Anda di halaman 1dari 17

Laporan Kasus

Astigma Miopia Compositus, Konjungtivitis Veneral ODS

Oleh:
Fransisca Febriana
11-2013-116

Pembimbing :
Dr. Vanessa Maximiliane Tina , Sp.M

Fakultas Kedokteran UKRIDA


Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata
Periode 20 Juli s/d 22 Agustus 2015
RS Family Medical Center (FMC), Sentul

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA


(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari/Tanggal Ujian/Prese ntasi Kasus : Mei 2015
SMF ILMU PENYAKIT MATA
Rumah Sakit Family Medical Center-Sentul
Tanda Tangan
Nama

: Fransisca Febriana

NIM

: 11-2013-116

Dr. Pembimbing

: dr. Vanessa M, Sp.M

...
-------------------

STATUS PASIEN
I.

II.

IDENTITAS
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Agama
Pekerjaan
Alamat
Tanggal Pemeriksaan

: An. ZA
: 11 tahun
: Laki-laki
: Islam
: Pelajar
: Jl. Aru D/5 No. 251 Rt. 07/07
: 21 Juli 2015

ANAMNESIS
Dilakukan Autoanamnesis dan Alloanamnesis pada tanggal 21 Juli 2015
Keluhan Utama:
Kaca mata yang dipakai terasa tidak nyaman
Keluhan Tambahan:
Kedua mata merah, terasa perih dan mengganjal
Riwayat Penyakit Sekarang:
Satu minggu sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan kaca mata yang ia
gunakan sudah tidak nyaman untuk melihat sehingga kepalanya sering terasa pusing.
Pasien mengatakan penglihatan sedikit buram meskipun sudah memakai kaca mata, hal
tersebut mulai dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Selain keluhat tersebut, ibu pasien
mengatakan mata pasien sering merah dan pasien sering mengucek-ngucek matanya sejak

beberapa bulan yang lalu. Pasien mengatakan matanya sering gatal dan berair sejak
beberapa bulang yang lalu. Pasien merasakan hal tersebut dirasakan terutama saat pagi
dan siang hari terutama saat terkena angin dan sinar matahari. Keluahan pandangan
kabur, demam, nyeri kepala hebat, mual dan muntah disangkal oleh pasien
Setengah tahun sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh kabur pada mata kiri. Mata
kabur perlahan lahan dan kabur saat melihat jauh.Pasien juga merasa seperti ada lendir
dimata dan terasa mengganjal. Ada gatal dan perih pada mata kiri. Pasien mengaku mata
perih bila terkena debu, angin dan AC. Pasien mengaku matanya sering dikucek-kucek
kalau perih.Riwayat mata merah disangkal oleh pasien.
Riwayat penggunaan kacamata juga disangkal oleh pasien. Pasien menggunakan
Insto dan tetes mata Xitrol untuk keluhan matanya. Pasien mengaku gatal yang
dialaminya hilang setelah diberi Xitrol. Riwayat hipertensi, alergi dan diabetes disangkal
oleh pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu
a. Umum
- Asthma
- Hipertensi
- Diabetes Melitus
- Stroke
- Alergi

: tidak ada
: tidak ada
: tidak ada
: tidak ada
: tidak ada

b. Mata
- Riwayat sakit mata sebelumnya
- Riwayat penggunaan kaca mata
- Riwayat operasi mata
- Riwayat trauma mata sebelumnya
Riwayat Penyakit Keluarga:
Penyakit mata serupa : tidak ada
Penyakit mata lainnya : tidak ada
Asthma
: tidak ada
Diabetes
: tidak ada
Glaukoma
: tidak ada
Alergi
: tidak ada
Hipertensi
: ada (ibu pasien)

: tidak ada
:tidak ada
: tidak ada
: tidak ada

Riwayat Kebiasaan:
Pasien sering mengendarai motor di siang hari dengan memakai helm tetapi tidak
menutupi bagian mata.
III.

PEMERIKSAAN FISIK
A. STATUS GENERALIS
Keadaan Umum
: Baik
Kesadaran
: Compos Mentis
Tanda Vital : Tekanan Darah
: 130/90mmHg
Nadi
: 90 x/menit
Respirasi
: 22 x/menit
Suhu
: 36.7oC
Kepala/leher

: Pembesaran KGB tidak ada

Thorax, Jantung

: dalam batas normal

Paru

: dalam batas normal

Abdomen

: dalam batas normal

Ekstremitas

: dalam batas normal

B. STATUS OPTHALMOLOGIS
KETERANGAN
1. VISUS
Visus
Koreksi
Addisi
Distansi pupil
Kacamata Lama

OD
0,6 ph 1,0
-

2. KEDUDUKAN BOLA MATA


Eksoftalmos
Tidak ada
Enoftalmos
Tidak ada
Deviasi
Tidak ada
Gerakan Bola Mata
Bebas ke segala arah
Strabismus
Tidak ada
Nistagmus
Tidak ada
3. SUPERSILIA
Warna
Simetris

Hitam
Simetris

OS
0,3 ph 0,7
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Bebas ke segala arah
Tidak ada
Tidak ada
Hitam
Simetris

4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR


Edema
Tidak ada
Nyeri tekan
Tidak ada
Ektropion
Tidak ada
Entropion
Tidak ada
Blefarospasme
Tidak ada
Trikiasis
Tidak ada
Sikatriks
Tidak ada
Ptosis
Tidak ada

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

5. KONJUNGTIVA SUPERIOR DAN INFERIOR


Hematoma
Tidak ada
Krepitasi
Tidak ada
Folikel
Tidak ada
Papil
Tidak ada
Sikatriks
Tidak ada
Anemis
Tidak ada
Lithiasis
Tidak ada
Korpus alienum
Tidak ada

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

6. KONJUNGTIVA BULBI
Sekret
Injeksi Konjungtiva
Injeksi Siliar
Pendarahan Subkonjungtiva

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Pterigium
Pinguekula
Nevus Pigmentosus
Kista Dermoid

Tidak ada
Ada
Tidak ada
Tidak ada

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada, menutupi sklera tapi tidak
melewati limbus
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

7. SKLERA
Warna
Ikterik

Putih
Tidak Ada

Putih
Tidak ada

8. KORNEA
Kejernihan
Permukaan
Sensibilitas
Infiltrat
Keratik Presipitat

Jernih
Rata
Baik
Tidak ada
Tidak ada

Jernih
Rata
Baik
Tidak ada
Tidak ada

Sikatriks
Ulkus
Perforasi
Arkus Senilis
Edema

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

9. BILIK MATA DEPAN


Kedalaman
Kejernihan
Hifema
Hipopion
Intraocular lense

Dalam
Jernih
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Dalam
Jernih
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

10. IRIS
Warna
Kripte
Sinekia

Coklat
Tidak ada

Coklat
Tidak ada

Koloboma

Tidak ada

Tidak ada

11. PUPIL
Letak
Bentuk
RAPD
Refleks Cahaya Langsung
Refleks Cahaya Tak Langsung

Ditengah
Bulat
+
+

Ditengah
Bulat
+
+

12. LENSA
Kejernihan
Letak
Shadow test

Jernih
Di tengah
Negatif

Jernih
Di tengah
negatif

13. PALPASI
Nyeri Tekan
Massa Tumor
TIO

Tidak ada
Tidak ada
Normal

Tidak ada
Tidak ada
Normal

IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak dilakukan.
V.

RESUME
Anamnesis
Setengah tahun sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh kabur pada mata kiri. Mata
kabur perlahan lahan dan kabur saat melihat jauh.Pasien juga merasa seperti ada lendir
dimata. Ada gatal dan perih pada mata kiri. Pasien mengaku mata perih bila terkena debu,
angin dan AC. Riwayat penggunaan kacamata juga disangkal oleh pasien.Pasien
menggunakan Insto dan tetes mata Xitrol untuk keluhan matanya. Riwayat hipertensi,
alergi dan diabetes disangkal oleh pasien.
Dari status oftalmologis didapatkan :
OD
0,6 ph 1,0
Tenang
Terdapat pinguekula

VI.

VII.

jaringan

Jernih
Kornea
Dalam
COA
Bulat, reflex cahaya Pupil

fibrovaskular
Jernih
Dalam
Bulat,
reflex

positif, RAPDSinekia (-)


Jernih
Normal
Bebas ke segala arah

positif, RAPD negatif


Sinekia (-)
Jernih
Normal
Bebas ke segala arah

Iris
Lensa
TIO
Gerakan bola mata

DIAGNOSIS KERJA
- Pterygium grade 1 OS
- Pingekuela OD
- Moderate dry eye
PEMERIKSAAN ANJURAN
-

IX.

OS
Visus
0,3 ph 0,7
Palpebra superior dan inferior Tenang
Konjungtiva bulbi
Tampak

PENATALAKSANAAN
C-lyter S6 gtt 1 ODS
C-mycos S1 gtt 1 ODS

cahaya

PROGNOSIS
Ad Vitam
Ad Fungsionam
Ad Sanationam

OCCULI DEXTRA (OD)


:Bonam
: Bonam
:Bonam

OCCULI SINISTRA (OS)


Bonam
Bonam
Bonam

Tinjauan Pustaka
Definisi Pterigium
Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat
degeneratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal
ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke kornea berbentuk segitiga dengan puncak di
bagian sentral atau di daerah kornea.Pterygium mudah meradang dan bila terjadi iritasi, akan
berwarna merah dapat mengenai kedua mata.1
Derajat pertumbuhan pterigium ditentukan berdasarkan bagian kornea yang tertutup oleh
pertumbuhan pterigium, dan dapat dibagi menjadi 4 (Gradasi klinis menurut Youngson) :

Derajat 1: Jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea

Derajat 2: Jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm melewati
kornea

Derajat 3: Jika pterigium sudah melebihi derajat dua tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata
dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar 3-4 mm)

Derajat 4: Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga mengganggu penglihatan.

Faktor Resiko

Faktor resiko yang mempengaruhi pterygium adalah lingkungan yakni radiasi ultraviolet
sinar matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di udara dan faktor herediter.2
1. Radiasi ultraviolet
Faktor resiko lingkungan yang utama timbulnya pterygium adalah paparan sinar
matahari. Sinar ultraviolet diabsorbsi kornea dan konjungtiva menghasilkan kerusakan sel
dan proliferasi sel. Letak lintang, lamanya waktu di luar rumah, penggunaan kacamata
dan topi juga merupakan faktor penting.

2. Faktor genetik
Beberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan pterygium dan
berdasarkan penelitian case control menunjukkan riwayat keluarga dengan pterygium,
kemungkinan diturunkan secara autosom dominan.
3. Faktor lain
Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer kornea merupakan
pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan terjadinya limbal defisiensi, dan saat ini
merupakan teori baru patogenesis dari pterygium. Yang juga menunjukkan adanya
pterygium angiogenesis factor dan penggunaan farmakoterapi antiangiogenesis sebagai
terapi. Debu, kelembapan yang rendah, dan trauma kecil dari bahan partikel tertentu, dry
eye dan virus papilloma juga penyebab dari pterygium.
Gejala Klinis

Pterygium biasanya terjadi secara bilateral, namun jarang terlihat simetris, karena kedua
mata mempunyai kemungkinan yang sama untuk kontak dengan sinar ultraviolet, debu dan
kekeringan. Kira-kira 90% terletak di daerah nasal karena daerah nasal konjungtiva secara relatif
mendapat sinar ultraviolet yang lebih banyak dibandingkan dengan bagian konjungtiva yang lain.
Selain secara langsung, bagian nasal konjungtiva juga mendapat sinar ultra violet secara tidak
langsung akibat pantulan dari hidung.
Pterygium yang terletak di nasal dan temporal dapat terjadi secara bersamaan walaupun
pterygium di daerah temporal jarang ditemukan. Perluasan pterygium dapat sampai ke medial
dan lateral limbus sehingga menutupi sumbu penglihatan dan menyebabkan penglihatan kabur.
Secara klinis muncul sebagai lipatan berbentuk segitiga pada konjungtiva yang meluas ke
kornea pada daerah fissura interpalpebra. Biasanya pada bagian nasal tetapi dapat juga terjadi
pada bagian temporal. Deposit besi dapat dijumpai pada bagian epitel kornea anterior dari kepala
pterygium (stokers line).
Gejala klinis pterygium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa keluhan
sama sekali (asimptomatik). Beberapa keluhan yang sering dialami pasien antara lain:3
a. Mata sering berair dan tampak merah
b. Merasa seperti ada benda asing
c. Timbul astigmatisme akibat kornea tertarik oleh pertumbuhan pterygium

d. Pada pterygium derajat 3 dan 4 dapat terjadi penurunan tajam penglihatan


e. Dapat terjadi diplopia sehingga menyebabkan terbatasnya pergerakan mata.
Diagnosis Banding
Pseudopterigium
Pertumbuhannya mirip dengan pterygium karena membentuk sudut miring atau Terriens
marginal degeneration. Selain itu, jaringan parut fibrovaskular yang timbul pada konjungtiva
bulbi pun menuju kornea. Namun berbeda dengan pterygium, pseudopterygium merupakan
akibat inflamasi permukaan okular sebelumnya seperti pada trauma, trauma kimia, konjungtivitis
sikatrikal, trauma bedah atau ulkus perifer kornea. Pada pseudopterigium yang tidak melekat
pada limbus kornea, maka probing dengan muscle hook dapat dengan mudah melewati bagian
bawah pseudopterigium pada limbus, sedangkan pada pterygium tak dapat dilakukan. Pada
pseudopteyigium tidak didapat bagian head, cap dan body dan pseudopterygium cenderung
keluar dari ruang interpalpebra fissure yang berbeda dengan true pterigium.4

Patofisiologi
Sinar ultraviolet, angin, dan debu dapat mengiritasi permukaan mata, hal ini akan
mengganggu proses regenerasi jaringan konjungtiva dan diganti dengan pertumbuhan berlebih
dari jaringan fibrous yang mengandung pembuluh darah. Pertumbuhan ini biasanya progresif dan
melibatkan sel-sel kornea sehingga menyebabkan timbulnya pterigium. Radiasi sinat termasuk
sinar atau cahaya tampak dan sinar ultraviolet yang tidak tampak itu sangat berbahaya bisa
mengenai bagian tubuh. Permukaan luar mata diliputi oleh lapisan sel yang disebut epitel. Epitel
pada mata lebih sensitif dibanding dengan epitel bagian tubuh lain khususnya terhadap respon
kerusakan jaringan akibat paparan ultraviolet karena epitel pada lapisan mata tidak mempunyai
lapisan luar yang disebut keratin. Jika sel-sel epitel dan membran dasar terpapar oleh ultraviolet
secara berlebihan maka radiasi tersebut akan merangsang pelepasan enzim yang akan merusak
jaringan dan menghasilkan faktor pertumbuhan yang akan menstimulasi pertumbuhan jaringan
baru. Jaringan baru yang tumbuh ini akan menebal dari konjungtiva dan menjalar ke arah kornea.

Kadar enzim tiap individu berbeda, hal inilah yang menyebabkan terdapatnya perbedaan respon
tiap individu terhadap paparan radiasi ultraviolet yang mengenainya.
Ditemukan epitel konjungtiva ireguler, kadang-kadang berubah menjadi epitel gepeng
berlapis. Pada puncak pterigium, epitel kornea meninggi dan pada daerah ini membran Bowman
menghilang. Terdapat degenerasi stroma yang berproliferasi sebagai jaringan granulasi yang
penuh pembuluh darah. Degenerasi ini menyebuk ke dalam kornea serta merusak membran
Bowman dan stroma kornea bagian atas. Pterigium juga dapat muncul sebagai degenerasi stroma
konjungtiva dengan penggantian oleh serat elastis yang tebal dan berliku-liku. Fibroblas aktif
pada ujung pterigium menginvasi lapisan Bowman kornea dan diganti dengan jaringan hialin dan
elastis. Pterigium sering muncul pada pembedahan. Lesi muncul sebagai luka fibrovaskuler yang
berasal dari daerah eksisi. Pterigium ini mungkin tidak ada hubungannya dengan radiasi sinar
ultraviolet, tetapi kadang dikaitkan dengan pertumbuhan keloid di kulit. Kondisi pterygium akan
terlihat dengan pembesaran bagian putih mata, menjadi merah dan meradang. Dalam beberapa
kasus, pertumbuhan bisa mengganggu proses cairan mata atau yang disebut dry eye syndrome.
Sekalipun jarang terjadi, namun pada kondisi lanjut atau apabila kelainan ini didiamkan lama
akan menyebabkan hilangnya penglihatan si penderita.

Epidemiologi
Kasus pterygium yang tersebar di seluruh dunia sangat bervariasi, tergantung pada lokasi
geografisnya, tetapi lebih banyak di daerah iklim panas dan kering. Faktor yang sering
mempengaruhi adalah daerah dekat ekuator. Prevalensi juga tinggi pada daerah berdebu dan
kering. Di Amerika Serikat, kasus pterigium sangat bervariasi tergantung pada lokasi
geografisnya. Di daratan Amerika serikat, Prevalensinya berkisar kurang dari 2% untuk daerah di
atas 40o lintang utara sampai 5-15% untuk daerah garis lintang 28-36o. Sebuah hubungan
terdapat antara peningkatan prevalensi dan daerah yang terkena paparan ultraviolet lebih tinggi
di bawah garis lintang. Sehingga dapat disimpulkan penurunan angka kejadian di lintang atas dan
peningkatan relatif angka kejadian di lintang bawah.
Di Indonesia yang melintas di bawah garis khatuliswa, kasus-kasus pterygium cukup
sering didapati. Apalagi karena faktor risikonya adalah paparan sinar matahari (UVA & UVB),

dan bisa dipengaruhi juga oleh paparan alergen, iritasi berulang (misal karena debu atau
kekeringan). Insiden tertinggi pterygium terjadi pada pasien dengan rentang umur 20 49 tahun.
Pasien dibawah umur 15 tahun jarang terjadi pterygium. Rekuren lebih sering terjadi pada pasien
yang usia muda dibandingkan dengan pasien usia tua. Laki-laki lebih beresiko 2 kali daripada
perempuan.
Terapi
Konservatif
Pada pterigium yang ringan tidak perlu di obati. Untuk pterigium derajat 1-2 yang mengalami
inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata kombinasi antibiotik dan steroid 3 kali sehari
selama 5-7 hari. Diperhatikan juga bahwa penggunaan kortikosteroid tidak dibenarkan pada
penderita dengan tekanan intraokular tinggi atau mengalami kelainan pada kornea.5
Bedah
Pada pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah berupa avulsi pterigium. Sedapat mungkin
setelah avulsi pterigium maka bagian konjungtiva bekas pterigium tersebut ditutupi dengan
cangkok konjungtiva yang diambil dari konjugntiva bagian superior untuk menurunkan angka
kekambuhan. Tujuan utama pengangkatan pterigium yaitu memberikan hasil yang baik secara
kosmetik, mengupayakan komplikasi seminimal mngkin, angka kekambuhan yang rendah.
Penggunaan Mitomycin C (MMC) sebaiknya hanya pada kasus pterigium yang rekuren,
mengingat komplikasi dari pemakaian MMC juga cukup berat.5
Indikasi operasi
1.Pterigium yang menjalar ke kornea sampai lebih 3 mm dari limbus
2.Pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi pupil
3.Pterigium yang sering memberikan keluhan mata merah, berair dan silau karena
astigmatismus
4.Kosmetik, terutama untuk penderita wanita
Teknik pembedahan

Tantangan utama dari terapi pembedahan pterigium adalah kekambuhan, dibuktikan


dengan pertumbuhan fibrovascular di limbus ke kornea. Banyak teknik bedah telah digunakan,
meskipun tidak ada yang diterima secara universal karena tingkat kekambuhan yang
variabel. Terlepas dari teknik yang digunakan, eksisi pterigium adalah langkah pertama untuk
perbaikan. Banyak dokter mata lebih memilih untuk memisahkan ujung pterigium dari kornea
yang mendasarinya. Keuntungan termasuk epithelisasi yang lebih cepat, jaringan parut yang
minimal dan halus dari permukaan kornea.5
Teknik bare sclera
Melibatkan eksisi kepala dan tubuh pterygium, sementara memungkinkan sclera untuk
epitelisasi. Tingkat kekambuhan tinggi, antara 24 persen dan 89 persen, telah didokumentasikan
dalam berbagai laporan.
Teknik autograft konjungtiva
Memiliki tingkat kekambuhan dilaporkan serendah 2 persen dan setinggi 40 persen pada
beberapa studi prospektif. Prosedur ini melibatkan pengambilan autograft, biasanya dari
konjungtiva bulbar superotemporal, dan dijahit di atas sclera yang telah di eksisi pterygium
tersebut. Komplikasi jarang terjadi, dan untuk hasil yang optimal ditekankan pentingnya
pembedahan secara hati-hati jaringan Tenon's dari graft konjungtiva dan penerima, manipulasi
minimal jaringan dan orientasi akurat dari grafttersebut. Lawrence W. Hirst, MBBS, dari
Australia merekomendasikan menggunakan sayatan besar untuk eksisi pterygium dan telah
dilaporkan angka kekambuhan sangat rendah dengan teknik ini.
Cangkok membran amnion
Mencangkok membran amnion juga telah digunakan untuk mencegah kekambuhan
pterigium. Meskipun keuntungkan dari penggunaan membran amnion ini belum teridentifikasi,
sebagian besar peneliti telah menyatakan bahwa itu adalah membran amnion berisi faktor
penting untuk menghambat peradangan dan fibrosis dan epithelialisai.Sayangnya, tingkat
kekambuhan sangat beragam pada studi yang ada, diantara 2,6 persen dan 10,7 persen untuk
pterygia primer dan setinggi 37,5 persen untuk kekambuhan pterygia. Sebuah keuntungan dari
teknik ini selama autograft konjungtiva adalah pelestarian bulbar konjungtiva. Membran Amnion

biasanya ditempatkan di atas sklera , dengan membran basal menghadap ke atas dan stroma
menghadap ke bawah. Beberapa studi terbaru telah menganjurkan penggunaan lem fibrin untuk
membantu cangkok membran amnion menempel jaringan episcleral dibawahnya. Lem fibrin
juga telah digunakan dalam autografts konjungtiva.
Komplikasi
Komplikasi dari pterigium meliputi sebagai berikut:6
a.
b.
c.
d.
e.

Gangguan penglihatan
Mata kemerahan
Iritasi
Gangguan pergerakan bola mata.
Timbul jaringan parut kronis dari konjungtiva dan kornea

f. Pada pasien yang belum di eksisi terjadi distorsi dan penglihatan sentral
berkurang
g. Timbul jaringan parut pada otot rektus medial yang dapat menyebabkan diplopia
h. Dry Eye sindrom
i. Keganasan epitel pada jaringan epitel di atas pterigium
Komplikasi post-operatif bisa sebagai berikut:
a. Rekurensi
b. Infeksi
c. Perforasi korneosklera
d. Jahitan graft terbuka hingga terjadi pembengkakkan dan perdarahan
e. Korneoscleral dellen
f. Granuloma konjungtiva
g. Epithelial inclusion cysts
h. Conjungtiva scar
i. Adanya jaringan parut di kornea
j. Disinsersi otot rektus
Yang paling sering dari komplikasi bedah pterigium adalah kekambuhan. Eksisi bedah memiliki
angka kekambuhan yang tinggi, sekitar 50-80%. Angka ini bisa dikurangi sekitar 5-15% dengan
penggunaan autograft dari konjungtiva atau transplant membran amnion pada saat eksisi
Pencegahan

Pada penduduk di daerah tropik yang bekerja di luar rumah seperti nelayan, petani yang
banyak kontak dengan debu dan sinar ultraviolet dianjurkan memakai kacamata pelindung sinar
matahari
Prognosis
Pterigium adalah suatu neoplasma yang benigna. Umumnya prognosis baik. Kekambuhan
dapat dicegah dengan kombinasi operasi dan sitotastik tetes mata atau beta radiasi.Penglihatan
dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik. Rasa tidak nyaman pada hari pertama
postoperasi dapat ditoleransi. Sebagian besar pasien dapat beraktivitas kembali setelah 48 jam
postoperasi. Pasien dengan rekuren pterygium dapat dilakukan eksisi ulang dengan conjungtiva
autograft atau transplantasi membran amnion. Umumnya rekurensi terjadi pada 3-6 bulan
pertama setelah operasi.Pasien dengan resiko tinggi timbulnya pterygium seperti riwayat
keluarga atau karena terpapar sinar matahari yang lama dianjurkan memakai kacamata sunblock
dan mengurangi intensitas terpapar sinar matahari
Pinguekula
Bentuknya kecil dan meninggi, merupakan massa kekuningan berbatasan dengan limbus
pada konjungtiva bulbi di fissura intrapalpebra dan kadang terinflamasi. Tindakan eksisi tidak
diindikasikan pada kelainan ini. Prevalensi dan insiden meningkat dengan meningkatnya umur.
Pingecuela sering pada iklim sedang dan iklim tropis. Angka kejadian sama pada laki laki dan
perempuan. Paparan sinar ultraviolet bukan faktor resiko pinguecula. Pinguekula merupakan
degenerasi hialin jaringan submukosa konjungtiva. Pembuluh darah tidak masuk ke dalam
pinguekula akan tetapi bila meradang atau terjadi iritasi, maka sekitar bercak degenerasi ini akan
terlihat pembuluh darah yang melebar.
Pada pinguekula tidak diperlukan pengobatan, akan tetapi bila terlihat adanya tanda
peradangan (penguekulitis) dapat diberikan obat-obat antiradang.1
Dry Eye Syndrome
Sindrom mata kering biasanya diakibatkan oleh penurunan produksi air mata maupun
penguapan air mata yang berlebihan. Sindrom ini dijumpai pada 10-15% orang dewasa. Ketika
terjadi penguapan berlebihan, lapisan film air mata menjadi relatif kurang stabil sehingga fungsi

air mata untuk membasahi permukaan mata menjadi kurang optimal. Sindrom mata kering
diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya menjadi mata kering karena kekurangan air mata dan
karena penguapan berlebihan yang sering terjadi pada disfungsi kelenjar meibom. Keluhan
pasien dengan sindrom mata kering dapat berupa iritasi ringan sampai rasa terbakar, mata terasa
kering seperti ada pasir dan fotofobia. Gejala-gejala tersebut cenderung memburuk menjelang
sore hari setelah mata terpapar sinar dalam jangka waktu lama, atau ketika mata terpapar pada
lingkungan yang kurang kondusif yaitu pada kondisi kelembapan rendah dan pada ruangan berAC.3
Temuan klinis dapat bervariasi mulai dari ringan dengan iritasi permukaan mata sangat
sedikit hingga berat yang disertai dengan iritasi yang sering mengancam kebutaan.Pada stadium
lanjut, kornea akan mengalami kalsifikasi terutama apabila berkaitan dengan pengobatan topical
misalnya pengobatan anti glaucoma, dan keratinisasi kornea dan konjungtiva. Tanda-tanda yang
sering dijumpai antara lain adalah dilatasi pembuluh darah konjungtiva bulbi, permukaan kornea
yang tidak rata, dan adanya peningkatan debris pada air mata.3
Penatalaksanaan sindrom mata kering sangat tergantung dari tingkat keparahan. Pada
kasus-kasus yang ringan, hanya diperlukan air mata buatan, diberikan sebanyak 4 kali sehari.
Selain itu kompres hangat, pijat kelopak mata dan pemakaian salep pelumas saat tidur juga
membantu mengatasi mata kering yang ringan.Pada kasus dengan tingkat keparahan sedang, air
mata buatan diberikan mulai 4 kali sehari hingga setiap jam. Selaian pemakaian salep pelumas
saat tidur, dianjurkan untuk menutup saluran pembuangan air mata sebelah bawah dengan
penutup yang dapat dilepas. Kasus sindrom kekeringan air mata berat membutuhkan
penatalaksannan seperti kasus ringan sampai sedang ditambah dengan tarsorapi, lensa kontak,
dan pengaturan kelembaban ruangan, sampai penggunaan imunosupresan misalnya Siklosporin
A.3
Daftar Pustaka
1. Ilyas S ,Yulianti SR.Ilmu penyakit mata.Edisi 4.Jakarta:FKUI;2013.h 116-8
2. Pendit BU, Susanto D. Oftalmologi umum vaughan & asbury.Edisi 17.Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2012.
3. Suhardjo, Hartono.Ilmu kesehatan mata.Yogyakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah mada;2012.
4. Ilyas HS. Ilmu penyakit mata. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.

5. Aminlari

A,

Singh

R,

Liang

D.

Management

of

Pterygium.

Diunduh

dari

http://www.aao.org/aao/publications /eyenet /201011/ pearls.cfm?. 2015


6. Fisher JP, Trattler WB. Pterygium. Diunduh dari :http://emedicine.medscape.com/ article/
1192527-overview. 2015

Anda mungkin juga menyukai