TONSILITIS
Oleh :
Heri Fitrianto 0910312109
Dion Pratama 08103102086
Preseptor:
dr. Nirza Warto, Sp. THT-KL
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
Tonsil faring/Adenoid
Tonsil Tuba
Tonsil Palatina
Tonsil lingual
Gambar 1. Gambaran Tonsil dalam Cincin Waldeyer
Tonsil palatina yang biasanya disebut tonsil saja terletak di dalam fossa tonsil pada kedua
sudut orofaring dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot
palatofaringeus).2 Palatoglosus mempunyai origo seperti kipas dipermukaan oral palatum mole
dan berakhir pada sisi lateral lidah. Palatofaringeus merupakan otot yang tersusun vertikal dan
diatas melekat pada palatum mole, tuba eustachius dan dasar tengkorak. Otot ini meluas
kebawah sampai kedinding atas esofagus. otot ini lebih penting daripada palatoglosus dan harus
diperhatikan pada operasi tonsil agar tidak melukai otot ini. Kedua pilar bertemu diatas untuk
bergabung dengan paltum mole. Di inferior akan berpisah dan memasuki jaringan pada dasar
lidah dan lateral dinding faring.1,2
Pada kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa
kantong faring yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah. Permukaan
medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah yang disebut kriptus. Epitel yang
melapisi tonsil adalah epitel squamosa yang juga meliputi kriptus.2,3 Di dalam kriptus biasanya
ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa makanan. Permukaan lateral
tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga disebut kapsul tonsil. Kapsul ini tidak melekat
erat pada otot faring, sehingga mudah dilakukan diseksi pada tonsilektomi.1,2
Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30
kriptus yang meluas kedalam jaringan tonsil. Tonsil tidak mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah
yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilaris. Bagian luar tonsil terikat longgar
pada muskulus konstriktor faring superior, sehingga tertekan setiap kali makan.1,3
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang A. karotis eksterna, yaitu1,2
1.
a. maksilaris eksterna (A. fasialis) dengan cabangnya A. tonsilaris dan A. palatina asenden;
2.
3.
4.
a. faringeal asenden.
Tonsil faringeal (adenoid) merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari
jaringan limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut
tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong
diantaranya.1,2 Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah,
dikenal sebagai bursa faringeus. Adenoid tidak mempunyai kriptus. Adenoid terletak di dinding
belakang nasofaring. Jaringan adenoid di nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan
posterior, walaupun dapat meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran
adenoid bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran
maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan mengalami regresi.2
2.2 DEFINISI
Tonsillitis adalah inflamasi pada tonsila palatine yang disebabkan oleh infeki virus atau
bakteri. Saat bakteri dan virus masuk ke dalam tubuh melalui hidung atau
mulut, tonsil
berfungsi sebagai filter/penyaring menyelimuti organisme yang berbahaya tersebut dengan selsel darah putih. Hal ini akan memicu sistem kekebalan tubuh untuk membentuk antibody
terhadap infeksi yang akan datang. Tetapi bila tonsil sudah tidak dapat menahan infeksi dari
bakteri atau virus tersebut maka akan timbul tonsilitis.2
2.3 ETIOLOGI
Adapun penyebab dari tonsilitis adalah :1,2
a)
Streptokokus hemolitikus grup A
b)
Streptokokus viridan
c)
Streptokokus piogenes
d)
Hemofilus influenza
e)
Rangsangan menahun dari merokok, makanan, pengaruh cuaca, higiene mulut buruk,
kelelahan fisik.
2.4 PATOFISIOLOGI
Kuman masuk menginfiltrasi lapisan epitel dan epitel tonsil. Bila epitel terkikis jaringan
limfoid superfisial akan terjadi reaksi. Terdapat pebendungan radang dengan infiltrasi leukosit
polimorfonuklear, proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak kuning
5
yang disebut dentritus.1,2 Dentritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang
terlepas, suatu tonsilitis akut dengan dentritus berdekatan dan menjadi satu disebut tonsilitis
lakunaris. bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga membentuk membran semu sedangkan
pada tonsilitis kronis terjadi karena proses radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan
limfoid terkikis.1,4 Sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid, diganti jaringan parut.
Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar( kriptus) yang akan diisi
oleh dentritus. proses ini meluas menembus kapsul dan akhirnya timbul perlengketan dengan
jaringan sekitar fossa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe
sub mandibula.2
Di dalam tonsil mengandung limfosit B, limfosit T dan sel plasma. Sentrum
germinativum tonsil menghasilkan berbagai macam imunoglobulin meliputi Ig G, Ig M, Ig A,
Ig D dan Ig E. Ig A sekretori (s-IgA merupakan imunoglobulin terbanyak dalam saliva,
yang dapat mencegah penetrasi antigen melalui mukosa rongga mulut.5
2.5
KLASIFIKASI TONSILITIS
Diagnosis dari tonsilitis akut ditegakkan terutama berdasarkan manifestasi klinis. Tonsil
membengkak dan tampak bercak-bercak perdarahan. Ditemukan nanah dan selaput putih tipis
yang menempel di tonsil. Membran ini bisa diangkat dengan mudah tanpa menyebabkan
perdarahan.6 Dilakukan pembiakan apus tenggorokan di laboratorium untuk mengetahui bakteri
penyebabnya. Hal ini berkaitan dengan ditemukannya jenis bakteri Streptokokus beta
hemolitikus grup A pada 40% kasus, di mana tonsilitis yang terjadi sekunder terhadap bakteri ini
dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang cukup berat.1,6
Pada umumnya, penderita dengan tonsilitis akut serta demam sebaiknya tirah baring,
pemberian cairan yang adekuat dan diet ringan. Aplikasi lokal seperti obat tenggorokan
dianggap mempunyai arti relatif kecil.2 Analgesik oral efektif dalam mengendalikan rasa tidak
enak. Efektivitas obat kumur masih dipertanyakan. Penderita sebaiknya diberi petunjuk untuk
menggunakan 3 gelas penuh cairan obat kumur setiap hari. Gelas pertama sebaiknya hangat
sehingga penderita dapat menahan cairan dengan rasa enak. Gelas kedua dan ketiga dapat lebih
hangat.1,2
Terapi antibiotik dikaitkan dengan biakan dan sensitivitas yang tepat , jika dianjurkan
adalah pilihan pengobatan untuk faringitis bakterialis akut. Penisillin masih obat pilihan, kecuali
kalau organismenya resisten atau penderita sensitif terhadap penisilin. Pengobatan sebaiknya
dilanjutkan untuk seluruh perjalanan klinis antara lima sampai sepuluh hari. 2,4,6 Jika
streptokokkus beta hemolitikus dibiak, penting untuk mempertahankan terapi antibiotik yang
adekuat untuk sepuluh hari untuk menurunkan kemungkinan komplikasi non supuratif seperti
penyakit jantung rematik dan nefritis. Suntikan dosis tunggal 1, 2 juta unit benzatine penisillin
intramuskular juga efektif dan disukai jika terdapat keraguan bahwa penderita telah
menyelesaikan seluruh terapi antibiotik oral.2,6
2.5.2 TONSILITIS KRONIS
Tonsilitis kronik ini merupakan penyakit yang paling sering dari semua penyakit
tenggorokan yang berulang. Pada pemeriksaan
hipertropi dan jaringan parut dengan permukaan yang tidak rata . Kriptus melebar dan beberapa
kripti terisi oleh detritus. Rasa ada yang mengganjal di tenggorok, tenggorok dirasakan kering
dan nafas berbau.4,6
Pemeriksaan yang dilakukan untuk menentukan tonsilitis kronis adalah5
a. Tes Laboratorium, digunakan untuk menentukan apakah bakteri yang ada dalam tubuh pasien
merupakan bakteri Streptokokus grup A.
b.
Pemeriksaan kultur dan uji resistensi untuk menentukan jenis kuman dan
antibiotiknya.
Terapi lokal ditujukan kepada higiene mulut dengan berkumur atau obat hisap.
Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronis, gejala sumbatan
serta kecurigaan neoplasma.6
2.6. PENATALAKSANAAN TONSILITIS
1. Penatalaksanaan tonsilitis secara umum1,7,8 : Jika penyebabnya bakteri, diberikan antibiotik
peroral (melalui mulut) selama 10 hari, jika mengalami kesulitan menelan, bisa diberikan dalam
bentuk suntikan, kortikosteroid untuk mengurangi edema pada laring dan obat simptomatik.
o Pasien
antipiretik.
Pada beberapa penelitian menganjurkan pemberian antibiotik lebih dari 5 hari. Pemberian
antibiotik secepatnya akan mengurangi gejala dan tanda lebih cepat. Meskipun demikian, tanpa
8
antibiotik, demam dan gejala lainnya dapat berkurang selama 3-4 hari. Pada demam rematik,
gejala lainnya dapat berkurang selama 3-4 hari. Pada demam rematik, gejala dapat bertahan
sampai 9 hari selama pemberian terapi.1
Untuk tonsilitis bakteri, penisililin merupakan antibiotik lini pertama untuk tonsilitis akut
yang disebabkan bakteri Group A Streptococcus B hemoliticus (GABHS). Walaupun pada kultur
GABHS tidak dijumpai, antibiotik tetap diperlukan untuk mengurangi gejala. Jika dalam 48 jam
gejala tidak berkurang atau dicurigai resisten terhadap penisilin, antibiotik dilanjutkan dengan
amoksisilin asamklavulanat sampai 10 hari.1,2
Pada tonsillitis kronik dilakukan terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur /
hisap dan terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau terapi konservatif
tidak berhasil.1,2
2. Pengangkatan tonsil (tonsilektomi) dilakukan jika : 7,8
o
o Tonsilitis
terjadi sebanyak 5 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 2 tahun.
o Tonsilitis
terjadi sebanyak 3 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 3 tahun.
o Tonsilitis
Tonsilektomi merupakan prosedur operasi yang praktis dan aman, namun hal ini bukan
berarti tonsilektomi merupakan operasi minor karena tetap memerlukan keterampilan dan
ketelitian yang tinggi dari operator dalam pelaksanaannya. Di Amerika Serikat, karena
kekhawatiran komplikasi, tonsilektomi digolongkan pada operasi mayor. Di Indonesia,
tonsilektomi digolongkan pada operasi sedang karena durasi operasi pendek dan teknik tidak
sulit.6,7,8
10
menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa rinitis kronik, sinusitis, atau otitis media
secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh ini terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat
timbul endokarditis, artritis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritos, urticaria,
dan furunkulosis.7
Tonsil sebagai sumber infeksi berarti keadaan patologis akibat inflamasi kronis akan
menyebabkan reaksi atau gangguan fungsi pada organ lain. Oleh karena itu tonsil merupakan
tempat atau sumber peradangan bakteri atau produknya yang dapat menyebar ke bagian tubuh
yang lain. Hal ini dapat terjadi karena kripta tonsil dapat menyimpan bakteri.2,7
Tonsil palatina yang terpapar infeksi bakteri dan virus dapat merupakan sumber
autoantibodi terhadap sejumlah sistem organ sehingga tonsil memainkan peranan penting pada
patogenitas penyakit autoimun. Tonsilitis fokal yang disebabkan oleh virus atau bakteri dapat
menghasilkan berbagai antigen yang mirip dengan bagian tubuh.2 Antigen yang terbentuk pada
kripta tonsil dapat memacu imunitas selular maupun humoral sehingga terjadi kompleks imun
terhadap antigen yang mirip dengn bagian tubuh yang lain seperti kulit, mesengium ginjal dan
mungkin sendi kostoklavikula. Struktur tonsil yang memiliki banyak kripta yang bercabang
primer dan sekunder mempeluas permukaan tonsil, merupakan pintu gerbang bagi antigen asing
dan merangsang respon imun pada tonsil.2,7
Komplikasi tonsilitis
1. Otitis media akut2,7
11
eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media supuratif
dan otitis media non supuratif. Masing-masing golongan mempunyai bentuk akut dan kronis.
Otitis media akut terjadi karena faktor pertahanan tubuh ini terganggu. Sumbatan
tuba
eustachius merupakan faktor penyebab utama dari otitis media. Karena fungsi tuba eustachius
terganggu, pencegahan invasi kuman kedalam telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman
dapat masuk kedalam telinga tengah dan terjadi peradangan.
Infeksi pada tonsil yang menyebar ke jaringan sekitar dan mengenai isthmus tuba
eustachius menyebabkan obstruksi pada tuba dan akumulasi sekresi pada telinga tengah, infeksi
sekunder dari bakteri dan virus pada efusi cairan tersebut menyebabkan supurasi sehingga
memberi gambaran otits media akut.
Ketika infeksi yang menjalar dari tonsilitis mengenai tuba akan terjadinya oklusi tuba
dan memberi gambaran retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan negatif di dalam
telinga tengah, dari absorbsi udara. Kadang-kadang membran timpani tampak normal( tidak ada
kelainan) atau berwarna keruh pucat.
Cairan yang terakumulasi di telinga tengah akan menjadi medium infeksi sehingga pada
stadium hiperemis tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh
membran timpani tampak hiperemis serta udem.
Udem yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial serta
terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani menyebabkan membran timpani menonjol
(bulging) ke arah liang telinga luar.
2. Abses peritonsil2,6,7
12
Proses yang terjadi sebagai komplikasi tonsilitis akut atau infeksi yang bersumber dari
kelenjar mukus weber di kutub atas tonsil. Kuman penyebab biasanya sama dengan kuman
penyebab tonsilitis.
Daerah superior dan lateral fosa tonsilaris merupakan jaringan ikat longgar, oleh karena
itu infiltrasi supurasi ke ruang potensial peritonsil tersering menempati daerah ini sehingga
tampak palatum mole membengkak. Pada stadium permulaan( stadium infiltrat) selain
pembengkakan tampak permukaannya hiperemis. Bila proses berlanjut daerah tersebut lebih
lunak dan berwarna kekuning-kuningan. Tonsil terdorong ke tengah, depan dan bawah, uvula
bengkak dan terdorong ke sisi kontra lateral.
Bila proses berlansung terus, peradangan jaringan di sekitarnya akan menyebabkan iritasi
pada m.pterigoid interna sehingga timbul trismus. Abses dapat pecah spontan mungkin terjadi
aspirasi ke paru.
Pada abses peritonsil selain gejala tonsilitis akut juga terdapat
odinofagia( nyeri
menelan) yang hebat biasanya pada sisi yang sama juga dan nyeri telinga(otalgia),
muntah(regurgitasi), mulut berbau, hipersalivasi, suara sengau dan kadang-kadang sukar
membuka mulut.(trismus) serta pembengkakan kelenjar submandibula dan nyeri tekan.
3. Abses parafaring2,7
Merupakan penumpukan nanah atau pus pada ruang parafaring. Timbul akibat proses
supurasi kelenjar limfe leher dalam, tonsil , gigi,faring, hidung ,sinus paranasal, mastoid dan
vertebra servikal dan Penjalanran infeksi dari ruangperitonsil, retrofaring atau submandibula.
Gejala yang timbul adalah trismus, pembengkakan disekitar angulus mandibula, demam tinggi
dan pembengkakan dinding lateral faring, sehingga menonjol ke arah medial.
4. Sinusitis2,7
Merupakan radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus yang terkena sinus
maksilaris, frontal , ethmoid dan sfenoid. Penjalaran
terjadinya edem di kompleks osteo meatal , mukosa yang letaknya berhadapan akan saling
bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan. Maka terjadi
13
gangguan drenase dan ventilasi di sinus, silia kurang aktif dan lendir yang diproduksi mukosa
sinus menjadi lebih kental dan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri patogen.
BAB II
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. F
Umur
: 13 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Suku Bangsa
: Minang
Alamat
: Pasar Usang
MR
: 893986
No Hp
: 082171156861
Pekerjaan
: Pelajar SD
14
ANAMNESIS
Seorang pasien laki-laki berumur 13 tahun dirawat di bangsal THT RSUP DR. M. Djamil
Padang pada tanggal 22 Januari 15 dengan :
Keluhan Utama :
Nyeri di tenggorokan sejak 3 bulan yang lalu
Keluhan tambahan :
Riwayat kejang sejak umur 1 tahun
Riwayat Penyakit Sekarang :
Nyeri ditenggorokan sejak 3 bulan yang lalu. Serangan nyeri sangat mengganggu > 7 kali /
tahun. Ketika nyeri menyerang pasien sulit makan dan minum. Nyeri sering muncul setelah
minum air dingin ataupun yang pedas. Ketika nyeri suara pasien tidak serak.
Jika pasien demam tinggi, selalu disertai kejang, riwayat epilepsi dari umur 1 tahun. Pasien
rutin minum obat luminal, carbamazepin, piracetam dan asam folat.
Riwayat penciuman berkurang, hidung berdarah, dan hidung tersumbat tidak ada
15
Riwayat gangguan pendengaran, nyeri telinga, telinga penuh, telinga berdenging dan keluar
cairan disangkal.
Riwayat nyeri pada dahi, pipi, dan pangkal hidung saat menunduk ( - )
Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit yang sama.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum
: Sedang
Kesadaran
: CMC
Tekanan darah
: 110/80 mmHg
Frekuensi nadi
: 82 x/menit
Frekuensi nafas
: 24x/ menit
Suhu
: 36,5 0C
16
Pemeriksaan Sistemik
Kepala
Mata
Leher
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: tympani
Auskultasi
Extremitas
: edem -/-
17
Daun telinga
Kelainan
Kel kongenital
Trauma
Radang
Kel. Metabolik
Nyeri tarik
Nyeri
tekan
tragus
Cukup
Dekstra
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Sinistra
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Cukup lapang(N)
lapang
(N)
Sempit
Dinding liang telinga Hiperemis
Edema
Massa
Bau
Warna
Serumen: ada
Jumlah
Jenis
Membran timpani
Warna
Reflek cahaya
Bulging
Retraksi
Utuh
Atrofi
Jumlah perforasi
Jenis
Perforasi
Kwadran
Pinggir
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Kuning kecoklatan
sedikit
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Kuning kecoklatan
sedikit
Putih mengkilat
Arah jam 5, normal
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Putih mengkilat
Arah jam 7, normal
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Gambar
18
Mastoid
Tanda radang
Fistel
Sikatrik
Nyeri tekan
Nyeri ketok
Rinne
Schwabach
Weber
Kesimpulan
Audiometri
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
+
+
Sama dengan pemeriksa Sama dengan pemeriksa
Sama kiri dan kanan
Sama kiri dan kanan
Normal
Tidak dilakukan
Hidung
Pemeriksaan
Hidung luar
Kelainan
Deformitas
Kelainan kongenital
Trauma
Radang
Massa
Dektra
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Sinistra
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Sinus paranasal : inspeksi : tanda radang, trauma, sikatriks, massa tidak ada
Pemeriksaan
Nyeri tekan
Dekstra
Tidak ada
Sinistra
Tidak ada
Rinoskopi Anterior
19
Pemeriksaan
Vestibulum
Cavum nasi
Sekret
Konka inferior
Konka media
Septum
Massa
Kelainan
Vibrise
Radang
Cukup lapang (N)
Sempit
Lapang
Lokasi
Jenis
Jumlah
Bau
Ukuran
Warna
Permukaan
Edema
Ukuran
Warna
Permukaan
Edema
Cukup
Dekstra
Ada
Tidak ada
Cukup lapang (N)
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Eutrofi
Merah muda
Licin
Tidak ada
Eutrofi
Merah muda
Licin
Tidak ada
Cukup lurus
Sinistra
Ada
Tidak ada
Cukup lapang(N)
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Eutrofi
Merah muda
Licin
Tidak ada
Eutrofi
Merah muda
Licin
Tidak ada
Cukup lurus
lurus/deviasi
Permukaan
Warna
Spina
Krista
Abses
Perforasi
Lokasi
Bentuk
Ukuran
Permukaan
Warna
Konsistensi
Mudah digoyang
Pengaruh
Licin
Merah muda
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Licin
Merah muda
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
vasokonstriktor
Gambar
20
Rinoskopi Posterior
Pemeriksaan
Kelainan
Cukup lapang (N)
Koana
Sempit
Lapang
Warna
Edem
Jaringan granulasi
Ukuran
Mukosa
Dekstra
Sempit
Merah muda
Tidak ada
-
Sinistra
Sempit
Merah muda
Tidak ada
Tidak dapat
dinilai
Tidak dapat
Warna
Tidak dapat dinilai
dinilai
Tidak dapat
Permukaan
Tidak dapat dinilai
dinilai
Tidak dapat
Edem
Tidak dapat dinilai
Adenoid
Muara
tuba
Ada/tidak
Tidak membesar
dinilai
Tidak membesar
Tertutup sekret
Tidak tertutup
Tidak tertutup
sekret
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
sekret
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
eustachius
Massa
Post Nasal Drip
Edem mukosa
Lokasi
Ukuran
Bentuk
Permukaan
Ada/tidak
Jenis
21
Gambar
Kelainan
Simetris/tidak
Warna
Palatum mole + Edem
Bercak/eksudat
Arkus Faring
Dinding faring
Warna
Permukaan
Ukuran
Warna
Permukaan
Muara kripti
Detritus
Eksudat
Perlengketan
Tonsil
Peritonsil
Tumor
Gigi
dengan pilar
Warna
Edema
Abses
Lokasi
Bentuk
Ukuran
Permukaan
Konsistensi
Karies/Radiks
Kesan
Dekstra
Simetris
Merah muda
Tidak ada
Sinistra
Simetris
Merah muda
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Merah muda
Licin
T3
Merah muda
Tidak rata
Melebar
Tidak ada
Tidak ada
Merah muda
Licin
T3
Merah muda
Tidak rata
Melebar
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Merah muda
Merah muda
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Hiegene gigi dan mulut baik
22
Lidah
Warna
Bentuk
Deviasi
Massa
Merah muda
Normal
Tidak ada
Merah muda
Normal
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Gambar
Laringoskopi Indirek
Pemeriksaan
Epiglotis
Ariteniod
Ventrikular band
Plica vokalis
Subglotis/trakea
Sinus piriformis
Valekula
Kelainan
Bentuk
Warna
Edema
Pinggir rata/tidak
Massa
Warna
Edema
Massa
Gerakan
Warna
Edema
Massa
Warna
Gerakan
Pingir medial
Massa
Massa
Sekret
Massa
Sekret
Massa
Sekret ( jenisnya )
Dekstra
Sinistra
Kubah
Merah muda
Tidak ada
Rata
Tidak ada
Merah muda
Merah muda
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Simetris
Simetris
Merah muda
Merah muda
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Putih
Putih
Simetris
Simetris
Rata
Rata
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
23
Gambar
Palpasi
Pemeriksaan laboratorium:
Hb
: 11,9
Leukosit
: 10.100
Ht
: 36 %
Trombosit
: 453.000
PT
: 10,9
APTT
: 31,3
Diagnosis
Tonsilitis Kronis T3-T3
Epilepsi
Rencana :
24
Tonsilektomi
Terapi :
IVFD KAEN 1B 10 tetet makro/menit
Luminal 2 x 30 mg (po)
Carbamazepin 2 x 200 mg (po)
Asam Folat 1x 400 mg (po)
Piracetam 2 x 400 mg (po)
Follow Up
23/1/2015
Telah dilakukan tonsilektomi pada tanggal 23/1/2015
D/
Post tonsilektomi atas indikasi tonsilitis kronis
Sikap/
Awasi vital sign
Awasi adanya perdarahan
Awasi adanya sumbatan jalan nafas
Rencana/
Posisikan tidur pasien dalam posisi miring
Kompres es di bagian leher
Terapi/
25
Follow Up
24/1/2015
Subjektif/
Nyeri luka operasi ada
Nyeri menelan masih ada.
Darah keluar dari mulut tidak ada
Demam tidak ada
Mual dan muntah tidak ada
Nyeri telinga dan gangguan penciuman tidak ada
Objektif/
Keadaan Umum
Kesadaran
: Composmentis cooperative
Tekanan darah
: 110/70 mmHg
26
Frekuensi nadi
: 95 x/menit
Frekuensi nafas
: 22 x/menit
Suhu
: 36,7 0C
Status THT :
Telinga : tidak ditemukan kelainan
Hidung : tidak ditemukan kelainan
Tenggorokan : Tonsil T0-T0
Perdarahan sudah tidak ada
Assesment/
Post tonsilektomi atas indikasi tonsilitis kronis hari rawatan ke 1
Terapi/
Diet makanan cair
Luminal 2 x 30 mg (po)
27
RESUME
1.
Anamnesis
Ditemukan pada seorang pasien laki-laki usia 13 tahun, dengan keluhan nyeri menelan
berulang sejak 3 bulan ini, dirasakan lebih dari 7 kali dalam setahun. Pasien merasakan ada
yang mengganjal di tenggorok. Dengan riwayat tidur mendengkur, penurunan konsentrasi
dalam belajar disekolah. Pasien telah dikenal menderita tonsilitis sejak 2 tahun yang lalu dan
menderita epilepsi sejak usia 1 tahun.
2.
Pemeriksaan fisik
Dari pemeriksaan, ditemukan tonsil pasien membesar dengan ukuran T3 di kiri dan
kanan, warna tonsil bewarna merah muda, permukaan tonsil rata dan muara kripti melebar.
3.
Diagnosis Kerja
Tonsilitis Kronis
6 Terapi
Medikamentosa : Ceftriaxone 2 x 2mg (iv), Luminal 2 x 30 mg (po), Carbamazepin 2 x
200 mg (po), Asam Folat 1x 400 mg (po), Piracetam 2 x 400 mg (po)
Operatif : Tonsilektomi
28
7.
Prognosis
- quo ad vitam
: bonam
- quo ad sanam
: bonam
8. Nasehat
- Hindari makanan pedas dan minuman yang dingin.
- Konsumsi gizi yang cukup
- Menjaga hygiene mulut
29
BAB III
DISKUSI
Telah dilaporkan satu kasus tonsilitis kronis pada seorang laki-laki usia 13 tahun dan
telah menjalani operasi tonsilektomi. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik baik yang memberikan gambaran hipertropi tonsil T3-T3 dengan muara kripti
melebar. Tonsil yang hipertropi merupakan akibat dari infeksi kronis yang terjadi sedangkan
muara kripti yang melebar adalah akibat jaringan limfoid tonsil yang digantikan dengan jaringan
parut. Selanjutnya pasien dirawat dan dipersiapkan untuk menjalani operasi tonsilektomi.
Adapun indikasi operasi pada pasien ini adalah terjadi tonsilitis lebih dari 7 kali dalam satu
tahun. Setelah operasi diberikan antibiotik dengan tujuan untuk menekan bakteri dalam mulut.
Berdasarkan penilitian yang dilakukan oleh Grandis dkk didapatkan penurunan kejadian bau
mulut pada pasien yang menjalani tonsilektomi dibandingkan dengan yang tidak. Prognosis dari
pasien tonsilitis yang menjalani operasi tonsilektomi adalah baik karena keluhan nyeri
tenggorokan pasien akan menghilang dan diharapkan kualitas hidup pasien akan meningkat.
30