Anda di halaman 1dari 17

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Format Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
comparative experiment (percobaan dengan perbandingan) yaitu melakukan
suatu

percobaan

dengan

membandingkan

perlakuan-perlakuan

dan

membandingkan pengaruh perlakuan-perlakuan terhadap suatu obyek yang


dipilih (Nazir, 2005 : 63). Metode pendekatan penelitian yang digunakan
adalah pendekatan kuantitatif karena menekankan hasil perhitungan yang
berupa data sudut, arah, dan luas bidang. Dalam penelitian kuantitatif ditandai
adanya perumusan estimation (perkiraan tertentu), prediksi dan uji hipotesis
dengan persamaan statistik yang dikenal dengan statictic inferensial (Hadi
Sabari Yunus, 2010:349).
B. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1.

Software transformasi koordinat TransKoord versi 1.01 milik Bakosurtanal


digunakan untuk kontrol perhitungan transformasi koordinat.

2.

Sofware Microsoft Excel versi 2007 digunakan untuk menyusun data


simulasi, perhitungan arah, sudut, dan luas bidang tanah baik pada
ellipsoid maupun bidang proyeksi, dan analisis uji beda luas.

3.

Software Microsoft Office versi 2007 untuk penyusunan laporan penelitian.

4.

Laptop Toshiba Satellite L510.

5.

Printer Canon iP 2770 untuk mencetak laporan penelitian dalam bentuk


hardcopy.

C. Populasi Dan Sampel


Populasi dalam penelitian ini adalah semua titik koordinat yang terletak
pada satu wilayah zona baik sistem proyeksi TM-3 maupun sistem proyeksi
UTM. Sampel yang digunakan untuk penelitian terbagi menjadi 3 (tiga), yaitu:
1.

Sampel Distorsi Luas


Sampel untuk penghitungan distorsi luas adalah beberapa titik
koordinat yang terletak di sekitar ekuator baik pada zona 49.1 TM-3
maupun zona 49 UTM. Pemilihan sampel tersebut berdasarkan teori
bahwa distorsi luas yang terjadi pada sistem proyeksi UTM dan TM-3
mengikuti sumbu x yang merupakan proyeksi dari garis ekuator. Selain itu,
untuk menunjukkan pengaruh luas, penulis mengelompokkan luas pada
ellipsoid menjadi 3 (tiga) kategori yaitu area relatif sangat luas 10 x 10
(35 hektar), relatif luas 10 x 10 (10 hektar), dan relatif sempit 0,5 x
0,5 (0,025 hektar) dengan jarak antar titik tengah area adalah 40 untuk
proyeksi UTM dan 20 untuk proyeksi TM-3 di sepanjang garis ekuator.
Kategorisasi luas sampel area tersebut didasarkan pada luas bidang tanah
dengan berbagai jenis hak yang pernah dimohonkan haknya pada
Kementerian ATR/BPN. Berdasarkan jarak antar titik tengah dan jumlah
kategori luasan tersebut, maka jumlah sampel area yang digunakan adalah
masing-masing sebanyak 27 area sampel baik pada zona 49.1 TM-3

maupun zona 49 UTM. Lokasi dan jumlah sampel untuk menyatakan dan
menguji distorsi luas lebih jelasnya digambarkan sebagai berikut.

Zona 49.1
30
Sumbu X
(ekuator)

MT TM-3

MT = Meridian tengah

Gambar 9a. Lokasi Persebaran Sampel untuk Uji Distorsi Luas pada TM-3

Zona 49 UTM
1

Sumbu X
(ekuator)

MT UTM

Gambar 9b. Lokasi Persebaran Sampel untuk Uji Distorsi Luas pada UTM

2.

Sampel Distorsi Arah


Sampel untuk penghitungan distorsi arah adalah titik-titik yang
terletak pada seperempat zona baik zona 49.1 TM-3 maupun zona 49
UTM dan pada lintang 0 LS - 11 LS dengan jarak antar titik searah bujur
adalah 1 untuk proyeksi UTM dan 0,5 untuk proyeksi TM-3. Dasar
pemilihan sampel tersebut didasarkan pada pola distorsi arah yang terjadi

pada sistem proyeksi UTM dan TM-3 antara belahan bumi utara dan
belahan bumi selatan serta antara sebelah barat meridian tengah dan
sebelah timur meridian tengah adalah simetris. Berdasarkan lokasi dan
persebaran sampel titik tersebut, maka jumlah sampel yang digunakan
adalah masing-masing sebanyak 33 titik sampel baik pada zona 49.1
TM-3 maupun zona 49 UTM. Untuk lebih jelasnya digambarkan sebagai
berikut.
3

1,5

TM-3

11 LS

11 LS

MT

UTM

MT

Gambar 10. Lokasi Persebaran Sampel Distorsi Arah

3.

Sampel Distorsi Sudut


Untuk membandingkan distorsi sudut antara proyeksi UTM dengan
TM-3, penulis membuat simulasi sudut dengan jarak antar sudut searah
bujur adalah 1 untuk proyeksi UTM dan 0,5 untuk proyeksi TM-3 yang
dibentuk dari 2 (dua) ruas garis yaitu garis PQ dan garis QR sebagaimana

pada gambar 11. Masing-masing garis tersebut mempunyai panjang 1


atau setara dengan 1,85 kilometer. Jumlah sampel sudut yang didapatkan
dari kondisi tersebut adalah masing-masing sebanyak 33 buah sampel baik
pada zona 49.1 TM-3 maupun zona 49 UTM. Masing-masing sudut
terbentuk dari 3 (tiga) buah titik, yaitu titik P, Q, dan R, sehingga
didapatkan data koordinat masing-masing sejumlah 99 titik koordinat baik
pada zona 49.1 TM-3 maupun zona 49 UTM.

1,5

P
P

R
Q

11 LS
TM-3

11 LS

MT

UTM

MT

Gambar 11. Lokasi Persebaran Sampel Distorsi Sudut


Berdasarkan cara pemilihan sampel di atas, maka teknik pengambilan
sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah penentuan anggota sampel
secara purposive, sampel secara sengaja ditentukan sendiri oleh penulis dengan
pertimbangan-pertimbangan tertentu.

BAB V
POLA DISTORSI LUAS, ARAH, DAN SUDUT
PADA PROYEKSI UTM DAN TM-3

A. Pola Distorsi Luas


Berdasarkan tabel 5 pola distorsi luas pada sistem proyeksi UTM dapat
digambarkan sebagai berikut.

Persentase Beda Luas (%)

0,15

0,1

0,05

-0,05

-0,1
10820'

109

10940' 11020'

111

11140' 11220'

113

11340'

Bujur (Derajat)

Gambar 12. Pola Distorsi Luas pada Proyeksi UTM


Berdasarkan tabel 6 pola distorsi luas pada sistem proyeksi TM-3
dapat digambarkan sebagai berikut.

Persentase Beda Luas (%)

0,15

0,1

0,05

-0,05

-0,1
10810' 10830' 10850' 10910' 10930' 10950' 11010' 11030' 11050'
Bujur (Derajat)

Gambar 13. Pola Distorsi Luas pada Proyeksi TM-3


Dari kedua gambar di atas dapat dilihat bahwa pola distorsi yang terjadi
pada kedua sistem proyeksi dalam satu zona adalah sama yaitu membentuk
sebuah grafik melengkung seperti cekungan yang menghadap ke atas. Bentuk
grafik seperti di atas sesuai dengan distribusi faktor skala pada kedua sistem
proyeksi, faktor skala terbesar terletak pada ujung kiri dan kanan grafik yang
merupakan wilayah di sekitar meridian tepi. Titik terendah dari persentase beda
luas terletak pada bagian tengah grafik yang merupakan wilayah meridian
tengah. Harga faktor skala terkecil dalam satu zona UTM dan TM-3 juga
terletak pada meridian tengah tersebut.
Walaupun kedua gambar di atas membentuk pola yang sama, akan
tetapi terdapat perbedaan dalam hal bentuk cekungan yang dihasilkan seperti
terlihat pada gambar 14. Grafik cekungan yang dihasilkan dari pola distorsi
luas UTM terlihat lebih curam jika dibandingkan dengan grafik cekungan pola
distorsi luas TM-3. Hal tersebut menunjukkan adanya perbedaan rentang
7

persentase beda luas antara sistem proyeksi UTM dan proyeksi TM-3.
Rentang persentase beda luas pada sistem proyeksi TM-3 lebih kecil
dibandingkan dengan rentang persentase beda luas pada proyeksi UTM.
Perbedaan rentang tersebut diakibatkan adanya perbedaan lebar zona yang
dimiliki di antara kedua sistem proyeksi.
0,15
Persentase Beda Luas (%)

UTM
0,1

0,05

TM-3

-0,05

-0,1

arah barat

MT

arah timur

Gambar 14. Perbandingan Pola Distorsi Luas antara Proyeksi UTM


dan Proyeksi TM-3

Berdasarkan tabel 7 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan tanda pada


persentase beda luas untuk bidang dengan posisi yang sama jika dibandingkan
dengan tanda yang ada dalam tabel 5 dan tabel 6. Perbedaan tanda tersebut
dapat dijelaskan dengan menggunakan gambar di atas. Pada saat grafik yang
dibentuk dari pola distorsi TM-3 berada di atas grafik yang dibentuk dari pola
distorsi UTM, maka tanda persentase beda luas menjadi positif (+). Sebaliknya,
ketika grafik yang dibentuk dari pola distorsi TM-3 berada di bawah grafik

yang dibentuk dari pola distorsi UTM, maka tanda persentase beda luas
menjadi negatif (-).
Selanjutnya, pola distorsi luas pada kedua sistem proyeksi dalam satu
zona UTM dapat digambarkan sebagai berikut.
Meridian
Tengah TM-3

Meridian
Tengah UTM

Meridian
Tengah TM-3

0,15

Persentase Beda Luas (%)

0,1

0,05

-0,05

-0,1
108 10830' 109 10930' 110 11030' 111 11130' 112 11230' 113 11330' 114
UTM

TM-3

Bujur (Derajat)

Gambar 15. Pola Distorsi Luas pada Satu Zona Proyeksi UTM

B. Pola Distorsi Arah


Berdasarkan

tabel

10

gambaran

yang

lebih

jelas

mengenai

perbandingan nilai konvergensi grid pada sistem proyeksi UTM dan TM-3
dapat dilihat pada gambar berikut.

Nama Titik
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011

1213141516171819202122

2324252627282930313233

Nilai Konvergensi Grid

0,0 '
5,0 '
10,0 '
15,0 '
20,0 '
25,0 '
30,0 '
35,0 '

UTM

TM-3

Pola

Gambar 16. Perbandingan Nilai Konvergensi Grid antara Proyeksi UTM


dan Proyeksi TM-3
Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa perubahan posisi
sebesar 1 searah bujur pada suatu titik menimbulkan perubahan nilai
konvergensi grid yang lebih besar daripada perubahan posisi sebesar 1 searah
lintang pada titik tersebut seiring dengan semakin jauhnya posisi titik dari
ekuator dan meridian tengah. Pola distorsi arah kedua sistem proyeksi yang
terbentuk dari perubahan nilai konvergensi grid adalah berupa grafik linear
dengan gradien atau kemiringan pada grafik UTM merupakan dua kali lipat
dari gradien atau kemiringan grafik TM-3.
Pola distorsi arah pada seperempat zona UTM dan TM-3 dapat
digambarkan dalam bentuk garis-garis yang menghubungkan tempat-tempat
yang mempunyai nilai konvergensi grid yang sama sebagai berikut.

10

Meridian
Tengah UTM

Bujur
108

109

110

Lintang Selatan

10

Gambar 17. Pola Distorsi Arah pada Seperempat Zona Proyeksi UTM

Berdasarkan pola distorsi arah pada seperempat zona seperti pada


gambar di atas, maka distribusi distorsi arah pada satu zona dapat digambarkan
dengan cara mencerminkan pola distorsi arah pada seperempat zona terhadap
sumbu X (ekuator) dan sumbu Y (meridian tengah) seperti disajikan pada
gambar berikut.

11

Meridian Tengah
UTM

10LU

8LU

6LU

4LU

2LU
108BT

109

110BT

112BT

113

114BT

2LS

4LS

6LS

8LS

10LS

Gambar 18. Distribusi Distorsi Arah pada Satu Zona Proyeksi UTM

C. Pola Distorsi Sudut


Berdasarkan

tabel

13

gambaran

yang

lebih

jelas

mengenai

perbandingan nilai koreksi sudut pada sistem proyeksi UTM dan TM-3 dapat
dilihat pada gambar berikut.

12

Nama Sudut
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011

1213141516171819202122

2324252627282930313233

-0,100 ''

Koreksi Sudut

-0,300 ''
-0,500 ''
-0,700 ''
-0,900 ''
-1,100 ''
-1,300 ''
-1,500 ''
-1,700 ''

UTM

TM-3

Pola

Gambar 19. Perbandingan Nilai Koreksi Sudut antara Proyeksi UTM


dan Proyeksi TM-3
Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa perubahan posisi
sebesar 1 searah bujur pada suatu titik sudut menimbulkan perubahan nilai
koreksi sudut yang lebih besar daripada perubahan posisi sebesar 1 searah
lintang pada titik sudut tersebut seiring dengan semakin jauhnya posisi sudut
dari meridian tengah. Pola distorsi sudut kedua sistem proyeksi yang terbentuk
dari perubahan nilai koreksi sudut adalah berupa grafik linear dengan gradien
atau kemiringan pada grafik UTM merupakan dua kali lipat dari gradien atau
kemiringan grafik TM-3.
Pola distorsi sudut pada seperempat zona UTM dan TM-3 dapat
digambarkan dalam bentuk garis-garis yang menghubungkan tempat-tempat
yang mempunyai nilai koreksi sudut yang sama sebagai berikut.

13

Meridian Tengah
UTM

Bujur
108

109

110
0

Lintang Selatan

10

Gambar 20. Pola Distorsi Sudut pada Seperempat Zona Proyeksi UTM

Berdasarkan pola distorsi sudut pada seperempat zona seperti pada


gambar di atas, maka distribusi distorsi sudut pada satu zona dapat
digambarkan dengan cara mencerminkan pola distorsi sudut pada seperempat
zona terhadap sumbu X (ekuator) dan sumbu Y (meridian tengah) seperti
disajikan pada gambar berikut.

14

Meridian Tengah
UTM

10LU

8LU

6LU

4LU

2LU
108BT

109

110BT

112BT

113

114BT

2LS

4LS

6LS

8LS

10LS

Gambar 21. Distribusi Distorsi Sudut pada Satu Zona Proyeksi UTM

D. Pola Distribusi Faktor Skala (k)


Berdasarkan tabel 14 distribusi faktor skala dan pola persebarannya
pada sistem proyeksi UTM disajikan pada gambar berikut.

15

1,0012
1,001

FAKTOR SKALA

1,0008
1,0006
1,0004
1,0002
1
0,9998
0,9996
0,9994
100

200

300

400

500

600

700

800

900

A B S I S (Kilometer)

Gambar 22. Grafik Persebaran Faktor Skala pada Proyeksi UTM


Pada gambar 22 dapat dilihat bahwa grafik faktor skala antara ke arah
barat meridian tengah dan ke arah timur meridian tengah berbentuk simetris.
Pada grafik tersebut terlihat bahwa antara meridian tengah kilometer 500
dengan garis grid kilometer 320 (sebelah barat meridian tengah) dan kilometer
680 (sebelah timur meridian tengah), faktor skala kurang dari 1. Faktor skala
pada daerah tersebut mempunyai harga dari 0,9996 sampai 1,0000. Untuk
daerah yang berada di sebelah barat garis grid kilometer 320 dan di sebelah
timur kilometer 680, harga faktor skalanya lebih besar dari 1,0000. Hal tersebut
berarti bahwa jarak-jarak pada bidang proyeksi tergambar lebih besar daripada
di bidang ellipsoid.
Berdasarkan tabel 15 berikut digambarkan grafik persebaran faktor
skala titik pada sistem proyeksi TM-3.
16

1,00025

FAKTOR SKALA

1,0002
1,00015

1,0001
1,00005
1
0,99995
0,9999
0,99985
0

40

80

120

160

200

240

280

320

360

400

A B S I S (Kilometer)

Gambar 23. Grafik Persebaran Faktor Skala pada Proyeksi TM-3


Pada gambar 23 dapat dilihat bahwa grafik faktor skala antara ke arah
barat meridian tengah dan ke arah timur meridian tengah juga berbentuk
simetris seperti grafik faktor skala pada proyeksi UTM. Dua hal yang
membedakan kedua grafik tersebut adalah rentang harga faktor skala dan
jangkauan absis pada satu zona. Pada grafik tersebut terlihat bahwa antara
meridian tengah kilometer 200 dengan garis grid kilometer 110 (sebelah barat
meridian tengah) dan kilometer 290 (sebelah timur meridian tengah)
mempunyai harga faktor skala antara 0,9999 sampai 1,0000. Untuk daerah
yang berada di sebelah barat garis grid kilometer 110 dan di sebelah timur
kilometer 290, harga faktor skalanya lebih besar dari 1,0000. Hal tersebut
berarti bahwa jarak-jarak pada bidang proyeksi tergambar lebih besar daripada
di bidang ellipsoid.

17

Anda mungkin juga menyukai