Anda di halaman 1dari 10
ene Teer) =) aia aD he Ue eae ee ee one ane ae ear ro a en W ehjang Pendidikan Dasar LEU) ee oe ‘BAGIGURU SD DAN SMP “ SEMRONGAN DAN PENINGKATAN: PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR DINAS PENDIDIKAN UPT PENDIDIKAN DAN PENGEMBANGAN KESENIAN SEKOLAH Ji. Jagir Sidoresmo V Surabaya, Kode Pos 60244 Telp. 031-8490366, 8438227, Fax. 031-8419701 LAPORAN UTAMA © Parade Budaya dan Pawai Bunga .. © Dispendik Mampu Buktikan Peningkatan Kualitas Seni Suara * Lokakarya Sindenan / Tetembangan Jenjang Pendidikan Dasar © Bagi Guru (SD/SMP) Tahun 2016... PENDIDIKAN SENT © “Metode Mind Mapping Untuk Memahami Materi Seni Budaya’....... * Pengetahuan Dasar Vokal Untuk Membentuk Sebuah Paduan Suara © Metodologi Penciptaan Seni Patung Dalam Kepekaan Intuisi Holistik © KRITIK SENI * Pembelajaran Bahasa melalui ii Dongene untuk Menumbuhkan Karakter 45 KRONIK © Lintasan Pendidikan dan Pengembangan Kesenian Bagi Peserta Didik dan Pendidik .. 49 PROFIL * Nadia & 2 Prestasi Internasionalnya * Fransiska Siswi Berprestasi di Bidang Seri....... : + Bimo Wiyanto Penata Tari Yang Tak Pemah Jenuh Berkreasi & Berinovasi RAGAM * KARAWITAN PAKELIRAN: Musik Teater Yang Kompleksitas .... + Dimana &Kemana Seni Tayubku Ditengah Budaya Pragmatime Masyarakat Sumenep. 66 © PELESTARIAN, DARI TRADIS! menuju MODERN (Kontemporer) ... © Keranjang Duren, Satu Lagi Tambahan Nilai Plus Untuk Madura ec KREASI SISWA * Kreasi Angsa dari Kalender Bekas sebagai hiasan Meja karya * Oleh: Alissya, Siswa SMAN 22 Surabaya . at SAMBUNG RASA 83 Pelindung : Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur | Penasehat : Sekretaris Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur | Pembina : Kepala UPT Pendidikan dan Pengembangan Kesenian Sekolah | Pimpinan Redaksi : Nunung Puspaningtyas, S.Sos | Wakil Pimpinan. Redaksi : Luwar, M.Sn | Anggota : Dra. Warsiyati; Yungkie Airlangga, S.Sos | Sekretaris : Darmawan Dwi Rusdiyanto, S.H.| Bendahara : Deddy Jayadi,SE | Tata Usaha : Nanik Setyowati,SS; Wahyu Pentariani ; Diana Agustin, SPd| Fotografer : Heru Yudi Purwanto | Grafis : Adian Saktiana ‘S.Sos; | Lay Out: Darto | Distributor : Tasbi, Sudadi Redaksi menerima berbagai bentuk tulisan dari para pembaca yang sesuai misi majalah “BENDE”, naskah dikirim ke UPT Pendidikan dan Pengembangan Kesenian Sekolah, Ji. Jagir Sidoresmo V Surabaya Kode Pos 60244, Telp/Fax : (031) 8490366, 8438227 / 8419701 f \ Website : www.dikbangkessekolah.com \ email : majalahbende@yahoo.co.id Dicetak oleh : CV. SINAR LAUT, Surabaya, isi diluar tanggung jawab percetakan « » 1 | Edisi 140 Juni 2015 Hoakano Penckaikan dan Pengembangon Keseniow [EJENDE y Pendidikan Seni ( dilaksanakan, agar secara emosiona lakan terjalin komunikasi Pemilihan dirigen berdasarkan wawasan yang dimiliki tentang paduan suara. Seorang dirigen harus memiliki wawasan yang lebih tentang paduan suara dibandingkan dengan para anggota paduan suara yang lainnya. Ada beberapa syarat yang harus dimiliki oleh seseorang yang ingin menjadi anggota pduan suara, yaitu: 1. Peserta harus mampu menghafal lagu. 2. Peserta harus bisa membaca notasi balokn atau notasi angka 3. Peserta harus memiliki musikalitas yang tinggi, yaitu dapat membedakan tinggi rendah nada dan mengikuti irama lagu. Selain itu peserta harus memilikisuara yang stabil atau tidak fals serta dapat menjaga pitch. 4. Peserta harus mampu menjaga konsentrasi dan dapat membagi suara. 5. Peserta harus sehat dan memiliki stamina yang bagus. Hal ini sangat penting karena untuk menyanyi pada sebuah paduan suara dibutuhkan stamina yang tinggi. 6. Peserta harus memilikikemampuan mengekspresikan sebua lagu 7. Peserta harus mau menghargai anggota kelompok paduan suara yang lain. Karena dibutuhkan kekompakan untuk dapat menyanyikan lagu dalam paduan suara. Tanpa rasa saling menghargai satu terhadap lainnya, penampilan akan menjadi tidak bagus. 8. Peserta harus mau bekerjasama dengan teman-teman dalam kelompoknya. 9. Peserta harus memiliki rasa disiplin yang tinggi. 10. Peserta harus memiliki attitude yang baik so= SO Jati ketlusupan ruyung i kumpulane wong becik kelebon wong ala. ass Ore (Benve Hoakana Pendidikan dan Pengembangan Keseniow Edisi 140 Juni 2015 | 24 Metodologi Penciptaan Seni Patung Dalam Kepekaan Intuisi Holistik Oleh: Totok Priyoleksono, M.Sn. Pendahuluan Penciptaan seni patung pada masa kini didominasi oleh aspek wujud, bentuk, formal dan konteksnya. Wujud membahas pengklasifikasian bentuk dan jenis seni rupa berdasarkan material, teknik, dan gaya. Pembahasan konteks membicarakan perkembangan seni rupa yang tidak bisa dilepaskan dari situasi waktu dan tempat karya itu dilahirkan. Walaupun kenyataan yang terjadi dalam pembahasan intelektual dalam ilmu seni jarang menyentuh pada aspek epistemologis atau metodologisnya. Keadaan demikian karena bersifat praktis, dan wilayah ini tidak menjadi cakupan ilmu seni akan tetapi diserahkan pada pelakunya itu sendiri yaitu seniman. Pembahasan lebih sering diarahkan ke sisi ontologis dan aksiologisnya yaitu untuk membahas hakikat dan respon atas seni. Oleh karena itu bermuncullah ilmu estetika, sejarah seni, dan kritik seni. Membahas metodologi setidaknya memberi pencerahan sebuah proses lahirnya sebuah seni. Hal ini menjadi relevan, jika selama ini banyak kecurigaan bahwa seni rupawan di Indonesia disinyalir mengadopsi bentuk seni rupa mancanegara. Tidak jarang mereka sangat terinspiratif perbentukan visual dari luar tanpa pemahaman metodologisnya. Apalagi seiring kemudahan informasi dan perkembangan paham yang membebaskan semua gaya saling campur dan comot dalam mengelaborasi sehingga menjadi seni sekarang. Sebaliknya, menurut Gustami (2006) terdapat banyak keengganan untuk mengeksplorasi, mengkaji, dan merumuskan ide dasar penciptaan dan metodologi proses kreatif seniman bersangkutan. Akibatnya, keunggulan karya seni rupa Indonesia terkadang masih sering diperdebatkan karena kurangnya dukungan data ilmiah. Kriterianya hanya sampai pada indikator craftmanship-nya sehingga secara langsung maupun tidak langsung dapat menurunkan bobot estetiknya juga. Metodologi penelitian pada seni telah memperoleh bentuk yang jelas, sehingga dapat digunakan sebagai rujukan menciptakan karya seni patung. Metodologi penciptaan pada seni telah memperoleh bentuk yang jelas. Salah satu di antaranya adalah, ketika seseorang akan mengkaji sebuah seni patung maka dapat menggunakan paradigma atau landasan teoretik ikonografi, formalisme, kontekstual, biografi, semiotik, kontekstual, dan psikoanalisis (Adam 1996). Sebaliknya, metodologi penciptaan terkadang masih jauh untuk dapat dianggap sebagai ilmu, karena salah satu persoalannya adalah terjadinya 25 | Edisi 140 Juni 2015 Wahona Pencitiben dane wagon Kesenton [BenDe ) Pendidikan Seni ( polarisasi proses kreatif yang metodis dan intuitif. Seni metodis telah memperoleh apresiasi sebagai karya seni ilmiah karena sifatnya yang jelas dan prosedural. Namun sisi lain, seni intuitif terkadang kurang dianggap sebagai hasil karya ilmiah. Argumennya adalah tidak melewati proses metodis, serta merta, dan tidak terencana. Bahkan orang yang bukan seni-pun terkadang dianggap dapat menghasilkan karya seni. Hal ini menjadi penting, karena seni intuitif juga telah teruji selama ini. Tulisan ini mencoba membentangkan analisis bahwa seni melalui intuisi juga sebuah karya ilmiah karena menggunakan alur metodologis yang jelas. Oleh sebab itu, penulis memfokuskan komparasi antara yang intuitif dan metodis dalam sisi metodologisnya. Pemahaman konseptual metodologi penciptaan seni rupa (seni patung) paling tidak mampu memberikan penawaran bekal teoretik dan aplikatif untuk eksplorasi penciptaan tidak hanya bagi praktisi (seniman), namun juga akademisi ataupun praktisi seni rupa. Harapannya muncul seni yang mampu meningkatkan seni patung yang lebih kreatif dengan memainkan kemungkinan-kemungkinan material, paradigma baru, pendekatan baru, metode baru melalui aluralur atau langkah yang ilmiah, logis, dan metodis sehingga dapat dinikmati secara visual dan konseptual. Akhirnya, bermunculah seni yang inovatif sehingga secara tidak langsung mampu mengangkat derajat. keunggulan seni patungitu sendiri. Metodologi Penciptaan Seni Patung Secara keseluruhan proses penciptaan seni patung memiliki kemiripan dengan proses penelitian untuk memperoleh kebenaran. Dalam tulisan ini diharapkan dapat merumuskan masalah, mencari hipotesis, mengumpulkan, menganalisis, memverifikasi data dan menyimpulkan. Semua tahapan tersebut dapat dilaksanakan dengan sistem metodologis. Proses penciptaan seni patung baik yang intuitif dan metodis sebenarnya juga melakukan kerja demikian. Sebuah produk seni rupa tidak serta merta lahir tetapi melewati berbagai proses pendahuluan atau proses pengendapan terlebih dahulu. la merupakan hasil sebuah renungan berpikir sebagai hasil impuls dari kondisi di sekitar seniman itu sendiri. Kehadiran impuls-impuls tersebut bagi seniman dijadikan sebagai tantangan estetik, material atau solutif akan masalah. Konsekuensinya akan menuntut tipe metodologis yang berbeda pula. Pada proses penciptaan seni patung, kreator dapat bermula dari teori untuk mengembangkan atau menolaknya. Teori dalam hal ini, lebih bersifat sebagai puncak estetik atau standar estetik. Kerja demikian juga sebenarnya telah berparadigma dan bermetodologis yang jelas. Pada aspek tersebut, kerangka pembicaraan diarahkan untuk lebih (Benve Hoakana Pendidikan dan Pengembangan Keseniow Edisi 140 Juni 2015 | 26 y Pendidikan Seni ( meyakinkan bahwa sebuah proses kerja intuitif yang selama ini dianggap tidak metodis sebenarnya juga merupakan kerja ilmiah. Sebagai bagian dari karya ilmiah, kehadirannya setara dengan ilmu pengetahuan. Berikut ini adalah paparan perangkat kerja metodologisnya untuk membuktikan kesejajarannya dengan proses kreatif yang metodis. Secara terencana dapat dilakukan tahapan pemilihan metode dalam rangka visualisasi ide. Metode tersebut telah berada dalam wilayah operasional, karena tipe tersebut dapat bergerak atau dioperasionalkan menyesuaikan instruksi dari perangkat yang lebih abstrak yaitu paradigma, pendekatan, dan teori dalam keseluruhan proses penciptaan yang beralur logis (rasional). Secara etimologis, metodologi berasal dari kata methods dan logos, yaitu filsafat atau ilmu mengenai metode. Metodologi dengan demikian membahas prosedur intelektual dalam totalitas komunitas ilmiah (Ratna 2009:34). Prosedur yang dimaksud adalah keseluruhan proses penciptaan karya seni patung. Mulai dari pencarian subjek penciptaan, penetapan/ eksekusi objek penciptaan, pencarian landasan teoretik atau pengalaman empirik sampai mencakupi metode penciptaan yang dibarengi eksplorasi teknik, bahan dan akhimnya ke produk seni patung. Dalam setiap proses penciptaan karya yang bersifat ilmiah, faktor metodologis terdiri dari perangkat paradigma, pendekatan, termasuk teori, metode, dan teknik sebagai alat atau cara berkarya. Metodologis jelas mengimplikasikan metode, tetapi metodologi bukanlah kumpulan metode dan juga bukan deskripsi mengenai metode tersebut. Berbeda dengan metode, metodologis tidak berkaitan dengan teknik-teknik penciptaan, melainkan dengan konsep-konsep dasar logika penciptaan secara keseluruhan. Ketika paradigma, pendekatan, dan teori telah ditetapkan akan menuntut suatu metode yang khas. Sebagai contoh, setiap produk seni rupa (seni patung) di berbagai daerah di Indonesia memiliki keberagaman jenis dan teknik karena filosofis atau paradigmanya juga berbeda. Begitu juga, era sekarang, setiap atau antar seniman dari berbagai kurun waktu sebenarnya memiliki karakteristik yang berbeda-beda dalam metodologisnya. Penyebabnya, dasar dan cara pemahaman, serta bagaimana prosedur pemahaman tersebut dibangun, jelas berbeda. Penciptaan karya seni patung, diperlukan suatu metode untuk menguraikan secara rinci tahapan-tahapan yang di lakukan dalam proses penciptaan, sebagai upaya dalam mewujudkan karya seni. Melalui pendekatan- pendekatan dengan disiplin ilmu yang relevan, dimaksudkan agar selama dalam proses penciptaan dapat dijabarkan secara ilmiah dan argumentatif. Dalam kaitan ini Sachari (2000: 223), menguraikan bahwa selama ini penelitian yang bersifat proses penciptaan dengan bahasa rupa dapat dikelompokkan dalam dua katagori, yaitu kajian estetik dan proses desain. Dalam kajian estetik jurus-jurus 27 | Edisi 140 Juni 2015 Wahona Pencitiben dane wagon Kesenton [BenDe ) Pendidikan Seni ( yang sering dipakai oleh seniman dan perancang dalam penggalian ide dapat dilakukan secara kreatif dan spontanitas, analogi atau fantasi, pengkodean atau penandaan, epemaknaan atau penyimbolan, tematik, tafsiran atau interpretasi, bersifat universal dan global (holistik). Penciptaan karya seni patung secara intuisi holistik dapat dilakukan beberapa tahapan yaitu: Tahap eksplorasi yaitu aktivitas penjelajahan menggali sumber ide, pengumpulan data & referensi, pengolahan dan analisa data, hasil dari penjelahan atau analisis data dijadikan dasar untuk membuat rancangan atau desain. Tahap perancangan yaitu memvisualisasikan hasil dari penjelajahan atau analisa data kedalam berbagai alternatif desain (sketsa), untuk kemudian ditentukan rancanagn/ sketsa terpilih, untuk dijadikan acuan dalam pembuatan rancanagan final atau gambar teknik, dan racangan final ini (proyeksi, potongan, detail, perspektif) dijadikan acuan dalam proses perwujudan karya. Tahap perwujudan yaitu mewujudan rancangan terpilih/ final menjadi model prototipe sampai ditemukan kesempurnaan karya sesuai dengan desain/ ide, model ini bisa dalam bentuk miniatur atau ke dalam karya yang sebenarnya, jika hasil tersebut dianggap telah sempurna maka diteruskan dengan pembuatan karya yang sesungguhnya (diproduksi), proses seperti ini biasanya dilalui terutama dalam pembuatan karya-karya yang bersifat murni. Hal ini sejalan dengan pendapat Hadi (2003: 24,29,40) menterjemahkan, metode tersebut meliputi: eksplorasi, improvisasi, dan forming (pembentukan). Langkah-langkah penciptaan karya seni patung secara intuisi holistik dapat dijabarkan dalam langkah pengembaraan jiwa, pengamatan lapangan, dan penggalian sumber referensi & informasi, untuk menemukan tema atau berbagai persoalan yang memerlukan pemecahan. Penggalian landasan teori, sumber dan referensi serta acuan visual. Usaha ini untuk memperoleh data material, alat, teknik, konstruksi, bentuk dan unsur estetis, aspek filosofi dan fungsi sosial kultural serta estimasi keunggulan pemecahan masalah yang ditawarkan. Perancanagn untuk menuangkan ide atau gagasan dari deskripsi verbal hasil analisis ke dalam bentuk visual dalam batas rancanagn dua dimensional. Hal yang menjadi pertimbangan dalam tahap ini meliputi aspek material, teknik, proses, metode, konstruksi, keseimbangan, bentuk, unsur estetis, gaya, filosofi, pesan makna, opini karya ke depan. Realisasi rancangan atau desain terpilih menjadi realitas visual. Perwujudan realisasi rancangan kadalam karya nyata/ visual sampai finishing karya patung. Melakukan evaluasi terhadap hasil dari perwujudan. Hal ini bisa dilakukan dalam bentuk pameran/response dari masyarakat, dengan maksud untuk mengkritisi pencapaian kualitas karya seni patung, menyangkut segi fisik dan non-fisik, sebagai ungkapan pribadi/ murni, yang kekuatannya terletak pada kesuksesan (Benve Hoakana Pendidikan dan Pengembangan Keseniow Edisi 140 Juni 2015 | 28 y Pendidikan Seni ( mengemas segi spirit, ruh, dan jiwa keseniannya, termasuk penuangan wujud fisik, makna, dan pesan sosial kultural yang dikandungnya. Paradigma, Pendekatan, dan Teori Paradigma memiliki cakupan yang luas, baik dalam dunia ilmiah maupun non-ilmiah, maka pembicaraan ini hanya membatasi perkembangannya dalam dunia ilmiah. Paradigma adalah cara pandang berpikir terhadap sesuatu. Oleh Ritzer (dalam Salim 2006:63), seseorang yang memiliki paradigma berarti akan memiliki dasar-dasar pokok pemahaman akan sebuah objek penciptaan tertentu. Dalam kasus seni rupa, paradigma bisa berupa pengetahuan, konsep-konsep seni seperti modern, posmodern, positivisme maupun kritisisme, serta akumulasi pengetahuan dan pengalaman estetik dan artistik. Ketika paradigma ditentukan sejak awal, maka akan berpengaruh terhadap pendekatan yang akan digunakan. Paradigma dengan demikian mendahului, mengkondisikan seniman, ke arah mana pendekatan penciptaan diarahkan, dan bagaimana teori, metode, teknik dan proses selanjutnya. Pendekatan adalah sama dengan metode, yakni sebuah jalan atau cara dalam menggapai sesuatu. Pendekatan lebih bersifat abstrak daripada metode namun tingkatannya di bawah paradigma. Pada pendekatanlah sebuah metode-metode dapat dioperasionalkan. Objek penciptaan karya seni patung akan ditemukan dari subjek-subjek realitas tersebut. Subjek penciptaan adalah sebuah realitas eksternal maupun internal yang dijadikan inspirasi utama. Hasil momentum estetik dari subjek penciptaan utama tersebut kemudian disinkronkan dengan subjek-subjek lainnya atau realitas lainnya yang dapat meliputi kondisi internal, kondisi eksternal, acuan teoretik, dan acuan visual untuk melahirkan tema atau ide secara lebih matang. Tema yang dihasilkan tersebutlah yang merupakan objek penciptaan untuk dan akan divisualkan ke dalam karya. Sinkronisasi keempat subjek tersebut merupakan sebuah aktivitas yang saling berkait, menyatu, dan tidak terpisahkan. Menurut Sumardjo (2000:73-75) tahapan tersebut dapat dimaknai sebagai objektivikasi. Hasil sinkronisasi atau objektivikasi tersebut. sebelum diekspresikan terlebih dahulu dijadikan objek, diatur, dikelola, dan diendapkan sehingga akhirnya dapat menjadi pengalaman universal. Perasaan sebelum diekspresikan adalah sebuah kualitas emosi individu yang telah berjarak dengan seniman atau diobjektivikasi untuk dapat dihayati penikmat. Berparadigma berarti mensinkronkan keempat subjek tersebut yang meliputi kondisi internal, kondisi eksternal, acuan teoretik, dan acuan visual. Pertama, kondisi internal merupakan aspek bekal yang utama dalam penentuan ide. Kondisi internal meliputi kondisi psikologis, kepribadian, dan karakter-karakter 29 | Edisi 140 Juni 2015 Wahona Pencitiben dane wagon Kesenton [BenDe ) Pendidikan Seni ( estetik personal. Seniman yang berparadigma dari muatan kondisi insternal ini biasanya menghasilkan seni otonom bukan untuk melayani kepentingan lain. Kedua, kondisi eksternal yang turut juga mempengaruhi paradigma penciptaan meliputi persoalan politik, sosial, dan budaya di luar diri seniman. Atas dasar itu, biasanya banyak seniman yang lebih bereaksi adaptif dengan memilih atau menetapkan karya yang berjenis simbolik dengan mengaitkan persoalan- persoalan tersebut. Kelengkapan data lapangan. Sesuai apa yang dikatakan Gustami (2004:13-15) untuk mendapatkan ide yang matang perlu pengamatan lapangan. Data lapangan terkadang juga dapat menjadi sumber inspirasi karena kekhasannya dalam tampilan visual maupun emosi yang terekspresikan secara alami tersebut. Dengan meluluhkan empati, seniman akan masuk ke realitas tersebut sehingga terjadi proses penghayatan dan penyelaman yang lebih mendalam. Hasilnya adalah sebuah rasa-rasa khas yang menggetarkan. Pada dasarnya, proses ini tidak hanya dilakukan dalam sekejap namun telah menjadi endapan akibat rutinitas pengalaman sehari-hari seniman terhadap alam tersebut. Namun untuk meneguhkan dan meyakini kembali terkadang seseorang seniman harus mengamati secara langsung, agak lama, dan secara periodik. Penggalian data pustaka untuk komparasi, penguatan, sekaligus dapat juga sebagai penolakan atas keberadaan suatu teori. Harapannya, bentuk visualisasi yang berbeda dan otentik semakin besar peluangnya karena telah terpetakan. Kemudian penguatan, jika karya yang dicipta berusaha menggunakan teori tersebut sebagai landasan penciptaan. Karya ini lebih mengintensifkan keunggulan suatu kriteria estetik dari teori tersebut. Begitu juga, terdapat proses kreatif yang berusaha melakukan penolakan atas teori. Hal demikianlah yang melahirkan bentuk-bentuk seni avant garde. Teori merupakan kumpulan konsep yang sewaktu-waktu berubah sedangkan pandangan hidup seseorang relatif sangat sulit untuk berubah. Oleh karena itu, penggunaan teori sifatnya sementara sedangkan paradigma akan relatif lebih lama. Proses kreatif seni yang dilakukan intuitif dan metodis juga tetap berlandaskan pada teori. Namun penggunaannya sangat menyesuaikan dan mempertimbangkan aspek paradigma, lalu pendekatan terlebin dahulu. Penelusuran teori tersebut dilakukan secara integratif antara proses memahami, menafsirkan teori sambil merelasikan, mensinkronkan bahkan mengkomparasikan dengan paradigma awal. Keberadaan teori tersebut terkadang difungsikan sebagai tumpuan utama dan juga penolakan dalam proses karya. Dapat sebagai verifikasi atas langkah- langkah yang metodis dan dapat juga sebagai main frame atau koridor untuk meretas jalan atau langkah yang lebih baru dan kreatif. Bahkan juga hanya sebatas stimulus melahirkan tipologi langkah yang lebih individual. Tujuannya (Benve Hoakana Pendidikan dan Pengembangan Keseniow Edisi 140 Juni 2015 | 30 y Pendidikan Seni ( agar dapat terselip kesadaran akan gagasan gaya, bentuk, dan cara pengungkapkan subject matter secara unik dan otentik. Dalam pengertian yang lebih luas, metode dianggap sebagai cara-cara, strategi untuk memecahkan suatu masalah (Ratna 2009:34). Ketika ekspresi sebagai bentuk pengungkapan perasaan atau pernyataan terdalam ke dalam wujud yang bisa diamati maka proses pewujudannya membutuhkan metode dan teknik (Hospers 1982:192). Jika dalam penelitian teori berkaitan dengan data skunder, maka metode dan teknik lebih berurusan dengan material dan alat berkarya. Dalam konteks inilah, para intelektual seni sering menganggap ada metode yang bersifat metodis dan non-metodis (intuitif) dalam penciptaan seni rupa. Metodis adalah proses kreatif yang dilakukan melalui seperangkat alat dan cara-cara yang terukur. Seniman melakukannya mulai dari research lapangan, meramu data, dan akhirnya menyimpulkan, hingga ada anggapan bahwa metodis adalah yang lebih banyak menggunakan kekuatan pikir. Metodis seringkali dipadankan dengan kerja logika. Kerja logika biasanya hasilnya lebih matematis dan cenderung formalistik (Widagdo 2006). Proses nonmetodis adalah langkah penciptaan yang tanpa mempertimbangkan berbagai hal prosedural tetapi lebih berdasarkan pada intuisi semata-mata. Dalam proses eksternalisasi perasaan, penguasaan kualitas medium dan intuisi merupakan faktor penting. Proses intuitif tersebut adalah sebuah langkah yang sudah memasuki wilayah tataran praktikal atau mikro. Namun dalam tataran makro, yaitu dalam posisi metodologis secara keseluruhan, yakni sebuah konsep dalam berproses yang telah memasuki wilayah operasional. Secara khusus, intuitif berada dalam tingkat metode. Dalam penelitian, metode adalah cara-cara memperoleh kebenaran yang dalam pelaksanaannya telah memasuki wilayah operasional. Hawkins (dalam Gustami 2004:13-15) menjelaskan bahwa metode penciptaan terdiri atas tahapan penciptaan berupa: (1) eksplorasi ide, (2) improvisasi/eksperimentasi, dan (3) pewujudan. Dalam konteks ini, intuitif sebenarnya telah berada dalam wilayah improvisasi/ eksperimentasi dan pewujudan. Dalam tataran kerja intuitif meskipun mengandalkan pada kekuatan emosi untuk mencapainya diperlukan proses pengalaman estetik atau artistik yang cukup intens. la lebih menggunakan dimensi rasa. Seseorang yang telah melakukan proses eksplorasi akan lebih terasah intuitifnya. Kesemuanya memerlukan waktu kerja eksplorasi yang cukup. Untuk menentukan berhenti atau selesainya sebuah pewujudan karya semacam ini adalah sulit karena tidak ada kriteria objektif. Berbeda dengan karya metodis yang jelas ukurannya. Untuk menentukan selesai dan tidaknya sebuah karya metodis sudah ada kriteria formalitas yang telah ditentukan sebelumnya. Dengan demikian, dalam setiap 31 | Edisi 140 Juni 2015 Wahona Pencitiben dane wagon Kesenton [BenDe ) Pendidikan Seni ( proses pekerjaannya sangat atau relatif dapat mendekati sesuai apa yang diharapkan. Ada pedoman atau acuan yang harus dipenuhi. Berbeda jika berkarya secara intuisi, pengalaman artistik saat berkarya dan pengalaman estetik dalam mengamati karyakarya sebelumnya adalah penentu selesai dan tidaknya sebuah karya tersebut. Oleh Hospers (1982:198), penentu tersebut adalah final artistic intuitions. Maka kemungkinan selesainya karya bisa terjadi secara tiba-tiba di awal, tengah atau akhir proses dari sesuatu yang diidealkan. Dengan demikian, parameter untuk menentukan mana pilihan yang terbaik, sekali lagi adalah melalui penajaman intusi dan kepekaan atau sensitivitas yang tinggi terhadap karya. Oleh karena itu, seniman kategori ini melakukannya secara empati maupun dengan cara menjaga distance terhadap karya agar objektivitas tetap terjaga. Selanjutnya, proses intuitif dalam penciptaan karya juga tidak serta merta. Intuitif hanya pada tataran proses kerja. Proses kerja adalah sebuah alat atau piranti keras karena langsung bersentuhan dengan material, bahan, dan alat secara fisik. Bagaimana pun, intuitif dilakukan setelah melalui proses metodologis yang lain. Secara sadar maupun tidak sadar, seniman telah menggunakan paradigma, pendekatan, teori dalam menetapkan subjek dan objek penciptaan. Alat tersebut adalah perangkat lunak karena merupakan piranti lunak yang bekerja dalam tataran abstrak. Berpedoman pada perangkat tersebutlah, metode intuitif kemudian melakukan eksplorasi teknik dan material. Dengan demikian, kerja intuitif tetap menggunakan perangkat kerja yang bersifat teoretik dan praktis serta melalui langkah-langkah yang argumentatif dan logis. Pencarian data-data sekaligus penemuan-penemuan artsitik dilakukan secara berulang-ulang. Kemungkinan berhasil dan tidaknya terkadang sili berganti. Oleh karena itu, proses intuitif lebih mirip metode trial and error. Secara keseluruhan, metode intuitif benar-benar mengintegrasikan antara improvisasi dan pewujudan dalam satu kegiatan yang berjalan seiringan. Improvisasi sebagai bentuk perancangan benar-benar ditiadakan. Proses pencarian atau eksplorasi bentuk potensial dan pewujudan menjadi satu kegiatan yang mengandalkan intuitif. Prinsip lainnya yang digunakan sebagai pedoman penciptaan adalah spontanitas dan nonformalistik. Dengan demikian, pemilihan karya yang sesuai dan tidak sesuai hanya dapat dilakukan setelah semua proses selesai secara total. Tahap semacam ini menyangkut pencarian bentuk terbaik dengan menciptakan alternatif-alternatif pilihan visualisasi atas representasi ide yang telah terpilih sebelumnya. Oleh karena itu, pewujudan dengan tingkat kuantitas yang banyak adalah syarat mutlak untuk mendapatkan karya yangterbaik. Teknik Dalam penciptaan seni rupa baik yang intuitif maupun yang metodis, akan dituntut teknik. Teknik berasal dari kata tekhnikos, bahasa Yunani yang berarti seni menggunakan alat. Sebagai perangkat, teknik lebih bersifat (Benve Hoakana Pendidikan dan Pengembangan Keseniow Edisi 140 Juni 2015 | 32 y Pendidikan Seni ( konkret karena secara fisikal langsung dapat diamati. Seseorang yang mengukir untuk memperoleh bentuk yang diinginkan akan menggunakan tatah yang bervariasi disertai teknik yang berbeda. Begitu pula, seseorang seniman dalam memegang kuas untuk membuat sunggingan pada wayang yang benar-benar bagus, maka dibutuhkan keterampilan teknis yang tinggi pula. Dengan demikian, teknik langsung berhubungan dengan material atau bahan, dan alat yang akan diolah. Secara ideal, teknik dalam kerja metodis berbeda dengan teknik dalam kerja intuitif. Praktiknya terkadang, dapat saling dipertukarkan untuk saling mendukung. Dalam metode yang metodis semua dilakukan perencanaan. Oleh karena itu, biasanya teknik yang dipakai mudah untuk dikendalikan, terukur, dan terkontrol. Dengan demikian, jika ada kesalahan dalam sebagian perjalanan kreatifnya dapat dilakukan pengubahan. Dalam kerja intuitif, terkadang sebuah gaya lukisan, misalnya abstrak ekspresionistik di samping sebagai gaya identitas karya juga dapat digunakan sebagai teknik pewujudan untuk menerjemahkan ide menjadi sebuah karya (Hospers 1982:135-138). Dalam posisi inilah perbedaan metode dan teknik akan jelas perbedaannya. Abstrak ekspresionistik sebenarnya lebih tepat sebagai metode karena sifatnya yang lebih abstrak. Di sana mengimplikasikan teknik yang spontan. Dalam penciptaan ini, teknik yang digunakan lebih bertumpu pada spontanitas. Spontanitas merupakan aspek yang melingkupi seluruh proses pewujudan karya, mulai awal sampai akhir. Kepekaan Intuisi Holistik Intuisi holistik dalam hal ini adalah serangkaian proses penciptaan seni patung yang meliputi beberapa tahapan penciptaan, dan sebagai langkah awal dari suatu penciptaan karya seni. Tahap ini termasuk berpikir, berimajinasi, merasakan dan merspon objek yang dijadikan sumber penciptaan; Improvisasi tahap ini memberikan kesempatan yang lebih besar bagi imajinasi, seleksi dan mencipta dari pada tahap eksplorasi. Karena dalam tahap improvisasi terdapat kebebasan yang baik, sehingga jumlah keterlibatan diri dapat ditingkatkan. Dalam tahap improvisasi memungkinkan untuk melakukan berbagai macam percobaan-percobaan (eksperimentasi) dengan berbagai seleksi material dan penemuan bentuk-bentuk artistik, untuk mencapai integritas dari hasil percobaan yang telah dilakukan. Forming (pembentukan), tahap ini adalah suatu proses perwujudan (eksekusi) dari berbagai percobaan yang telah dilakukan. Kebutuhan membuat komposisi tumbuh dari hasrat manusia untuk memberi bentuk terhadap sesuatu yang telah ditemukan. Tahap ini merupakan proses penyusunan dengan menggabungkan simbol-simbol yang dihasilkan dari berbagai percobaan yang berdasar atas pertimbangan kesatuan (unity), kerumitan (complexity), Kesungguhan (intensity), sebagai syarat dari karya seni 33 | Edisi 140 Juni 2015 Wahona Pencitiben dane wagon Kesenton [BenDe J Pendidikan Seni ( yang disebut indah. Sebuah karya disusun secara simbolik digunakan karena data-data yang akan dicermati berupa interpretasi, dan berupa simbol-simbol. Sedangkan metode penciptaan yang digunakan dalam penciptaan ini adalah menggunakan paradikma intuisi holistik, karena paradikma tersebut dapat dipakai sebagai rambu-rambu yang menuntun dan mengarahkan pola pikir, intuisi, dan pola tindak yang lebih sistimatis. Hal ini akan lebih mempermudah dalam kepekaan intuitif, sehingga langkah-langkah aplikasinya secara teknik, demikian juga dalam mengimplementasikan ide-ide dan tahapan penciptaan seni patung, sehingga persoalan-persoalan yang dilakukan dalam penciptaan ini dapat dideskripsikan dengan jelas serta dielaborasi secara optimal. Penutup Dari kenyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa proses kreatif yang bersifat intuisi adalah juga metodis. Setiap langkah penciptaannya mengikuti kerangka berfikir ilmiah yang bermula dari paradigma, pendekatan, metode, teknik, dan cara mengolah material. Terdapat metodologis yang jelas dan logis antara perumusan ide sampai pewujudannya. Kerja metodis dalam hal ini, tidak seketat apa yang ada dunia ilmu pengetahuan. Jika ilmu pengetahuan menganggap metodis adalah replicable dengan hasil yang benar-benar sama akurat ketika diulang, maka seni dalam praktiknya baik yang metodis maupun intuitif akan jelas sulit replicable seperti dalam ilmu pengetahuan karena adanya unsur ruh dan jiwa yang tidak akan bisa tetap. Berdasarkan hal-hal tersebut setidaknya, dapat disimpulkan mengenai persamaan antara proses kreatif intuitif dan metodis. Pertama, proses penciptaan yang menggunakan metode intuitif dan bekerja secara metodis termasuk kegiatan yang ilmiah karena dapat diuraikan setiap langkah yang telah dilakukan. Dapat diamati secara fisikal baik proses awal, tengah, maupun akhir, hingga dapat dilihat hasilnya. Kedua, tipikal metode tersebut pada dasarnya melewati prosedur tahapan ilmiah dari pencarian subjek dan objek penciptaan, pencarian landasan teoretik atau landasan dari pengalaman empirik berkarya, penggunaan metode yang diikuti teknik, dan cara mengolah material. Kesemuanya dilakukan dengan perangkat lunak yang meliputi paradigma, pendekatan, dan teori dan kemudian diaplikasikan oleh perangkat keras yang berupa metode, teknik, dan cara itu sendiri. Atas beberapa pernyataan tersebut, maka penciptaan yang bermetodologis sebenarnya akan turut pula membantu dalam peningkatan bobot estetiknya. Metodologi penciptaan dan kepekaan intuisi holistik dapat digunakan saling menjalin hubungangan yang tidak terpisahkan dan justru bukan untuk saling meminorkan karena keduanya memiliki kapasitas dan kekuatan yang sama pula. (BeENDE ‘Hoakana Pendtitiban dan Pengembangan Kesenian Edisi 140 Juni 2015 | 34 | KRITIK SENI Oleh : Eko Ompong PPPPTK Seni dan Budaya Yogyakarta A. Kritik Seni Kritik seni sebagai ilmu pengetahuan terdiri_atas kumpulan teori sebagai hasil pengkajian yang teliti oleh pakar estetika dan pakar teori seni. Pada dasarnya pengetahuan ini dikembangkan dari kenyataan di lapangan. Teori kritik seni mencangkup segala sesuatu yang berhubungan dengan persyaratan dan metodologi yang deperlukan dalam kegiatan mengapresiasi dan menilai karya seni. Pada prinsipnya ada dua pendekatan yang dilakukan untuk membangun teori kritik seni. 4. Berakar pada pendekatan filsafat metafisis yang melahirkan tipe kritik yang bersifat dogmatis. 2. Pendekatan empiric modern yang mengpergunakan data objektif sebagai bassis penilaian karya seni. (Osborne, 1995) Eksistensi kritik seni masih menjadi ajang perdebatan (Dewey, 1980; Stolnizt, 1971) Bahwa kritik seharusnya merupakan aktivitas evaluasi, karya seni adalah objek pengamatan estetik, kritik tidak perlu sampai pada penyimpulan nilai, penghakiman karena dengan deskripsi dan pembahasan yang lengkap sudah mencukupi bagi penangkapan makna estetis (Aschner,dkk. dalam Bangun, 2001:3) Kritik sebagai kajian rinci dan apresiatif dengan analisis yang logis dan argumentatif untuk menafsirkan karya seni. Aktivitas evaluasi kritik seni harus sampai pada pernyataan nilai baik dan buruk bahkan sampai penentuan kedudukan karya seni dalam konteks karya yang sejenis. (Kuspit, 1994) Aktivitas kritik merupakan seni tersendiri, artinya seorang kritikus adalah individu kreatif yang mengungkap makna seni. Kesimpulan yang dapat diambil dari pendapat para pakar adalah bahwa kritik seni adalah aktivitas pengkajian yang serius terhadap karya seni. Tujuan 35 | Edisi 140 Juni 2015 Hoakana Pendhiban dan Pengembangan Kesenian [BeNDE Sammlung Rasa 1. Pertanyaan dari salah satu peserta Sosialisasi PTEBT Jenjang Dasar (SD/MI) di Kabupaten Sidoarjo menanyakan revisi sertifikat apakah sudah dikirim? Jawaban dari Redaksi: Belum... .. mohon maaf ada keterlambatan, insya’alloh bulan Juni 2015, meluncur 2. Kapan, pak? Katanya ada rakor MGMP Seni Budaya SMP dan SMA? Jawaban dari Redaksi: Sabar, sambil menunggu peluncuran surat, tolong disebarluaskan ke MGMP Seni Budaya SMP dan SMA se Jatim, Insya’alloh dilaksanakan tanggal, 12s.d 16 Juni di Hotel Inna Bali / Denpasar. 3. Pak? Tolong pengiriman majalah Bende selanjutnya , khususnya untuk MGMP Seni Budaya SMA Kota Madiun ditujukan kepada Drs. Patrem Budi W,M.Pd alamat SMAN 6 Madiun JI. Abdul Rahman Saleh No.1 Kota Madiun Jawab dari Redaksi: Sangaaaaat, Okeeeeeeeeeeeee, Triminfonya » (BeNDE Foakana Pendidikan dan Pengembangan Keseniow Edisi 140 Juni 2015 | 84

Anda mungkin juga menyukai