Anda di halaman 1dari 62

LAPORAN KASUS

STROKE NON HEMORAGIK

Pembimbing:
Dr. Tugas Ratmono, Sp S
Disusun Oleh:
Kenzo Adhi Wiranata
1220221111

KEPANITERAAN DEPARTEMEN SARAF RSPAD GATOT


SOEBROTO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
JAKARTA
2014

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus mengenai
STROKE NON HEMORAGIC. Tujuan penulisan laporan kasus ini ialah untuk
memenuhi salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik bagian Neurologi di
RSPAD Gatot Subroto, Jakarta.
Dalam kesempatan ini perkenakanlah penulis untuk menyampaikan
ucapan terima kasih kepada Dr. Tugas Ratmono, Sp.S sebagai pembimbing.
Dari kesempurnaan serta masih banyak terdapat kekurangan. Penulis
berharap semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca
serta perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang kedokteran.

Jakarta,

Februari 2014

Penulis

Pendahuluan
2

Stroke (CVD) merupakan salah satu sumber penyebab gangguan otak pada usia
puncak produktif dan sebagai penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung dan
keganasan.

(1)

Disamping itu stroke adalah penyebab kecacatan yg utama.Dengan

majunya dunia kedokteran dan bertambah baiknya pelayanan kesehatan serta ditunjang
oleh perbaikan sosio ekonomi, maka terjadi usia harapan hidup menjadi meningkat.
Dengan demikian praktis insiden stroke akan meningkat. (2)
Stroke adalah suatu kelainan neurologis (lumpuh separuh badan, kesemutan/baal
separuh

badan,

gangguan

bicara,

gangguan

menelan,

gangguan

penglihatan,

sempoyongan, dll) yang datangnya secara mendadak, tiba-tiba, sebagai akibat


kelainan/gangguan pada pembuluh darah otak (pendarahan oleh karena pecah pembuluh
darah, penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah). Dimana gejala-gejala tadi
muncul tergantung daerah otak yg terganggu. (2)
Stroke adalah serangan otak yang merupakan kegawatdaruratan medik yang
harus ditangani secara cepat, tepat dan cermat.Antisipasi medis yang cepat, tepat serta
cermat akan dapat menyelamatkan penderita dari kematian serta dapat mengurangi
angka kecacatan.Untuk mengantisipasi medis secara cepat, tepat dan cermat; harus dapat
mengenal gejala dan tanda awal stroke, sehingga segera dapat menegakkan diagnosis
stroke secara benar.
Untuk itulah dibuat presentasi kasus stroke iskemik akut agar dapat dijadikan
pembelajaran dan pembahasan yang bermanfaat.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................... 2
PENDAHULUAN......................................................................................... 3
DAFTAR ISI................................................................................................. 4
BAB I : LAPORAN KASUS........................................................................ 5
BAB II : ANALISA KASUS........................................................................ 29
BAB III : TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 71

BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
1. Nama
2. Umur
3. Jenis kelamin
4. Pekerjaan
5. Agama
6. Status pernikahan
7. Suku bangsa
8. Tanggal masuk
9. Dirawat yang ke
10. Tanggal pemeriksaan

: Tn. N
: 74 tahun
: Laki-laki
: Serma
: ISLAM
: Menikah
: Jawa
: 24 Februari 2014
: Pertama
: 25 Februari 2014

B. ANAMNESA
Dilakukan autoanamnesa pada tanggal 25 Februari 2014
1. Keluhan utama
Sulit membuka mulut
2. Keluhan tambahan
Bicara pelo, sulit mengunyah, sulit menelan dan sakit kepala
3. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan sulit membuka mulut dan menutup
mulut sejak 2 hari SMRS, disertai dengan bibir mencong ke kiri. Keluhan
terjadi secara tiba tiba saat pasien sedang makan dan baru yang pertama
kalinya. Pasien juga mengeluh sulit berbicara / pelo. Pasien juga
mengeluhkan bahwa badannya lemas namun tangan dan kakinya masih
bisa di gerakan. Selain itu pasien mengeluh sakit kepala, sakit kepala
dirasakan seperti ditusuk-tusuk terus menerus yang menjalar dari
belakang kepala ke arah depan. Pasien juga mengeluhkan perutnya sakit
seperti melilit-lilit sejak 2 hari SMRS. Keluhan dirasakan terus menerus
dan pasien mengaku sulit untuk BAB.
Pasien tidak langsung di bawa ke rumah sakit, oleh keluarganya
pasien beristirahat di rumah. Keesokan harinya Setelah dirasakan keluhan

semakin memberat kemudian pasien memeriksakan ke dokter dan


diberikan 5 macam obat namun tidak tau namanya. Keesokan harinya
keluhan masih juga belum berkurang lalu pasien dibawa ke RSPAD, pada
saat di UGD pasien masih sadar. Sekarang pasien perawatan hari ke 6 di
unit stroke dengan keluhan yang masih sama.
Demam disangkal, kejang disangkal, pingsan disangkal, penglihatan
kabur / ganda disangkal, baal disangkal gangguan pendengaran disangkal,
gangguan BAK disangkal, riwayat trauma disangkal. Pasien mempunyai
kebiasaan merokok dan minum kopi.
Riwayat penyakit dahulu
Hipertensi
: (+) tidak terkontrol
Diabetes Militus : disangkal
Sakit jantung
: disangkal
Trauma kepala : disangkal
Kegemukan
:(-)
4. Riwayat penyakit keluarga
Disangkal
5. Riwayat kelahiran / pertumbuhan / perkembangan
Kelainan kelahiran / pertumbuhan / perkembangan disangkal.
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status generalis
a. Keadaan umum : tampak sakit sedang
b. Gizi
: Normoweight
BB = 56 kg TB = 165 cm IMB = 20.56 Kg/m2
c. Tanda vital:
Tekanan darah kanan : 170/100 mmHg
Tekanan darah kiri
: 170/100 mmHg
Nadi kanan
: 80 x/menit
Nadi kiri
: 80 x/menitt
Pernafasan
: 20 x/menit
Suhu
: 36,4oC
d. Limfanodi
: tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
e. Jantung
: bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
f. Paru
: bunyi nafas vesicular, ronki -/-, wheezing -/g. Abdomen
: sedikit distensi, terdapat bekas luka operasi
dahulu, bunyi timpani pada lapang abdomen,
bising usus normal.

h. Hepar
i. Lien
j. Ekstremitas

: tidak teraba pembesaran hepar


: tidak teraba pembesaran lien
: akral hangat, capillary refill time kurang dari 2
detik, edema (-), sianosis (-).

2. Status psikiatris
a. Tingkah laku
: wajar
b. Perasaan hati
: baik
c. Orientasi
: baik
d. Jalan fikiran
: baik
e. Daya ingat
: baik
3. Status neurologis
a. Kesadaran
: compos mentis, GCS 15 (E4M6V5)
b. Sikap tubuh
: berbaring terlentang
c. Cara berjalan
: tidak dapat dinilai
d. Gerakan abnormal
: tidak ada
e. Kepala
:
Bentuk
: normocephal
Simetris
: simetris
Pulsasi a.temporalis : teraba
Nyeri tekan
: tidak ada
f. Leher
:
Sikap
: normal
Gerakan
: bebas
Vertebrae
: dalam batas normal
Nyeri tekan
: tidak ada
Pulsasi a. carotis
: teraba
4. Gejala rangsang meningeal:
(kanan/kiri)
a. Kaku kuduk
: -/b. Laseque
: -/c. Kernig
: -/d. Brudzinsky I
: -/e. Brudzinsky II
: -/5. Syaraf kranialis:
a. Nervus I (N. olfactorius)
Daya penghidu: normosmia/ normosmia
b. Nervus II (N. opticus)
Ketajaman penglihatan: baik/ baik
Pengenalan warna
: baik/ baik
Lapang pandang
: tidak dilakukan
Funduskopi
: tidak dilakukan
c. Nervus III (N. occulomotorius/ trochlearis/ abdusens)
Ptosis
: -/ Strabismus
: -/-

Nistagmus
: -/Eksoftalmus : -/Enoptalmus : -/Gerakan bola mata:
- Lateral
: +/+
- Medial
: +/+
- Atas lateral
: +/+
- Atas medial
: +/+
- Bawah lateral
: +/+
- Bawah medial
: +/+
- Atas
: +/+
- Bawah
: +/+
- Gaze
: -/ Pupil:
- Ukuran pupil
: 3 mm/ 3mm
- Bentuk pupil
: bulat/ bulat
- Isokor/ anisokor
: isokor
- Posisi
: di tengah/ di tengah
- Refleks cahaya langsung
: +/+
- Refleks cahaya tidak langsung : +/+
- Refleks akomodasi/ konvergensi : +/+
d. Nervus V (N. trigeminus)
- Menggigit
: Kurang kuat
- Membuka mulut
: tidak maksimal
- Sensibilitas atas
: +/+
- Sensibilitas tengah : +/+
- Sensibilitas bawah
: +/+
- Refleks masseter
:- Refleks zigomatikus : tidak dilakukan
- Refleks kornea
: +/+
- Refleks bersin
: tidak dilakukan
e. Nervus VII (N. fasialis)
- Pasif
- Kerutan kulit dahi : simetris
- Kedipan mata
: simetris
- Lipatan nasolabial : asimetris, lebih datar yang sebelah kanan
- Sudut mulut
: asimetris, trurun ke sebelah kiri
- Aktif
- Mengerutkan dahi
: simetris
- Mengerutkan alis
: simetris
- Menutup mata
: simetris
- Meringis
: asimetris, turun ke sebelah
-

Menggembungkan pipi

kiri
: tidak bisa

- Gerakan bersiul
: simetris
- Daya pengecapan lidah 2/3 depan: tidak dilakukan
- Hiperlakrimasi
: tidak ada
- Lidah kering
: tidak ada
f. Nervus VIII (N. acusticus)
Suara gesekan jari tangan
: +/+
Mendengarkan detik jam arloji
: +/+
Tes rinne
: tidak dilakukan
Tes weber
: tidak dilakukan
Tes swabach
: tidak dilakukan
g. Nervus IX (N. glossopharyngeus)
Arkus faring
: pasien sulit membuka
mulut
Posisi uvula
: pasien sulit membuka
mulut
Daya pengecap lidah 1/3 belakang : tidak dilakukan
Refleks muntah
: tidak dilakukan
h. Nervus X (N. vagus)
Denyut nadi : teraba, reguler
Arkus faring : simetris
Bersuara
: kurang jelas
Menelan
: sulit
i. Nervus XI (N. assesorius)
Memalingkan kepala : baik
Sikap bahu
: simetris
Mengangkat bahu
: simetris
j. Nervus XII (N. hipoglosus)
Menjulurkan lidah
: deviasi ke arah kanan
Kekuatan lidah
: baik
Atrofi lidah
: tidak ada
Artikulasi
: disatria (pelo)
Tremor lidah
: tidak ada
6. Motorik:
Gerakan : Bebas
bebas
Bebas
bebas
Kekuatan : 5555 5555
5555 5555
Tonus otot : Normotonus Normotonus
Normotonus Normotonus
Trofi
: Eutrofi Eutrofi
Eutrofi Eutrofi
7. Refleks fisiologis:
a. Refleks tendon:

Refleks biseps
: +/+
Refleks triseps
: +/+
Refleks patella
: +/+
Refleks archilles
: +/+
b. Refleks periosteum: tidak dilakukan
c. Refleks permukaan:
Dinding perut : tidak dilakukan
Cremaster
: tidak dilakukan
Spincter ani : tidak dilakukan
8. Refleks Patologis:
a. Hoffman trimmer : -/b. Babinski
: -/c. Chaddock
: -/d. Oppenheim
: -/e. Gordon
: -/f. Schaefer
: -/g. Rosolimo
: -/h. Mendel bechterew: -/i. Klonus paha
: -/j. Klonus kaki
: -/9. Sensibilitas:
Eksteroseptif:
Nyeri : +/+
Suhu : tidak dilakukan
Taktil : + / +
Propioseptif:
Posisi
: tidak dilakukan
Vibrasi
: tidak dilakukan
Tekanan dalam
: tidak dilakukan
10. Koordinasi dan keseimbangan:
a. Tes Romberg
: tidak dilakukan
b. Tes tandem
: tidak dilakukan
c. Tes fukuda
: tidak dilakukan
d. Disdiadokinesis
: tidak dilakukan
e. Rebound phenomen
: tidak dilakukan
f. Dismetri
: tidak dilakukan
g. Tes telunjuk hidung
: normal
h. Tes telunjuk telunjuk
: normal
i. Tes tumit lutut
: tidak dilakukan
11. Fungsi otonom:
a. Miksi
Inkontinensia : tidak ada
Retensi urin : tidak ada
Anuria
: tidak ada

10

b. Defekasi
Inkontinensia : tidak ada
Retensi
: tidak ada
12. Fungsi luhur
a. Fungsi bahasa
b. Fungsi orientasi
c. Fungsi memori
d. Fungsi emosi
e. Fungsi kognisi

: baik
: baik
: baik
: baik
: baik

STROKE SCORE
Siriraj Stroke Score
Rumus : (2,5x derajat kesadaran) + (2x vomitus) + (2x nyeri kepala) + (0,1
diastolik) (3x petanda ateroma) 12
Keterangan :

Derajat kesadaran : 0 = compos mentis; 1 = somnolen; 2 = sopor/koma

Vomitus : 0 = tidak ada; 1 = ada

Nyeri kepala : 0 = tidak ada; 1 = ada

Ateroma : 0 = tidak ada; 1 = salah satu atau lebih (diabetes, angina,


penyakit vaskuler)

Pada pasien ini tidak ada penurunan derajat kesadaran, nyeri kepala, dan vomitus
pada saat kejadian serangan. TD saat masuk 170/110. Pasien memiliki riwayat
CVD dan penyakit jantung koroner. Maka Siriraj Stroke Score pada pasien ini
maka dapat dihitung sebagai berikut :
Siriraj Stoke Score = (2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 100) - (3 x 0) - 12
Siriraj Stroke Score = 0 + 0 + 0 + 10 0 12
Siriraj Stroke Score = - 2
Hasil skoring <-1 pada skoring mendukung diagnosa stroke iskemik.
Gajah Mada Score
Kriteria
Refleks patologis : + = ada, - = tidak ada
Nyeri kepala : + = ada, - = tidak ada
Muntah : + = ada, - = tidak ada
2 tanda positif = stroke hemoragik
2 tanda negatif = stroke iskemik

11

Pada pasien ini pemeriksaan fisik menunjukkan adanya refleks patologis, tidak
adanya nyeri kepala dan muntah. Sehingga Skor Gajah Mada pasien :
Variabel
Skoring
Refleks patologis
Nyeri Kepala
Muntah
Total
3 tanda negatif stroke iskemik
Kesimpulan : berdasarkan sistem skoring Gajah Mada pasien ini mengarah pada
stroke iskemik.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Jenis pemeriksaan

Tanggal
25-02-2014

Nilai rujukan

Hematologi
Darah rutin
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC

15,3 g/ dl
44%
5,2 juta/uL
11300/uL
592000/uL
84
29
35

12-16 g/dL
37-47 %
4,3-6,0 juta/uL
4800-10800/uL
150000-400000/uL
80 96 fL
27 32 pg
32 36 g/dL

Kimia Klinik
Ureum
Kreatinin
Natrium
Kalium
Klorida
Glukosa darah puasa
Glukosa darah 2 jam PP
Asam urat

55 mg/dL
1,0 mg/dL
142 mEq/L
3,4 mEq/L
108 mEq/L
118 mg/dL
123 mg/dL
8.5 mg/dL

20-50 mg/dL
0,5-1,5 mg/dL
135-145 mg/dL
3,5-5,3 mEq/L
97-107 mEq/L
70-100 mg/dL
<140 mg/dL
3.5 7.4 mg/dL

Koagulasi

12

Detik

Waktu protombin

Kontrol

Pasien

10.9

9.3 11.8 detik

10.6

APTT

Kontrol

Pasien

Detik
31.6

27-39 detik

31.5

136 384 mg/dL

491

0.80-1.30

IHR

0.90

0-300 mg/mL

D-dimer

300

Fibrinogen

Albumin
Kolesterol total
Trigliserida
HDL
LDL
SGPT
SGOT

4,2g/dL
163mg/dL
86mg/dL
39mg/dL
107mg/dL
42U/L
21U/L

3,5 5,0g/dL
< 200 mg/dL
< 160 mg/dL
>35mg/dL
< 100mg/dL
< 40U/L
< 35 U/L

2. Foto thoraks, tanggal 25 -02 - 2014


Kesan:
Elongasi aorta
Cor dan Pulmo dalam batas normal
3.

CT scan kepala, tanggal 25 -02- 2014


Kesan:
Lakunar infark di thalamus kanan
Atrofi serebri senilis

4.

MRI, tanggal 27 02 - 2014

13

Kesan:
Atrofi serebri senilis disertai
akut lakunar infark basal
ganglia

kiri

dan

bercak

iskemik periventrikel lateralis

kornu posterior
SPN dan mastoid air cells
masih cerah
Deviasi septum nasi ke kanan

E. RESUME
1. Anamnesa (tanggal 25 Februari 2014)
Pasien datang dengan keluhan sulit membuka mulut dan menutup
mulut sejak 2 hari SMRS, disertai dengan bibir mencong ke kiri. Keluhan
terjadi secara tiba tiba saat pasien sedang makan dan baru yang pertama
kalinya. Pasien juga mengeluh sulit berbicara / pelo. Pasien juga
mengeluhkan bahwa badannya lemas namun tangan dan kakinya masih
bisa di gerakan. Selain itu pasien mengeluh sakit kepala, sakit kepala
dirasakan seperti ditusuk-tusuk terus menerus yang menjalar dari
belakang kepala ke arah depan. Pasien juga mengeluhkan perutnya sakit
seperti melilit-lilit sejak 2 hari SMRS. Keluhan dirasakan terus menerus
dan pasien mengaku sulit untuk BAB.
Pasien tidak langsung di bawa ke rumah sakit, oleh keluarganya
pasien beristirahat di rumah. Keesokan harinya Setelah dirasakan keluhan
semakin memberat kemudian pasien memeriksakan ke dokter dan
diberikan 5 macam obat namun tidak tau namanya. Keesokan harinya
keluhan masih juga belum berkurang lalu pasien dibawa ke RSPAD, pada

14

saat di UGD pasien masih sadar. Sekarang pasien perawatan di unit stroke
dengan keluhan yang masih sama.
2. Pemeriksaan fisik (tanggal 25 Februari 2014 )
a. Keadaan umum : tampak sakit sedang
b. Gizi
: Normoweight
BB = 56 kg TB = 165 cm IMB = 20.56 Kg/m2
Status generalis :
Tekanan darah kanan : 170/100 mmHg
Tekanan darah kiri
: 170/100 mmHg
c. Status neurologis:
Kesadaran: compos mentis, GCS 15 (E4M6V5)
Syaraf kranialis:
a. Nervus V (N. trigeminus)
- Menggigit
: Kurang kuat
- Membuka mulut
: tidak maksimal

b. Nervus VII (N. fasialis)


Pasif
- Lipatan nasolabial : asimetris, lebih datar yang sebelah kanan
- Sudut mulut
: asimetris, trurun ke sebelah kiri
- Aktif
- Meringis
: asimetris, turun ke sebelah
kiri
- Menggembungkan pipi
: tidak bisa
c. Nervus X (N. vagus)
Bersuara : kurang jelas
Menelan : sulit
d. Nervus XII (N. hipoglosus)
Menjulurkan lidah: deviasi ke arah kanan
Artikulasi
: disatria (pelo)
Motorik:
Gerakan
: Bebas bebas
Bebas
bebas
Kekuatan
: 5555 5555
5555 5555
Tonus otot
: Normotonus Normotonus
Normotonus Normotonus
Trofi : Eutrofi Eutrofi
Eutrofi Eutrofi
Sensibilitas Eksteroseptif : Taktil
:+/+
d. Pemeriksaan penunjang:
5. Laboratorium

15

Jenis pemeriksaan

Tanggal
25-02-2014

Nilai rujukan

Hematologi
Darah rutin
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC

15,3 g/ dl
44%
5,2 juta/uL
11300/uL
592000/uL
84
29
35

12-16 g/dL
37-47 %
4,3-6,0 juta/uL
4800-10800/uL
150000-400000/uL
80 96 fL
27 32 pg
32 36 g/dL

Kimia Klinik
Ureum
Kreatinin
Natrium
Kalium
Klorida
Glukosa darah puasa
Glukosa darah 2 jam PP
Asam urat

55 mg/dL
1,0 mg/dL
142 mEq/L
3,4 mEq/L
108 mEq/L
118 mg/dL
123 mg/dL
8.5 mg/dL

20-50 mg/dL
0,5-1,5 mg/dL
135-145 mg/dL
3,5-5,3 mEq/L
97-107 mEq/L
70-100 mg/dL
<140 mg/dL
3.5 7.4 mg/dL

Koagulasi
Waktu protombin

Kontrol

Pasien

Detik
10.9

9.3 11.8 detik

10.6

APTT

Kontrol

Pasien

Detik
31.6

27-39 detik

31.5

136 384 mg/dL

Fibrinogen

491

0.80-1.30

IHR

0.90

0-300 mg/mL

D-dimer

300

Albumin
Kolesterol total

4,2g/dL
163mg/dL

3,5 5,0g/dL
< 200 mg/dL

16

Trigliserida
HDL
LDL
SGPT
SGOT

86mg/dL
39mg/dL
107mg/dL
42U/L
21U/L

< 160 mg/dL


>35mg/dL
< 100mg/dL
< 40U/L
< 35 U/L

6. Foto thoraks, tanggal 25 -02 - 2014


Kesan:
Elongasi aorta
Cor dan Pulmo dalam batas normal
7.

CT scan kepala, tanggal 25 -02- 2014


Kesan:
Lakunar infark di thalamus kanan
Atrofi serebri senilis

8.

MRI, tanggal 27 02 - 2014


Kesan:

Atrofi

serebri senilis disertai

akut

lakunar

ganglia

infark

basal

kiri dan bercak iskemik


periventrikel

lateralis

kornu

posterior

SPN dan mastoid air cells masih cerah


Deviasi septum nasi ke kanan
F. DIAGNOSIS
- Diagnosis klinis: pharese N V dextra, pharese N VII dextra tipe sentral,
pharese N X dextra, pharese N XII dextra, Hipertensi grade II

17

Diagnosis topis: infark basal ganglia kiri, iskemik periventrikel lateralis

kornu posterior
- Diagnosis etiologis: CVD - stroke non hemoragik
DD / stroke hemoragic
G. PENGOBATAN
Penatalaksanaan umum

Breathing

: penggunaan oksigen melalui nasal kanul sebanyak 2

liter, untuk memenuhi suplai oksigen ke otak.

Blood

: pemantauan tekanan darah

Dengan pemberian obat anti hipertensi yaitu Amlodipin 1x5mg per oral.
Sebenarnya pemberian obat anti hipertensi pada stroke non hemoragik
baru diberikan pada tekanan sistolik > 220 mmHg dan atau diastolik >
120 mmHg (stroke non hemoragik). Dan penurunan tekanan darah
maksimal 20 %. Jadi pada pasien ini seharusnya tidak perlu diberikan
obat anti hipertensi.

Brain

: Bila didapatkan kenaikan tekanan intra kranial dengan

tanda nyeri kepala, muntah proyektil dan bradikardi relatif harus diatasi.
Obat yang biasa dipakai adalah manitol 20% 1-1,5 ge/kgBB dilanjutkan
dengan 6x100cc (0,5gr/KgBB),dalam 15-20 menit dengan pemantauan
osmolaritas antara 300-320 mOsm. Bila terjadi kejang beri antikonvulsan
diazepam i.v.

Bladder

: kateter terpasang, hindari infeksi saluran kemih

Bowel

: kebutuhan cairan dan kalori

Kebutuhan cairan dan kalori terus dipantau, pasien makan dan minum.

18

Bone

: untuk mencegah terjadinya dekubitus, maka posisi pasien

harus miring kanan dan kiri bergantian. Pada pasien ini masih koperatif
sehingga dapat melakukannya sendiri.
1. Medikamentosa
- IVFD RL 20 tpm
- Inj Neorobion 1x1 amp
- Citicolin 2x1 gr PO
- Clopidogrel 1x75mg PO
- Amlodipine 1x10 mg per oral (malam)
2. Non medikamentosa
Edukasi
Edukasi saat rawat inap adalah agar menganjurkan pasien melakukan
miring kanan miring kiri untuk mencegah terjadinya dekubitus. Selain
itu pasien diharapkan tidur dengan posisi kepala ditinggikan sebesar 30
-

derajat.
Fisioterapi

H. PROGNOSIS
- Ad vitam
- Ad fungsionam
- Ad sanasionam
- Ad cosmesticum

: dubia ad bonam
: dubia
: dubia
: dubia ad bonam

19

BAB II
ANALISIS KASUS
1. Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan sulit membuka mulut dan menutup mulut
sejak 2 hari SMRS, disertai dengan bibir mencong ke kiri. Keluhan terjadi secara
tiba tiba saat pasien sedang makan dan baru yang pertama kalinya. Pasien juga
mengeluh sulit berbicara / pelo. Pasien juga mengeluhkan bahwa badannya lemas
namun tangan dan kakinya masih bisa di gerakan. Selain itu pasien mengeluh
sakit kepala, sakit kepala dirasakan seperti ditusuk-tusuk terus menerus yang
menjalar dari belakang kepala ke arah depan.
Dari keluhan di atas dapat disimpulkan bahwa pada pasien ini terdapat
gejala fokal yaitu hemiparese dextra yang terjadi secara mendadak dan
diakibatkan karena adanya gangguan perdarahan otak yang menyebabkan
gangguan fungsional yang disebut dengan penyakit stroke. Hal tersebut sesuai
dengan definisi stroke dari WHO yaitu gangguan fungsional otak yang terjadi
secara mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik fokal (seperti paresis, sulit
bicara, buta) maupun global (gangguan kesadaran) yang berlangsung lebih dari
24 jam atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak.
Pasien juga mengeluhkan perutnya sakit seperti melilit-lilit sejak 2 hari
SMRS. Keluhan dirasakan terus menerus dan pasien mengaku sulit untuk BAB.

20

Dari keluhan tersebut dicurigai adanya gangguan saraf otonom yaitu konstipasi
atau gejala ileus obstruksi.
Dari anamnesis yang didapatkan bahwa keluhan terjadi saat istirahat
(makan malam), onset mendadak, sedikit sakit kepala, tidak ada muntah, kejang
dan penurunan kesadaran dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami stroke non
haemoragik sesuai penggolongan berdasarkan tabel di bawah :
Tabel perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan
anamnesis:
Gejala

Stroke hemoragik

Stroke non

Mendadak
Sedang aktif
+++
+
+
+++

hemoragik
Mendadak
Istirahat
+

Onset atau awitan


Saat onset
Peringatan
Nyeri kepala
Kejang
Muntah
Penurunan
kesadaran
Penilaian dengan skor stroke:

1. Berdasarkan Algoritma Stroke Gajah Mada, tidak adanya penurunan


kesadaran, tidak nyeri kepala, refleks babinski negatif mengarah pada
stroke iskemik.
2. Berdasarkan Siriraj Stroke Score (SSS), kesadaran compos mentis (0),
muntah (0), nyeri kepala (0), tekanan diastolik (100x10%), ateroma (0),
konstanta (-12), total skor -2

21

Berdasarkan penilaian dengan skor stroke didapatkan bahwa pada pasien


ini terjadi stroke non hemoragik.
Cara bicara pasien juga menjadi susah / pelo dan lidah mencong
kekanan. Keluhan seperti ini sering didapatkan pada penderita jika yang terkena
gangguannya disepanjang jaras nervus cranialis atau pada hemisfer dominan.
Namun selain itu adanya kelumpuhan dari nervus XII juga dapat menyebabkan
keluhan seperti ini. Maka dari itu sebaiknya dibuktikan dengan pemeriksaan
klinis terhadap nervus tesebut.
Nervus VII scara Pasif pada lipatan nasolabial asimetris, lebih datar yang
sebelah kanan, Sudut mulut asimetris, turun ke sebelah kiri. Dan Aktif meringis
asimetris, turun ke sebelah kiri. Kelemahan sisi wajah kanan bagian bawah
menunjukkan adanya parese otot-otot wajah sisi kanan yang mendapatkan
persarafan bilateral nervus kranialis VII pada bagian atas sedangkan bagian
wajah bawah mendapatkan persarafan unilateral dari hemisfer kontralateral.
Parese nervus cranialis VII tipe central karena tidak mempengaruhi otot-otot
wajah atas.
Demam disangkal dan kejang disangkal. Hal dapat digunakan untuk
menghilangkan diagnosis banding terhadap adanya penyakit infeksi pada otak
seperti meningitis dan ensefalitis yang dapat memberikan gejala yang hampir
serupa. Pasien menyangkal adanya riwayat trauma pada kepala, jadi keluhan pada
pasien bukan karena adanya benturan pada kepala. Penglihatan kabur / ganda
disangkal, gangguan pendengaran disangkal, jadi kemungkinan tidak ada

22

kelumpuhan pada saraf III, IV, VI, dan VIII. Namun tetap sebaiknya dilakukan
pemeriksaan untuk saraf tersebut sebagai pembuktian.
Pada pasien terdapat gangguan BAB, dapat dicurigai pada pasien
mengalami gangguan fungsi otonom atau terjadi gejala ileus obstruksi. Namun
tdak terdapat gangguan BAK berarti BAK pada pasien masih normal.
Dari anamnesis didapatkan pasien memiliki riwayat hipertensi tidak
terkontrol. Dari hal ini dapat dilihat bahwa pasien memiliki faktor risiko terhadap
penyakit stroke yaitu hipertensi yang tidak terkontrol. Hipertensi sangat berperan
penting untuk terjadinya infark dan perdarahan otak yang terjadi pada pembuluh
darah kecil. Hipertensi akan meningkatkan resistensi dinding pembuluh darah
yang kemudian akan mempercepat arteriosklerosis sehingga mudah terjadi
trombus atau emboli pada pembuluh darah kecil. Hipertensi secara langsung
dapat menyebabkan arterioskelrosis obstruktif, lalu infark lakuner dan
mikroaneurisma. Hal ini dapat menjadi penyebab utama perdarahan intra serebral
yang kemudian akan menimbulkan berbagai macam keluhan akibat gangguan
fungsional pada otak yang terjadi mendadak.
Pasien mempunyai kebiasaan merokok dan minum kopi karena gaya
hidup pasien tersebut tidak sehat sehingga menyebabkan peninggian
koagulabilitas, viskositas darah, meninggikan kadar fibrinogen, mendorong
agregasi platelet, meninggikan tekanan darah, meninggikan hematokrit,
menurunkan kolesterol HDL, dan meningkatkan kolesterol LDL
Dari seluruh anamnesis didapatkan kesimpulan bahwa tanda-tanda
klinis tersebut mengarah pada terjadinya stroke karena terjadi secara tibatiba. Ditambah karena gaya hidup pasien yang tidak sehat dan hipertensi
tidak terkontrol merupakan faktor resiko untuk terjadinya stroke. Untuk itu

23

dibutuhkan pemeriksaan fisik dan status neurologis dalam memastikan


diagnosis yang pasti.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan tanda-tanda vital ditemukan tekanan darah sebesar
170/100 mmHg, hal ini menunjukkan adanya hipertensi grade II pada pasien ini.
Pada pemeriksaan nervus-nervus craniales :
-

Lipatan nasolabial : asimetris, lebih datar yang sebelah kanan


Sudut mulut
: asimetris,trurun ke arah kiri

Meringis

: asimetris, turun ke arah kiri

Dari pemeriksaan didapatkan adanya parese nervus VII dextra tipe


sentral karena pada pemeriksaan tidak didapatkan kelumpuhan ketika
disuruh mengangkat alis dan kerutan pada dahi juga masih simetris.
-

Menjulurkan lidah : deviasi ke kanan

Karena didapatkan adanya kelainan pada pemeriksaan ini maka dapat


disimpulkan bahwa bicara pelo pada pasien ini diakibatkan karena adanya
kelumpuhan dari saraf XII dextra bukan afasia motoris. Pada pemeriksaan
motorik tidak didapatkan kelainan.
3. Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan lab didapatkan peningkatan kadar LDL, asam urat,


fibrinogen semua hal ini menjadi faktor pemberat resiko terjadinya stroke.

Rontgen thoraks dilakukan untuk melihat kondisi jantung, pada pasien


terlihat cardiomegali karena hipertensi kronis yang dialaminya.

24

CT-scan dilakukan untuk mengetahui adanya perdarahan atau infark.


Tampak lesi hipodens di thalamus kanan.

MRI kepala didapatkan tak tampak lesi hiper akut, T2 dan TIRM tampak
bercak hiperintens basal ganglia kiri. TIRM, bercak hiperintens
periventrikel lateralis kornu posterior. Tak tampak lesi hipo atau
hiperintens pons, cerebelum, basal ganglia kanan maupun thalamus kanan
kiri. Merupakan gambaran akut lacunar infark basal ganglia kiri dan
bercak iskemik periventrikel lateralis kornu posterior. Dari pemeriksaan
fisik yang ditemukan yaitu hemiparese dextra dan parese N. VII dextra
tipe sentral kemungkinan kelainan berarti di hemisfer cerebri sinistra. Hal
ini sesuai dengan hasil MRI yaitu kelainan terdapat pada basal ganglia
kiri yang menimbulkan kelumpuhan pada sisi kontralateral.

4. Diagnosis

Diagnosis klinis: pharese N V dextra, pharese N VII dextra tipe sentral,

pharese N X dextra, pharese N XII dextra, Hipertensi grade II


Diagnosis topis: infark basal ganglia kiri, iskemik periventrikel lateralis

kornu posterior
Diagnosis etiologis: CVD - stroke non hemoragik
DD / stroke hemoragic

5. Pengobatan
Penatalaksanaan umum

25

Breathing

: penggunaan oksigen melalui nasal kanul sebanyak 2

liter, untuk memenuhi suplai oksigen ke otak. Pada stroke non hemorage
pembuluh darah otak mengalami sumbatan sehingga otak kurang
mendapatkan suplai oksigen.

Blood

: pemantauan tekanan darah

Dengan pemberian obat anti hipertensi yaitu Amlodipin 1x5mg per oral.
Sebenarnya pemberian obat anti hipertensi pada stroke non hemoragik
baru diberikan pada tekanan sistolik > 220 mmHg dan atau diastolik >
120 mmHg (stroke non hemoragik). Dan penurunan tekanan darah
maksimal 20 %. Jadi pada pasien ini seharusnya tidak perlu diberikan
obat anti hipertensi.

Brain

: Bila didapatkan kenaikan tekanan intra kranial dengan

tanda nyeri kepala, muntah proyektil dan bradikardi relatif harus diatasi.
Obat yang biasa dipakai adalah manitol 20% 1-1,5 ge/kgBB dilanjutkan
dengan 6x100cc (0,5gr/KgBB),dalam 15-20 menit dengan pemantauan
osmolaritas antara 300-320 mOsm. Bila terjadi kejang beri antikonvulsan
diazepam i.v.

Bladder

: kateter terpasang, hindari infeksi saluran kemih

Bowel

: kebutuhan cairan dan kalori

Kebutuhan cairan dan kalori terus dipantau, pasien makan dan minum.
Bone
: untuk mencegah terjadinya dekubitus, maka posisi pasien
harus miring kanan dan kiri bergantian. Pada pasien ini masih koperatif

sehingga dapat melakukannya sendiri.


3. Medikamentosa

26

- Pada pasien ini diberikan IVFD RL 20 tetes per menit


Untuk memelihara cairan dan elektrolit, serta untuk memasukkan obat
melalui vena.
-

Citicolin 2x1gr PO.


Citicholin bekerja dengan memperbaiki membrane sel dengan cara

meningkatkan

kolin,

menghambat

pengerusakan

phosphatydilcholine,

menghambat terbentuknya radikal bebas, menaikkan sintesis asetilkolin suatu


neurotransmitter

untuk

fungsi

kognitif.

Pada

metabolisme

neuron

meningkatkan ambilan glukosa, menurunkan pembentukan asam laktat,


mempercepat radikalisasi asam lemak dalam keadaan iskemik. Pada level
vaskular meningkatkan aliran darah otak, meningkatkan ambilan konsumsi O2
dan menurunkan resistensi vaskular. Dosis yang digunakan pada tahap akut
adalah 250-500 mg 1-3x sehari secara intravena dan tahap kronis adalah 100300 mg 1-3x sehari secara intravena.
-

Clopidogrel 1x75mg PO
Obat anti agregasi trombosit mempunyai banyak pilihan antara lain

aspirin dosis 80 1.200 mg/hari mekanisme kerja dengan menghambat jalur


siklooksigenase, dipiridamol dikombinasi dengan aspirin aspirin 25 mg +
dipiridamol SR 200 mg dua kali sehari dengan menghambat jalur
siklooksigenase, fosfodiesterase dan ambilan kembali adenosin, cilostazol
dosis 2 x 50 mg mekanisme kerja menghambat aktifitas fosfodiesterase III,
ticlopidin dosis 2 x 250 mg dengan menginhibisi reseptor adenosin difosfat
dan thyenopyridine dan clopidogrel dosis 1 x 75 mg dengan menginhibisi
reseptor adenosin difosfat dan thyenopyridine.

27

Neurobion 1x1 ampul


Diberikan untuk memberi nutrisi untuk neuron agar tidak mudah merusak

atau mengalami gangguan.


Amlodipine 1x10 mg per oral
Merupakan Ca channel bloker yaitu menghambat influks ion ion
kalsium transmembran ke dalam jantung dan otot polos, mekanisme kerja
antihipertensi di karnakan adanya efek relaksasi secara langsung pada otot
polos vaskuler.
4. Nonmedikamentosa
Edukasi
a. Miring kanan miring kiri untuk mencegah terjadinya dekubitus
b. Minimalkan posisi tidur terlentang, berikan sanggahan pada sisi
yang lemah. Minimalkan posisi tidur terlentang sebab posisi tidur
terlentang akan membuat otot-otot postur menjadi tidak aktif dan
berdampak semakin cepatnya terjadi penurunan kekuatan otot.
Jika tidur dalam keadaan terlentang, maka berikan sanggahan pada
sisi yang lemah agar posisi terlentang tidak secara penuh. Berikan
posisi tidur miring (side lying) dengan cara :

28

c.

Tidur dengan posisi kepala ditinggikan sebesar 30 derajat.

Fisioterapi
I. PROGNOSIS
- Ad vitam

: Dubia ad bonam

29

Karena pada pemeriksaan tanda-tanda vital,


keadaan umum sekarang nampak baik, dan
-

Ad fungsionam

kesadaran umumnya sudah dalam keadaan stabil.


: Dubia
Karena pada pasien ini tidak terjadi hemiparese
yang kekuatan motorik untuk tangan 5555 dan
motorik kaki 5555 sehingga kemingkinan untuk
kembali pulih melakukan fungsi normalnya akan

Ad sanasionam

baik.
: Dubia
Karena pasien banyak mendapat dukungan penuh
dari keluarga sekitar yang juga membangkitkan
semangat pasien untuk sembuh namun akan dapat
berulang bila pasien tidak dapat merubah gaya

Ad cosmesticum

hidupnya.
: Dubia ad bonam
Karena tidak ada kelumpuhan yang tidak akan
memberikan penampilan yang kurang baik dari
cara berjalan pasien nantinya.

30

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Menurut WHO Stroke didefinisikan sebagai suatu gangguan fungsional
otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik fokal
maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat menimbulkan
kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.
B. Faktor Risiko
Faktor

resiko

untuk

stroke

antara

lain

penyakit

jantung

sterosklerotik,demografik (usia lanjut,ras, dan etnis),dan riwayat stroke dalam


keluarga. Faktor risiko yang memodifikasi adalah fibrilasi atrium, diabetes
melitus,

hipertensi,kekanduan

alcohol,dan

merokok.

Dalam

bidang

kesmas,faktor risiko utama stroke adalah hipertensi kronik (tekanan darah


tinggi).
Faktor resiko utama stroke adalah:
1. Hipertensi
Hipertensi berperanan penting untuk terjadinya infark dan perdarahan
otak yang terjadi pada pembuluh darah kecil. Hipertensi mempercepat
arterioskleosis sehingga mudah terjadi oklusi atau emboli pada/dari
pembuluh darah besar.
Hipertensi secara langsung dapat menyebabkan arteriosklerosis
obstruktif, lalu terjadi infark lakuner dan mikroaneurisma. Hal ini dapat

31

menjadi penyebab utama PIS. Baik hipertensi sistolik maupun diastolik,


keduanya merupakan faktor resiko terjadinya stroke.
2. Penyakit Jantung
Pada penyelidikan di luar negeri terbukti bahwa gangguan fungsi
jantung secara bermakna meningkatkan kemungkinan terjadinya stroke tanpa
tergantung derajat tekanan darah.
Penyakit jantung tersebut antara lain adalah:
-

Penyakit katup jantung

Atrial fibrilasi

Aritmia

Hipertrofi jantung kiri (LVH)

Kelainan EKG
Dalam hal ini perlu diingat bahwa stroke sendiri dapat menimbulkan

beberapa kelainan jantung berupa:


-

Edema pulmonal neurogenik

Penurunan curah jantung

Aritmia dan gangguan repolarisasi

3. Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus merupakan faktor resiko untuk terjadinya infark
otak, sedangkan peranannya pada perdarahan belum jelas. Diduga DM
mempercepat

terjadinya

proses

arteriosklerosis,

biasa

dijumpai

arteriosklerosis lebih berat, lebih tersebar dan mulai lebih dini. Infark
otak terjadi 2,5 kali lebih banyak pada penderita DM pria

dan 4 kali

32

lebih banyak pada penderita wanita, dibandingkan dengan yang tidak


menderita DM pada umur dan jenis kelamin yang sama.
4. Merokok
Merokok meningkatkan risiko terkena stroke empat kali lipat, hal ini
berlaku untuk semua jenis rokok (sigaret, cerutu atau pipa) dan untuk
semua tipe stroke terutama perdarahan subarachnoid dan stroke infark,
merokok

mendorong

terjadinya

atherosclerosis

yang

selanjutnya

memprofokasi terjadinya thrombosis arteri.


5. Riwayat keluarga.
Kelainan keturunan sangat jarang meninggalkan stroke secara
langsung, tetapi gen sangat berperan besar pada beberapa factor risiko
stroke, misalnya hipertensi, penyakit jantung, diabetes dan kelainan
pembuluh darah. Riwayat stroke dalam keluarga terutama jika dua atau
lebih anggota keluarga pernah menderita stroke pada usia 65 tahun.
6. Faktor resiko lainnya : cholesterol tinggi, asam urat, kurang olah raga,
usia, jenis kelamin, ras, dll.
C. Gejala
Gejala klinisnya yang bersifat onset mendadak, dengan gejala klinis baik
fokal (seperti : paresis, sulit bicara, buta, dll) maupun global (gangguan
kesadaran) dan berkembang cepat serta mencapai maksimal dalam waktu
beberapa menit sampai beberapa jam. Setelah mencapai gejala maksimal, bila
penderita tetap hidup gejala klinis dapat membaik sebagian atau seluruhnya.
Gejala defisit neurologik yang timbul tergantung pada daerah pembuluh

33

darah yang terkena. Terdapat beberapa sindroma sesuai dengan arteri yang
terkena.
Sistem pembuluh darah karotis :
1.

Sindroma arteri serebri media


-

Hemiparese kontra-lateral. Kadang-kadang hanya mengenai otot


wajah dan lengan, tungkai tidak terkena atau lebih ringan.

Hemihipestesia kontralateral

Afasia motorik, sensorik atau global bila mengenai hemisfer dominan.

Gangguan penglihatan pada 1 mata (amaurosis fugax) atau pada 2


belahan mata (hemianopsi homonim)

Bila mengenai daerah subkortikal gejala hanya gangguan motorik


murni

2.

Sindroma arteri serebri arterior


-

Monoparese tungkai kontralateral, kadang-kadang lengan bagian


proksimal dapat terkena.

Inkontinesia urine

Grasp refleks (+)

Apraksia dan gangguan cognitif lainnya.

Sistem pembuluh darah vertebro-basiler :


1.

Sindroma arteri serebri posterior


-

Gangguan penglihatan pada 1 atau 2 mata berupa kesukaran

pengenalan terhadap objek, wajah, warna, simbol.

Hemihipestesia, kadang-kadang dysestesia atau nyeri spontan.

34

2.

Sindroma arteri vertebro-basiler


-

Hemiparese kontralateral

Kelumpuhan saraf otak ipsilateral

Gangguan

fungsi

serebellum

(ataksia,

hipotoni,

vertigo,

nystagmus, muntah).
Sistem serebrovaskular memberi otak aliran darah yang banyak
mengandung zat makanan yang penting bagi fungsi normal otak.Terhetinya
aliran darah serebrum (CBF) selama beberapa detik saja akan manimbulkan
gejala disfungsi serebrum. Apabila berlanjut beberapa detik,defisiensi CBF
menyebabkan kehilangan kesadaran dan akhirnya iskemia serebrum.CBF
normal sekitar 50 ml/100 gram jaringan otak/menit.Otak mempunyai
kemampuan mengendalikan volune aliran darahnya sendiri dibawah kondisi
tekanan darah arteri yang selalu berubah-ubah yang disebut Autoregulasi
otak.
Mekanisme patofisiologi umum gangguan pasokan aliran darah otak
dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-arteri yang membentuk siklus willis:
arteri karotis interna dan system vertebrobasilar atau semua cabangcabangnya.
Patologi proses yang terjadi dalam pembuluh darah yang mempengaruhi
otak dapat berupa:

Keadaan penyakit pada pembuluh itu sendiri,seprti pada aterosklerosis


dan trombosis, robeknya dinding pembuluh,atau peradangan.

35

Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah,misalnya syok


atau hiperviskositas darah.Gangguan aliran darah akibat bekuan atau
embolus infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium.

Ruptur vascular di dalam jaringan otak atau ruang subaraknoid.

D. Klasifikasi
Berdasarkan tipenya, stroke dibagi dalam:
1. Infark otak (Non Hemorrhagic Stroke)
2. Perdarahan Intra Serebral (PIS)
3. Perdarahan Sub Arachnoidalis (PSA)
1.

Infark otak (Non Hemorrhagic Stroke)


Berdasarkan mekanisme terjadinya, infark otak dibagi:
a. Trombotik
b. Embolik
c. Hemodinamik
Terjadinya infark otak diakibatkan aliran darah otak (ADO) regional
yang tidak mencukupi. Dalam keadaan normal aliran darah otak adalah 50
ml/100 gr otak/menit. Keadaan ini akan tetap dipertahankan oleh
kemampuan autoregulasi pembuluh darah otak. Bila tekanan ADO
menurun antara 20-50 ml/100 gr/menit, maka terjadi penambahan
pemakaian oksigen oleh jaringan otak tanpa disertai gangguan dari
fungsinya. Bila penurunan ADO mencapai 10-20 ml/100 gr/menit, terjadi
kegagalan aktivitas listrik neuronal dan sebagian struktur intra sel berada
dalam proses desintregrasi dan terjadi edema intraseluler. Pada keadaan

36

ini timbul defisit neurologik. Kematian sel otak terjadi bila ADO kurang
dari 10 ml/100 gr/menit diakibatkan oleh kegagalan energi sehingga K+
keluar dan CA++ masuk kedalam sel.
Berkurangnya ADO oleh trombosis, emboli atau hemodinamik akan
menyebabkan keadaan iskemia di suatu bagian otak.
Adanya kolateral dari pembuluh darah disekitarnya dan adanya
mekanisme vasodilatasi memungkinkan terjadinya beberapa hal keadaan
berikut ini:
a. Sumbatan yang kecil dan dapat dikompensasi oleh sistem kolateral
atau vasodilatasi lokal. Secara klinis dikenal sebagai TIA.
b. Sumbatan lebih besar, daerah iskemia lebih luas, tetapi masih dapat
dikompensasi

dengan

mekanisme

seperti

di

atas

walaupun

membutuhkan waktu lebih dari 24 jam sehingga secara klinis dikenal


sebagai RIND.
c. Bila sumbatan cukup besar sehingga mekanisme di atas tidak dapat
meng-kompensasi maka akan terdapat gejala klinis yang lebih
menetap.
Pada daerah iskemia otak yang luas biasanya terdapat inti yang sangat
iskemik dan mengalami nekrosis, diluarnya terdapat daerah iskemik yang
sudah tidak dapat berfungsi tetapi belum mati, daerah ini dikenal dengan
nama daerah penumbra yang masih dapat diselamatkan dengan resusitasi
dan penatalaksanaan yang tepat.

Edema otak akan timbul bila ADO

kurang dari 20 ml/100 gr/menit.

37

Terdapat 2 macam edema otak :

Pada fase dini terjadi edema otak citogenik dimana terdapat


pengeluaran K+ intra seluler secara besar-besaran disertai masuknya
Na+ dan Ca++ sehingga sel menjadi bengkak dan ruangan ekstra
seluler mengecil.

Pada fase lanjut diikuti oleh edema otak vasogenik akibat


peningkatan permeabilitas endotel kapiler sehingga cairan keluar ke
ruang extra vaskuler

2. Perdarahan Intra Serebral (PIS)


Perdarahan intra serebral terjadi karena pecahnya pembuluh darah
otak didalam parechym otak. Pecahnya pembuluh darah disebabkan
kerusakan dindingnya akibat arteriosclerosis, peradangan (sifilis), trauma
atau kelainan kongenital (aneurisma, malformasi arteri-vena). Hal ini
dipermudah

bila

terjadi peninggian tekanan darah secara tiba-tiba.

Perdarahan intra serebral juga sering timbul akibat pecahnya mikro


aneurisma (Charcot - Bouchart) akibat hipertensi lama dan paling sering
terjadi didaerah subkortikal, serebellum, dan pons.
Perdarahan didaerah korteks sering akibat tumor yang berdarah atau
malformasi pembuluh darah yang pecah.
3. Perdarahan Sub Arachnoidalis (PSA)

38

Perdarahan disini terutama pada sirkulus Willisii & berasal dari


aneurisma kongenital yang pecah. Biasa terjadi pada usia lebih muda.
Perdarahan sering berulang dan menimbulkan vasospasme hebat sehingga
terjadi infark otak. Aneurisma kongenital biasa terjadi pada percabangan
arteri dan berbentuk seperti buah berry. Penyebab lain adalah malformasi
arterivena yang pecah atau PSA sekunder yang berasal dari PIS yang
masuk kedalam ruang sub arachnoidalis.
Klasifikasi utama gangguan sirkulasi yang menyebabkan stroke ada
dua kategori yaitu iskemia-infark (stroke iskemik) dan perdarahan
intrakranium (stroke hemoragik).
E. Patofisiologi
Infark serebral terjadi saat area di otak kehilangan suplai darah karena
oklusi vaskular. Saat aliran darah ke otak berkurang, maka daya tahan hidup
sebuah jaringan bergantung kepada durasi dan intensitas iskemik serta
ketersediaan aliran darah kolateral. Manifestasi patologisnya adalah proses
kerusakan secara menyeluruh atau global terhadap saraf yang paling rentan
terhadap iskemia (saraf piramidal dan striatal), sel purkinje dari hemisfer
serebral, dan zona batas di ujung sirkulasi arteri atau proses fokal dengan
zona sentral hilangnya sel yang dikelilingi oleh zona sel perlukaan
(penumbra), yang jika diperfusi dalam waktu satu jam, akan pulih kembali
(McCance, 2002).
Jika aliran darah berkurang hingga 20 ml darah/100 gr otak/menit,
fungsi elektris neuron akan terganggu tetapi masih bisa pulih. Tetapi, jika
aliran darah berkurang hingga 10 ml darah/100 gr otak/menit, reseptor
glutamat neuron akan terstimulasi berlebihan (excitotoxicity), terbentuk
radikal bebas, kerusakan yang menyeluruh atau tersebar, metabolisme aerob
mitokondria gagal dan terbentuk asam laktat. Sedangkan, jika aliran darah
yang berkurang hingga <10 ml darah/100 gr otak/menit terjadi secara terus-

39

menerus, akan mengakibatkan kerusakan yang ireversibel, apoptosis sel


neuron dan nekrosis.
Saat neuron menjadi iskemik, terjadi beberapa perubahan biokimiawi
yang dapat menyebabkan kematian sel. Ion K+ akan keluar dari sel menuju
ke ruang ekstrasel, sedangkan ion Ca++ akan masuk ke dalam sel, hal ini akan
menyebabkan gangguan dari fungsi mitokondria. Menurunnya keberadaan
oksigen

menyebabkan

diproduksinya

molekul

oksigen

bebas

yang

dinamakan radikal oksigen-bebas. Radikal oksigen-bebas ini biasanya


diproduksi oleh mitokondria saat transpor elektron. Setelah terjadi iskemia
serebral, Na+, Ca++ dan ADP yang meningkat di intrasel akan menstimulasi
produksi radikal oksigen secara berlebihan. Produksi radikal oksigen ini
tidak diimbangi oleh enzim antioksidan endogen (superoksida dismutase,
katalase dan glutathione) dan vitamin antioksidan (alpha-tocophenol &
ascorbic acid). Radikal oksigen-bebas akan menyebabkan disfungsi sel berat
karena terjadi peroksidasi asam lemak di dalam organel sel dan membran
plasma. Kadar oksigen yang menurun menyebabkan terjadinya metabolisme
anaerob yang menghasilkan asam laktat dan mengakibatkan PH menjadi
asam (asidosis intrasel) sehingga terjadi gangguan fungsi metabolik sel.

Gambar 2. Mekanisme kematian sel iskemik


(Gonzalez et al. (eds), 2006)

40

Pada iskemia terjadi gangguan metabolisme energi sel dan ATPase


sodium-potasium.

Hilangnya

cadangan

energi

menyebabkan

ketidakseimbangan ion, pelepasan neurotransmiter dan inhibisi pengambilan


glutamate, sehingga pelepasan glutamat meningkat sedangkan pengambilan
kembali glutamat mengalami penurunan (eksitatorik neurotransmitter).
Meningkatnya jumlah neurotransmitter di dalam ruangan ekstrasel
menyebabkan proses eksitotoksisitas glutamat. Glutamat akan berikatan
dengan reseptor ionotropik N-methyl-D-aspartate (NMDA) dan a-amino-3hydroxy-5-methyl-4-isoxazolepropionic acid (AMPA), kemudian ikatan ini
akan membuka membran sehingga terjadi influks Na+ dan Ca++ yang akan
diikuti oleh influks ion klorida dan air yang menyebabkan edema sel. Jumlah
Ca++ intrasel yang berlebihan akan menyebabkan kerusakan membran sel dan
sitoskeleton, sehingga akan terjadi ruptur dan nekrosis. Perubahan
konsentrasi ion Na+, Ca++ dan K+, asidosis, pelepasan radikal oksigen-bebas,
dan pelepasan eksitatorik neurotransmitter menyebabkan kerusakan sel lebih
lanjut. Sehingga pada akhirnya, proses iskemia ini akan menjadi ireversibel
(Caplan, 2009).
Perbedaan derajat atau tingkat iskemia menyebabkan terbentuknya
daerah yang tidak homogen di beberapa zona berbeda yang diperdarahi oleh
arteri yang mengalami obstruksi atau oklusi. Pada bagian tengah zona adalah
bagian yang mengalami kerusakan paling parah, zona ini dinamakan
ischemic-core yang terlihat sangat pucat karena aliran darah serebralnya
paling rendah (kurang dari 10%-25%). Disekitar ischemic-core adalah
ischemic penumbra dimana sel neuronnya tidak mampu berfungsi tetapi
masih dapat hidup karena zona penumbra ini masih diperdarahi oleh arteri
anastomosis kolateral. Zona ini yang menjadi sasaran utama untuk intervensi
farmakologi sehingga masih bisa diselamatkan (Hickey, 2007). Daerah
disekitar penumbra dimana aliran darah serebralnya menjadi sangat tinggi
sehingga berwarna kemerahan dan edema dinamakan luxury perfusion
(Misbach, 2011).

41

Gambar 3. Zona iskemik dan penumbra (Misbach, 2011)


F. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis Stroke pencitraan CT-Scan (Computerised
Tomography Scanning) yang merupakan pemeriksaan baku emas (Gold
Standart). Mengingat bahwa alat tersebut saat ini hanya dijumpai di kota
tertentu, maka dalam menghadapi kasus dengan kecurigaan stroke, langkah
pertama yang ditempuh adalah menentukan lebih dahulu apakah benar kasus
tersebut kasus stroke, karena abses otak, tumor otak, infeksi otak, trauma
kepala, juga dapat memberikan kelainan neurologis yang sama, kemudian
menentukan jenis stroke yang dialaminya. Dengan perjalanan waktu, gejala
klinis stroke dapat mengalami perubahan.
Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau non
hemoragis. antara keduanya, dapat ditentukan berdasarkan :
1. Anamnesis
2. Pemerikasaan klinis neurologis
3. Algoritma dan penilaian dengan skor stroke
4. Pemeriksaan dengan menggunakan alat bantu

42

1. Anamnesis
Langkah ini tidak sulit karena kalau memang stroke sebagai penyebabnya,
maka sesuai dengan definisinya, kelainan saraf yang ada timbulnya adalah
secara mendadak. Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke,
maka langkah berikutnya adalah menetapkan stroke tersebut termasuk jenis
yang mana, stroke hemoragis atau stroke non hemoragis.
Tabel Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan anamnesis.
Gejala

Stroke hemoragik

Stroke non hemoragik

Onset atau awitan

Mendadak

Mendadak

Saat onset

Sedang aktif

Istirahat

Peringatan (warning)

Nyeri kepala

+++

Kejang

Muntah

Penurunan kesadaran

+++

2. Algoritma dan penilaian dengan skor stroke.


Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke antara lain dengan
a. Algoritma Stroke Gajah Mada.
b. Djoenaedi Stroke Score.
c. Siriraj Stroke Score.
Penetapan Jenis Stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada
ALGORITMA STROKE GADJAH MADA

43

PENDERITA STROKE AKUT


Dengan atau tanpa
PENURUNAN KESADARAN
NYERI KEPALA
REFLEKS BABINSKY

Ketiganya atau 2 dari

Ya

ketiganya ada (+)

Stroke
perdarahan
intraserebral

Tidak
Penurunan
(+)

kesadaran

Ya

Nyeri kepala (-)

Stroke
perdarahan
intraserebral

Refleks Babinsky (-)

Tidak

Penurunan
kesadaran (-)

Ya

Nyeri kepala (+)

Stroke
perdarahan
intraserebral

Refleks Babinski (-)


Tidak

Penurunan
kesadaran (-)
Nyeri kepala (-)
Refleks Babinski (+)

Ya

Stroke iskemik
akut atau stroke
infark

44

Tidak
Penurunan kesadaran (-)

Ya

Nyeri kepala (-)

Stroke iskemik
akut atau sroke

Refleks Babinski (-)

infark

Penetapan jenis stroke berdasarkan Djoenaedi stroke score


DJOENAEDI STROKE SCORE
1

TIA sebelum serangan

Permulaan serangan

Waktu serangan

Sakit
serangan

Muntah

kepala

1
-Sangat mendadak (1-2 menit)

6,5

-Mendadak (menit-1jam)

6,5

-Pelan-pelan (beberapa jam)

-Bekerja (aktivitas)

6,5

-Istirahat/duduk/tidur

-Bangun tidur

waktu -Sangat hebat

10

-Hebat

7,5

-Ringan

-Tidak ada

-Langsung sehabis serangan

10

-Mendadak (beberapa menit-jam)

7,5

45

Kesadaran

Tekanan darah sistolik

-Pelan-pelan (1 hari / >)

-Tidak ada

-Menurun langsung waktu serangan

10

-Menurun mendadak (menit-jam)

10

-Menurun pelan-pelan (1 hari / >)

-Menurun sementara lalu sadar lagi

-Tidak ada gangguan

-Waktu serangan sangat tinggi


(>200/110)
-Waktu

MRS

7,5
sangat

tinggi

(>200/110)
-Waktu serangan tinggi (>140/100)
-Waktu MRS tinggi (>140/100)
8

Tanda rangsangan selaput -Kaku kuduk hebat


otak

Pupil

7,5
1
1
1

-Kaku kuduk ringan

-Tidak ada kaku kuduk

-Isokor

-Anisokor

10

46

10 Fundus okuli

TOTAL SCORE

-Pinpoint kanan/kiri

10

-Midriasis kanan/kiri

10

-Kecil dan reaksi lambat

10

-Kecil dan reaktif

10

-Perdarahan subhialoid

10

-Perdarahan retina (flame shaped)

7,5

-Normal

20 STROKE HEMORAGIK
< 20 STROKE NON HEMORAGIK

Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj stroke score


SIRIRAJ STROKE SCORE (SSS)
No

Gejala / Tanda

Penilaian

Indek

Skor

1.

Kesadaran

(0) Kompos mentis

X 2,5

X 2

X 2

(1) Mengantuk
(2) Semi koma/koma
2.

Muntah

(0) Tidak
(1) Ya

3.

Nyeri Kepala

(0) Tidak

47

(1) Ya
4.

Tekanan Darah

Diastolik

X 10 %

5.

Ateroma

(0) Tidak

X (-3)

- 12

-12

a.

DM

b.

Angina pektoris

(1) Ya

Klaudikasio Intermiten
6.

Konstanta

HASIL SSS

CATATAN

: 1. SSS > 1 = Stroke hemoragik


2. SSS < -1 = Stroke non hemoragik

3. Pemeriksaan penunjang
1. Computed tomography (CT) scan tanpa kontras untuk membedakan antara
stroke iskemik dan stroke hemoragik.
2. Magnetic resonance imaging (MRI) sangat berguna untuk diagnosis stroke
dalam 72 jam awal, melihat area iskemik dan infark, dan lokasi lesi.
3. Cerebral angiography untuk melihat dan mengidentifikasi pembuluh darah
yang mengalami oklusi atau gangguan.
4. transcranial ultrasound (TCD) untuk memeriksa aliran darah arteri di
dalam kepala.
5. Pemeriksaan foto thoraks untuk menilai keadaan jantung. Pada hipertensi
kronis terdapat adanya pembesaran ventrikel kiri (Caplan, 2006).

48

G. Penatalaksanaan
Pengobatan yang cepat dan tepat diharapkan dapat menekan
mortalitas dan mengurangi kecacatan. (Time is Brain). Tujuan utama
pengobatan adalah untuk memperbaiki aliran darah ke otak secepat
mungkin dan melindungi neuron dengan memotong kaskade iskemik.
Pengelolaan pasien stroke akut pada dasarnya dapat di bagi dalam :
1. Pengelolaan umum, pedoman 5 B
1.a

Breathing

1.b

Blood

1.c

Brain

1.d

Bladder

1.e

Bowel

2. Pengelolaan berdasarkan penyebabnya


2.a. Stroke iskemik
2.a.1. Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
2.a.2. Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)
2.a.3. Proteksi neuronal/sitoproteksi
2.b. Stroke Hemoragik
2.b.1. Pengelolaan konservatif
2.b.1.a. Perdarahan intra serebral
2.b.1.b. Perdarahan Sub Arachnoid
2.b.2. Pengelolaan operatif
3. Pencegahan serangan ulang

49

4. Rehabilitasi
1. Pengelolaan umum, pedoman 5 B
1.a

Breathing : Jalan nafas harus terbuka lega, hisap lendir dan slem
untuk mencegah kekurang oksigen dengan segala akibat
buruknya. Dijaga agar oksigenasi dan ventilasi baik, agar tidak
terjadi aspirasi (gigi palsu dibuka). Intubasi pada pasien dengan
GCS < 8. Pada kira-kira 10% penderita pneumonia (radang
paru) merupakan merupakan penyebab kematian utama pada
minggu ke 2 4 setelah serangan otak. Penderita sebaiknya
berbaring dalam posisi miring kiri-kanan bergantian setiap 2
jam. Dan bila ada radang atau asma cepat diatasi.

1.b

Blood : Tekanan darah pada tahap awal tidak boleh segera


diturunkan, karena dapat memperburuk keadaan, kecuali pada
tekanan darah sistolik > 220 mmHg dan atau diastolik > 120
mmHg (stroke iskemik), sistolik > 180 mmHg dan atau diastolik
> 100 mmHg (stroke hemoragik).

Penurunan tekanan darah

maksimal 20 %.
Obat-obat yang dapat dipergunakan Nicardipin (0,5 6
mcg/kg/menit infus kontinyu), Diltiazem (5 40 g/Kg/menit
drip), nitroprusid (0,25 10 g/Kg/menit infus kontinyu),
nitrogliserin (5 10 g/menit infus kontinyu), labetolol 20 80
mg IV bolus tiap 10 menit, kaptopril 6,25 25 mg oral / sub
lingual.

50

Keseimbangan cairan dan elektrolit perlu diawasi


Kadar gula darah (GD) yang terlalu tinggi terbukti
memperburuk outcome pasien stroke, pemberian insulin reguler
dengan skala luncur dengan dosis GD > 150 200 mg/dL 2 unit,
tiap kenaikan 50 mg/dL dinaikkan dosis 2 unit insulin sampai
dengan kadar GD > 400 mg/dL dosis insulin 12 unit.
1.c

Brain : Bila didapatkan kenaikan tekanan intra kranial dengan


tanda nyeri kepala, muntah proyektil dan bradikardi relatif harus
di berantas, obat yang biasa dipakai adalah manitol 20% 1 - 1,5
gr/kgBB dilanjutkan dengan 6 x 100 cc (0,5 gr/Kg BB), dalam
15 20 menit dengan pemantauan osmolalitas antara 300 320
mOsm, keuntungan lain penggunaan manitol penghancur radikal
bebas.
Peningkatan suhu tubuh harus dihindari karena memperbanyak
pelepasan neurotransmiter eksitatorik, radikal bebas, kerusakan
BBB dan merusak pemulihan metabolisme enersi serta
memperbesar inhibisi terhadap protein kinase. Hipotermia
ringan 30C atau 33C mempunyai efek neuroprotektif.
Bila terjadi kejang beri antikonvulsan diazepam i.v karena akan
memperburuk perfusi darah kejaringan otak

1.d

Bladder : Hindari infeksi saluran kemih bila terjadi retensio


urine sebaiknya dipasang kateter intermitten.

Bila terjadi

51

inkontinensia urine, pada laki laki pasang kondom kateter, pada


wanita pasang kateter.
1.e

Bowel : Kebutuhan cairan dan kalori perlu diperhatikan, hindari


obstipasi, Jaga supaya defekasi teratur, pasang NGT bila
didapatkan kesulitan menelan makanan. Kekurangan albumin
perlu diperhatikan karena dapat memperberat edema otak

2. Pengelolaan berdasarkan penyebabnya


2.a. Stroke iskemik
2.a.1. Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
Usaha menghilangkan sumbatan penyebab stroke
merupakan upaya yang paling ideal, obat trombolisis
yang sudah di setujui oleh FDA adalah rt-PA
(recombinan tissue plasminogen activator) dengan dosis
0,9 mg/kgBB maksimal 90 mg (10% diberikan bolus &
sisanya infus kontinyu dalam 60 menit).
bahwa

pengobatan

dengan

obat

ini

Sayangnya
mempunyai

persyaratan pemberian haruslah kurang dari 3 jam,


sehingga hanya pasien yang masuk rumah sakit dengan
onset awal dan dapat penyelesaian pemeriksaan darah,
CT Scan kepala dan inform consent yang cepat saja yang
dapat menerima obat ini.
Cara lain memperbaiki aliran darah antara lain
dengan

memperbaiki

hemorheologi

seperti

obat

52

pentoxifillin yang yang mengurangi viskositas darah


dengan meningkatkan deformabilitas sel darah merah
dengan dosis 15 mg/kgBB/hari.

Obat lain yang juga

memperbaiki sirkulasi adalah naftidrofuril

dengan

memperbaiki aliran darah melalui unsur seluler darah


dosis 600 mg/hari selama 10 hari iv dilanjutkan oral 300
mg/hari.
2.a.2. Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)
Untuk menghindari terjadinya trombus lebih lanjut
terdapat dua kelas pengobatan yang tersedia yaitu anti
koagulan dan anti agregasi trombosit.
Anti koagulan diberikan pada pasien stroke yang
mempunyai risiko untuk terjadi emboli otak seperti
pasien dengan kelainan jantung fibrilasi atrium non
valvular, thrombus mural dalam ventrikel kiri, infark
miokard baru & katup jantung buatan.

Obat yang dapat

diberikan adalah heparin dengan dosis awal 1.000 u/jam


cek APTT 6 jam kemudian sampai dicapai 1,5 2,5 kali
kontrol hari ke 3 diganti anti koagulan oral, Heparin
berat molekul rendah (LWMH) dosis 2 x 0,4 cc subkutan
monitor trombosit hari ke 1 & 3 (jika jumlah < 100.000
tidak diberikan), Warfarin dengan dosis hari I = 8 mg,

53

hari II = 6 mg, hari III penyesuaian dosis dengan melihat


INR pasien.
Pasien dengan paresis berat yang berbaring lama
yang berrisiko terjadi trombosis vena dalam dan emboli
paru untuk prevensi diberikan heparin 2 x 5.000 unit sub
cutan atau LMWH 2 x 0,3 cc selama 7 10 hari.
Obat anti agregasi trombosit mempunyai banyak
pilihan antara lain aspirin dosis 80 1.200 mg/hari
mekanisme

kerja

dengan

menghambat

jalur

siklooksigenase, dipiridamol dikombinasi dengan aspirin


aspirin 25 mg + dipiridamol SR 200 mg dua kali sehari
dengan

menghambat

jalur

siklooksigenase,

fosfodiesterase dan ambilan kembali adenosin, cilostazol


dosis 2 x 50 mg mekanisme kerja menghambat aktifitas
fosfodiesterase III, ticlopidin dosis 2 x 250 mg dengan
menginhibisi

reseptor

adenosin

difosfat

dan

thyenopyridine dan clopidogrel dosis 1 x 75 mg dengan


menginhibisi

reseptor

adenosin

difosfat

dan

thyenopyridine.
2.a.3. Proteksi neuronal/sitoproteksi
Sangat menarik untuk mengamati obat-obatan pada
kelompok ini karena diharapkan dapat dengan memotong

54

kaskade iskemik sehingga dapat mencegah kerusakan


lebih lanjut neuron. Obat-obatan tersebut antara lain :
CDP-Choline
membran

sel

bekerja

dengan

dengan

cara

memperbaiki

menambah

sintesa

phospatidylcholine, menghambat terbentuknya radikal


bebas dan juga menaikkan sintesis asetilkolin suatu
neurotransmiter untuk fungsi kognitif.

Meta analisis

Cohcrane Stroke Riview Group Study (Saver 2002) 7


penelitian 1963 pasien stroke iskemik dan perdarahan,
dosis 500 2.000 mg sehari selama 14 hari menunjukkan
penurunan

angka

kematian

dan

kecacatan

yang

bermakna. Therapeutic Windows 2 14 hari.


Piracetam, cara kerja secara pasti didak diketahui,
diperkirakan memperbaiki integritas sel, memperbaiki
fluiditas membran dan menormalkan fungsi membran.
Dosis bolus 12 gr IV dilanjutkan 4 x 3 gr iv sampai hari
ke empat, hari ke lima dilanjutkan 3 x 4 gr peroral
sampai minggu ke empat, minggu ke lima sampai
minggu ke 12 diberikan 2 x 2,4 gr per oral,. Therapeutic
Windows 7 12 jam.
Statin,

diklinik

digunakan

untuk

anti

lipid,

mempunyai sifat neuroprotektif untuk iskemia otak dan


stroke. Mempunyai efek anti oksidan downstream dan

55

upstream.

Efek

downstream

adalah

stabilisasi

atherosklerosis sehingga mengurangi pelepasan plaque


tromboemboli dari arteri ke arteri.

Efek upstream

adalah memperbaiki pengaturan eNOS (endothelial


Nitric Oxide Synthese, mempunyai sifat anti trombus,
vasodilatasi dan anti inflamasi), menghambat iNOS
(inducible Nitric Oxide Synthese, sifatnya berlawanan
dengan eNOS), anti inflamasi dan anti oksidan.
Cerebrolisin, suatu protein otak bebas lemak
dengan khasiat anti calpain, penghambat caspase dan
sebagai neurotropik dosis 30 50 cc selama 21 hari
menunjukkan perbaikan fungsi motorik yang bermakna.
2.b. Stroke Hemoragik
2.b.1

Pengelolaan konservatif
2.b.1.a

Perdarahan Intra Serebral


Pemberian anti perdarahan : Epsilon
aminocaproat

30

36

gr/hari,

Asam

Traneksamat 6 x 1 gr untuk mencegah lisisnya


bekuan darah yamg sudah terbentuk oleh tissue
plasminogen.

Evaluasi status koagulasi

seperti pemberian protamin 1 mg pada pasien


yang mendapatkan heparin 100 mg & 10 mg
vitamin K intravena pada pasien yang mendapat

56

warfarin

dengan

prothrombine

time

memanjang.
Untuk mengurangi kerusakan jaringan
iskemik disekeliling hematom dapat diberikan
obat-obat yang mempunyai sifat neuropriteksi.
2.b.1.b

Perdarahan Sub Arahnoid


Bed rest total selama 3 minggu dengan
suasana yang tenang, pada pasien yang sadar,
penggunaan morphin 15 mg IM pada umumnya
diperlukan untuk menghilangkan nyeri kepala
pada pasien sadar.
Vasospasme terjadi pada 30% pasien, dapat
diberikan Calcium Channel Blockers dengan
dosis 60 90 mg oral tiap 4 jam selama 21 hari
atau 15 30 mg/kg/jam selama 7 hari,
kemudian dilanjutkan per oral 360 mg /hari
selama 14 hari, efektif untuk mencegah
terjadinya vasospasme yang biasanya terjadi
pada hari ke 7 sesudah iktus yang berlanjut
sampai minggu ke dua setelah iktus.

Bila

terjadi vasospasme dapat dilakukan balance


positif cairan 1 2 Liter diusahakan tekanan
arteri pulmonalis 18 20 mmHg dan Central

57

venous pressure 10 mmHg, bila gagal juga


dapat diusahakan peningkatan tekanan sistolik
sampai 180 220 mmHg menggunakan
dopamin.
2.b.2. Pengelolaan operatif
Tujuan pengelolaan operatif adalah : Pengeluaran
bekuan darah, Penyaluran cairan serebrospinal &
Pembedahan mikro pada pembuluh darah.
Yang penting diperhatikan selain hasil CT Scan dan
arteriografi adalah keadaan/kondisi pasien itu sendiri :
Faktor faktor yang mempengaruhi :
1.

Usia
Lebih 70 th

--------------

tidak ada tindakan operasi

60 70 th

--------------

pertimbangan operasi lebih ketat

Kurang 60 th

--------------

operasi dapat dilakukan lebih aman

2.

Tingkat kesadaran
Koma/sopor --------------tak dioperasi
Sadar/somnolen -------------tak dioperasi kecuali kesadaran atau keadaan

neurologiknya menurun
Perdarahan serebelum : operasi kadang hasilnya memuaskan walaupun
kesadarannya koma

58

3.

Topis lesi
a.

Hematoma Lobar (kortical dan Subcortical)


Bila TIK tak meninggi
--------Bila TIK meninggi disertai tanda herniasi
( klinis menurun ) --------- operasi

b. Perdarahan putamen
Bila hematoma kecil atau sedang --------- tak dioperasi
Bila hematoma lebih dari 3 cm --------- tak dioperasi, kecuali
kesadaran
defisit

atau

neurologiknya

memburuk
c. Perdarahan thalamus
Pada umumnya tak dioperasi, hanya ditujukan pada hidrocepalusnya
akibat perdarahan dengan VP shunt bila memungkinkan.
d. Perdarahan serebelum
Bila perdarahannya lebih dari 3 cm
dalam minggu pertama maka ---------- operasi
Bila perjalanan neurologiknya stabil ----------diobati

secara

medisinal

dengan pengawasan
Bila hematom kecil tapi disertai
tanda tanda penekanan batang otak ----------- operasi
4. Penampang volume hematoma

59

Bila penampang hematoma lebih 3 cm atau volume lebih dari 50 cc ----operasi


Bila penampang kecil, kesadaran makin menurun dan keadaan neurologiknya
menurun ada tanda tanda penekanan batang otak maka ---------- operasi
5. Waktu yang tepat untuk pembedahan
Dianjurkan untuk operasi secepat mungkin 6 7 jam setelah serangan
sebelum timbulnya edema otak , bila tak memungkinkan sebaiknya ditunda
sampai 5 15 hari kemudian.
Indikasi pembedahan pasien PSA adalah pasien dengan grade Hunt &
Hest Scale 1 sampai 3, waktu pembedahan dapat segera (< 72 jam) atau
lambat (setelah 14 hari).

Pembedahan pasien PSA dengan Hunt & Hest

Scale 4 5 menunjukkan angka kematian yang tinggi (75%).


3. Pencegahan serangan ulang
Untuk stroke infark diberikan :
-

Obat-obat anti platelet aggregasi

Obat-obat untuk perbaikan fungsi jantung dari ahlinya

Faktor resiko dikurangi seminimal mungkin


Untuk stroke hemoragik mengendalikan / menghilangkan faktor risiko
hipertensi maupun kelainan pembuluh darah yang ada.

3. Rehabilitasi

60

Rehabilitasi dilakukan sedini mungkin dengan mempertimbangkan


keadaan kardiovaskuler, perkembangan penyakitnya dan dilaksanakan
sedini mungkin, dilakukan dengan tujuan :
-

Memperbaiki fungsi motorik

Mencegah kontraktur sendi

Agar penderita dapat mandiri

Rehabilitasi sosial perlu dilakukan juga karena penderita biasanya


jatuh dalam keadaan depresi.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Mulyatsih Enny, Ahmad Airiza. Stroke petunjuk perawatan pasien pasca


stroke di rumah. FKUI. Jakarta. 2008 Pengenalan dan Penatalaksanaan Kasus-

61

Kasus Neurologi. Buku kedua. Jakarta : Departemen Saraf RSPAD Gatot Soebroto
Ditkesad. 2007
2.

Beers, Mark. H., MD. Merck Manual. Eighteenth Edition. 2006 : 1921-1922

3.

Buku Pedoman Standar Pelayanan Medis dan Standar Prosedur Operasional


Neurologi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2006

4.

Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical


Neurology, 3rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007.

5.

Ropper AH, Brown RH. Cerebrovascular Diseases. In : Adam and Victors


Principles of Neurology. Eight edition. New York : Mc Graw-Hill. 2005

6.

Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. Pencegahan Primer Stroke. Dalam :


Guideline Stroke 2007. Jakarta.

7.

Misbach Jusuf. Stroke aspek diagnostik, patofisiologi, manajemen. FKUI.


Jakarta. 1999

8.

Departemen saraf RSPAD Gatot Soebroto. Pengenalan dan kasus-kasus


neurologi. Jakarta. 2007

62

Anda mungkin juga menyukai