Anda di halaman 1dari 12

Nama Peserta : dr.

Tessa Rulianty
Nama Wahana: RUMKIT TK IV BENGKULU
Topik

: Bells Palsy

Tanggal (kasus): 07-05-2015


Nama Pasien
: Ny. S

No. RM 023988

Tanggal Presentasi: Juli 2015

Nama Pendamping: dr. Rianty

Tempat Presentasi : RUMKIT TK IV BENGKULU


Obyektif Presentasi:
Keilmuan
Diagnostik
Neonatus

Keterampilan
Manajemen
Bayi

Penyegaran
Masalah
Anak

Tinjauan Pustaka
Istimewa
Remaja

Dewasa

Lansia

Bumil

Deskripsi: Wanita usia 33 tahun datang dengan keluhan bibir kanan dirasakan baal dan tebal sejak 6 jam SMRS. Keluhan mulai dirasakan ketik
fungsi menelan dan pengecapan normal, mata kanan dirasakan sangat perih,berair dan sulit untuk ditutup, mual (-), muntah(-), lemah sisi/seluruh tubuh (-), gan
secara statis tepat pada wajahnya dan saat mengendarai kendaraan os sering mengarahkan ac tepat kearah os

Tujuan: mengobati bells palsy pada pasien


Bahan bahasan:

Tinjauan Pustaka

Cara membahas:

Diskusi

Data pasien:

Kasus

Presentasi dan diskusi

Nama: Ny. S

Nama klinik: Rumkit tk IV Bengkulu

Riset

Audit

Email

Pos

Nomor Registrasi: 023988


Telp: -

Terdaftar sejak: -

Data utama untuk bahan diskusi:


1. Diagnosis/Gambaran Klinis: Bells Palsy
bibir kanan dirasakan baal dan tebal sejak 6 jam SMRS
Air yang diminumnya seakan-akan tidak masuk ke dalam mulutnya, fungsi menelan dan pengecapan normal
mual (-), muntah(-)
lemah sisi/seluruh tubuh (-)
gangguan pada pendengaran (-)
Demam, batuk, pilek (-)

3. Riwayat kesehatan/Penyakit: Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya
4. Riwayat keluarga: Pasien adalah ibu dari 2 orang anak. Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa dengan pasien

5. Riwayat pekerjaan : Swasta


6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik (RUMAH, LINGKUNGAN, PEKERJAAN): 7. Riwayat imunisasi (disesuaikan dengan pasien dan kasus): tidak tahu

8. Lain-lain: (diberi contoh : PEMERIKSAAN FISIK, PEMERIKSAAN LABORATORIUM dan TAMBAHAN YANG ADA, sesuai dengan FASILITAS
Pemeriksaaan Fisik
Tekanan darah : 120/80 mmHg

Suhu: 36,8 C

Nadi

Nafas : 19x/menit

: 88x/menit

N.VII : kesan parese N.VII kanan perifer


Sikap wajah
Angkat alis
Kerut dahi
Lagoftalmus
Menyeringai
Lipatan Nasolabial

Kanan
Kesan mencong ke kiri
Menurun
Menurun
+
Kurang baik
Kurang jelas terlihat

Kiri
Baik
Baik
Tidak ada
Baik
Baik

1.
1.

Smith WS, Johnston SC, Easton JD. Bells palsy. In: Kasper DL, editor. Harrisons principles of internal medicine. 16th ed. New York: McGraw-Hill; 20

2. Bells Palsy epidemology. Medscape. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1146903-epidemiology#showall. Di akses p

2.
Hasil Pembelajaran:
1. Diagnosa Bells Palsy
2. Penatalaksanaan Bells Palsy
3. Komplikasi Bells Palsy

SUBJEKTIF
Wanita usia 33 tahun datang dengan keluhan bibir kanan dirasakan baal dan tebal sejak 6 jam SMRS. Keluhan mulai dirasakan ketika
pasien merasakan sulit untuk minum air setelah pasien bangun dari tidur. Air yang diminumnya seakan-akan tidak masuk ke dalam mulutnya,
fungsi menelan dan pengecapan normal, mata kanan dirasakan sangat perih,berair dan sulit untuk ditutup, mual (-), muntah(-), lemah sisi/seluruh
tubuh (-), gangguan pada pendengaran (-). Demam, batuk, pilek juga disangkal oleh pasien. Pasien mengaku sewaktu tidur malam pasien
mengarahkan kipas secara statis tepat pada wajahnya dan saat mengendarai kendaraan os sering mengarahkan ac tepat kearah os

OBJEKTIF
Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Composmentis

Tekanan darah

: 120/80 mmHg

Denyut nadi

: 88 kali/menit

kualitas nadi : kuat, reguler

Frekuensi nafas

: 19 kali/menit

kualitas nafas : adekuat, reguler

Suhu

: 36,8 C

Berat badan

57 kg

Pemeriksaan sistematis
Kepala

: Normocephal

Mata

: Sklera ikterik (-), konjungtiva anemis (-), air mata (+), cekung (-)

Hidung

: Pernapasan cuping hidung (-), discharge (-)

Telinga

: Discharge (-)

Mulut

: Mukosa kering (-)

Abdomen

Inspeksi : Datar
Palpasi : Datar, lemas, nyeri tekan (-), turgor baik
Perkusi : Timpani
Auskultasi

: BU (+) normal

Hepar

: Tidak teraba membesar

Lien

: Tidak teraba membesar

Extremitas : Akral hangat, CRT 2s


N.VII : kesan parese N.VII kanan perifer
Sikap wajah
Angkat alis
Kerut dahi
Lagoftalmus
Menyeringai
Lipatan Nasolabial

ASSESMENT

Kanan
Kesan mencong ke kiri
Menurun
Menurun
+
Kurang baik
Kurang jelas terlihat

Kiri
Baik
Baik
Tidak ada
Baik
Baik

Bells Palsy adalah kelumpuhan fasialis perifer akibat proses non supuratif, non neoplastik, non degenerative primer maupun sangat
mungkin akibat edema jinak pada bagian nervus fasialis di foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang mulainya
akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.
Banyak kontroversi mengenai etiologi dari Bells Palsy, tetapi ada 4 teori yang dihubungkan dengan etiologi Bells Palsy yaitu :
1. Teori Iskemik vaskuler
Nervus fasialis dapat menjadi lumpuh secara tidak langsung karena gangguan regulasi sirkulasi darah di kanalis fasialis.
2. Teori infeksi virus
Virus yang dianggap paling banyak bertanggungjawab adalah Herpes Simplex Virus (HSV), yang terjadi karena proses reaktivasi dari HSV
(khususnya tipe 1).
3. Teori herediter
Bells palsy terjadi mungkin karena kanalis fasialis yang sempit pada keturunan atau keluarga tersebut, sehingga menyebabkan predisposisi
untuk terjadinya paresis fasialis.
4. Teori imunologi
Dikatakan bahwa Bells palsy terjadi akibat reaksi imunologi terhadap infeksi virus yang timbul sebelumnya atau sebelum pemberian
imunisasi.
Para ahli menyebutkan bahwa pada bells palsy terjadi proses inflamasi akut pada nervus fasialis di daerah temporal, di sekitar foramen
stilomastoideus. Bells palsy hampir selalu terjadi secara unilateral. Namun demikian dalam jarak waktu satu minggu atau lebih dapat terjadi
paralysis bilateral. Penyakit ini dapat berulang atau kambuh. Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah satu teori menyebutkan terjadinya proses
inflamasi pada nervus fasialis yang menyebabkan peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada saat
melalui tulang temporal.

Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit
pada pintu keluar sebagai foramen mental. Dengan bentukan kanalis yang unik tersebut, adanya inflamasi, demyelinisasi atau iskemik dapat
menyebabkan gangguan dari konduksi. Impuls motorik yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear
dan infranuklear. Lesi supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks motorik primer atau di jaras kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi
yang berhubungan dengan daerah somatotropik wajah di korteks motorik primer. Karena adanya suatu proses yang dikenal awam sebagai
masuk angin atau dalam bahasa inggris cold. Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi dengan kaca jendela yang
terbuka diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya Bells palsy. Karena itu nervus fasialis bisa sembab, sehingga ia terjepit di dalam foramen
stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Pada lesi LMN bisa terletak di pons, di sudut sereblopontin, di os petrosum atau
kavum timpani, di foramen fasikulus longitudinalis medialis. Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus
rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN akan timbul bergandengan dengan tuli perseptif
ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap dengan 2/3 bagian depan lidah). Berdasarkan beberapa penelitian bahwa penyebab utama Bells
Palsy adalah reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1 dan virus herpes zoster) yang menyerang saraf kranialis. Terutama virus herpe zoster karena
virus ini menyebar ke saraf melalui sel satelit. Pada radang herpes zoster di ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut terlibat sehingga
menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Kelumpuhan pada bells palsy akan terjadi di bagian atas dan bawah dari otot wajah seluruhnya
lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan, fisura palpebra tidak dapat ditutup dan pada usaha untuk memejam mata terlihatlah bola mata yang
berbalik ke atas. Sudut mulut tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucukan dan platisma tidak bisa digerakkan. Karena lagopthalmus, maka air
mata tidak bisa disalurkan secara wajar sehingga tertimbun disitu.
Manifestasi klinik bells palsy khas dengan memperhatikan riwayat penyakit dan gejala kelumpuhan yang timbul. Pada anak 73%
didahului infeksi saluran napas bagian atas yang erat hubungannya dengan cuaca dingin. Perasaan nyeri, pegal, linu dan rasa tidak enak pada
telinga atau sekitarnya sering merupakan gejala awal yang segera diikuti oleh gejala kelumpuhan otot wajah berupa :

Kelopak mata tidak dapat menutupi bola mata pada sisi yang lumpuh (lagophthalmus)

Gerakan bola mata pada sisi yang lumpuh lambat, disertai bola mata berputar ke atas bila memejamkan mata, fenomena ini disebut bells

sign
Sudut mulut tidak dapat diangkat, lipatan nasolabialis mendatar pada sisi yang lumpuh dan mencong ke sisi yang sehat.

PLANNING
1. Penegakan diagnosis Bells Palsy
Selain dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, penegakan diagnosis Bells Palsy juga dapat melalui pemeriksaan penunjang dengan tujuan
menyingkirkan kemungkinan penyakit lainnya, yaitu :
a. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk menegakkan diagnosis bells palsy
b. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi bukan indikasi pada bells palsy. Pemeriksaan CT-Scan dilakukan jika dicurigai adanya fraktur atau metastasis
neoplasma ke tulang, stroke, sklerosis multiple dan AIDS pada CNS. Pemeriksaan MRI pada pasien Bells Palsy akan menunjukkan
adanya penyangatan (Enhancement) pada nervus fasialis atau pada telinga, ganglion genikulatum.
2. Penatalaksanaan Bells Palsy
Terapi medikamentosa :
a. Golongan kortikosteroid kortikosteroid, misalnya Prednison harus diberikan dalam waktu tidak lebih dari 2 hari setelah timbulnya
gejala dan dilanjutkan sampai 1-2 minggu. Dosis 1mg/kg bb /hari atau 60mg p.o diturunkan sec tapp off.
b. Vitamin B1, B6 & B12.
Dengan dosis tinggi, digunakan untuk pertumbuhan serabut syaraf yang rusak.
c. Aciclovir 400mg diberikan 5 kali sehari selama 7 hari

Rehabilitasi Medik
a. Fisioterapi
- Cara yang sering digunakan yaitu: mengurut (massage) otot wajah selama 5 menit pagi sore atau dengan faradisasi. Gerakan yang
dapat dilakukan berupa tersenyum, mengatupkan bibir, mengerutkan hidung, mengerutkan dahi, gunakan ibu jari dan telunjuk untuk
-

menarik sudut mulut secara manual, mengangkat alis secara manual dengan keempat jari menutup mata.
Terapi panas Superficial Digunakan untuk menghilangkan pembengkakan pada jaringan.
Stimulasi listrik/electrical stimulation merangsang otot yang
innervasinya terganggu, dapat dalam bentuk bentuk E -stimuli, dan akupuntur.

Terapi operatif : tindakan bedah dekompresi masih kontroversi.

Tindakan operasi umumnya tidak dianjurkan pada anak-anak karena dapat menimbulkan komplikasi lokal maupun intra-kranial tindakan operasi
dilakukan apabila:
tidak terdapat penyambuhan spontan
tidak ada bukti bahwa operasi untuk mengurangi saraf wajah efektif, dan mungkin berbahaya.
Pada pemeriksaan elektrik terdapat denervasi total
Pada pasien ini diberikan terapi :
1. Non medikamentosa
o Edukasi kepada pasien tentang penyakit dan pengobatan yang diberikan.
o Penderita dianjurkan untuk beristirahat.
o Menenangkan penderita bahwa penyakit ini bukan stroke dan kesembuhan akan terjadi dalam waktu 2-8 minggu sampai 2 tahun.
o Jaga agar mata tidak kering dengan memberi tetes mata buatan (artificial eyedrop) dan hindarkan mata dari angin dan debu
(misalnya dengan menggunakan kacamata).
o Menerangkan pada pasien untuk melakukan latihan wajah di rumah. Dapat dimulai dengan kompres hangat dan pemijatan pada
daerah wajah yang lumpuh. Dilanjutkan dengan menggerakan otot-otot wajah.

o Dianjurkan untuk menjalani fisioterapi untuk mengatasi kelumpuhan pada sisi kanan wajah.
2. Medikamentosa
o Methyl prednisolon yang diberikan dengan dosis 3x4 mg
o Neurodex tab 1x1.
d. Komplikasi
Crocodile tear phenomenon
Yaitu keluarnya air mata pada saat penderita makan makanan. Ini timbul beberapa bulan setelah terjadi paresis dan terjadinya akibat dari
regenerasi yang salah dari serabut otonom yang seharusnya ke kelenjar saliva tetapi menuju ke kelenjar lakrimal. Lokasi lesi di sekitar
kelenjar ganglion genikulatum.

Synknsis
Dalam hal ini ini otot-otot dapat digerakan satu per satu atau tersendiri, selalu timbul gerakan (involunter) elevasi sudut mulut. Kontraksi
plastisma, atau berkerutnya dahi. Penyebabnya adalah innervasi yang salah. Serabut saraf yang mengalami regenerasi bersambung
dengan serabut-serabut otot yang salah.

Hemifacial spasme
Timbul kedutan pada wajah (otot wajah bergerak secara spontan dan tidak terkendali) dan juga spasme otot wajah, biasanya ringan.
Pada stadium awal hanya mengenai pada satu sisi wajah saja, tetapi kemudian dapat menggenai pada sisi lainnya. Kelelahan dan kelainan
psikis dapat memperberat spasme ini. komplikasi terjadi bila penyembuhan tidak sempurna, yang timbul dalam beberapa bulan atau 1-2
tahun kemudian.

Kontraktur

Hal ini dapat terlihat dari tertariknya otot, sehingga lipatan nasolabialis lebih jelas terlihat pada sisi lumpuh disbanding pada sisi yang
sehat. Terjadi bila kembalinya fungsi sangat lambat. Kontraktur tidak tampak pada waktu otot wajah istirahat, tetapi menjadi jelas saat
otot wajah bergerak.

Anda mungkin juga menyukai