dan diberi uap lugol. Adanya sel
epitel vagina yang berwarna coklat dianggap merupakan bukti bahwa penis itu baru
bersentuhan' dengan vagina alias baru bersetubuh. Laporan terakhir pada tahun 1995,
menunjukkan bahwa gambaran epitel ini tak dapat diterima lagi sebagai bukti adanya
epitel vagina, karena epitel pria baik yang normal maupun yang sedang mengalami
infeksi kencing juga mempunyai epitel dengan gambaran yang sama.
Pada saat ini jika seorang pria diduga baru saja bersetubuh, maka kepala dan leher
penisnya perlu dibilas dengan larutan NaCl. Air cucian ini selanjunya diperiksa ada
tidaknya sel epitel secara mikroskopik dan jika ada maka pemeriksaan dapat dilanjutkan
dengan pemeriksaan DNA dengan metode PCR (polymerase chain reaction)
d. Masalah pengetahuan dokter pemeriksa
Pada saat ini akibat kelangkaan dokter forensik, maka kasus perkosaan dan delik susila
lainnya ditangani oleh dokter kebidanan atau bahkan dokter umum. Sebagai dokter klinik
yang tugasnya terutama mengobati orang sakit, maka biasanya yang menjadi prioritas
utama adalah mengobati korban. Ketidaktahuan mengenai prinsip-prinsip pengumpulan

benda bukti dan cara pemeriksaannya membuat banyak bukti penting terlewatkan dan tak
terdeteksi selama pemeriksaan.
Umumnya dokter kebidanan hanya memeriksa ada tidaknya luka di sekitar kemaluan,
karena merasa hanya daerah inilah bidang keahliannya. Akibatnya tanda kekerasan
didaerah lainnya tidak terdeteksi. Pemeriksaan toksikologi atas bahan darah atau urin
untuk mendeteksi kekerasan berupa membuat korban pingsan atau tidak berdaya dengan
obat-obatan umumnya tak pernah dilakukan.
Pemeriksaan ada tidaknya cairan mani biasanya hanya dilakukan dengan pemeriksaan
langsung saja, sehingga adanya cairan mani tanpa sperma tak mungkin dideteksi.
Pemeriksaan kearah pembuktian pelaku seiauh ini boleh dikatakan tak pernah dilakukan
karena masih dianggap bukan kewajiban dokter. Dengan demikian selama ini dasar dari
tuduhan terhadap pelaku perkosaan umumnya adal,ah hanya dari kesaksian korban dan
pengakuan tersangka saja, padahal kedua alat bukti ini seringkali sulit dipercaya karena
sifatnya yang subyektif.
e. Masalah pengetahuan aparat penegak hukum
Pada kasus-kasus semacam ini arah penyidikan harus jelas arahnya agar pengumpulan
bukti menjadi terarah dan tajam pula. Kesalahan dalam membuat tuduhan, misalnya akan
dapat membuat tersangka menjadi bebas sama sekali. Jika penyidik, jaksa serta hakim
hanya menganggap perlu mencari alat bukti berupa pengakuan terdakwa dan
mengabaikan pembuktian secara ilmiah lewat pemeriksaan medis dan kesaksian ahli
maka tentunya pembuktian dilakukan seadanya.
PENENTUAN JENIS DELIK
Suatu laporan tentang seorang yang disetubuhi atau dilecehkan secara seksual oleh
seseorang lainnya tidak selalu berarti kasusnya adalah perkosaan. Untuk kasus-kasus
semacam ini kita harus memilah termasuk kategori delik yang manakah kasus tersebut,
yang masing masing mempunyai kriteria dan hukuman yang berbeda satu sama lain.
Perkosaan
Menurut KUHP pasal 285 perkosaan adalah dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
menyetubuhi seorang wanita di luar perkawinan. Termasuk dalam kategori kekerasan
disini adalah dengan sengaja membuat orang pingsan atau tidak berdaya (pasal 89
KUHP).
Hukuman maksimal untuk delik perkosaan ini adalah 12 tahun penjara.

Persetubuhan diluar perkawinan


Persetubuhan diluar perkawinan antara pria dan wanita yang berusia diatas 15 tahun tidak
dapat dihukum kecuali jika perbuatan tersebut dilakukan terhadap wanita yang dalam
keadaan pingsan atau tidak berdaya.
Untuk perbuatan yang terakhir ini pelakunya dapat dihukum maksimal 9 tahun penjara
(pasal 286 KUHP) jika persetubuhan dilakukan terhadap wanita yang diketahui atau
sepatutnya dapat diduga berusia dibawah 15 tahun atau belum pantas dikawin maka
pelakunya dapat diancam hukuman penjara maksimal 9 tahun.
Untuk penuntutan ini harus ada pengaduan dari korban atau keluarganya (pasal 287
KUHP) . Khusus untuk yang usianya dibawah 12 tahun maka untuk penuntutan tidak
diperlukan adanya pengaduan.
Perzinahan
Perzinahan adalah persetubuhan antara pria dan wanita diluar perkawinan, dimana salah
satu diantaranya telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya.
Khusus untuk delik ini penuntutan dilakukan oleh pasangan dari yang telah kawin tadi
yang diajukan dalam 3 bulan disertai gugatan cerai/pisah kamar/pisah ranjang.
Perzinahan ini diancam dengan hukuman pen]ara selama maksimal 9 bulan.
Perbuatan cabul
Seseorang yang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk
melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, maka ia diancam dengan
hukuman penjara maksimal 9 tahun (pasal 289 KUHP).
Hukuman perbuatan cabul lebih ringan, yaitu 7 tahun saja jika perbuatan cabul ini
dilakukan terhadap orang yang sedang pingsan, tidak berdaya. berumur dibawah 15 tahun
atau belum pantas dikawin dengan atau tanpa bujukan (pasal 290 KUHP). Perbuatan
cabul yang dilakukan terhadap orang yang belum dewasa oleh sesama jenis diancam
hukuman penjara maksimal 5 tahun (pasal 291 KUHP).
Perbuatan cabul yang dilakukan dengan cara pemberian, menjanjikan uang atau barang,
menyalahgunakan wibawa atau penyesatan terhadap orang yang belum dewasa diancam
dengan hukuman penjara maksimal 5 tahun (pasal 293 KUHP) .
Perbuatan cabul yang dilakukan terhadap anak, anak tiri, anak angkat, anak yang belum
dewasa yang pengawasan, pemeliharaan, pendidikan atau penjagaannya diserahkan
kepadanya, dengan bujang atau bawahan yang belum dewasa diancam dengan hukuman
penjara maksimal 7 tahun.

Hukuman yang sama juga diberikan pada pegawai negeri yang melakukan perbuatan
cabul dengan bawahan atau orang yang penjagaannya dipercayakan kepadanya,
pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas atau pesuruh dalam penjara, tempat peker]aan
negara, tempat pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit jiwa atau lembaga
sosial yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan ke dalamnya
(pasal 294 KUHP).
Orang yang dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan, menjadi penghubung bagi
perbuatan cabul terhadap korban yang belum cukup umur diancam dengan hukuman
penjara maksimal 5 tahun (pasal 295 KUHP).
Jika perbuatan ini dilakukan sebagai pencarian atau kebiasaan maka ancaman
hukumannya satu tahun 4 bulan atau denda paling banyak Rp. 15.000,PEMERIKSAAN KORBAN
Jika korban dibawa ke dokter untuk mendapatkan pertolongan medis, maka dokter punya
kewajiban untuk melaporkan kasus tersebut ke polisi atau menyuruh keluarga korban
untuk melapor ke polisi.
Korban yang melapor terlebih dahulu ke polisi pada akhirnya juga akan dibawa ke dokter
untuk mendapatkan pertolongan medis sekaligus pemeriksaan forensik untuk dibuatkan
visum et repertumnya.
Sebagai dokter klinis, pemeriksa bertugas menegakkan diagnosis dan melakukan
pengobatan. Adanya kemungkinan terjadinya kehamilan atau penyakit akibat hubungan
seksual (PHS) harus diantisipasi dan dicegah dengan pemberian obat-obatan. Pengobatan
terhadap luka dan keracunan harus dilakukan seperti biasanya. Pengobatan secara
psikiatris untuk penanggulangan trauma pasca perkosaan juga sangat diperlukan untuk
mengurangi penderitaan korban. Sebagai dokter forensik pemeriksa bertugas
mengumpulkan berbagai. bukti yang berkaitan dengan pemenuhan unsur-unsur delik
seperti yang dinyatakan oleh undang-undang, dan menyusun laporan visum et repertum.
Secara umum dokter bertugas mengumpulkan bukti adanya kekerasan, keracunan, tanda
persetubuhan, penentuan usia korban dan pelacakan benda bukti yang berasal dari pelaku.
Pencarian benda-benda bukti yang berasal dari pelaku pada tubuh atau pakaian korban
dan tempat kejadian perkara merupakan hal penting yang paling sering dilupakan oleh
dokter.
Pada kasus perkosaan dan delik susila lainnya perlu dikumpulkan informasi sebagai
berikut :

Umur korban
Umur korban amat perlu ditentukan pada pemeriksaan medis, karena hal itu menentukan
jenis delik (delik aduan atau bukan), jenis pasal yang dilanggar dan jumlah hukuman
yang dapat dijatuhkan.
Dalam hal korban mengetahui secara pasti tanggal lahirnya/umurnya, apalagi jika
dikuatkan oleh bukti diri (KTP,SIM dsb) , maka umur dapat langsung disimpulkan dari
hal tersebut.
Akan tetapi jika korban tak mengetahui umurnya secara pasti maka perlu diperiksa erupsi
gigi molar II dan molar III. Gigi molar II mengalami erupsi pada usia kurang lebih 12
tahun, sedang gigi molar III pada usia 17 sampai 21 tahun. Untuk wanita yang telah
tumbuh molar IInya, perlu dilakukan foto ronsen gigi. Jika setengah sampai seluruh
mahkota molar III sudah mengalami mineralisasi (terbentuk) , tapi akarnya belum maka
usianya kurang dari 15 tahun.
Kriteria sudah tidaknya wanita mengalami haid pertama atau menarche tak dapat dipakai
untuk menentukan umur karena usia menarch saat ini tidak lagi pada usia 15 tahun tetapi
seringkali jauh lebih muda dari itu.
Tanda kekerasan
Yang dimaksud dengan kekerasan pada delik susila adalah kekerasan yang menunjukkan
adanya unsur pemaksaan, seperti jejas bekapan pada hidung, mulut dan bibir, jejas cekik
pada leher, kekerasan pada kepala, luka lecet pada punggung atau bokong akibat
penekanan, memar pada lengan atas dan paha akibat pembukaan secara paksa, luka lecet
pada pergelangan tangan akibat pencekalan dsb.
Adanya luka-luka ini harus dibedakan dengan luka-luka akibat "foreplay" pada
persetubuhan yang "biasa" seperti luka isap (cupang) pada leher, daerah payudara atau
sekitar kemaluan, cakaran pada punggung (yang sering -terjadi saat orgasme) dsb.
Luka-luka yang terakhir ini memang merupakan kekerasan tetapi bukan kekerasan yang
dimaksud pada delik perkosaan. Adanya luka-luka jenis ini harus dinyatakan secara jelas
dalam kesimpulan visum et repertum untuk menghindari kesalahan interpretasi oleh
aparat penegak hukum.
Tanpa adanya kejelasan ini suatu kasus persetubuhan biasa bisa disalahtafsirkan sebagai
perkosaan yang berakibat hukumannya menjadi lebih berat.
Pemeriksaan toksikologi untuk beberapa jenis obat-obatan yang umum digunakan untuk
membuat orang mabuk atau pingsan perlu pula dilakukan, karena tindakan membuat

orang mabuk atau pingsan secara sengaja dikategorikan juga sebagai kekerasan. Obatobatan yang perlu diperiksa adalah obat penenang, alkohol, obat tidur, obat perangsang
(termasuk ecstasy) dsb.
Tanda persetubuhan
Tanda persetubuhan secara garis besar dapat dibagi dalam tanda penetrasi dan tanda
ejakulasi.
Tanda penetrasi biasanya hanya jelas ditemukan pada korban yang masih kecil atau
belum pernah melahirkan atau nullipara. Pada korban-korban ini penetrasi dapat
menyebabkan terjadinya robekan selaput dara sampai ke dasar pada lokasi pukul 5
sampai 7, luka lecet, memar sampai luka robek baik di daerah liang vagina, bibir
kemaluan maupun daerah perineum. Adanya penyakit keputihan akibat jamur Candida
misalnya dapat menunjukkan adanya erosi yang dapat disalah artikan sebagai luka lecet
oleh pemeriksa yang kurang berpengalaman. Tidak ditemukannya luka-luka tersebut pada
korban yang bukan nulipara tidak menyingkirkan kemungkinan adanya penetrasi.
Tanda ejakulasi bukanlah tanda yang harus ditemukan pada persetubuhan, meskipun
adanya ejakulasi memudahkan kita secara pasti menyatakan bahwa telah terjadi
persetubuhan. Ejakulasi dibuktikan dengan pemeriksaan ada tidaknya sperma dan
komponen cairan mani. Untuk uji penyaring cairan mani dilakukan pemeriksaan fosfatase
asam. Jika uji ini negatif, kemungkinan adanya ejakulasi dapat disingkirkan. Sebaliknya
jika uji ini positif, maka perlu dilakukan uji pemastian ada tidak sel sperma dan cairan
mani.
Usapan lidi kapas diambil dari daerah labia minora, liang vagina dan kulit yang
menunjukkan adanya kerak. Adanya rambut kemaluan yang menggumpal harus diambil
dengan cara digunting, karena umumnya merupakan akibat ejakulasi di daerah luar
vagina.
Untuk mendeteksi ada tidaknya sel mani dari bahan swab dapat dilakukan pemeriksaan
mikroskopik secara langsung terhadap ekstrak atau dengan Pembuatan preparat tipis yang
diwarnai dengan pewarnaan malachite green atau christmas tree.
Jika yang akan diperiksa sampel berupa bercak peda pakaian dapat dilakukan
pemeriksaan Baechi, dimana adanya sperma akan tampak berupa sel sperma yang
terjebak diantara serat pakaian. Sel sperma positip merupakan tanda pasti adanya
ejakulasi. Kendala utama pada pemeriksaan ini adalah jika sel sperma telah hancur
bagian ekor dan lehernya sehingga hanya tampak kepalanya saja. Untuk mendeteksi
kepala sperma semacam ini harus diyakini bahwa memang kepala tersebut masih
memiliki topi (akrosom).

Adanya cairan mani dicari dengan pemeriksaan terhadap beberapa komponen sekret
kelenjar kelamin pria (khususnya kelenjar prostat) yaitu spermin (dengan uji Florence),
cholin (dengan uji Berberio) dan zink (dengan uji PAN) . Suatu temuan berupa sel sperma
negatif tapi komponen cairan mani positip menunjukkan kemungkinan ejakulasi oleh pria
yang tak memiliki sel sperma (azoospermi) atau telah menjalani sterilisasi atau
vasektomi.
Dampak perkosaan
Dampak perkosaan berupa terjadinya gangguan jiwa, kehamilan atau timbulnya penyakit
kelamin harus dapat dideteksi secara dini. Khusus untuk dua hal terakhir, pencegahan
dengan memberikan pil kontrasepsi serta antibiotic lebih bijaksana dilakukan ketimbang
menunggu sampai komplikasi tersebut muncul.
Pelaku perkosaan
Aspek pelaku perkosaan merupakan merupakan aspek yang paling sering dilupakan oleh
dokter. Padahal tanpa adanya pemeriksaan kearah ini, walaupun telah terbukti adanya
kemungkinan perkosaan. amatlah sulit menuduh seseorang sebagai pelaku pemerkosaan.
Untuk mendapatkan informasi ini dapat dilakukan pemeriksaan kutikula rambut dan
pemeriksaan golongan darah dan pemeriksaan DNA dari sampel yang positip
sperma/maninya.
PEMERIKSAAN DNA DALAM BIDANG KEDOKTERAN FORENSIK
Pertama kali diperkenalkan oleh Jeffrey pada tahun 1985. Beliau menemukan bahwa pita
DNA dari setiap individu dapat dilacak secara simultan pada banyak lokus sekaligus
dengan pelacak DNA (DNA probe) yang diciptakannya.
Pola DNA ini dapat divisualisasikan berupa urutan pita-pita yang berbaris membentuk
susunan yang mirip dengan gambaran barcode pada barang di supermarket. Uniknya
ternyata pita-pita DNA ini bersifat spesifik individu, sehingga tak ada orang yang
memiliki pita yang sama persis dengan orang lain.
Pada kasus perkosaan ditemukannya pita-pita DNA dari benda bukti atau karban yang
ternyata identik dengan pita-pita DNA tersangka menunjukkan bahwa tersangkalah yang
menjadi donor sperma tadi. Adanya kemungkinan percampuran antara sperma pelaku dan
cairan vagina tidak menjadi masalah, karena pada proses kedua jenis DNA ini dapat
dipisahkan satu sama lain. Satu-satunya kesalahan yang mungkin terjadi adalah kalau
pelakunya ternyata adalah saudara kembar identik dari si tersangka, karena keduanya
memiliki pita DNA yang sama persis.
Perkembangan lebih lanjut pada bidang forensik adalah ditemukannya pelacak DNA yang
hanya melacak satu lokus saja (single locus probe) . Berbeda dengan tehnik Jeffreys yang

menghasilkan banyak pita, disini pita yang muncul hanya 2 buah saja. Penggunaan
metode ini pada kasus perkosaan sangat menguntungkan karena ia dapat digunakan untuk
membuat perkiraan jumlah pelaku pada kasus perkosaan dengan pelaku lebih dari satu.
Sebagai contoh, jika pita DNA pada bahan usapan vagina ada 6 buah, maka sedikitnya
ada (6 : 2) yaitu 3 orang pelaku. Untuk mempertinggi derajat keakuratan pemeriksaan ini,
umumnya dilakukan pemeriksaan beberapa lokus sekaligus. Adanya pita yang sama
dengan tersangka menunjukkan bahwa tersangka itu adalah pelakunya, sedang pita yang
tidak sama menyingkirkan tersangka sebagai pelaku.
Ditemukannya metode penggandaan DNA secara enzimatik (metode Polymerase Chain
Reaction atau PCR) oleh kelompok Cetus, membuka lebih banyak kemungkinan
pemeriksaan DNA. Dengan metode ini bahan sampel yang amat minim jumlahnya tidak
lagi menjadi masalah karena DNAnya dapat diperbanyak jutaan sampai milyaran kali
lipat di dalam mesin yang dinamakan mesin PCR atau thermocycler. Dengan metode ini
waktu pemeriksaan juga banyak dipersingkat, lebih sensitif serta lebih spesifik pula. Pada
metode ini analisis DNA dapat dilakukan dengan sistim dotblot yang berbentuk bulatan
berwarna biru, sistim elektroforesis yang berbentuk pita DNA atau dengan pelacakan
urutan basa dengan metode sekuensing.
VISUM
VISUM et REPERTUM
Visum et Repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat dokter atas permintaan tertulis
(resmi) penyidik tentang pemeriksaan medis terhadap seseorang manusia baik hidup
maupun mati ataupun bagian dari tubuh manusia, berupa temuan dan interpretasinya, di
bawah sumpah dan untuk kepentingan peradilan
dasar hukum Visum et Repertum adalah sebagai berikut
Pasal 133 KUHAP menyebutkan:
1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana,
ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
Yang berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik dan penyidik pembantu
sebagaimana bunyi pasal 7(1) butir h dan pasal 11 KUHAP.

Penyidik yang dimaksud di sini adalah penyidik sesuai dengan pasal 6 (1) butir a, yaitu
penyidik yang pejabat Polisi Negara RI. Penyidik ini adalah penyidik tunggal bagi pidana
umum, termasuk pidana yang berkaitan dengan kesehatan dan jiwa manusia. Oleh karena
visum et repertum adalah keterangan ahli mengenai pidana yang berkaitan dengan
kesehatan jiwa manusia, maka penyidik pegawai negeri sipil tidak berwenang meminta
visum et repertum, karena mereka hanya mempunyai wewenang sesuai dengan undangundang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing (Pasal 7(2) KUHAP).
Sanksi hukum bila dokter menolak permintaan penyidik, dapat dikenakan sanki pidana :
Pasal 216 KUHP :
Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh
pejabat berdasar- kan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau
memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi atau mengga-galkan tindakan guna menjalankan ketentuan,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling
banyak sembilan ribu rupiah.
Fungsi dan peranan
Visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis dalam
pasal 184 KUHP. Visum et repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu
perkara
pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia, dimana VeR menguraikan segala sesuatu
tentang hasil pemeriksaan medik yang tertuang di dalam bagian pemberitaan, yang
karenanya dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti.
Visum et repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil
pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam bagian kesimpulan. Dengan
demikian visum et repertum secara utuh telah menjembatani ilmu kedokteran dengan
ilmu hukum sehingga dengan membaca visum et repertum, dapat diketahui dengan jelas
apa yang telah terjadi pada seseorang, dan para praktisi hukum dapat menerapkan normanorma hukum pada perkara pidana yang menyangkut tubuh dan jiwa manusia.
Apabila visum et repertum belum dapat menjernihkan duduk persoalan di sidang
pengadilan, maka hakim dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan baru,
seperti yang tercantum dalam KUHAP, yang memungkinkan dilakukannya pemeriksaan
atau penelitian ulang atas barang bukti, apabila timbul keberatan yang beralasan dari
terdakwa atau penasehat hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan. Hal ini sesuai
dengan pasal 180 KUHAP.
Bagi penyidik (Polisi/Polisi Militer) visum et repertum berguna untuk mengungkapkan
perkara. Bagi Penuntut Umum (Jaksa) keterangan itu berguna untuk menentukan pasal

yang akan didakwakan, sedangkan bagi Hakim sebagai alat bukti formal untuk
menjatuhkan pidana atau membebaskan seseorang dari tuntutan hukum. Untuk itu perlu
dibuat suatu Standar Prosedur Operasional Prosedur (SPO) pada suatu Rumah Sakit
tentang tata laksana pengadaan visum et repertum.
Jenis visum et repertum
a.
b.
c.
d.

VeR perlukaan (termasuk keracunana)


VeR kejahatan susila
VeR jenazah
VeR psikiatrik
Jenis a,b dan c adalah visum et repertum mengenai tubuh atau raga manusia. Dalam hal
ini berstatus sebagai korban tindak pidana, sedangkan jenis d mengenai jiwa atau mental
tersangka atau terdakwa tindak pidana.
Bagian visum et repertum

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.

k.

Setiap visum et repertum harus dibuat memenuhi ketentuan umum sebagai berikut:
Diketik di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksa
Bernomor dan bertanggal
Mencantumkan kata Pro Justitia di bagian atas kiri (kiri atau tengah
Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar
Tidak menggunakan singkatan, terutama pada waktu mendeskripsikan temuan
pemeriksaan
Tidak menggunakan istilah asing
Ditandatangani dan diberi nama jelas
Berstempel instansi pemeriksa tersebut
Diperlakukan sebagai surat yang harus dirahasiakan
Hanya diberikan kepada penyidik peminta visum et repertum. Apabila ada lebih dari satu
instansi peminta, misalnya penyidik POLRI dan penyidik POM, dan keduanya
berwenang untuk itu, maka kedua instansi tersebut dapat diberi visum et repertum
masing-masing asli
Salinannya diarsipkan dengan mengikuti ketentuan arsip pada umumnya, dan disimpan
sebaiknya hingga 20 tahun
Pada umumnya visum et repertum dibuat mengikuti struktur sebagai berikut :

a. Pro Justitia
Kata ini harus dicantumkan di kiri atas, dengan demikian visum et repertum tidak
perlu bermeterai.
b. Pendahuluan

Pendahuluan memuat : identitas pemohon visum et repertum, tanggal dan pukul


diterimanya permohonan visum et repertum, dentitas dokter yang melakukan
pemeriksaan, identitas objek yang diperiksa : nama, jenis kelamin, umur, bangsa, alamat,
pekerjaan, kapan dilakukan pemeriksaan, dimana dilakukan pemeriksaan, alasan
dimintakannya visum et repertum, rumah sakit tempat korban dirawat sebelumnya, pukul
korban meninggal dunia, keterangan mengenai orang yang mengantar korban ke rumah
sakit.
c. Pemberitaan (Hasil Pemeriksaan)
Memuat hasil pemeriksaan yang objektif sesuai dengan apa yang diamati terutama dilihat
dan ditemukan pada korban atau benda yang diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan
sistematis dari atas ke bawah sehingga tidak ada yang tertinggal. Deskripsinya juga
tertentu yaitu mulai dari letak anatomisnya, koordinatnya (absis adalah jarak antara luka
dengan garis tengah badan, ordinat adalah jarak antara luka dengan titik anatomis
permanen yang terdekat), jenis luka atau cedera, karakteristiknya serta ukurannya.
Rincian ini terutama penting pada pemeriksaan korban mati yang pada saat persidangan
tidak dapat dihadirkan kembali.
d. Kesimpulan
Memuat hasil interpretasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dari fakta
yang ditemukan sendiri oleh dokter pembuat visum et repertum, dikaitkan dengan
maksud dan tujuan dimintakannya visum et repertum tersebut. Pada bagian ini harus
memuat minimal 2 unsur yaitu jenis luka dan kekerasan dan derajat kualifikasi luka.
e. Penutup
Memuat pernyataan bahwa keterangan tertulis dokter tersebut dibuat dengan mengingat
sumpah atau janji ketika menerima jabatan atau dibuat dengan mengucapkan sumpah
atau janji lebih dahulu sebelum melakukan pemeriksaan
Dibubuhi tanda tangan dokter pembuat visum et repertum
4. Memahami dan mempelajari hukum dan sanksi terhadap pemerkosaan dan
pembunuhan dalam Islam
Larangan membunuh
Islam melarang umatnya membunuh seseorang manusia atau seekor binatang sekalipun,
kalau itu tidak berdasarkan kebenaran hukumnya. Dalam Islam orang-orang yang halal
darah atau boleh dibunuh karena perintah hukum dengan prosedurnya adalah orang-orang
murtad, yaitu orang-orang Islam yang berpindah agama dari Islam ke agama lainnya,
sesuai dengan hadis
Rasulullah saw: Man baddala diynuhu faqtuluwhu (barangsiapa yang menukar agamanya
maka bunuhlah dia). Ketentuan ini dilakukan setelah orang murtad itu diajak kembali ke
agama Islam selama batas waktu tiga hari, kalau selama itu dia tidak juga sadar baru
dihadapkan ke pengadilan.

Yang halal darah juga adalah pembunuh, bagi dia berlaku hukum qishash yakni
diberlakukan hukuman balik oleh yang berhak atau negara melalui petugasnya.Penzina
muhshan (yang sudah kawin) adalah satu pihak yang halal darah juga dalam Islam
melalui eksekusi rajam, mengingat jelek dan bahayanya perbuatan dia yang sudah kawin
tetapi masih berzina juga.Semua pihak yang halal darah tersebut harus dieksekusi
mengikut prosedur yang telah ada dan tidak boleh dilakukan oleh seseorang yang tidak
punya otaritas baginya.
Selain dari tiga pihak tersebut dengan ketentuan dan prosedurnya masing-masing tidak
boleh dibunuh, sebagaimana firman Allah swt: ...wala taqtulun nafsal latiy harramallahu
illa bilhaq... (...jangan membunuh nyawa yang diharamkan Allah kecuali dengan
kebenaran...) (QS. al-Anam: 151). Larangan ini berlaku umum untuk semua nyawa baik
manusia maupun hewan, kecuali yang dihalalkan Allah sebagaimana terhadap tiga model
manusia di atas tadi atau hewan nakal yang mengganggu manusia dan hewan yang
disembelih dengan nama Allah.
Allah memberi perumpamaan terhadap seorang pembunuh adalah: ...barangsiapa yang
membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan
karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh
manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia,
maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya... (QS. AlMaidah: 32).
Hukuman bagi pembunuh
Hukuman duniawi terhadap seorang pembunuh dalam Islam sangatlah berat yaitu
dibunuh balik sebagai hukuman qishash ke atasnya.Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang
merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka
barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang
memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf)
membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang
demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat.Barangsiapa
yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih. (QS. alBaqarah: 178).
Sementara hukuman ukhrawi-nya adalah dilemparkan dalam neraka oleh Allah SWT
suatu masa nanti, sesuai dengan firman-Nya: Dan barangsiapa yang membunuh seorang
mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan
Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.
(QS. an-Nisa: 93)
Bagi pembunuh yang sudah dimaafkan oleh keluarga terbunuh sehingga bebas dari
hukuman qishash, wajib baginya membayar diyat kepada keluarga terbunuh sebanyak
100 ekor unta.Jumhur ulama sepakat dengan jumlahnya dan bagi wilayah yang tidak
mempunyai unta dapat diganti dengan lembu atau kerbau atau yang sejenis dengannya.
Dalam Islam, qishash diberlakukan karena di sana ada kelangsungan hidup umat
manusia, sebagaimana firman Allah: Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan)

hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa. (QS. al-Baqarah:
179).
Qishash ini betul-betul sebuah keadilan dalam sistem hukum pidana Islam, di mana
seseorang yang membunuh orang lain tanpa salah harus dibunuh balik. Ini sama sekali
tidak melanggar hak azasi manusia (HAM) sebagaimana diklaim orang-orang yang tidak
paham hukum Islam. Bagaimana mungkin kalau seseorang membunuh orang lain tanpa
dibenarkan agama dapat diganti dengan hukuman penjara 5-9 tahun, sementara orang
yang dibunuhnya sudah meninggal. Malah yang seperti itulah melanggar HAM, karena
tidak berimbang antara perbuatan jahat yang dilakukannya dengan hukuman terhadapnya.
Ada tiga macam jenis pembunuhan dalam Islam yang mempunyai hukum qishash yang
berbeda, yaitu pembunuhan sengaja, semi sengaja dan tidak sengaja. Pembunuhan
sengaja adalah seseorang sengaja membunuh orang lain yang darah dan keselamatan
jiwanya dilindungi. Yaitu dengan menggunakan alat untuk membunuh seperti senjata api
dan senjata tajam.
Tindak pidana pembunuhan secara sengaja jika memenuhi unsur-unsur: (1) orang yang
melakukan pembunuhan adalah orang dewasa, berakal, sehat, dan bermaksud membunuh;
(2) terbunuh adalah orang yang terpelihara darahnya (tidak halal untuk dibunuh); dan (3)
alat yang digunakan untuk membunuh dapat mematikan atau menghilangkan nyawa
orang. Jika pembunuh sengaja dimaafkan oleh keluarga terbunuh maka sipembunuh
wajib membayar diyat berat berupa 100 ekor unta, terdiri dari 30 ekor unta betina
berumur 3-4 tahun, 30 ekor unta betina berumur 4-5 tahun, dan 40 ekor unta betina yang
sedang bunting.
Pembunuhan semi sengaja adalah menghilangkan nyawa orang lain dengan alat yang
tidak biasa digunakan untuk membunuh dan tidak dimaksudkan untuk membunuh. Ia
juga harus membayar diyat berat kalau sudah dimaafkan keluarga terbunuh dengan cara
mengangsurnya selama 3 tahun. Sementara pembunuhan tidak sengaja adalah seperti
orang melempar buah mangga di pohon lalu terkena seseorang di bawah pohon mangga
tersebut sehingga mati.
Diyat bagi kasus seperti ini adalah diyat ringan, yaitu 100 ekor unta terdiri atas 20 ekor
unta betina berumur 1-2 tahun, 20 ekor unta betina berumur 2-3 tahun, 20 ekor unta
jantan berumur 2-3 tahun, 20 ekor unta betina berumur 3-4 tahun, dan 20 ekor unta betina
berumur 4-5 tahun. Pihak pembunuh wajib membayarnya dengan mengangsur selama 3
tahun, setiap tahun wajib membayar sepertiganya.Kalau tidak dapat dibayar 100 ekor
unta, maka harus dibayar 200 ekor lembu atau 2.000 ekor kambing.
HUKUM PERKOSAAN DALAM ISLAM
Perkosaan dalam bahasa Arab disebut al wath`u bi al ikraah (hubungan seksual dengan
paksaan). Jika seorang laki-laki memerkosa seorang perempuan, seluruh fuqaha sepakat
perempuan itu tak dijatuhi hukuman zina (had az zina), baik hukuman cambuk 100 kali
maupun hukuman rajam. (Abdul Qadir Audah, At Tasyri Al Jina`i Al Islami, Juz 2 hlm.
364; Al Mausuah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, Juz 24 hlm. 31; Wahbah Zuhaili, Al Fiqh

Al Islami wa Adillatuhu, Juz 7 hlm. 294; Imam Nawawi, Al Majmu Syarah Al


Muhadzdzab, Juz 20 hlm.18).
Dalil untuk itu adalah Alquran dan sunnah. Dalil Alquran antara lain firman Allah SWT
(artinya), Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkan
dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. (QS Al Anaam [6] : 145). Ibnu Qayyim mengisahkan ayat ini
dijadikan hujjah oleh Ali bin Abi Thalib ra di hadapan Khalifah Umar bin Khaththab ra
untuk membebaskan seorang perempuan yang dipaksa berzina oleh seorang
penggembala, demi mendapat air minum karena perempuan itu sangat kehausan. (Abdul
Qadir Audah, At Tasyri Al Jina`i Al Islami, Juz 2 hlm. 365; Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al
Islami wa Adillatuhu, Juz 7 hlm. 294).
Adapun dalil sunnah adalah sabda Nabi SAW, Telah diangkat dari umatku (dosa/sanksi)
karena ketidaksengajaan, karena lupa, dan karena apa-apa yang dipaksakan atas mereka.
(HR Thabrani dari Tsauban RA. Imam Nawawi berkata, Ini hadits hasan). (Wahbah
Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, Juz 7 hlm. 294; Abdul Qadir Audah, At Tasyri
Al Jina`i Al Islami, Juz 2 hlm. 364).
Pembuktian perkosaan sama dengan pembuktian zina, yaitu dengan salah satu dari tiga
bukti (al bayyinah) terjadinya perzinaan berikut; Pertama, pengakuan (iqrar) orang yang
berbuat zina sebanyak empat kali secara jelas, dan dia tak menarik pengakuannya itu
hingga selesainya eksekusi hukuman zina. Kedua, kesaksian (syahadah) empat laki-laki
Muslim yang adil (bukan fasik) dan merdeka (bukan budak), yang mempersaksikan satu
perzinaan (bukan perzinaan yang berbeda-beda) dalam satu majelis (pada waktu dan
tempat yang sama), dengan kesaksian yang menyifati perzinaan dengan jelas. Ketiga,
kehamilan (al habl), yaitu kehamilan pada perempuan yang tidak bersuami.
(Abdurrahman Al Maliki,Nizhamul Uqubat, hlm. 34-38).
Jika seorang perempuan mengklaim di hadapan hakim (qadhi) bahwa dirinya telah
diperkosa oleh seorang laki-laki, sebenarnya dia telah melakukan qadzaf (tuduhan zina)
kepada laki-laki itu. Kemungkinan hukum syara yang diberlakukan oleh hakim dapat
berbeda-beda sesuai fakta (manath) yang ada, antara lain adalah sbb:
Pertama, jika perempuan itu mempunyai bukti (al bayyinah) perkosaan, yaitu
kesaksian empat laki-laki Muslim, atau jika laki-laki pemerkosa mengakuinya, maka lakilaki itu dijatuhi hukuman zina, yaitu dicambuk 100 kali jika dia bukanmuhshan, dan
dirajam hingga mati jika dia muhshan. (Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu,
Juz 7 hlm. 358).

Kedua, jika perempuan itu tak mempunyai bukti (al bayyinah) perkosaan, maka
hukumnya dilihat lebih dahulu; jika laki-laki yang dituduh memerkosa itu orang baikbaik yang menjaga diri dari zina (al iffah an zina), maka perempuan itu dijatuhi
hukuman menuduh zina (hadd al qadzaf), yakni 80 kali cambukan sesuai QS An Nuur :
4. Adapun jika laki-laki yang dituduh memperkosa itu orang fasik, yakni bukan orang
baik-baik yang menjaga diri dari zina, maka perempuan itu tak dapat dijatuhi hukuman
menuduh zina. (Ibnu Hazm, Al Muhalla, Juz 6 hlm. 453; Imam Nawawi, Al Majmu
Syarah Al Muhadzdzab, Juz 20 hlm.53; Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu,
Juz 7 hlm. 346). Wallahu alam. (mediaumat.com, 27/2)

DAFTAR PUSTAKA
Dahlan, Sofwan. 2007. Ilmu Kedokteran Forensik. Pedoman Bagi Dokter dan Penegak Hukum.
Badan Penerbit Universitas Diponegoro: Semarang. 47-65.
Atmadja. DS., Thanatologi;Ilmu Kedokteran Forensik;Edisi Pertama; Bagian Kedokteran
Forensik FKUI;1997:5:37-55.
Coe, John I M.D and Curran William J.LL.M,SMHyg; Definition and Time of Death;Modern
Legal Medicine, Psychiatry, and Forensic Science;F.A. Davis Company; ;1980:7:141-164.
Ilmu Kedokteran Forensik, Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.1997. Thanatologi. Halaman 25-35.
Di Maio Dominick J. and Di Maio Vincent J.M; Time of Death; Forensic Pathology;CRC
Press,Inc;1993:2:21-41.
Al Fatih, Muhammad. Algor Mortis. Diunduh dari http//www.KlinikIndonesia.com. diakses
tanggal 31 Juli 2009.
Idris, M A Dr. Saat kematian. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Bina Rupa Aksara. 1997 : 5377.
http://autopsi_forensik.webs.com/autopsipxinternal.htm

Anda mungkin juga menyukai