Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit dengan vektor nyamuk (mosquito
borne disease) yang paling penting di seluruh dunia terutama di daerah tropis dan subtropis.
Penyakit ini mempunyai spektrum klinis dari asimptomatis, undifferentiated febrile illness,
demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD), mencakup manifestasi paling
berat yaitu sindrom syok dengue (dengue shock syndrome/DSS).1
Infeksi virus dengue disebabkan oleh virus genus Flavivirus, family Flaviridiae,
mempunyai 4 jenis serotype yaitu DEN-1, DEN-2. DEN-3, dan DEN-4, melalui perantara
nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Keempat serotype dengue terdapat di
Indonesia, DEN-3 merupakan serotype dominan dan banyak berhubungan dengan kasus
berat, diikuti serotype DEN-2.
Pada saat ini jumlah kasus masih tinggi rata- rata 10-25 per 100.000 penduduk, namun
angka kematian telah menurun bermakna <2%. Umur terbanyak yang terkena infeksi dengue
adalah kelompok umur 4-10 tahun, walaupun makin banyak kelompok umur lebih tua.
Spektrum klinis infeksi dengue dapat dibahagi menjadi (1) gejala klinis paling ringan tanpa
gejala (silent dengue infection). (2) demam dengue (DD). (3) demam berdarah dengue (DBD)
dan(4) demam berdarah dengue disertai syok (sindrom syok dengue/DSS).2
Tujuan
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui dan memahami lebih dalam tentang
demam berdarah dengue (DBD), mengetahui manifestasi klinis dari DBD,mengetahui cara
mendiagnosis dan mengetahui macam-macam derajat DBD, dan mengetahui penatalaksanan
dari DBD.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Demam Berdarah Dengue
Demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot
dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopeniadan
diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.
Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang
ditandai oleh renjatan/syok.2
Epidemiologi Demam Berdarah Dengue
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Karibia.
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden
DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan pernah
meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998,
sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.
Pada tahun 1950an, hanya sembilan negara yang dilaporkan merupakan endemi
infeksi dengue, saat ini endemi dengue dilaporkan terjadi di 112 negara di seluruh dunia.
World Health Organization (WHO) memperkirakan lebih dari 2,5 milyar penduduk berisiko
menderita infeksi dengue. Setiap tahunnya dilaporkan terjadi 100 juta kasus demam dengue
dan setengah juta kasus demam berdarah dengue terjadi di seluruh dunia dan 90% penderita
demam berdarah dengue ini adalah anak-anak dibawah usia 15 tahun. 1 Walaupun demikian
tidaklah benar jika dikatakan DD/DBD adalah penyakit pada anak, pada saat kejadian luar
biasa (KLB) tahun 2004 di enam rumah sakit di DKI Jakarta tercatat lebih dari 75% kasus
DD/DBD adalah dewasa.

Tingkat mortalitas di sebagian besar negara di Asia Tenggara

mengalami penurunan dan saat ini berada dibawah 1%, walaupun di beberapa negara masih
diatas 4% akibat penanganan yang terlambat.1

Gambar 1. Insiden rata-rata setiap propinsi saat terjadi KLB Dengue tahun 2004
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama A.
aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi
lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang
berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya). Beberapa
faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu :
a. Vektor : perkembang biakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di lingkungan,
transportasi vektor dilingkungan, transportasi vektor dai satu tempat ke tempat lain;
b. Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap
nyamuk, usia dan jenis kelamin;
c. Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.2
Etiologi Demam Berdarah Dengue
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan
diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 106.
Terdapat 4 serotipe virus tipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue keempat
serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat
reaksi silang antara serotype dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese
encephalitis dan West Nile virus.3
Virus dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes dari subgenus Stegomya. Aedes aegypty
merupakan vektor epidemik yang paling penting disamping spesies lainnya seperti Aedes
3

albopictus, Aedes polynesiensis yang merupakan vektor sekunder dan epidemi yang
ditimbulkannya tidak seberat yang diakibatkan Aedes aegypty.4

Gambar 2. Profil nyamuk Aedes dibandingkan nyamuk anopheles dan culex


Patofisiologi Demam Berdarah Dengue
Patofisiologi yang terpenting dan menentukan derajat penyakit ialah adanya
perembesan plasma dan kelainan hemostasis yang akan bermanifestasi sebagai peningkatan
hematokrit dan trombositopenia. Adanya perembesan plasma ini membedakan demam
dengue dan demam berdarah dengue.5
Hingga saat ini patofisiologi DD/DBD masih belum jelas. 3

Beberapa teori dan

hipotesis yang dikenal untuk mempelajari patofisiologi infeksi dengue ialah:


1. Teori virulensi virus

6. Teori endotoksin

2. Teori imunopatologi

7. Teori limfosit

3. Teori antigen antibodi

8. Teori trombosit endotel

4. Teori infection enchancing antibody

9. Teori apoptosis. 5

5. Teori mediator

Sejak tahun 1950an, dari pengamatan epidemiologis, klinis dan laboratoris muncul teori
infeksi sekunder oleh virus lain berturutan, teori antigen antibodi dan aktivasi komplemen,
dari sini berkembang menjadi teori infection enhancing antibody kemudian muncul peran
endotoksemia dan limfosit T. 5

Gambar 3. Teori secondary heterologous infection yang pertama kali dipublikasikan oleh
Suvatte,1977 dan pernah dianut untuk menjelaskan patofisiologi DD/DBD
Diantara teori-teori dan hipotesis patofisiologi infeksi dengue, teori enhancing
antibody dan teori virulensi virus merupakan teori yang paling penting untuk dipahami. 6
Teori secondary heterologous infection, dimana infeksi kedua dari serotipe berbeda
dapat memicu DBD berat, berdasarkan data epidemiologi dan hasil laboratorium hanya
berlaku pada anak berumur diatas 1 tahun. Pada pemeriksaan uji HI, DBD berat pada anak
dibawah 1 tahun ternyata merupakan infeksi primer. Gejala klinis terjadi akibat adanya Ig G
anti dengue dari ibu. Dari observasi ini, diduga kuat adanya antibodi virus dengue dan sel T
memori berperan penting dalam patofisiologi DBD. 6
Teori enhancing antibody/ the immune enhancement theory
Teori ini dikembangkan Halstead tahun 1970an. Beliau mengajukan dasar
imunopatologi DBD/DSS akibat adanya antibodi non-neutralisasi heterotrpik selama
5

perjalanan infeksi sekunder yang menyebabkan peningkatan jumlah sel mononuklear yang
terinfeksi virus dengue. Berdasarkan data epidemiologi dan studi in vitro, teori ini saat ini
dikenal sebagai antibody dependent enhancement (ADE) yang dianut untuk menjelaskan
patogenesis DBD/DSS. Hipotesis ini juga mendukung bahwa pasien yang menderita infeksi
sekunder dengan serotipe virus dengue heterolog memiliki risiko lebih tinggi mengalami
DBD dan DSS. 1
Menurut teori ADE ini, saat pertama digigit nyamuk Aedes aegypty, virus DEN akan
masuk dalam sirkulasi dan terjadi 3 mekanisme yaitu :
-

Mekanisme aferen dimana virus DEN melekat pada monosit melalui reseptor Fc dan
masuk dalam monosit

Mekanisme eferen dimana monosit terinfeksi menyebar ke hati, limpa dan sumsum
tulang (terjadi viremia).

Mekanisme efektor dimana monosit terinfeksi ini berinteraksi dengan berbagai sistem
humoral dan memicu pengeluaran subtansi inflamasi (sistem komplemen), sitokin dan
tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan mengaktivasi faktor
koagulasi.6

Antibodi IgG yang terbentuk dari infeksi dengue terdiri dari:


-

Antibodi yang menghambat replikasi virus (antibodi netralisasi)

Antibodi yang memacu replikasi virus dalam monosit (infection enhancing


antibody).6
Antibodi non netralisasi yang dibentuk pada infeksi primer akan menyebabkan

kompleks imun infeksi sekunder yang menghambat replikasi virus. Teori ini pula yang
mendasari bahwa infeksi virus dengue oleh serotipe berlainan akan cenderung lebih berat.
Penelitian in vitro menunjukkan jika kompleks antibodi non netralisasi dan dengue
ditambahkan dalam monosit akan terjadi opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel terinfeksi
sedangkan virus tetap hidup dan berkembang. Artinya antibodi non netralisasi mempermudah
monosit terinfeksi sehingga penyakit cenderung lebih berat.6

Gambar 4. Teori secondary heterologous infection


Hipotesis ADE ini telah mengalami beberapa modifikasi yang mencakup respon imun
meliputi limfosit T dan kaskade sitokin. Rothman dan Ennis (1999) menjelaskan bahwa
kebocoran plasma (plasma leakage) pada infeksi sekunder dengue terjadi akibat efek
sinergistik dari IFN-, TNF- dan protein kompleman teraktivasi pada sel endotelial di
seluruh tubuh.1
Hipotesis ADE dijelaskan sebagai berikut; antibodi dengue mengikat virus
membentuk kompleks antibodi non netralisasi-virus dan berikatan pada reseptor Fc monosit
(makrofag). Antigen virus dipresentasikan oleh sel terinfeksi ini melalui antigen MHC
memicu limfosit T (CD4 dan CD 8) sehingga terjadi pelepasan sitokin (IFN-) yang
mengaktivasi sel lain termasuk makrofag sehingga terjadi up-regulation pada reseptor Fc dan
ekspresi MHC. Rangkaian reaksi ini memicu imunopatologi sehingga faktor lain seperti
aktivasi komplemen, aktivasi platelet, produksi sitokin (TNF, IL-1,IL-6) akan menyebabkan
eksaserbasi kaskade inflamasi.

Gambar 5. Respon imun pada infeksi virus dengue terhadap pencegahan infeksi dan
patogenesis DBD/DSS6

Tabel 1. Peran sitokin dan mediator kimiawi dalam patogenesis DBD6


Manifestasi Klinis
Demam berdarah dengue ditandai oleh 4 manifestasi klinis yaitu demam tinggi,
perdarahan, terutama perdarahan kulit, hepatomegali, dan kegagalan peredaran darah
(circulatory failure). Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan
membedakan DBD dengan DD ialah peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah ,
menurunnya volume plasma, trombositopenia, dan diathesis hemoragik. Perbedaan gejala
antara DBD dengan DD tertera pada tabel.
Demam Dengue
++
+++
+
++
++
++
+
+
++
+
0
0
+
++++
0

Gejala Klinis
Nyeri Kepala
Muntah
Mual
Nyeri otot
Ruam kulit
Diare
Batuk
Pilek
Limfadenopati
Kejang
Kesadaran menurun
Obstipasi
Uji Tourniquet positif
Petekiae
Perdarahan saluran cerna

Demam Berdarah Dengue


+
++
+
+
+
+
+
+
+
+
++
+
++
+++
+
8

++
Hepatomegali
+++
+
Nyeri perut
+++
++
Trombositopenia
++++
0
Syok
+++
Keterangan : (+) 25%, (++) 50%, (+++) 75%, (++++)100%
Tabel 2. Gejala Klinis Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue
Pada DBD terdapat perdarahan kulit, uji tourniquet positif , memar, dan perdarahan
pada tempat pengambilan darah vena. Petekiae halus yang tersebar di anggota gerak, muka,
aksila seringkali ditemukan pada masa dini demam. Harus diingat juga bahwa perdarahan
dapat terjadi disetiap organ tubuh. Eistakis dan perdarahan ginjal jarang dijumpai, sedangkan
perdarahan saluran pencernaan hebat lebih jarang lagi dan biasanya timbul setelah renjatan
yang tidak dapat diatasi. Perdarahan lain, seperti perdarahan subkonjuntiva kadang-kadang
ditemukan. Pada masa konvalesens seringkali ditemuakn eriema pada telapak tangan atau
telapak kaki.1,2

Demam
DBD didahului oleh demam mendadak disertai oleh gejala klinik yang tidak spesifik
seperti anoreksia, lemah, nyeri pungggung, tulang , sendi, kepala. Demam sebagai gejala
utama terdapat pada semua kasus. Lama demam sebelum dirawat berkisar antara 2-7 hari.
Alasan orang tua membawa anaknya berobat oleh karena khawatir akan keadaan anak
yang demam, menjadi gelisa dan teraba dingin pada kaki dan tangan, gejala-gejala ini
sebenarnya mencerminkan keadaan presyok atau oleh karena keadaan demam dan
manifestasi perdarahan di kulit menjadi nyata.2

Gambar 6. Kurva suhu pada demam berdarah dengue, saat suhu reda keadaan klinis
pasien memburuk (syok)

Manifestasi Perdarahan

Uji tourniquet sebagai manifestasi perdarahan kulit paling ringan dapat dinilai sebagai uji
presumtif oleh karena uji ini positif pada hari-hari pertama demam. Didaerah endemis
DBD, uji tourniquet merupakan pemeriksaan penunjang presumtif bagi diagnosis DBD
apabila dilakukan pada yang menderita demam lebih dari 2 hari tanpa sebab yang jelas .
Uji tourniquet seyogyanya dilakukansesuai dengan ketentuan WHO. Pemeriksaan
dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan darah anak. Selanjutnya diberikan tekanan
antara sistolik dan diastolic pada laat pengukur yang dipasang pada lengan di atas siku,
tekanan ini diusahakan menetap selama percobaan. Setelah dilakukan tekanan selama 5
menit, perhatikan timbulnya petekiae di bagian volar lengan bawah. Uji diyatakan positif
apabila pada satu inci persegi ( 2,8 x2,8 cm) didapat lebih dari 20 petekiae. Pada DBD,
uji tourniquet pada umumnya memberikan hasil postif. Pemeriksaan ini dapat
memeberikan hasil negatif atau positif lemah selama masa syok. Apabila pemeriksaan
diulangi setelah syok ditanggulangi, pada umumnya akan didapat hasil positif, bahkan

positif kuat.2
Pembesaran Hati
Hati yang membesar pada umumnya dapat diraba pada permulaan penyakit dan
pembesaran hati ini tidak sejajar dengan berat penyakut, nyeri tekan seringkali ditemukan
tanpa disertai ikterus. Hati pada anak berumur 4 tahun dan atau lebih dengan gizi baik
biasanya tidak dapat diraba. Kewaspadaan perlu ditingkatkan apabia semula hati ini tidak
teraba kemudian selama perawatan membesar dan atau pada saat masuk rumah sakit hati
sudah teraba kemudian selama

perawatan

menjadi lebih bear dan kenyal, hal ini

merupakan tanda terjadinya syok.2


Syok
Manifestasi syok pada anak terdiri atas:
1. Kulit pucat, dingin, dan lembab terutama pad ujung jari kaki, tangan, dan hidung
sedangkan kuku menjadi biru. Hal ini disebabkan oleh disebabkan oleh sirkulasi yang
insufisen yang menyebabkan peninggian aktivitas simpatikus secara reflex.
2. Anak yang semula rewel, cengeng dan gelisah lambat laun kesadarnnya menurun
menjadi apatis, spoor, dan koma. Hal ini disebabkan kegagalan sirkualsi serbral.
3. Perubahan nadi, baik frekuensi maupun aplitudonya. Nadi menjadi cepat dan lembut
sampai tidak dapat diraba oleh karena kolap sirkulasi.
4. Tekanan nadi menurun sampai 20mmHg atau kurang
5. Tekanan sistolik pada anak menurun menjadi 80mmHg atau kurang
6. Oliguria sampai anuria karena menurunnya perfusi darah yang meliputi arteri renalis.1

Sindrom Dengue Syok

10

Pada DBD syok, setelah demam berlangsung selama beberapa hari keadaan umum tibatiba memburuk, hal ini biasanya terjadi pada saat atau setelah demam menurun yaitu di
antara hari sakit ke 3-7. Hal ini dapat diterangkan dengan hipotesis reaksi imunologis (the
immunological enhancement). Pada sebagian besar kasus ditemukan tanda kegagalan
peredaran darah, kulit teraba lembab dan dingin, sianosis sekitar mulut, nadi menjadi cepat
dan lembut. Anak tampak lesu, gelisah dan secara masuk dalam fase syok. Pasien seirngkali
mengeluh nyeri d idaerah perut sesaat sebelum syok. Fabie (1966) mengemukakan bahwa
nyeri perut hebat seringkali mendahului perdarahan gastrointestinal. Nyeri di daerah
retrosternal tanpa sebab yang jelas dapat memberikan petunjuk adanya perdarahan
gastrointestinal yang hebat. Syok yang terjadi selama periode demam biasanya mempunyai
prognosis buruk.
Di samping kegagalan sirkulasi, syok ditandai oleh nadi lambat, cepat, kecil sampai
tidak dapat diraba . Tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHgatau kurang dan tekanan
sistolik menurun sampai 80 mmHg atau lebih rendah. Syok harus segera diobati, apabila
terlambat pasien dapat mengalami syok berat (profound syok). Tekanan darah tidak dapat
diukur dan nadi tidak dapat diraba. Tatalaksana syok yang tidak adekuat akan menimbulkan
kmplikasi asidosis metabolic. Hipksia, perdarahan gastrointestinal hebat dengan prognosis
buruk. Sebaliknya denganpengobatan yang tepat (termausk kasus syok berat) segera terjadi
masa penyembuhan dengan cepat. Pasien membaik dalam 2-3 hari. Selera makan yang
membaik merupakan petunjuk prognosis baik.

11

Gambar 7. Kelainan utama pada DBD, gambaran skematis kebocoran plasma pada DBD
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi .
Jumlah trombosit <100.000/uL ditemukam antara hari sakit ke 3-7. Peningkatan kadar
hematokrit merupakan bukti adanya kebocoran plasma, walau dpaat terjadi pula pada kasus
derajata ringan meskipun tidak sehebat dalam keadaan syok. Hasil laboratorium lain yang
sering ditemukan

hipoproteinemia, hoponatremia, kadar transaminase serum dan urea

nitrogen darah meningkat . Pada beberapa kasus ditemukan asidosis metabolic. Jumlah
leukosit bervariasi antara leucopenia dan leukositosis. Kadang-kadang ditemukan
albuminuria ringan yang bersifat sementara.1
Diagnosis
Kriteria diagnostik Demam Berdarah Dengue (DBD)
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal ini di bawah ini
dipenuhi :7
Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
-

Uji bendung positif


Petekie, ekimosis, atau purpura
Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), perdarahan dari

tempat lain
Hematemesis atau melena.

Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul).


Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut :
-

Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis

kelamin
Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan

nilai hematokrit sebelumnya


Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.

Dari keterangan di atas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD adalah pada
DBD ditemukan adanya kebocoran plasma. (WHO, 1997)7

12

DD/DB

Derajat

D
DD

DBD

DBD

DBD

DBD

II

III

IV

Gejala

Laboratorium

Demam disertai 2 atau lebih

Leukopenia

tanda: sakit kepala, nyeri retro-

Trombositopenia,

orbital, mialgia, artralgia

tidak ditemukan bukti

Gejala diatas ditambah uji

kebocoran plasma
Trombositopenia

bendung positif

(<100.000/l), bukti

Gejala diatas ditambah dengan

ada kebocoran plasma


Trombositopenia

perdarahan spontan

(<100.000/l), bukti

Gejala di atas ditambah

ada kebocoran plasma


Trombositopenia

kegagalan sirkulasi (kulit

(<100.000/l), bukti

dingin dan lembap serta

ada kebocoran plasma

gelisah)
Syok berat disertai dengan

Trombositopenia

tekanan darah dan nadi tidak

(<100.000/l), bukti

Serologi
dengue
positif

terukur
ada kebocoran plasma
Derajat III dan IV juga disebut sindrom syok dengue (SSD)
Tabel 3. Klasifikasi derajat panyakit infeksi virus dengue7

Gambar 8. Spektrum Klinis DD dan DBD


Pemeriksaan Penunjang
-

Laboratorium

13

Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam
dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan
hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relative disertai gambaran limfosit
plasma biru.
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun
deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reserve Transcriptase
Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis
yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap dengue berupa antibody total, IgM
maupun IgG. Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain :
o Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis
relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15%
dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat.
o Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia ( 100.000/Ul) pada hari ke 3-8.
o Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan
hematokrit 20% dari hematokrit awal (hemokonsentrasi) , umumnya dimulai pada
hari ke-3 demam.
o Hemostasis: Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada
o
o
o
o
o

keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.


Protein/albumin: Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat.
Ureum, Kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.
Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
Golongan darah: dan cross macth (uji cocok serasi): bila akan diberikan transfusi

darah atau komponen darah.7


o Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.
- IgM: terdeksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang
-

setelah 60-90 hari.


IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi

sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.


Uji serologis, uji hemaglutinasi inhibisi dilakukan saat fase akut dan fase
konvalesen:2
Infeksi primer, serum akut < 1: 20, serum konvalesens naik 4x atau lebih naum

tidak melebihi 1:1280.


Infeksi sekunder, serum akut < 1:20 , konvalesens 1: 2560 atau serum akut

1:20 , konvalesens naik 4x atau lebih.


Persangkaan infeksi sekunder yang baru terjadi (presumptive secondary
infection) serum akut 1:1280, serum konvalesens dapat lebih besar atau sama.
14

o Uji III: Dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari
perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.

Gambar 9. Respon imun terhadap infeksi dengue


-

Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan foto dada, dilakukan atas indikasi (1) dalam klinis ragu-ragu, namun
perlu diingat bahwa terdapat kelainan radiologis pada perembesan plasma 20-40% , (2)
pemantauan klinis sebagai pedoman pemberian cairan.2
Kelainan radiologi, dilatasi pembuluh darah paru terutama daerah hilus kanan,
hemitoraks kanan lebih radioopak dibandingkan hemitoraks kiri, kubah diafragma kanan
lebi tinggi lebih tinggi dari pada kanan dan efusi pleura.
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi
apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua
hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus
kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula
dideteksi dengan pemeriksaan USG.7

Diagnosis Banding
Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian klinis dengan demam
tifoid, campak, influenza, chikungunya dan leptospirosis.
Tatalaksana
Terapi infeksi virus dengue dibagi menjadi 4 bagian yaitu tersangka DD, Demam dengue
(DD), DBD derajat I dan II, DBD derajat III dan IV (DSS).2
DBD tanpa syok (derajat I dan II)
1. Medikamentosa
15

Antipiretik dapat diberikan , dianjurkan pemberian parasetamol bukan aspirin.


Diusahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya, antasid,

antiemetik) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati.


Kortikosteroid diberikan pada DBD ensefalopati, apabila terdapat perdarahan saluran

cerna kortikosteroid tidak diberikan


Antibiotik diberikan untuk DBD ensefalopati.

2. Suportif
- Mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler
-

dan perdarahan.
Kuncu=i keberhasilan terletak pada kemampuan untuk mengatasi masa peralihan dari

fase demam ke fase syok disebut time of fever differvesence dengan baik.
Cairan intravena diperlukan, apabila (I) anak terus menerus muntah, tidak mau
minum, demam tinggi, dehidrasi yang dapat mempercepat terjadinya syok, (2) nilai
hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala.

DBD disertai syok (Sindrom Syok Dengue, derajat III dan IV)2
-

Penggantian volume plasma segera, cairan intravena karutan Ringer Laktat 10-20
ml/kgbb secara bolus diberikan dalam waktu 30 menit. Apabila syok belum teratasi tetap
berikan ringer laktat 20 ml/kgbb ditambah koloid 20-30 ml/kgbb/jam, maksimal 1500

ml/hari.
Pemberian cairan 10 ml/kgbb/jam tetap diberikan 1-4 jam pasca syok. Volume cairan
diturunkan menjadi 7 ml/kgbb/jam, selanjutnya 5 ml, dan 3 ml apabila tanda vital dan

diuresis baik.
Jumlah urin 1 ml/kgbb/jam merupakan indikasi bahawa sirkulasi membaik
Pada umumnya, cairan tidak perlu diberikan lagi 48 jam setelah syok teratasi.
Oksigen 2-4 l/menit pada DBD syok.
Koreksi asidosis metaabolik dan elektrolit pada DBD syok.
Indikasi pemberian darah:
Terdapat perdarahan secara klinis:2
-

Setelah pemberian cairan kristaloid dan koloid, syok menetap, hematokrit turun,

diduga telah terjadi perdarahan, berikan darah segar 10 ml/kgbb.


Apabila kadar hematokrit tetap >40 vol %, maka berikan darah dalam volume kecil.
Plasma segar beku dan suspensi trombosit berguna untuk koreksi gangguan
koagulopati atau koagulasi intravaskular desiminata (KID) pada syok berat yang

menimbulkan perdarahan masif.


Pemberian transfusi suspensi trombosit pada KID harus selalu disertai plasma segar
(berisi faktor koagulasi yang diperlukan), untuk mencegah perdarahn lebih hebat.
16

Indikasi rawat2

17

18

Pemantauan
19

Pemantauan tanda klinis, apakah syok telah teratasi dengan baik, adakah pembesaran
hati, tanda perdarahan saluran cerna, tanda ensefalopati, harus dimonitor dan dievaluasi untuk
menilai hasil pengobatan. Kadar hemoglobin, hematokrit dan trombosit tiap 6 jam, minimal
tiap 12 jam. Balans cairan, catat jumlah cairan yang masuk, diuresis ditampung, dan junmlah
perdarahan. Pada DBD syok, lakukan cross match untuk persiapan transfusi darah apabila
diperlukan.2
Faktor risiko terjadinya komplikasi2
-

Ensefalopati dengue: dapat terjadi pada DBD dengan syok ataupun tanpa syok.
Kelainan ginjal: akibat syok berkepanjangan dapat terjadi gagal ginjal akut.
Edem paru: seringkali terjadi akibat overloading cairan

Kriteria memulangkan pasien2


-

Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik


Nafsu makan membaik
Secara klinis tampak perbaikan
Hematokrit stabil
Tiga hari setelah syok teratasi
Jumlah trombosit >50.000/ml
Tidak dijumpai distress pernapasan

Pencegahan
-

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)


a. Melakukan metode 3 M (menguras, Menutup dan Menyingkirkan tempat
perindukan nyamuk) minimal 1 x seminggu bagi tiap keluarga
b. 100% tempat penampungan air sukar dikuras diberi abate tiap 3 bulan
c. ABJ (angka bebas jentik) diharapkan mencapai 95%

Foging Focus dan Foging Masal


d. Foging fokus dilakukan 2 siklus dengan radius 200 m dengan selang waktu 1
minggu
e. Foging masal dilakukan 2 siklus diseluruh wilayah suspek KLB dalam jangka
waktu 1 bulan
f. Obat yang dipakai : Malation 96EC atau Fendona 30EC dengan menggunakan
Swing Fog

20

Gambar 10. Kegiatan foging


-

Penyelidikan Epidemiologi
g. Dilakukan petugas puskesmas yang terlatih dalam waktu 3x24 jam setelah
menerima laporan kasus
h. Hasil dicatat sebagai dasar tindak lanjut penanggulangan kasus

Penyuluhan perorangan/kelompok untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.

Kemitraan untuk sosialisasi penanggulangan DBD.9

BAB IV

21

PENUTUP
Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit dengan vektor nyamuk
(mosquito borne disease) yang paling penting di seluruh dunia terutama di daerah tropis
dan subtropis. Penyakit ini mempunyai spektrum klinis dari asimptomatis, undifferentiated
febrile illness, demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD), mencakup
manifestasi paling berat yaitu sindrom syok dengue (dengue shock syndrome/DSS).
Infeksi virus dengue disebabkan oleh virus genus Flavivirus, family Flaviridiae,
mempunyai 4 jenis serotype yaitu DEN-1, DEN-2. DEN-3, dan DEN-4, melalui perantara
nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Keempat serotype dengue terdapat di
Indonesia, DEN-3 merupakan serotype dominan dan banyak berhubungan dengan kasus
berat, diikuti serotype DEN-2.
Gejala utama demam berdarah dengue (DBD) adalah demam, pendarahan,hepatomegali
dan syok. Kriteria diagnosis terdiri dari kriteria klinis dan kriteria laboratoris. Dua kriteria
klinis ditambah trombosipenia dan peningkatan hmatokrit cukup untuk menegakkan
diagnosis demam berdarah dengue. Penatalaksanaan demam berdarah dengue bersifat
simptomatif yaitu mengobati gejala penyerta dan suportif yaitu mengganti cairan yang hilang.
Dalam menegakkan diagnosis dan memberikan pengobatan yang tepat, pemahaman
mengenai perjalanan infeksi virus dengue harus dikuasai dengan baik. Pemantauan klinis dan
laboratoris berkala merupakan kunci tatalaksanan DBD. Akhirnya dalam menegakkan
diagnosis dan memberikan pengobatan pada kasus DBD perlu disesuaikan dengan kondisi
pasien. Penanganan yang cepat tepat dan akurat akan dapat memberikan prognosis yang lebih
baik.

BAB V

22

DAFTAR PUSTAKA
1. Setiabudi D. Evalution of Clinical Pattern and Pathogenesis of Dengue Haemorrhagic
Fever. Dalam : Garna H, Nataprawira HMD, Alam A, penyunting. Proceedings Book 13 th
National Congress of Child Health. KONIKA XIII. Bandung, July 4-7, 2005. h. 3292. Pudjadi A.H., Hegar B. Dan Handryastuti S.Pedoman pelayanan medis. Penerbit: Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Palembang, 2009, hal. 142-9.
3. Halstead, SB. Dengue Fever and dengue haemorhagic fever. Dalam: Behrman RE,
Kliegman RM, Jenson HB. Penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke17.philadelphia; 2004.h. 1092-4.
4. World Health Organization Regional Office for South East Asia. Prevention and Control
of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever : Comprehensive Guidelines. New Delhi :
WHO.1999
5. Sutaryo. Perkembangan Patogenesis Demam Berdarah Dengue. Dalam : Hadinegoro
SRS, Satari HI, penyunting. Demam Berdarah Dengue: Naskah Lengkap Pelatihan bagi
Dokter Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam tatalaksana Kasus
DBD. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2004.h.32-43
6. Hadinegoro SRS. Imunopatogenesis Demam Berdarah Dengue.

Dalam : Akib Aap,

Tumbelaka AR, Matondang CS, penyunting. Naskah Lengkap Pendidikan Kedokteran


Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLIV. Pendekatan Imunologis Berbagai Penyakit
Alergi dan Infeksi. Jakarta 30-31 Juli 2001. h. 41-55
7. World Health Organization. Dengue Haemorrhagic Fever. Diagnosis treatment,
prevention, and control. Edisi ke-2. WHO; 1997.
8. Samsi TK. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue di RS Sumber Waras. Cermin
Dunia Kedokteran 2000; 126 : 5-13
9. Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta. Standar Penanggulan Penyakit DBD. Edisi 1
Volume 2. Jakarta :Dinas Kesehatan 2002.

23

Anda mungkin juga menyukai