Anda di halaman 1dari 88

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Undang-undang (UU) RI nomor 13 tahun 2003 tentang Tenaga
Kerja pasal 99 dan 100 menyebutkan bahwa setiap pekerja/buruh dan
keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja, Jaminan
sosial tenaga kerja dilaksanakan sesuai
undangan yang

berlaku dan

dengan

peraturan perundang-

untuk meningkatkan kesejahteraan bagi

pekerja/buruh

dan keluarganya, pengusaha wajib menyediakan fasilitas

kesejahteraan,

yang dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan

pekerja/buruh dan ukuran kemampuan perusahaan. 1


Memperhatikan Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 1993 jo. PP
Nomor 79 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial
Tenaga Kerja, pasal 3 dan 4 bahwa pengusaha yang mempekerjakan tenaga
kerja sebanyak

10 (sepuluh) orang atau lebih atau membayar upah paling

sedikit Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) sebulan, wajib mengikutsertakan


tenaga kerjanya dalam program jaminan sosial tenaga kerja dan pengusaha
yang telah menyelenggarakan sendiri program pemeliharaan kesehatan bagi
tenaga kerjanya dengan manfaat lebih baik dari Paket Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan Dasar tidak wajib ikut Jaminan Pemeliharaan Kesehatan yang
diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara.2

Pelayanan kesehatan diharapkan bermutu pada semua pelayanan


kesehatan, termasuk di Balai Kesehatan Karyawan Rokok Kudus (BKKRK).
Mutu pelayanan kesehatan dapat dilihat dari sudut pandang pemakai jasa,
penyelenggara dan penyandang dana pelayanan. Mutu pelayanan kesehatan
bagi pemakai jasa/ pasien lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas
memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi petugas dengan pasien,
keprihatinan serta keramahtamahan petugas dalam melayani pasien, dan
atau kesembuhan penyakit yang sedang diderita.
Untuk menilai mutu pelayanan diperlukan standar dan indikator,
yaitu:4
1. Standar masukan (input) antara lain terdiri dari standar ketenagaan,
peralatan dan sarana
2. Standar proses/standar tindakan, ditetapkan tata cara / prosedur pelayanan
baik medis maupun non medis
3. Standar keluaran

(output/performance) atau disebut standar penampilan

berdasarkan indikator baik dari segi pemberi pelayanan maupun


pemakainya (pasien)
4. Standar lingkungan/ standar organisasi dan manajemen, dimana
ditetapkan garis-garis besar kebijakan, pola organisasi dan manajemen
yang harus dipatuhi oleh pemberi pelayanan.
Kepuasan pasien adalah evaluasi positif dari dimensi pelayanan yang
beragam. Pelayanan yang dievaluasi dapat berupa sebagian kecil dari
pelayanan dari serangkaian pelayanan yang diberikan atau semua jenis

pelayanan yang diberikan untuk menyembuhkan seorang pasien, sampai


dengan sistem pelayanan secara menyeluruh di dalam rumah sakit. Kajian
kepuasan pasien harus dipahami sebagai suatu hal yang sangat banyak
dimensinya atau variabel yang mempengaruhinya. 6
Kepuasan pasien merupakan suatu hal yang bersifat subyektif, sulit
diukur, dapat berubah-ubah, serta banyak sekali faktor yang berpengaruh.
Subyektivitasnya dapat berkurang atau menjadi obyektif, jika cukup banyak
orang yang sama pendapatnya terhadap sesuatu hal. Sehingga, untuk
mengkaji kepuasan pasien dipergunakan suatu instrumen penelitian yang
cukup valid disertai dengan metode penelitian yang baik.7
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada poli umum oleh peneliti
pada bulan Nopember 2007 terhadap 20 orang responden di RSUD Tarakan
tentang pelayanan pengobatan oleh dokter, perawat, pelayanan administrasi,
keadaan lingkungan, dan obat yang

diberikan, diperoleh hasil sebagai

berikut : 5% (1 orang) menjawab pelayanan yang diberikan oleh dokter


sangat tidak baik, sebanyak 55.0% (11 orang) menjawab pelayanan dokter
baik.

Dari 20 orang, 5.0% (1 orang) menjawab pelayanan yang diberikan

oleh perawat sangat tidak baik dan 60.0% (12 orang) menjawab baik. 55.0%
(11 orang) menjawab administrasi baik, dan 45.0% (9 orang) mengatakan
administrasi biasa. 60.0% (12 orang) menjawab keadaan lingkungan baik,
40.0% (8 orang) menjawab biasa, dan 5% (1 orang) menjawab kelengkapan
alat dan obat di RSUD Tarakan tidak baik, 55.0% (11 orang) menjawab baik.

Kepuasan
Tarakan,

pasien

sebanyak

setelah

memperoleh

pelayanan

di

RSUD

2 orang (10.0%) menyatakan tidak puas dengan

pelayanan dokter, 3 orang (15.0%) cukup puas, 10.0%( 2 orang) tidak puas
dengan pelayanan perawat dan 10.0% (2 orang) cukup puas, 5.0% (1
orang) tidak puas, 50.0% (10 orang) cukup puas terhadap pelayanan
petugas administrasi, 90.0% (18 orang) menyatakan puas terhadap keadaan
lingkungan RSUD Tarakan, 10.0% (2 orang) cukup puas, dan 90.0% (18
orang) menyatakan puas terhadap kelengkapan alat dan obat di RSUD
Tarakan, 5.0% (1 orang) cukup puas dan 5.0% (1 orang) tidak puas.
Dengan melihat hasil studi pendahuluan tersebut di atas, maka
diperlukan adanya

analisis

kepuasan

pasien

terhadap

pelayanan

pengobatan di Ruang rawat inap RSUD Tarakan. Dengan diperolehnya hasil


analisis kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan di RSUD Tarakan,
diharapkan akan lebih meningkatkan pelayanan pengobatan terhadap pasien
lain
Penelitian tentang analisis kepuasan pasien terhadap pelayanan
kesehatan di Ruang rawat inap RSUD Tarakan belum pernah dilaksanakan di
ruang rawat inap RSUD Tarakan. Evaluasi mengenai kepuasan pasien
tersebut diharapkan dapat bermanfaat untuk meningkatkan pelayanan
terhadap pasien lain yang berhak mendapatkan pengobatan di ruang rawat
inap RSUD Tarakan,

yaitu

mengenai

kemauan

dan keinginan yang

diharapkan oleh pasien, sehingga bermanfaat untuk meningkatkan derajat


kesehatan.

Berdasarkan pemikiran di atas, maka penulis tertarik untuk


mengadakan penelitian yang berjudul: Hubungan Pengetahuan dan Sikap
dengan Perilaku Dokter Kecil (DOKCIL) dalam Memilih makanan
Jajanan di Tiga Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Karawaci Kota
Tangerang.

1.2 Identifikasi Masalah


Balai
merupakan

Kesehatan

Karyawan

Rokok

Kudus

(BKKRK)

tempat pelayanan kesehatan bagi karyawan perusahaan rokok

yang tergabung dalam Persatuan Perusahaan Rokok Kudus (PPRK) yang


terdiri dari tenaga harian, dan borongan.

Keberadaan BKKRK diperlukan

dalam melayani kesehatan para karyawan tersebut, diharapkan dengan


meningkatnya derajat kesehatan karyawan, dapat meningkatkan pula kinerja
karyawan tersebut di tempatnya bekerja.
Berdasarkan data di Tabel 1.3. Data Kesakitan di BKKRK Tahun
20042006, dengan adanya jumlah kunjungan pasien ke BKKRK yang dari
tahun 2004 hingga 2006 mengalami penurunan.
maupun pihak eksternal belum pernah

mengadakan

Selama ini, BKKRK


evaluasi

terhadap

kepuasan pasien, yaitu karyawan perusahaan rokok yang tergabung dalam


PPRK, yang memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di BKKRK.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Menganalisis hubungan antara persepsi mutu pelayanan pengobatan
dengan kepuasan pasien di ruang rawat inap RSUD Tarakan.

1.3.2 Tujuan Khusus


1) Mengetahui deskripsi persepsi mutu pelayanan pengobatan,
kepuasan pasien, dan hubungan antara persepsi mutu pelayanan
pengobatan dengan kepuasan pasien di Ruang Rawat Inap RSUD
Tarakan
2) Mengetahui

hubungan

antara

persepsi

pasien

terhadap

pelayanan dokter dengan kepuasan pasien di Ruang Rawat Inap


RSUD Tarakan
3) Mengetahui

hubungan

antara

persepsi

pasien

terhadap

pelayanan perawat dengan kepuasan pasien di Ruang Rawat Inap


RSUD Tarakan.
4) Mengetahui hubungan antara persepsi pasien terhadap pelayanan
petugas administrasi dengan kepuasan pasien di Ruang Rawat
Inap RSUD Tarakan.
5) Mengetahui hubungan antara persepsi pasien terhadap keadaan
lingkungan dengan kepuasan pasien di Ruang Rawat Inap RSUD
Tarakan.

6) Mengetahui hubungan antara persepsi pasien terhadap sarana


peralatan dan obat dengan kepuasan pasien di Ruang Rawat Inap
RSUD Tarakan.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1.4.1 Manfaat Bagi Ruang Rawat Inap RSUD Tarakan
Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi Ruang Rawat
Inap RSUD Tarakan dalam peningkatan pelayanan kesehatan, yang
diharapkan

dapat

meningkatkan

kepuasan

para

pasien

yang

mendapatkan pelayanan pengobatan di Ruang Rawat Inap RSUD


Tarakan.
1.4.2 Manfaat Bagi Ilmu Pengetahuan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang
bermanfaat, terutama dalam penelitian tentang kepuasan pasien,
khususnya di Ruang Rawat Inap RSUD Tarakan.
1.4.3 Manfaat bagi Peneliti
Sebagai bahan bagi peneliti dalam mengimplementasikan ilmu
yang diperoleh dalam

perkuliahan, sehingga

dapat

memperluas

wawasan dan ilmu pengetahuan.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah :
1) Lingkup Keilmuan : Ilmu Kesehatan Masyarakat yang berhubungan
dengan kajian Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
2) Lingkup Masalah : Masalah dibatasi pada hubungan antara persepsi mutu
pelayanan pengobatan dengan kepuasan pasien di Ruang Rawat Inap
RSUD Tarakan
3) Lingkup Sasaran : Sasaran penelitian dibatasi pada pasien rawat inap di
ruang rawat inap RSUD Tarakan dalam bulan .................
4) Lingkup Lokasi : Di Ruang Rawat Inap RSUD Tarakan
5) Lingkup Waktu : Waktu penelitian pada bulan........

BAB II
KERANGAKA TEORI DAN HIPOTESIS

2.1 Kerangka Teori


2.1.1 Persepsi

Persepsi mempunyai sifat subyektif, karena persepsi setiap orang


terhadap suatu obyek akan berbeda-beda. Persepsi ini dipengaruhi isi
memorinya. Menurut Webster, persepsi adalah aktivitas merasakan atau
keadaan emosi yang menggembirakan atau menghebohkan.

Solomon

mendefinisikan bahwa sensasi sebagai tanggapan yang cepat dari indera


penerima (mata, telinga, hidung, mulut dan jari) terhadap stimuli dasar
seperti cahaya, warna dan suara. Persepsi adalah proses bagaimana
stimuli diseleksi, diorganisasi dan diinterpretasikan.13
Beberapa orang dapat mempunyai persepsi yang berbeda
dalam melihat obyek yang sama, hal ini dipengaruhi oleh faktor antara
lain tingkat pengetahuan dan pendidikan seseorang, kombinasi
penglihatan, penciuman, pendengaran serta pengalaman masa lalu. 14
Faktor pihak pelaku persepsi dipengaruhi oleh karakteristik
pribadi seperti sikap, motivasi, kepentingan atau minat, pengalaman
dan pengharapan. Variabel lain yang ikut menentukan persepsi adalah
umur, tingkat pendidikan, latar belakang sosial ekonomi, budaya,
pekerjaan, kepribadian dan pengalaman hidup individu.16 Persepsi akan

berpengaruh pada perilaku konsumen, yang akan mempengaruhi


keputusannya dalam membeli.

Sumber : Jacobalis, Samsi, Beberapa Teknik dalam Manajemen Mutu,


Manajemen Rumah Sakit, Universitas Gadjahmada, Yogyakarta, 2000
2.1.2 Kinerja

1. Pengertian Kinerja

2. Macam-Macam Perilaku
Menurut Skiner (1938) yang dijabarkan dalam Notoatmodjo
(2010) perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus
(rangsangan dari luar). Perilaku dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a. Perilaku tertutup (covert behavior)
Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut
masih belum diamati orang lain secara jelas. Respons seseorang
terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert).
Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada
perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi
10

pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati
secara jelas oleh orang lain. Misalnya: Ibu hamil tahu pentingnya
periksa hamil untuk kesehatan bayi dan dirinya sendiri (pengetahuan),
kemudian ibu tersebut bertanya kepada tetangganya tempat periksa
hamil yang dekat (sikap).

b. Perilaku terbuka (Overt behavior)


Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan
nyata atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas
dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat
diamati atau dilihat oleh orang lain. Misalnya: penderita TB paru
minum obat secara teratur.
Konsep umum yang digunakan untuk mendiagnosis perilaku
adalah konsep dari Lawrence Green (1980). Menurut Green, perilaku
dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu faktor predisposisi (Pre disposing
factor). Hal tersebut meliputi faktor-faktor yang mempermudah terjadinya
perilaku seseorang, antara lain pengetahuan , sikap, keyakinan,
kepercayaan, nilai-nilai, tradisi dan sebagainya. Faktor yang ke dua yaitu
faktor pemungkin (Enabling factors) meliputi faktor faktor yang
memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan. Faktor ini
mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas pelayanan
kesehatan dan kemudahan mencapai pelayanan kesehatan seperti biaya,
jarak, ketersediaan transportasi, waktu pelayanan dan keterampilan
petugas. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan
11

terwujudnya perilaku kesehatan. Dan faktor yang ketiga yaitu faktor


penguat (Reinforcing factors). Merupakan faktorfaktor yang mendorong
atau memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang , meskipun
seseorang tahu dan mampu untuk berperilaku sehat tetapi tidak
melakukannya. Karena hal tersebut tidak didukung dari lingkungan
masyarakat, tokoh masyarakat.

3. Anak Usia Sekolah


Kelompok anak sekolah (umur 6-12 tahun) termasuk ke dalam
kelompok rentan gizi. Kelompok rentan gizi adalah suatu kelompok yang
paling mudah menderita gangguan kesehatan atau rentan karena
kekurangan gizi. Kelompok ini berada pada masa pertumbuhan atau
perkembangan yang memerlukan zat-zat gizi dalam jumlah yang lebih
besar dan apabila kekurangan zat gizi maka akan terjadi gangguan gizi
atau kesehatannya.
Pada umumnya kelompok umur ini mempunyai kesehatan yang
lebih baik dibandingkan dengan kesehatan anak balita. Masalah-masalah
yang timbul pada kelompok ini antara lain berat badan rendah, defisiensi
Fe (kurang darah), dan defisiensi vitamin E. Masalah ini timbul karena
pada umur-umur ini anak banyak kegiatan di sekolah maupun di
lingkungan rumah-tangganya dan sangat aktif bermain yang menguras
banyak tenaga seperti berkejar-kejaran, petak-umpet, bermain lompatan
atau bermain bola. Dipihak lain, anak kelompok ini kadang-kadang nafsu

12

makannya menurun. Dengan demikian terjadi ketidak-seimbangan antara


energi yang masuk dengan energi yang keluar atau konsumsi makanan
tidak seimbang dengan kalori yang diperlukan (Notoatmodjo, 2003)
Pertumbuhan dan perkembangan pada masa sekolah akan
mengalami proses percepatan pada umur 10-12 tahun. Pada usia sekolah
ini secara umum aktivitas fisik pada anak semakin tinggi dan memperkuat
kemampuan motoriknya. Kemampuan kemandirian anak akan semakin
dirasakan dimana lingkungan luar rumah dalam hal ini adalah sekolah
cukup besar, sehingga beberapa masalah sudah mampu diatasi dengan
sendirinya dan anak sudah mampu menunjukkan penyesuaian diri dengan
lingkungan yang ada. Perkembangan kognitif, psikososial, interpersonal,
psikoseksual, moral, dan spiritual sudah mulai menunjukkan kematangan
pada masa ini (Hidayat, 2005).

4. Perilaku Makan pada Anak Sekolah


Pada umumnya anak sekolah tidak hanya sibuk dengan aktivitas di
sekolahnya, tetapi juga penuh dengan kegiatan ekstra kurikuler. Untuk
menjaga staminanya, anak perlu ditunjang dengan pangan dan gizi yang
cukup dan berkualitas. Sarapan pagi menjadi sarana utama dari segi gizi
untuk memenuhi kebutuhan energinya. Menurut para ahli gizi, sedikitnya
30 persen total energi tubuh harus dipenuhi saat makan pagi (Ratnawati,
2001).
Namun

sayangnya

ada

berbagai

alasan

yang

seringkali

menyebabkan anakanak tidak sarapan pagi. Ada yang merasa waktu sangat
13

terbatas karena jarak sekolah cukup jauh, terlambat bangun pagi, atau tidak
ada selera untuk sarapan pagi. Oleh karena itu anak harus dibiasakan
sarapan sebelum memulai aktivitas sehari-harinya (Khomsan, 2003).
Tanpa sarapan pagi akan terjadi kekosongan lambung sehingga
kadar gula akan menurun. Padahal gula darah merupakan sumber energi
utama bagi otak. Dampak negatifnya adalah ketidakseimbangan syaraf
pusat yang diikuti dengan rasa pusing, badan gemetar, atau rasa lelah.
Dalam keadaan demikian anak akan sulituntuk dapat menerima pelajaran
dengan baik. Gairah belajar dan kecepatan reaksi juga akan menurun
(Ratnawati, 2001).
Mengingat aktivitas fisik yang banyak dan tinggi selama di sekolah,
wajar kalau anak merasa lapar diantara dua waktu makan (pagi dan siang).
Sebagai pengganti sarapan pagi anak jajan di sekolah untuk mengurangi
rasa lapar, namun mutu dan keseimbangan gizi jadi tidak seimbang.
Meskipun demikian, dengan jajan anak bisa mengenal beragam makanan
yang dijual di sekolah. Oleh karena itu jajan dapat membantu seorang anak
untuk membentuk selera makan yang beragam sehingga pada saat dewasa
nanti dia dapat menikmati aneka ragam makanan. Hal ini sangat baik dari
segi gizi (Khomsan, 2003).
Mengingat

makanan

jajanan

terkadang

belum

terjamin

keamanannya, ada baiknya juga anak dibekali roti atau makanan lain untuk
dimakan waktu istirahat. Namun adakalanya mereka lebih suka makan di
kantin mengikuti jejak kawankawannya. Jika kantin yang tersedia di

14

sekolahan bersih, tidak perlu melarang mereka makan di kantin akan tetapi
beri petunjuk untuk membeli makanan yang bergizi (Pudjiadi, 2000).
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dari kebiasaan jajan.
Seringkali anak jadi beralasan tidak mau makan di rumah karena masih
kenyang akibat jajan di sekolah. Hal ini dikarenakan pada saat jajan, anak
umumnya membeli makanan berat atau makanan kecil padat energi terbuat
dari karbohidrat (tepung-tepungan), gorengan yang kaya lemak dan murah
harganya. Makanan jenis ini tidak cukup menggantikan makan siang di
rumah yang biasanya memperhatikan konsep 4 sehat (nasi, lauk, sayur, dan
buah). Anak-anak tertarik dengan jajanan sekolah karena warnanya yang
menarik, rasanya yang menggugah selera dan harganya terjangkau.
Makanan ringan, sirup, bakso, mie ayam dan sebagainya menjadi makanan
jajanan sehari-hari di sekolah.
Jajanan khususnya yang dijual di pinggir jalan, rentan terhadap
polusi debu maupun asap knalpot. Seringkali makanan tersebut tidak
disiapkan secara higienis atau juga mempergunakan bahan-bahan yang
berbahaya seperti zat pewarna karena alasan harganya murah. Makanan
jajanan yang demikian cepat atau lambat akan mendatangkan gangguan
kesehatan.
Salah satu yang perlu diwaspadai adalah permen. Permen adalah
kesukaan setiap anak. Apalagi kini permen mempunyai aneka cita rasa
maupun bentuk sehingga orangtua pun suka. Permen tidak memberikan
kontribusi gizi yang berarti karena kandungan gizinya yang hampir nol,

15

kecuali energi. Oleh karena itu, mengkonsumsi permen secara berlebihan


dan menjadi pola makan hanya akan menambah masukan energi ke dalam
tubuh tanpa memberi zat gizi.
Berbagai jenis keripik atau chips yang termasuk ke dalam junk food
umumnya disukai oleh anak-anak. Chips terbuat dari umbi-umbian
(kentang) atau serealia (jagung) digoreng minyak dan ditambah garam dan
penyedap rasa. Junk food yang kaya kalori dan rendah gizi ini biasa
dimakan sebagai snack. Kandungan kalorinya yang tinggi sering membuat
anak-anak yang baru makan chips menjadi tidak mau makan karena
merasa masih kenyang. Dalam hal ini perlu disadari bahwa berapa
bungkus pun chips yang dimakan tidak bisa menggantikan makanan
lengkap yang tersaji di meja makan keluarga. Oleh karena itu orangtua
harus mempunyai kiat kapan anaknya diizinkan untuk makan chips, yaitu
sebaiknya sesudah makan (Khomsan, 2003).
Untuk mengimbangi kebiasaan jajan anak, tugas orangtua adalah
menyediakan makanan ringan yang bergizi di rumah dan di sekolah
diberikan pendidikan gizi oleh guru (Soetjiningsih, 2002). Pendidikan gizi
pada golongan umur ini banyak faedahnya. Guru harus menerangkan
makanan apa yang bergizi dan hubungan antara yang dimakan dengan
pertumbuhan dan kesehatannya. Anak-anak usia sekolah mudah menerima
ajaran gurunya bahkan dapat meneruskannya pada orangtuanya (Pudjiadi,
2000).

16

Program UKS (usaha kesehatan sekolah) sangat tepat untuk


membina dan meningkatkan gizi dan kesehatan anak sekolah. Disamping
anak sekolah adalah kelompok yang sudah terorganisasi sehingga mudah
untuk dijangkau oleh program, juga karena kelompok ini merupakan
kelompok yang mudah menerima upaya pendidikan. Ahli pendidikan
berpendapat bahwa kelompok umur ini sangat sensitif untuk menerima
pendidikan, termasuk pendidikan gizi (Notoatmodjo, 2003)

2.1.3

Pengetahuan
1. Pengertian Pengetahuan
Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa
Inggris yaitu knowledge. Dalam Encylopedia ofphilosophy dijelaskan
bahwa

definisi

pengetahuan

adalah

kepercayaan

yang

benar

(knowledge is justified true belief). Dalam kamus filsafat dijelaskan


bahwa pengetahuan adalah proses kehidupan yang diketahui
manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri. Dalam peristiwa
ini yang mengetahui (subjek) memiliki yang diketahui (objek) di
dalam dirinya sedemikian aktif sehingga subjek itu menyusun objek
pada dirinya sendiri dalam kesatuan yang aktif. (Notoatmodjo, 2003)

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu


seseorang terhadap objek melalui indera yng dimilikinya (mata,
hidung, telinga dan sebagainya).

Pengetahuan sangat dipengaruhi

17

oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Secara garis


besar dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan yaitu:
a.

Tahu (know)
Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari atau diamati sebelumnya . Untuk mengetahui atau
mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan
pertanyaan.

b.

Memahami (comprehention)
Suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang
objek yang diketahui dan dimana dapat menginterprestasikan
secara benar.

c.

Aplikasi (Application)
Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari
pada situasi atau kondisi yang sebenarnya.

d.

Analisis (Analysis)
Kemampuan

seseorang

untuk

menjabarkan

dan

atau

memisahkan , kemudian mencari hubungan antara komponenkomponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang
diketahui.

e.

Sintesis (Syntesis)
Kemampuan untuk menunjukkan atau menghubungkan
bagian-bagian didalam satu hubungan yang logis dari komponen-

18

komponen yang dimiliknya atau suatu kemampuan untuk


menyusun formulasi baru dari formulasi yang telah ada.
f.

Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek tertentu.
Penilaian dapat didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan
sendiri

atau

norma-norma

yang

berlaku

di

masyarakat

(Notoadmodjo, 2010 ).

2. Pengetahuan Mengenai Makanan Jajanan


Pengetahuan mengenai makanan jajanan adalah kepandaian
memilih makanan yang merupakan sumber zat-zat gizi dan
kepandaian dalam memilih makanan jajanan yang sehat. Pengetahuan
(knowledge) adalah hasil pengetahuan dari manusia, yang sekedar
menjawab pertanyaan What, misalnya apa air, apa manusia, apa
alam dan sebagainya. Pengetahuan secara perorangan maupun
bersama ternyata langsung dalam dua bentuk dasar yang sulit
ditentukan mana kiranya yang paling asli atau mana yang paling
berharga dan yang paling manusiawi. Bentuk satu adalah mengetahui
saja dan untuk menikmati pengetahuan itu demi memuaskan hati
manusia (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan gizi anak sangat berpengaruh terhadap pemilihan
makanan jajanan. Pengetahuan anak dapat diperoleh baik secara
internal maupun eksternal. Pengetahuan secara internal yaitu
19

pengetahuan

yang

berasal

dari

dirinya

sendiri

berdasarkan

pengalaman hidup. Pengetahuan secara eksternal yaitu pengetahuan


yang berasal dari orang lain sehingga pengetahuan anak tentang gizi
bertambah (Solihin, 2005).

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan


Menurut Sukanto (2000), faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat pengetahuan, antara lain :
a. Tingkat Pendidikan
Pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan
sehingga terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat.
b. Informasi
Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih
banyak akan mempunyai pengetahuan lebih luas.
c. Budaya
Tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam
memenuhi kebutuhan yang meliputi sikap dan kepercayaan
d. Pengalaman
Sesuatu yang pernah dialami seseorang akan menambah
pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat informal
e. Sosial Ekonomi

20

Tingkat kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan


hidup. Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi akan menambah
tingkat pengetahuan

2.1.4

Sikap
1. Pengertian Sikap
Sikap adalah merupakan respons tertutup seseorang terhadap
stimulus atau objek, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi
yang bersangkutan. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat,
tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang
tertutup (Notoatmodjo, 2010 ).
Menurut Newcomb (1981) salah seorang ahli psikologi sosial,
yang dikutip oleh Notoatmodjo, (2010) menyatakan, bahwa sikap itu
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan
merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu
tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan
suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan
merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap
merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan
tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Sikap terdiri dari 3
komponen pokok , yaitu pertama kepercayaan atau keyakinan, ide dan
konsep terhadap objek. Kedua kehidupan emosional atau evaluasi
orang terhadap objek. Ke tiga kecendrungan untuk bertindak artinya

21

sikap merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku


terbuka. Dari semua komponen pokok tersebut secara bersama-sama
membentuk sikap yag utuh. Dalam menentukan sikap yang utuh ini,
pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan
penting.

2. Macam-Macam Sikap
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari
berbagai tingkatan yakni:
a.

Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).

b.

Merespon (responding)
Memberikan

jawaban

apabila

ditanya,

mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah


suatu indikasi sikap karena dengan suatu usaha untuk menjawab
pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan. terlepas dari
pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang itu menerima ide
tersebut.
c.

Menghargai (valuing)
Mengajak

orang

lain

untuk

mengerjakan

atau

mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah


suatu indikasi sikap tingkat tiga, misalnya seorang mengajak ibu

22

yang lain (tetangga, saudaranya, dsb) untuk menimbang anaknya


ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi adalah suatu bukti
bahwa si ibu telah mempunyai sikap positifterhadap gizi anak.
d.

Bertanggung jawab (responsible)


Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah
dipilihnya dengan segala resiko adalah mempunyai sikap yang
paling tinggi. Misalnya seorang ibu mau menjadi akseptor KB,
meskipun mendapatkan tantangan dari mertua atau orang tuanya
sendiri.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap


Suhardjo (2003), mengungkapkan bahwa sikap dalam memilih
makanan jajanan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
a.

Kebudayaan
Kebudayaan mempengaruhi orang dalam memilih makanan
jajanan yaitu mencangkup jenis pangan apa yang harus diproduksi,
bagaimana diolah, disalurkan, dan disajikannya. Pengembangan
kebiasaan makan dengan mempelajari cara yang berhubungan
dengan konsumsi pangan dan menerima atau menolak bentuk atau
jenis pangan tertentu. Kebiasaan makan yang dimulai dari
permulaan hidup akan menjadi bagian perilaku yang berakar
diantara penduduk.

b.

Segi Psikologi

23

Sikap anak terhadap makanan banyak makanan banyak


dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman dan respons yang
diperlihatkan oleh orang lain terhadap makanan sejak masa kanakkanak. Pengalaman tersebut dapat mempengaruhi sikap suka atau
tidak suka individu terhadap makanan. Kebudayaan di mana anak
hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap
pembentukan sikap anak. Kebudayaan telah menanamkan jenis
pengaruh sikap anak terhadap pemilihan makanannya.
c.

Media massa
Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa
seperti televisi mempunyai pengaruh besar pada anak dalam
memilih makanan.

d.

Lembaga pendidikan
Lembaga pendidikan sebagai suatu system mempunyai
pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya
meletakkan dasar pengertian dan konsep pada anak.

e.

Pengaruh faktor emosional


Sebagai bentuk merupakan pernyataan yang didasari oleh
emosional yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi
atau penggalihan bentuk mekanisme pengetahuan EQ.
Menurut Sunaryo (2004), ada dua faktor yang mempengaruhi

pembentukan dan pengubahan sikap adalah faktor internal dan


eksternal.

24

a.

Faktor interna adalah berasal dari dalam individu itu sendiri.


Dalam hal ini individu menerima, mengolah, dan memilih segala
sesuatu yang datang dari luar, serta menentukan mana yang akan
diterima atau tidak diterima. Sehingga individu merupakan
penentu pembentukan sikap. Faktor interna terdiri dari faktor
motif, faktor

b.

Psikologis dan faktor fisiologis.

a.

Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar individu,


berupa stimulus untuk mengubah dan membentuk sikap. Stimulus
tersebut dapat bersifat langsung dan tidak langsung. Faktor
eksterna terdiri dari: faktor pengalaman, situasi, norma, hambatan
dan pendorong.
Menurut

Azwar

(2004)

faktor

yang

mempengaruhi

pembentukan sikap yaitu:


a.

Pengalaman pribadi
Jika berbagai pangan yang berbeda tersedia dalam jumlah yang
cukup, biasanya orang memiliki pangan yang telah dikenal dan
yang disukai. Hal tersebut disebabkan oleh: (1) Banyaknya
informasi yang dimiliki seseorang tentang kebutuhan tubuh akan
gizi selama beberapa masa dalam perjalanan hidupnya, (2)
kemampuan seseorang untuk menerapkan pengetahuan gizi ke
dalam memilih makanan jajanan dan pengembangan cara
pemanfaatan pangan yang sesuai. Pengalaman pribadi adalah apa

25

yang telah ada yang sedang kita alami akan ikut membentuk dan
mempengaruhi penghayatan anak dalam memilih makanan jajanan.
b.

Pengaruh orang lain yang dianggap penting


Di antara orang yang biasanya dianggap penting oleh individu
adalah orang tua, orang yang status sosialnya lebih tinggi, teman
sebaya, teman dekat, guru. Pada umumnya anak cenderung untuk
memiliki sikap searah dengan sikap orang yang dianggap penting.

c.

Pengaruh kebudayaan
Kebudayaan
berpengaruh

masyarakat

dalam

memilih

mempunyai
makanan

kekuatan

jajanan

yang

yang
akan

dikonsumsi. Aspek sosial Budaya pangan adalah fungsi pangan


dalam masyarakat yang berkembang sesuai dengan keadaan
lingkungan, agama, adat, kebiasaan, dan pendidikan masyarakat
tersebut (Baliwati, 2004).

4. Cara Pengukuran Sikap


Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menilai pernyataan
sikap seseorang. Pernyataan sikap adalah rangkaian kalimat yang
menyatakan sesuatu mengenai obyek sikap yang hendak diungkap.
Pernyataan sikap mungkin berisi atau mengatakan hal-hal yang positif
mengenai obyek sikap, yaitu kalimatnya bersifat mendukung atau
memihak pada obyek sikap. Pernyataan ini disebut dengan pernyataan
yang favourable. Sebaliknya pernyataan sikap mungkin pula berisi

26

hal-hal negatif mengenai obyek sikap yang bersifat tidak mendukung


maupun kontraterhadap obyek sikap. (Notoadmojo, 2003)
Pernyataan seperti ini disebut dengan pernyataan yang
tidakfavourabel. Suatu skala sikap sedapat mungkin diusahakan agar
terdiri atas pernyataan favorable dan tidak favorable dalam jumlah
yang seimbang. Dengan demikian pernyataan yang disajikan tidak
semua positif dan tidak semua negatif yang seolah-olah isi skala
memihak atau tidak mendukung sama sekali obyek sikap.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak
langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat dan
pernyataan responden terhadap suatu obyek. Secara tidak langsung
dapat dilakukan dengan pernyataan hipotesis kemudian ditanyakan
pendapat responden melalui kuesioner.

2.1.5 Dokter Kecil


1. Definisi Dokter Kecil
Dokter kecil adalah peserta didik (siswa sekolah) yang
memenuhi kriteria dan telah dilatih untuk ikut melaksanakan sebagian
usaha pemeliharaan dan peningkatan kesehatan terhadap diri sendiri,
teman, keluarga dan lingkungannya. (Sumijatun, 2005).

2. Tujuan Program Dokter Kecil

27

Program dokter kecil mempunyai dua tujuan yaitu tujuan umum


dan tujuan khusus. Tujuan umumnya yaitu meningkatkan partisipasi
peserta didik dalam program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).
Sedangkan tujuan khususnya yaitu agar peserta didik dapat menjadi
penggerak hidup sehat di sekolah, rumah dan lingkungannya, agar
peserta didik dapat menolong dirinya sendiri, teman, keluarga dan
lingkungannya.

3. Kriteria Dokter Kecil


Kriteria dokter kecil yaitu siswa kelas 4 atau 5 Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah dan belum pernah mendapat pelatihan
Dokter Kecil sebelumnya, berprestasi di sekolah, berbadan sehat,
berwatak pemimpin dan bertanggung jawab, berpenampilan bersih dan
berperilaku sehat, berbudi pekerti baik dan suka menolong, mendapat
izin dari orang tua siswa.

4. Tugas dan Kewajiban Dokter Kecil


Tugas dan kewajiban dokter kecil yaitu, selalu bersikap dan
berperilaku sehat sehingga dapat menjadi contoh bagi temantemannya, dapat menggerakkan sesama teman untuk bersama-sama
menjalankan usaha kesehatan terhadap dirinya masing-masing,
berusaha bagi tercapainya kesehatan lingkungan yang baik di sekolah
dan di rumah, membantu guru dan petugas kesehatan pada waktu

28

pelaksanaan pelayanan kesehatan di sekolah, berperan aktif pada


kegiatan-kegiatan dalam rangka upaya peningkatan kesehatan di
sekolah, misal: Pekan Kebersihan, Pekan Gizi, Pekan Penimbangan
berat badan dan tinggi badan, Pekan Kesehatan Gizi, Pekan Kesehatan
Mata, dll.

5. Kegiatan Dokter Kecil


a. Promosi Kesehatan
1) Menggerakkan dan membimbing teman dalam melaksanakan:
pengamatan kebersihan dan kesehatan pribadi, pengukuran
Tinggi Badan dan Berat Badan dan penyuluhan kesehatan.
2) Pengamatan kebersihan Ruang UKS, warung sekolah dan
lingkungan sekolah, contoh: kebersihan ruang kelas dan
perlengkapannya, kebersihan halaman sekolah, tempat suci,
WC, kamar mandi, persediaan air bersih, tempat sampah,
saluran pembuangan, termasuk upaya pemberatasan sarang
nyamuk (PSN).
b. Pelayanan Kesehatan
1) Membantu

petugas

kesehatan

melaksanakan

pelayanan

kesehatan di sekolah, antara lain: distribusi obat cacing,


vitamin, dll: Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K),
Pertolongan Pertama Pada Penyakit (P3P).

29

2) Memperoleh pembekalan materi pelatihan, misal: pengenalan


tanda-tanda penyakit, kesehatan lingkungan, dll.
3) Pencatatan dan pelaporan, antara lain: pencatatan dan
pelaporan kegiatan dalam Buku Harian Dokter Kecil.
4) Melaporkan hal-hal khusus yang ditemuinya kepada guru
UKS/Kepala Sekolah/guru yang ditunjuk.

6. Manfaat Dokter Kecil


Manfaat dokter kecil bagi dokter kecil itu sendiri yaitu
meningkatnya pengetahuan, sikap dan perilaku hidup bersih dan sehat,
memiliki ketrampilan dalam upaya pelayanan kesehatan sederhana,
bertindak sebagai teladan, penggerak dan pendorong hidup sehat bagi
kawan-kawannya, memiliki rasa kepedulian sosial. Bagi peserta didik
lainnya yaitu ikut bergerak dan terbiasa berperilaku hidup bersih dan
sehat.
Bagi guru di sekolah manfaat adanya dokter kecil yaitu untuk
peningkatan kerjasama antar guru dengan orang tua murid dan petugas
kesehatan dalam meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat di
lingkungan

sekolah,

sedangkan

bagi

orang

tua

didik

dapat

meningkatkan kesadaran orang tua dalam berperilaku hidup bersih dan


sehat bagi diri sendiri, keluarga dan lingkungannya serta mendukung
dan berperan aktif dalam kegiatan peningkatan kesehatan anak
sekolah. Manfaatnya bagi masyarakat agar masyarakat bergerak untuk

30

hidup bersih dan sehat dan akhirnya akan berdampak pada


meningkatnya kualitas lingkungan hidup sehingga dapat menurunkan
angka kesakitan dan kematian.

2.2 Kerangka Berfikir

Berdasarkan uraian di atas proses tebentuknya reaksi terbuka/


tindakan di pengaruhi oleh stimulus/ rangsangan yang kemudian berproses
hingga menghasilkan suatu tindakan yang diinginkan. Beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya stimulus ada 3 (tiga) faktor utama yaitu faktor
predisposisi (Pre disposing factor). Hal tersebut meliputi faktor-faktor yang
mempermudah terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan , sikap,
keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi dan sebagainya. Faktor yang ke
dua yaitu faktor pemungkin (Enabling factors) meliputi faktor faktor yang
memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan. Faktor ini
mencakup ketersediaan sarana dan prasarana

biaya, jarak, ketersediaan

transportasi, waktu pelayanan dan keterampilan petugas. Dan faktor yang


ketiga yaitu faktor penguat (Reinforcing factors). Merupakan faktorfaktor
yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku, harus didukung dari
lingkungan dan tokoh yang berperan. Hal tersebut penting karena walaupun
seseorang tahu dan mampu untuk berperilaku sehat tetapi tidak melakukannya
Dalam hal ini lingkungan sekolah dan pihak luar sekolah ikut berperan dalam
pembentukan perilaku anak sekolah.

31

Faktor Internal/Respon
tertutup /Predisposisi seseorang
berupa pengetahuan dan sikap,
perhatian, persepsi,motivasi diri,
sugesti/
kepercayaan,perasaan/emosi

Stimulus
(Rangsangan)

Faktor Eksternal/ faktor


pemungkin meliputi
sarana, prasarana, biaya,
jarak

Reaksi Terbuka
(Tindakan)
berupa kebiasaan
memilih makanan
jajanan

Proses
Stimulus

Faktor Penguat
meliputi lingkungan,
tokoh yang berperan

Gambar 2.1
Kerangka Berpikir

2.3 Kerangka Konsep

Dari kerangka teori yang telah diuraikan mengenai hubungan


pengetahuan, sikap dengan perilaku dokter kecil ( DOKCIL ) dalam memilih
makanan jajanan di 3 (tiga ) Sekolah Dasar Negeri Kec. Karawaci, Kota
Tangerang . Dengan demikian maka dapat dibuat kerangka konsep sebagai
berikut:

32

Karakteristik Responden
(variabel: jenis kelamin, umur,
pekerjaan orang tua, sarapan,
bekal ,uang jajan)

Pengetahuan dokter kecil


( DOKCIL )

Sikap dokter kecil


(DOKCIL )

Perilaku dokter kecil


(DOKCIL ) dalam memilih
makanan jajanan

Gambar 2.2
Kerangka Konsep
2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori, kerangka berpikir dan kerangka konsep di


atas, maka yang menjadi hipotesis (dugaan) dalam penelitian ini adalah:
1. Adanya hubungan karakteristik responden (variabel: jenis kelamin, umur,
pekerjaan orang tua, sarapan, bekal, dan uang jajan) dengan perilaku
dokter kecil (DOKCIL ) dalam memilih makanan jajanan di 3 (tiga)
Sekolah Dasar Negeri Kec. Karawaci , Kota Tangerang.

33

2. Adanya hubungan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku dokter kecil


( DOKCIL ) dalam memilih makanan jajanan di 3 (tiga) Sekolah Dasar
Negeri Kec. Karawaci , Kota Tangerang.
3. Adanya hubungan antara sikap dengan perilaku dokter kecil (DOKCIL)
dalam memilih makanan jajanan di 3 (tiga) Sekolah Dasar Negeri Kec.
Karawaci , Kota Tangerang.

34

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini termasuk jenis survey analitik dengan pendekatan cross
sectional yaitu variabel sebab atau risiko dan akibat atau kasus yang terjadi
pada obyek penelitian diukur atau dikumpulkan secara simultan ( dalam
waktu yang bersamaan). Variebel bebas yaitu pengetahuan dokter kecil, sikap
gizi dokter kecil dan variabel terikat yaitu pemilihan makanan jajanan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di 3 (tiga) sekolah yang mempunyai kegiatan
ekstrakulikuler dokter kecil ( DOKCIL ) yaitu SDN Tumpeng I,

SDN

Gerendeng 1 dan SDN Gerendeng 2. Penilaian ini dimulai dari survey


pendahuluan sampai analisis data yang dimulai bulan Mei sampai Juli 2012.

3.3 Populasi dan Sampel


Populasi dalam penelitian ini adalah semua dokter kecil yang sudah
terdaftar di 3 (tiga) sekolah dasar negeri yang telah ditentukan yaitu sebanyak
60 orang.

Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan

sampling jenuh (saturation sampling) Besarnya sampel dalam penelitian,


menurut Arikunto ( 2010 ) adalah sebagai berikut Apabila subjeknya kurang
dari 100,

lebih baik diambil semua sehingga

penelitiannya merupakan

44
35

penelitian populasi, Besarnya sampel yang akan diambil 60 orang, yang juga
merupakan populasi penelitian.
Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi penelitian
(sampeljenuh) dengan kriteria :
1.

Tercatat sebagai peserta dokcil ( dokter kecil)

2.

Bersedia menjadi sampel, dan hadir pada saat peneltian

3.4 Jenis Pengumpulan Data


Pada Penelitian ini jenis pengumpulan data diperoleh dari:
1. Data Primer
a. Data karakteristik responden (variabel: jenis kelamin, umur, pekerjaan
orang tua, sarapan, bekal ,uang jajan) yang diperoleh dengan cara
wawancara menggunakan kuesioner.
b. Data mengenai perilaku responden terhadap pemilihan makanan
jajanan yang diperoleh dengan cara wawancara menggunakan
kuesioner dan food recall selama 3 hari. Pengambilan data diambil
saat anak akan pulang sekolah.
c. Data mengenai pengetahuan responden terhadap pemilihan makanan
jajanan yang diperoleh dengan cara wawancara menggunakan
kuesioner.
d. Data mengenai sikap responden terhadap pemilihan makanan jajanan
yang diperoleh dengan cara wawancara menggunakan kuesioner.

36

2. Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari kerjasama pihak sekolah yang meliputi
gambaran umum sekolah

3.5 Pengolahan Data


Data yang telah terkumpul akan dioalah dengan cara sebagai berikut:
1.

Editing, untuk meneliti setiap kuesioner yang diisi untuk melihat


terjadinya kesalahan pengisian atau terlewat dalam pengisian, sehingga
dapat di ketahui dan diharapkan data lebih lengkap, jelas , konsisten dan
kesalahan jawaban dapat dibaca.

2.

Coding membuat kode atau nilai pada setiap jawaban kuesioner untuk
mempermudah dalam mengentry data ke computer.

3.

Entry data, data yang telah terkumpul dimasukan kedalam komputer


dengan menggunakan paket program statistik.

4.

Scoring, yang dilakukan di penelitian ini merupakan bagian dari


pengolahan data .

5.

Pengolahan data: jenis kelamin, umur, pekerjaan orang tua, sarapan,


bekal,uang jajan

diperoleh pada saat penelitian dengan wawancara

menggunakan kuesioner.

37

3.6 Skoring
1. Perilaku
Perilaku responden diperoleh saat penelitian dengan wawancara
menggunakan kuesioner dan formulir food recall

selama 3 hari.

Selanjutnya menterjemahkan intake makanan/ minuman jajanan tersebut


ke dalam sub variabel yang terdiri dari karakteristik fisik makanan
jajanan meliputi warna makanan tidak mencolok, ada kemasan serta
mempunyai daftar label makanan. Sedangkan untuk minuman jajajan
kriteria meliputi warna tidak mencolok, ada kemasan, mempunyai daftar
label makanan dan tidak menggunakan pemanis buatan. Selanjutnya
diberi skoring pada makanan yang sesuai dengan kriteria diberi nilai 3
dan diberi nilai 1 pada makanan/minuman yang tidak sesuai dengan
kriteria.
2. Pengetahuan
Pengetahuan

responden

diperoleh

saat

penelitian

dengan

wawancara menggunakan kuesioner dan diukur dengan memberikan


pertanyaan sebanyak 18 (delapan belas) pertanyaan meliputi pengetahuan
tentang memilih makanan jajanan. Kemudian di beri skoring bila
jawaban benar diberi nilai 1 dan jawaban salah diberi nilai 0, untuk
pertanyaan positif. Sedangkan untuk pertanyaan negatif, bila jawaban
benar diberi nilai 0 dan jawaban salah diberi nilai 1. Kemudian
pengolahan data dilanjutkan dengan pembuatan histogram untuk mencari
nilai mean dan median. Tujuan pembuatan histogram untuk mengetahui

38

apakah data tersebut berdistribusi normal atau tidak. Bila hasil histogram
menunjukkan gambar tidak seimbang, yang berarti data tidak
berdistribusi

normal

maka

pengelompokkan

skor

pengetahuan

berdasarkan nilai median (cut of point dengan median)


3. Sikap
Sikap responden diperoleh saat penelitian dengan wawancara
menggunakan kuesioner dan diukur dengan memberikan pernyataan
sebanyak 18 (delapan belas) pernyataan meliputi sikap / tanggapan
tentang memilih makanan jajanan. Adapun pernyataan tersebut
menggunakan skala likert, yaitu sangat tidak setuju, tidak setuju, biasa
saja, setuju, sangat setuju. Responden hanya diperbolehkan memilih 1
dari 5 pernyataan alternatif jawaban dari tiap pernyataan dari data sikap
yang dilakukan dengan memberikan skor berturut-turut seperti 1,2,3,4,5
untuk pernyataan positif dan diberi skor 5,4,3,2,1 untuk penyataan
negatif.

Kemudian pengolahan data dilanjutkan dengan pembuatan

histogram untuk mencari nilai mean dan median. Tujuan pembuatan


histogram untuk mengetahui apakah data tersebut berdistribusi normal
atau tidak. Bila hasil histogram menunjukkan gambar tidak seimbang,
yang berarti data tidak berdistribusi normal maka pengelompokkan skor
sikap berdasarkan nilai median (cut of point dengan median)

39

3.7 Analisis Data


Analisis data dengan menggunakan program statistik melalui komputer
SPSS dan dilakukan dengan 2 tahap yaitu :
3.7.1 Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik
masing-masing variabel yang diteliti. Fungsi analisis ini untuk
menggambarkan variabel hasil pengukuran, sehingga kumpulan data
tersebut berubah menjadi informasi yang berguna. Data disajikan dalam
bentul tabel distribusi frekuensi
3.7.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan atau berkorelasi. Analisis bivariat ini menggunakan uji kai
kuadrat (uji chi square) dengan tujuan menguji perbedaan proporsi atau
persentase antara dua atau lebih kelompok sel (Sabri, dkk, 2006).
Rumus dari uji kai kuadrat adalah:

DF

= (b-1) (k-1)

Keterangan:
X2

= Kai kuadrat

O (observeb)

= Nilai observasi

E (expected)

= Nilai harapan

Df

= Degree of freedom (derajat kebebasan)


40

= Jumlah baris

= Jumlah kolom

Kriteria : Ho ditolak bilai nilai P value 0,05 berarti ada hubungan atau
perbedaan yang bermakna secara statistik
Ho diterima (gagal ditolak) bila nilai P value > 0,05 berarti tidak
ada hubungan/perbedaan yang bermakna secara statistik

3.8 Definisi Konseptual


Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku perilaku
merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari
luar yang dibedakan atas dua yaitu perilaku tertutup (covert behavior) masih
terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang
terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati
secara jelas oleh orang lain. Perilaku terbuka (Overt behavior) yaitu respons
seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka
( sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat
diamati atau dilihat oleh orang lain).
Sedangkan pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil
tahu seseorang terhadap objek melalui indera yng dimilikinya (mata, hidung,
telinga dan sebagainya dan sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan
persepsi terhadap objek.
Sikap adalah merupakan respons tertutup seseorang terhadap stimulus
atau objek, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang

41

bersangkutan. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya
dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.

3.9 Definisi Operasional


1. Jenis Kelamin
Pengertian

: Perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis


sejak seseorang lahir

Cara Ukur

: Wawancara

Alat Ukur

: Kuesioner

Skala

: Nominal

2. Umur
Pengertian

: Lamanya

hidup

seseorang sejak lahir hingga saat

dilakukan penelitian yang dihitung berdasarkan tanggal


lahir (dalam tahun)
Cara Ukur

: Wawancara

Alat Ukur

: Kuesioner

Skala

: Nominal

3. Pekerjaan orangtua
Pengertian

: Aktivitas utama/ tugas/ kerja yang dilakukan oleh kepala


keluarga sehingga menghasilkan uang bagi seseorang. Yang
dibedakan atas 2 yaitu swasta dan PNS

42

Cara Ukur

: Wawancara

Alat Ukur

: Kuesioner

Skala

: Nominal

4. Sarapan
Pengertian

: Makanan yang disantap pada pagi hari sebelum berangkat


ke sekolah dimulai

Cara Ukur

: Wawancara

Alat Ukur

: Kuesioner

Skala

: Nominal

5. Bekal sekolah
Pengertian

: Makanan atau minuman yang dibawa dari rumah / saat pergi


ke sekolah.

Cara Ukur

: Wawancara

Alat Ukur

: Kuesioner

Skala

: Nominal

6. Uang Jajan
Pengertian

: Jumlah / besaran uang yang diberikan orang tua perhari


kepada anak untuk jajan di sekolah

Cara Ukur

: Wawancara

Alat Ukur

: Kuesioner

Skala

: Nominal

43

7. Pengetahuan Dokter Kecil


Pengertian

: Segala apa yang diketahui oleh dokter kecil mengenai


makanan jajanan, meliputi kebersihan, makanan yang
sehat, keamanan makanan, pengolahan makanan dan
kemasan makanan

Cara Ukur

: Wawancara

Alat Ukur

: Kuesioner

Hasil Ukur

: Skor > Rata-rata


Skor < Rata-rata

Skala

= Baik,
= Kurang

: Ordinal

8. Sikap Dokter Kecil


Pengertian

: Tanggapan, persepsi, pendapat dokter kecil dalam memilih


makanan jajanan

Cara Ukur

: Wawancara

Alat Ukur

: Kuesioner

Hasil Ukur

: Skor > Rata-Rata

= Positif

Skor < Rata-Rata

= Negatif

Skala

: Ordinal

9. Perilaku Dokter Kecil


Pengertian

: Tindakan atau praktek nyata pada dokter kecil dalam


memilih/ membeli

makanan jajanan yang disukainya

selama anak masih di lingkungan sekolah.

44

Cara Ukur

: Wawancara

Alat Ukur

: Kuesioner, Food Recall

Hasil Ukur

: Skor > Rata-rata


Skor < Rata-rata

Skala

= Baik,
= Kurang Baik

: Ordinal

45

BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Sekolah


Lokasi ke tiga sekolah yang dijadikan sampel yaitu SDN Tumpeng
I, SDN Gerendeng 1 dan SDN Gerendeng 2 terletak di dalam kompleks
perumahan.SDN Tumpeng 1 termasuk dalam wilayah kerja Kelurahan
Pabuaran Tumpeng. Untuk SDN Gerendeng 1 dan SDN Gerendeng 2
termasuk dalam wilayah kerja Kelurahan Gerendeng.
Jumlah guru yang ada terdiri atas guru tetap/ PNS dan guru tidak
tetap. Penanggung jawab / pemegang program UKS (Usaha Kesehatan
Sekolah) khususnya dokter kecil dari ketiga sekolah tersebut adalah guru
tetap/ PNS. Ketiga guru tersebut pernah mendapatkan pelatihan dokter
kecil.
Dokter kecil merupakan peserta didik kelas 4 dan kelas 5 yang
pernah mendapatkan pelatihan. Kegiatan dokter kecil dilakukan setiap hari
Sabtu bersamaan dengan kegiatan ekstrakulikuler lainnya. Adapun
kegiatan yang sering dilakukan oleh para dokcil seperti :
1.

Menggerakkan dan membimbing teman melaksanakan pengamatan


kebersihan dan kesehatan pribadi. Pengukuran tinggi badan dan berat
badan yang biasanya dilakukan pada saat pergantian tahun ajaran baru.
Selanjutnya data di masukkan ke dalam buku catatan Usaha Kesehatan
Sekolah. Selain itu memberikan penyuluhan kepada teman-temannya.

55

46

2.

Membantu petugas kesehatan saat melakukan pelayanan kesehatan


di sekolah antara lain seperti distribusi obat cacing, distribusi vitamin,
P3K (Pertolongan pertama pada kecelakaan), P3P (Pertolongan pertama
pada penyakit)

3.

Pengenalan dini tanda-tanda penyakit.

4.

Pengamatan kebersihan ruang UKS, warung sekolah dan


lingkungan sekolah.

5.

Pencatatan dan pelaporan, antara lain buku harian dokter kecil

6.

Melaporkan hal-hal khusus yang ditemuinya kepada guru UKS/


Kepala Sekolah/guru yang ditunjuk.
Salah satu dari tiga sekolah yang dijadikan sampel yaitu SDN

Pabuaran Tumpeng I pernah menang dalam lomba dokcil tk Propinsi.


Pembinaan yang sudah dilakukan dari lintas sektor dalam hal ini diberikan
kepada siswa yang telah terdaftar menjadi anggota dokcil. Pembinaan juga
diberikan kepada guru penanggung jawab program UKS khususnya dokter
kecil.
Materi pelatihan untuk dokcil tertuang dalam buku modul
pelatihan dokter kecil. Adapun materi yang dibahas mengenai gizi,
kesehatan lingkungan, pencegahan penyakit menular, kesehatan gigi dan
mulut, imunisasi, dll. Selain itu untuk menunjang kegiatan warung sekolah
sehat juga dilakukan pembinaan bagi pedagang yang ada di kantin sekolah.
Namun demikian masih ada pedagang yang berjualan di luar pagar sekolah.
Hal tersebut tidak menutup kemungkinan makanan yang dijual tersebut

47

tidak dapat terkontrol dengan baik dari pihak sekolah. Jenis makanan yang
tersedia di sekolah berupa makanan dan minuman hasil olahan dan juga
produksi pabrik/ IRT.
4.2 Analisis Data Univariat
4.2.1 Gambaran Jenis Kelamin Dokcil
Gambaran tentang jenis kelamin Dokcil di 3 (tiga) Sekolah Dasar
Negeri Kec. Karawaci , Kota Tangerang dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perempuan
Total

Jumlah
(f)
28
32
60

Persentase
(%)
46,67
53,33
100

Berdasarkan tabel 4.1 di atas diketahui, bahwa sebanyak 28 orang


(46,67%) responden adalah laki-laki dan 32 orang (53,33%) responden adalah
perempuan.

Gambar 4.1
Grafik Dokcil Berdasarkan Jenis Kelamin

48

Berdasarkan grafik 4.1 diketahui bahwa jumlah responden


berjenis laki-laki lebih banyak jika dibandingkan dengan responden
berjenis kelamin perempuan.
4.2.2 Gambaran Pekerjaan Orang Tua Dokcil
Gambaran tentang pekerjaan orang tua Dokcil di 3 (tiga) Sekolah
Dasar Negeri Kec. Karawaci , Kota Tangerang dapat dilihat pada tabel
di bawah ini:
Tabel 4.2
Distribusi Dokcil Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua
Pekerjaan Orang Tua
PNS
Swasta
Total

Jumlah
(f)
4
56
60

Persentase
(%)
6,67
93,33
100,00

Berdasarkan tabel 4.2 di atas diketahui, bahwa sebanyak 4 orang


(6,67%) pekerjaan orang tua responden adalah PNS dan 56 orang (93,33%)
pekerjaan orang tua responden adalah pegawai/pekerja swasta.

Gambar 4.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua
49

Berdasarkan grafik 4.2 diketahui bahwa jumlah orang tua responden


yang bekerja/pegawai swasta lebih banyak jika dibandingkan dengan orang
tua responden yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).

4.2.3 Gambaran Umur Dokcil


Gambaran tentang umur Dokcil di 3 (tiga) Sekolah Dasar Negeri
Kec. Karawaci, Kota Tangerang dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.3
Distribusi Responden Berdasarkan Umur
Jumlah
Persentase
Umur
(f)
(%)
9-10 thn
38
63,33
11-12 thn
22
36,67
Total
60
100
Berdasarkan tabel 4.3 di atas diketahui, bahwa sebanyak 38 orang
(63,33%) umur responden 9 10 tahun dan 22 orang (36,67%) umur
responden adalah 11-12 tahun.

Gambar 4.3
Grafik Dokcil Berdasarkan Umur

50

Berdasarkan grafik 4.3 diketahui bahwa jumlah responden yang


berusia 9 10 thn lebih banyak jika dibandingkan dengan responden yang
yang berusia 10 11 thn.

4.2.4 Gambaran Kegiatan Sarapan Dokcil


Gambaran tentang umur Dokcil di 3 (tiga) Sekolah Dasar Negeri
Kec. Karawaci, Kota Tangerang dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.4
Distribusi Responden Berdasarkan Sarapan
Jumlah
Persentase
Sarapan
(f)
(%)
Selalu
31
51,67
Kadang/Tdk Pernah
29
48,33
Total
59
100,00
Berdasarkan tabel 4.4 di atas diketahui, bahwa sebanyak 31 orang
(51,67%) responden selalu sarapan dan 29 orang (48,33%) responden
kadang-kadang/tidak pernah sarapan sebelum berangkat ke sekolah.

Gambar 4.4
Grafik Dokcil Berdasarkan Sarapan

51

Berdasarkan grafik 4.4 diketahui bahwa jumlah responden yang selalu


sarapan lebih banyak jika dibandingkan dengan responden yang kadangkadang/tidak sarapan.

4.2.5 Gambaran Membawa Bekal Dokcil


Gambaran tentang membawa bekal Dokcil di 3 (tiga) Sekolah Dasar
Negeri Kec. Karawaci, Kota Tangerang dapat dilihat pada tabel di bawah
ini:
Tabel 4.5
Distribusi Responden Berdasarkan Bekal
Jumlah
Persentase
Bekal
(f)
(%)
Selalu
16
26,67
Kadang/Tdk Pernah
44
73,33
Total
60
100
Berdasarkan tabel 4.5 di atas diketahui, bahwa sebanyak 16 orang
(26,67%) responden selalu membawa bekal ke sekolah dan 44 orang
(73,33%) responden kadang-kadang/tidak pernah membawa bekal ke sekolah.

Gambar 4.5
Grafik Dokcil Berdasarkan Bekal
52

Berdasarkan grafik 4.4 diketahui bahwa jumlah responden yang selalu


selalu membawa bekal ke sekolah lebih sedikit jika dibandingkan dengan
responden yang kadang-kadang/tidak membawa bekal ke sekolah.
4.2.6 Gambaran Uang Jajan Dokcil
Gambaran tentang uang jajan Dokcil di 3 (tiga) Sekolah Dasar Negeri
Kec. Karawaci, Kota Tangerang dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.6
Distribusi Responden Berdasarkan Uang Jajan
Uang Jajan
Selalu
Kadang/Tdk Pernah
Total

Jumlah
(f)
58
2
60

Persentase
(%)
96,67
3,33
100,00

Berdasarkan tabel 4.6 di atas diketahui, bahwa sebanyak 58 orang


(96,67%) responden selalu membawa uang jajan dan 2 orang (3,33%)
responden tidak/kadang-kadang membawa uang jajan.

Gambar 4.6
Grafik Dokcil Berdasarkan Uang Jajan

53

Berdasarkan grafik 4.6 diketahui bahwa jumlah responden yang selalu


selalu membawa uang jajan lebih banyak jika dibandingkan dengan
responden yang kadang-kadang/tidak membawa uang jajan.

4.2.7 Gambaran Pengetahuan Dokcil


Gambaran tentang pengetahuan Dokcil di 3 (tiga) Sekolah Dasar
Negeri Kec. Karawaci, Kota Tangerang dapat dilihat pada tabel di bawah
ini:

Pengetahuan
Baik
Kurang
Total

Tabel 4.7
Distribusi Pengetahuan Dokcil
Jumlah
Persentase
(f)
(%)
51
85
9
15
60
100

Berdasarkan tabel 4.7 di atas diketahui, bahwa sebanyak 51 orang


(85%) responden berpengetahuan baik dan 9 orang (15%) responden
berpengetahuan sedang dan tidak ada responden yang bepengetahuan kurang.

Gambar 4.7
Grafik Pengetahuan Dokcil

54

Berdasarkan grafik 4.7 diketahui bahwa jumlah responden yang


berpengetahuan baik lebih banyak jika dibandingkan dengan responden yang
berpengetahuan sedang dan kurang.

4.2.8 Gambaran Sikap Dokcil


Gambaran tentang sikap Dokcil di 3 (tiga) Sekolah Dasar Negeri
Kec. Karawaci, Kota Tangerang dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Sikap
Positif
Negatif
Total

Tabel 4.8
Distribusi Sikap Dokcil
Jumlah
(%)
53
7
60

Persentase
(%)
88,33
11,67
100

Berdasarkan tabel 4.8 di atas diketahui, bahwa sebanyak 53 orang


(88,33%) responden memiliki sikap baik dan 7 orang (11,67%) responden
memiliki sikap sedang dan tidak ada responden yang memiliki sikap kurang.

Gambar 4.8
Grafik Sikap Dokcil

55

Berdasarkan grafik 4.8 diketahui bahwa jumlah responden yang


bersikap baik lebih banyak jika dibandingkan dengan responden yang
bersikap sedang dan kurang.

4.2.9 Gambaran Perilaku Dokcil


Gambaran tentang perilaku Dokcil di 3 (tiga) Sekolah Dasar Negeri
Kec. Karawaci, Kota Tangerang dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Perilaku
Baik
Kurang Baik
Total

Tabel 4.9
Distribusi Sikap Dokcil
Jumlah
(%)
53
7
60

Persentase
(%)
88,33
11,67
100

Berdasarkan tabel 4.9 di atas diketahui, bahwa sebanyak 53 orang


(88,33%) responden memiliki perilaku baik dan 7 orang (11,67%) responden
memiliki perilaku sedang dan tidak ada responden yang memiliki perilaku
kurang.

Gambar 4.8
Grafik Perilaku Dokcil

56

Berdasarkan grafik 4.9 diketahui bahwa jumlah responden yang


berperilaku baik lebih banyak jika dibandingkan dengan responden yang
berperilaku sedang dan kurang.

4.3 Analisis Data Bivariat


Analisis bivariat bertujuan mengetahui hubungan dan besar risiko dari
masing-masing faktor risiko (variabel independen) dan perilaku Dokcil dalam
memilih makanan jajanan (variabel dependen) dengan menggunakan uji Chi
Square. Dikatakan bermakna jika nilai p 0,05 dan tidak bermakna jika
mempunyai nilai p > 0,05. Gambaran dari analisis bivariat akan disajikan
dalam sub bab di bawah ini:

4.3.1 Hubungan Jenis Kelamin dengan Perilaku Dokter Kecil (DOKCIL)


Hasil analisis bivariat antara jenis kelamin dengan perilaku
dokter cilik dalam memilih makanan jajanan dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
Tabel 4.10
Hubungan Jenis Kelamin dengan Perilaku Dokcil
Perilaku
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total

Baik
N
%
24
85,7
29
90,6
53
88,3

Kurang Baik
N
%
4
14,3
3
9,4
7
11,7

Total
N
28
32
60

%
100
100
100

P-value

0,851

Berdasarkan tabel 4.10, hasil analisis hubungan antara jenis kelamin


dengan perilaku dokter cilik dalam memilih makanan jajanan diperoleh
bahwa diantara 28 responden yang jenis kelaminnya laki-laki, terdapat 24

57

(85,7%) berperilaku baik dalam memilih makanan jajanan dan 4 (14,3%)


berperilaku kurang baik. Sedangkan diantara 32 responden yang jenis
kelaminnya perempuan, terdapat 29 responden (90,6%) yang berperilaku
baik dalam memilih makanan jajanan dan 3 responden (9,4%) berperilaku
kurang baik.
Dari hasil uji statistic diperoleh nilai Pvalue sebesar 0,851. Hal ini
menunjukkan bahwa nilai Pvalue > 0,05 maka dapat disimpulkan tidak ada
perbedaan proporsi perilaku memilih makanan jajanan antara jenis kelamin
perempuan dengan jenis kelamin laki-laki atau tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara jenis kelamin dengan perilaku dokter kecil (DOKCIL)
dalam memilih makanan jajanan di 3 (tiga) Sekolah Dasar Negeri Kec.
Karawaci , Kota Tangerang.
4.3.2 Hubungan Umur dengan Perilaku Dokter Kecil (DOKCIL)
Hasil analisis bivariat antara umur dengan perilaku dokter cilik
dalam memilih makanan jajanan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.11
Hubungan Umur dengan Perilaku Dokcil
Perilaku
Umur
9 10 thn
11 12 thn
Total

Baik
N
%
31
81,6
22
100
53
88,3

Kurang Baik
N
%
7
18,4
0
0
7
11,7

Total
N
38
22
60

%
100
100
100

P-value

0,045

Berdasarkan tabel 4.11, hasil analisis hubungan antara umur dengan


perilaku dokter cilik dalam memilih makanan jajanan diperoleh bahwa
diantara 38 responden yang berumur 9 10 tahun, terdapat 31 (81,6%)

58

berperilaku baik dalam memilih makanan jajanan dan 7 (18,4%) berperilaku


kurang baik. Sedangkan diantara 22 responden yang berumur 11- 12 tahun,
seluruhnya (100%) yang berperilaku baik dalam memilih makanan jajanan.
Dari hasil uji statistic diperoleh nilai Pvalue sebesar 0,045. Hal ini
menunjukkan bahwa nilai Pvalue < 0,05 maka dapat disimpulkan ada
perbedaan proporsi perilaku memilih makanan jajanan antara umur 9 10
tahun dengan umur 11 - 12 atau terdapat hubungan yang signifikan antara
umur dengan perilaku dokter kecil (DOKCIL) dalam memilih makanan
jajanan di 3 (tiga) Sekolah Dasar Negeri Kec. Karawaci , Kota Tangerang.

4.3.3 Hubungan Pekerjaan Orang Tua dengan Perilaku Dokter Kecil


(DOKCIL)
Hasil analisis bivariat antara pekerjaan orang tua dengan perilaku
dokter cilik dalam memilih makanan jajanan dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
Tabel 4.12
Hubungan Pekerjaan Orang Tua dengan Perilaku Dokcil
Pekerjaan
Orang Tua
PNS
Swasta
Total

Perilaku
Baik
N
%
4
100
49
87,5
53
88,3

Kurang Baik
N
%
0
0
7
12,5
7
11,7

Total
N
4
56
60

%
100
100
100

P-value

1,000

Berdasarkan tabel 4.12, hasil analisis hubungan antara pekerjaan


orang tua dengan perilaku dokter cilik dalam memilih makanan jajanan
diperoleh bahwa diantara 4 responden yang pekerjaan orang tuanya PNS,

59

seluruh rersponden (100%) berperilaku baik dalam memilih makanan.


Sedangkan

diantara

56

responden

yang

pekerjaan

orang

tuanya

pegawai/pekerja swasta, 49 (87,5%) yang berperilaku baik dalam memilih


makanan jajanan dan 7 (12,5%) yang berperilaku kurang baik dalam memilih
makanan jajanan.
Dari hasil uji statistic diperoleh nilai Pvalue sebesar 1,000. Hal ini
menunjukkan bahwa nilai Pvalue > 0,05 maka dapat disimpulkan tidak ada
perbedaan proporsi perilaku memilih makanan jajanan antara pekerjaan
orang tua PNS dengan pekerjaan orang tua di swasta atau tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara pekerjaan orang tua dengan perilaku dokter
kecil (DOKCIL) dalam memilih makanan jajanan di 3 (tiga) Sekolah Dasar
Negeri Kec. Karawaci , Kota Tangerang

4.3.4 Hubungan Sarapan dengan Perilaku Dokter Kecil (DOKCIL)


Hasil analisis bivariat antara sarapan dengan perilaku dokter cilik
dalam memilih makanan jajanan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.13
Hubungan Sarapan dengan Perilaku Dokcil
Perilaku
Sarapan
Selalu
Kadang/Tdk Pernah
Total

Total

Baik
N
%
28
90,3

Kurang Baik
N
%
3
9,7

N
31

%
100

25
53

4
7

29
60

100
100

86,2
88,3

13,8
11,7

P-value

0,009

Berdasarkan tabel 4.13, hasil analisis hubungan antara sarapan dengan


perilaku dokter cilik dalam memilih makanan jajanan diperoleh bahwa

60

diantara 31 responden yang sarapan sebelum berangkat sekolah terdapat 28


(90,3%) rersponden berperilaku baik dalam memilih makanan dan 3(9,7%)
yang berperilaku kurang baik. Sedangkan diantara 29 responden yang
sarapan sebelum berangkat sekolah terdapat 25 (86,2%) yang berperilaku
baik dalam memilih makanan jajanan dan 4 (13,8%) yang berperilaku kurang
baik dalam memilih makanan jajanan.
Dari hasil uji statistic diperoleh nilai Pvalue sebesar 0,009. Hal ini
menunjukkan bahwa nilai Pvalue < 0,05 maka dapat disimpulkan ada
perbedaan proporsi perilaku memilih makanan jajanan antara dokcil yang
sarapan dengan dengan dokcil yang kadang-kadang/tidak sarapan atau
terdapat hubungan yang signifikan antara sarapan dengan perilaku dokter
kecil (DOKCIL) dalam memilih makanan jajanan di 3 (tiga) Sekolah Dasar
Negeri Kec. Karawaci , Kota Tangerang.

4.3.5 Hubungan Bekal dengan Perilaku Dokter Kecil (DOKCIL)


Hasil analisis bivariat antara membawa bekal dengan perilaku dokter
cilik dalam memilih makanan jajanan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.14
Hubungan Membawa Bekal dengan Perilaku Dokcil
Perilaku
Membawa Bekal
Selalu
Kadang/Tdk Pernah
Total

N
16
37
53

Baik
%
100
84,1
88,3

Kurang Baik
N
%
0
0
7
15,9
7
11,7

Total
N
16
44
60

%
100
100
100

P-value

0,031

61

Berdasarkan tabel 4.14, hasil analisis hubungan antara membawa


bekal dengan perilaku dokter cilik dalam memilih makanan jajanan diperoleh
bahwa diantara 16 responden yang membawa bekal ke sekolah seluruhnya
(100%) rersponden berperilaku baik dalam memilih makanan. Sedangkan
diantara 44 responden yang kadang/tidak membawa bekal ke sekolah
terdapat 37 (84,1%) yang berperilaku baik dalam memilih makanan jajanan
dan 7 (15,9%) yang berperilaku kurang baik dalam memilih makanan
jajanan.
Dari hasil uji statistic diperoleh nilai Pvalue sebesar 0,031 Hal ini
menunjukkan bahwa nilai Pvalue < 0,05 maka dapat disimpulkan ada
perbedaan proporsi perilaku memilih makanan jajanan antara dokcil yang
membawa bekal dengan dengan dokcil yang kadang-kadang/tidak membawa
bekal atau terdapat hubungan yang signifikan antara membawa bekal dengan
perilaku dokter kecil (DOKCIL) dalam memilih makanan jajanan di 3 (tiga)
Sekolah Dasar Negeri Kec. Karawaci , Kota Tangerang.

4.3.6 Hubungan Uang Jajan dengan Perilaku Dokter Kecil (DOKCIL)


Hasil analisis bivariat antara uang jajan dengan perilaku dokter cilik
dalam memilih makanan jajanan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.15
Hubungan Uang Jajan dengan Perilaku Dokcil
Perilaku
Uang Jajan
Selalu
Kadang/Tdk Pernah
Total

N
51
2
53

Baik
%
87,9
100
88,3

Kurang Baik
N
%
7
12,1
0
0
7
11,7

Total
N
58
2
60

%
100
100
100

P-value

1,000

62

Berdasarkan tabel 4.15, hasil analisis hubungan antara uang jajan


dengan perilaku dokter cilik dalam memilih makanan jajanan diperoleh
bahwa diantara 58 responden yang membawa uang jajan ke sekolah terdapat
51 (87,9%) rersponden berperilaku baik dalam memilih makanan.
Sedangkan diantara 2 responden yang kadang/tidak membawa uang jajan ke
sekolah seluruhnya (100%) yang berperilaku baik dalam memilih makanan
jajanan.
Dari hasil uji statistic diperoleh nilai Pvalue sebesar 1,000 Hal ini
menunjukkan bahwa nilai Pvalue > 0,05 maka dapat disimpulkan tidak ada
perbedaan proporsi perilaku memilih makanan jajanan antara dokcil yang
membawa uang jajan dengan dengan dokcil yang kadang-kadang/tidak
membawa uang jajan atau tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
membawa uang jajan dengan perilaku dokter kecil (DOKCIL) dalam
memilih makanan jajanan di 3 (tiga) Sekolah Dasar Negeri Kec. Karawaci ,
Kota Tangerang.

4.3.7 Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Dokter Kecil (DOKCIL)


Hasil analisis bivariat antara pengetahuan dengan perilaku dokter
cilik dalam memilih makanan jajanan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.16
Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Dokcil
Perilaku
Pengetahuan
Baik
Kurang
Total

N
48
5
53

Baik
%
94,1
55,6
88,3

Kurang Baik
N
%
3
5,9
4
44,4
7
11,7

Total
N
51
9
60

%
100
100
100

P-value

0,006

63

Berdasarkan tabel 4.16, hasil analisis hubungan antara pengetahuan


dengan perilaku dokter cilik dalam memilih makanan jajanan diperoleh
bahwa diantara 51 responden berpengetahuan baik terdapat 48 (94,1%)
rersponden berperilaku baik dalam memilih makanan. Sedangkan diantara 9
responden yang berpengetahuan kurang terdapat 5 (55,6%) yang berperilaku
baik dalam memilih makanan jajanan.
Dari hasil uji statistic diperoleh nilai Pvalue sebesar 0,006 Hal ini
menunjukkan bahwa nilai Pvalue < 0,05 maka dapat disimpulkan ada
perbedaan proporsi perilaku memilih makanan jajanan antara dokcil yang
berpengetahuan baik dengan dokcil yang berpengetahuan kurang atau
terdapat hubungan yang signifikan antara membawa uang jajan dengan
perilaku dokter kecil (DOKCIL) dalam memilih makanan jajanan di 3 (tiga)
Sekolah Dasar Negeri Kec. Karawaci , Kota Tangerang.

4.3.8 Hubungan Sikap dengan Perilaku Dokter Kecil (DOKCIL)


Hasil analisis bivariat antara sikap dengan perilaku dokter cilik
dalam memilih makanan jajanan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.17
Hubungan Sikap dengan Perilaku Dokcil
Perilaku
Sikap
Positif
Negatif
Total

N
46
7
53

Baik
%
86,8
100
88,3

Kurang Baik
N
%
7
13,2
0
0
7
11,7

Total
N
53
7
60

%
100
100
100

P-value

0,692

64

Berdasarkan tabel 4.17, hasil analisis hubungan antara sikap dengan


perilaku dokter cilik dalam memilih makanan jajanan diperoleh bahwa
diantara 53 responden bersikap positif terdapat 46 (86,8%) rersponden
berperilaku baik dalam memilih makanan. Sedangkan diantara 7 responden
yang bersikap negatif seluruhnya (100%) yang berperilaku baik dalam
memilih makanan jajanan.
Dari hasil uji statistic diperoleh nilai Pvalue sebesar 0,692. Hal ini
menunjukkan bahwa nilai Pvalue > 0,05 maka dapat disimpulkan tidak ada
perbedaan proporsi perilaku memilih makanan jajanan antara dokcil yang
bersikap baik dengan dokcil yang bersikap kurang atau tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara sikap dengan perilaku dokter kecil
(DOKCIL) dalam memilih makanan jajanan di 3 (tiga) Sekolah Dasar Negeri
Kec. Karawaci , Kota Tangerang.

65

BAB V
PEMBAHASAN

Pemilihan

makanan

jajanan merupakan

salah satu bentuk

perilaku kesehatan. Perilaku kesehatan merupakan hal-hal yang berkaitan dengan


tindakanatau kegiaan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan.
Perilaku sendiri dibentuk melalui suatu proses dan berlangsung dalam interaksi
manusia dengan lingkungannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya
perilaku dibedakan menjadi dua, yaitu faktor intern dan ekstern. Faktor intern
mencakup pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi, dan sebagainya yang
berfungsi mengolah rangsang dari luar. Sedangkan faktor ekstern meliputi
lingkungan sekitar, baik fisik maupun non fisik seperti iklim, manusia, sosial
ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya (Notoadmojo, 2007)
5.1. Hubungan Karakteristik Responden Dengan Perilaku Dokter Kecil
(DOKCIL) dalam Memilih Makanan Jajanan
Berdasarkan hasil analisis pada tabel 4.10 diketahui hubungan antara
jenis kelamin dengan perilaku dokter cilik dalam memilih makanan jajanan
diperoleh bahwa diantara 28 responden yang jenis kelaminnya laki-laki,
terdapat 24 (85,7%) berperilaku baik dalam memilih makanan jajanan dan 4
(14,3%) berperilaku kurang baik. Sedangkan diantara 32 responden yang
jenis kelaminnya perempuan, terdapat 29 responden (90,6%) yang
berperilaku baik dalam memilih makanan jajanan dan 3 responden (9,4%)

66

berperilaku kurang baik. Dan dari hasil uji statistic diperoleh nilai Pvalue
sebesar 0,851, ini menunjukkan bahwa nilai Pvalue > 0,05 maka dapat
disimpulkan, bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis
kelamin dengan perilaku dokter kecil (DOKCIL) dalam memilih makanan
jajanan di 3 (tiga) Sekolah Dasar Negeri Kec. Karawaci, Kota Tangerang.
. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang telah dilakukan
oleh Syafitri,dkk (2009) mengenai kebiasaan jajan siswa sekolah dasar di
SDN Lawanggintung, Kota Bogor yang menunjukkan tidak ada perbedaan
bermakna

antara

jenis

kelamin

dengan

kebiasaan

jajan

siswa

(Syafitri,dkk,2009).
Berdasarkan tabel 4.11, hasil analisis hubungan antara umur dengan
perilaku dokter cilik dalam memilih makanan jajanan diperoleh bahwa
diantara 38 responden yang berumur 9 10 tahun, terdapat 31 (81,6%)
berperilaku baik dalam memilih makanan jajanan dan 7 (18,4%) berperilaku
kurang baik. Sedangkan diantara 22 responden yang berumur 11- 12 tahun,
seluruhnya (100%) yang berperilaku positif dalam memilih makanan
jajanan. Dari hasil uji statistic diperoleh nilai Pvalue sebesar 0,045. Hal ini
menunjukkan bahwa nilai Pvalue < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara umur dengan perilaku dokter kecil
(DOKCIL) dalam memilih makanan jajanan di 3 (tiga) Sekolah Dasar
Negeri Kec. Karawaci, Kota Tangerang
Bila dilihat dari jenis pekerjaan orang tua juga menunjukkan
hubungan antara pekerjaan orang tua dengan perilaku dokter cilik dalam

67

memilih makanan jajanan diperoleh bahwa diantara 4 responden yang


pekerjaan orang tuanya PNS, seluruh rersponden (100%) berperilaku positif
dalam memilih makanan. Sedangkan diantara 56 responden yang pekerjaan
orang tuanya pegawai/pekerja swasta, 49 (87,5%) yang berperilaku positif
dalam memilih makanan jajanan dan 7 (12,5%) yang berperilaku negatif
dalam memilih makanan jajanan. Dari hasil uji statistic diperoleh nilai
Pvalue sebesar 1,000. Hal ini menunjukkan bahwa nilai Pvalue > 0,05 maka
dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
pekerjaan orang tua dengan perilaku dokter kecil (DOKCIL) dalam memilih
makanan jajanan di 3 (tiga) Sekolah Dasar Negeri Kec. Karawaci , Kota
Tangerang
. Faktor lain yang mempengaruhi pemilihan makanan jajanan adalah
sarapan pagi. Sarapan pagi pada umumnya menyumbang gizi sekitar 25%
dari angka kebutuhan gizi sehari. Anak yang tidak sarapan pagi
cenderung mengonsumsi energi dan zat gizi lebih sedikit daripada anak
yang sarapan pagi (Lucas, 2006). Dari hasil analisis dari kebiasaan sarapan
responden, berdasarkan tabel 4.13, hubungan antara sarapan dengan perilaku
dokter cilik dalam memilih makanan jajanan diperoleh bahwa diantara 31
responden yang sarapan sebelum berangkat sekolah terdapat 28 (90,3%)
rersponden berperilaku positif dalam memilih makanan dan 3(9,7%) yang
berperilaku negatif. Sedangkan diantara 29 responden yang sarapan sebelum
berangkat sekolah terdapat 25 (86,2%) yang berperilaku positif dalam
memilih makanan jajanan dan 4 (13,8%) yang berperilaku negatif dalam

68

memilih makanan jajanan. Dan dari hasil uji statistic diperoleh nilai Pvalue
sebesar 0,009. Hal ini menunjukkan bahwa nilai Pvalue < 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara sarapan
dengan perilaku dokter kecil (DOKCIL) dalam memilih makanan jajanan di
3 (tiga) Sekolah Dasar Negeri Kec. Karawaci , Kota Tangerang.
Sarapan bagi anak usia sekolah sangatlah penting, karena waktu
sekolah adalah penuh aktifitas yang membutuhkan energi dan kalori cukup
besar. Untuk sarapan harus memenuhi sebanyak kalori sehari yaitu sekitar
450-500 kalori dengan 8-9 gram protein. Selain kandungan gizinya cukup,
bentuk sarapan pagi sebaiknya juga disukai anak-anak dan praktis
pembuatannya (Muhilal dan Damayanti, 2006). Dalam periode anak sekolah
usia 7-12 tahun masih dalam proses pertumbuhan. Jadwal makannya harus
disesuaikan dengan waktu mereka di sekolah. Haruslah dibiasakan anak
makan pagi dulu sebelum masuk sekolah. ( Solihin,2005).
Bila dilihat dari kebiasaan responden membawa bekal Berdasarkan
tabel 4.14, hasil analisis hubungan antara membawa bekal dengan perilaku
dokter cilik dalam memilih makanan jajanan diperoleh bahwa diantara 16
responden yang membawa bekal ke sekolah seluruhnya (100%) rersponden
berperilaku baik dalam memilih makanan. Sedangkan diantara 44 responden
yang kadang/tidak membawa bekal ke sekolah terdapat 37 (84,1%) yang
berperilaku baik dalam memilih makanan jajanan dan 7 (15,9%) yang
berperilaku negatif dalam memilih makanan jajanan. Dan dari hasil uji
statistic diperoleh nilai Pvalue sebesar 0,031 Hal ini menunjukkan bahwa

69

nilai Pvalue < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara membawa bekal dengan perilaku dokter kecil (DOKCIL)
dalam memilih makanan jajanan di 3 (tiga) Sekolah Dasar Negeri Kec.
Karawaci , Kota Tangerang.
Kebiasaan membawa bekal makanan merupakan salah satu faktor
pemudah yang mendorong terwujudnya pemilihan makanan jajanan yang
baik. (Notoadmojo, 2003). Ketersediaan jajanan tidak sehat seperti jenis
jajanan tinggi lemak, tinggi natrium, tinggi gula, dan minuman bersoda
banyak tersedia di kantin sekolah, dan gerai jajanan. (Delva, 2007).
Ketika anak sudah membawa bekal makanan ke sekolah, maka anak
cenderung mengonsumsi bekal makanan yang dibawa dari rumah. Oleh
karena itu, bekal sekolah dapat menghindarkan anak dari kebiasaan membeli
jajan yang sekaligus menghindarkan anak dari bahaya jajanan yang tidak
sehat dan tidak aman. (Handayani, 2011)
Berdasarkan tabel 4.14, hasil analisis hubungan antara membawa
bekal dengan perilaku dokter cilik dalam memilih makanan jajanan
diperoleh bahwa diantara 16 responden yang membawa bekal ke sekolah
seluruhnya (100%) rersponden berperilaku baik dalam memilih makanan.
Sedangkan diantara 44 responden yang kadang/tidak membawa bekal ke
sekolah terdapat 37 (84,1%) yang berperilaku baik dalam memilih makanan
jajanan dan 7 (15,9%) yang berperilaku kurang baik dalam memilih
makanan jajanan. Dan dari hasil uji statistic diperoleh nilai Pvalue sebesar
0,031 Hal ini menunjukkan bahwa nilai Pvalue < 0,05 maka dapat

70

disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara membawa


bekal dengan perilaku dokter kecil (DOKCIL) dalam memilih makanan
jajanan di 3 (tiga) Sekolah Dasar Negeri Kec. Karawaci , Kota Tangerang
Berdasarkan tabel 4.15, hasil analisis hubungan antara uang jajan
dengan perilaku dokter cilik dalam memilih makanan jajanan diperoleh
bahwa diantara 58 responden yang membawa uang jajan ke sekolah terdapat
51 (87,9%) rersponden berperilaku baik dalam memilih makanan.
Sedangkan diantara 2 responden yang kadang/tidak membawa uang jajan ke
sekolah seluruhnya (100%) yang berperilaku baik dalam memilih makanan
jajanan. Dari hasil uji statistic diperoleh nilai Pvalue sebesar 1,000 Hal ini
menunjukkan bahwa nilai Pvalue > 0,05 maka dapat disimpulkan tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara membawa uang jajan dengan
perilaku dokter kecil (DOKCIL) dalam memilih makanan jajanan di 3 (tiga)
Sekolah Dasar Negeri Kec. Karawaci , Kota Tangerang.
Ini sesuai dengan hasil penelitian Najiha (2011) mengenai hubungan
pengetahuan gizi dan jumlah uang saku dengan perilaku siswa dalam
memilih makanan jajanan di SD Muhammadiyah 2 Kauman Surakarta
disimpulkan tidak ada hubungan antara uang saku dengan perilaku siswa
dalam memilih makanan jajanan di SD Muhammadiyah 2 Kauman Surakarta
. Ditunjukkan dari hasil uji korelasi Rank Spearman diperoleh nilai r = -,064
dengan signifikansi p = 0,644 (p>0,05).

71

5.2 Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Dokter Kecil (DOKCIL) dalam


Memilih Makanan Jajanan
Berdasarkan tabel 4.16, hasil analisis hubungan antara pengetahuan
dengan perilaku dokter cilik dalam memilih makanan jajanan diperoleh
bahwa diantara 51 responden berpengetahuan baik terdapat 48 (94,1%)
rersponden berperilaku baik dalam memilih makanan. Sedangkan diantara 9
responden yang berpengetahuan kurang terdapat 5 (55,6%) yang berperilaku
baik dalam memilih makanan jajanan. Dan dari hasil uji statistic diperoleh
nilai Pvalue sebesar 0,006 Hal ini menunjukkan bahwa nilai Pvalue < 0,05
maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
pengetahuan dengan perilaku dokter kecil (DOKCIL) dalam memilih
makanan jajanan di 3 (tiga) Sekolah Dasar Negeri Kec. Karawaci , Kota
Tangerang.
Pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui pancaindera manusia. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt
behaviour). Hal ini didasarkan pada pengalaman berbagai penelitian yang
menyatakan bahwa perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih tahan
lama daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan
termasuk di dalamnya pengetahuan gizi, jajan, dan makanan jajanan dapat
diperoleh melalui pendidikan formal maupun informal. (Notoadmojo, 2003).

72

Dengan pengetahuan yang baik tentang giji dan kandungan makanan


yang baik, maka akan membentengi diri anak untuk membeli makanan
jajanan dengan sembarangan, karena hal tersebut akan membahayakan bagi
dirinya.

5.3 Hubungan Sikap dengan Perilaku Dokter Kecil (DOKCIL) dalam


Memilih Makanan Jajanan
Berdasarkan tabel 4.17, hasil analisis hubungan antara sikap dengan
perilaku dokter cilik dalam memilih makanan jajanan diperoleh bahwa
diantara 53 responden bersikap positif terdapat 46 (86,8%) rersponden
berperilaku baik dalam memilih makanan. Sedangkan diantara 7 responden
yang bersikap negatif seluruhnya (100%) yang berperilaku baik dalam
memilih makanan jajanan. Dari hasil uji statistic diperoleh nilai Pvalue
sebesar 0,692. Hal ini menunjukkan bahwa nilai Pvalue > 0,05 maka dapat
disimpulkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara sikap dengan
perilaku dokter kecil (DOKCIL) dalam memilih makanan jajanan di 3 (tiga)
Sekolah Dasar Negeri Kec. Karawaci , Kota Tangerang.
Berdasarkan hasil penelitian hasil penelitian yang dilakukan
Bramantyo, 2009 mengenai hubungan antara katakteristik, pengetahuan dan
sikap siswa dengan perilaku siswa kelas V terhadap Bahan Tambahan
Makanan pada Jajanan di SDN Mekar Jaya11 Depok menunjukkan tidak ada
perbedaan bermakna antara sikap siswa dengan perilaku siswa terhadap
bahan tambahan makanan jajanan (p=0,077) (Bramantyo,2009). Begitu pula

73

hasil penelitian yang dilakukan oleh Purtiantini (2010) menunjukkan tidak


ada hubungan antara sikap siswa dengan perilaku siswa dalam memilih
makanan jajanan (p=0,460).
Menurut Newcomb (1981) salah seorang ahli psikologi sosial, yang
dikutip oleh Notoatmodjo, (2010) menyatakan, bahwa sikap itu merupakan
kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan
motif tertentu yang merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap
itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau
tingkah laku yang terbuka. Ada 3 komponen pokok sikap yaitu kepercayaan/
keyakinan, ide dan konsep terhadap objek. Ke dua kehidupan emosional
atau evaluasi orang terhadap objek. Ke tiga kecendrungan untuk bertindak
artinya sikap merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku
terbuka.

Dari semua komponen pokok tersebut secara bersama-sama

membentuk sikap yag utuh. Dalam menentukan sikap yang utuh ini,
pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.
(Notoadmodjo,2010)

5.4

Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan penelitian,
diantaranya yaitu:
1.

Pada penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan


kuesioner, food recall dan wawancara langsung kepada responden, tidak
sepenuhnya dilakukan observasi atau pengamatan terutama dalam hal

74

perilaku responden dalam memilih makanan jajanan. Dengan demikian,


jawaban didasarkan pada pengakuan responden saat itu, sehingga
mungkin ada yang tidak sesuai dengan hal yang sebenarnya.
2.

Populasi dan sampel pada penelitian ini adalah seluruh dokter kecil
yang ada hanya pada 3 SDN di wilayah kerja binaan Puskesmas
Pabuaran Tumpeng

yaitu sebanyak 60 orang. Adapun dari setiap

sekolah terdapat 20 orang dokter kecil yang telah terdaftar sebagai


anggota dan mewakili sebagai sampel.
3.

Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional di mana


pengukuran terhadap variabel bebas dan terikat dilakukan secara
bersama-sama. Adanya hubungan di antara variabel bebas dan terikat,
pada jenis studi ini tidak dapat menjelaskan hubungan sebab akibat
dengan kata lain, hubungan yang ada hanya merumuskan adanya
keterikatan, tidak bersifat sebab akibat.

4.

Hasil penelitian ini merupakan gambaran suatu keadaan pada saat


dengan faktor Prediposising hanya dibatasi pada jenis kelamin, umur,
pekerjaan orang tua, sarapan, bekal ,uang jajan, pengetahuan dan sikap.
Untuk faktor Enablingnya adalah dokter kecil. Pengukuran hanya
menurut informasi yang di dapat dari responden pada saat wawancara.
Sehingga hal tersebut dapat berubah pada penelitian yang akan datang
serta tidak dapat digeneralisasikan pada kelompok lain.

75

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Karakteristik responden dokter kecil (DOKCIL ) di 3 (tiga) Sekolah Dasar
Negeri Kec. Karawaci, Kota Tangerang diketahui 28 responden yang jenis
kelaminnya laki-laki, 38 responden yang berumur 9 10 tahun, 56
responden yang pekerjaan orang tuanya pegawai/pekerja swasta. 31
responden sarapan sebelum berangkat sekolah, dan 16 responden yang
membawa bekal ke sekolah. 58 responden yang membawa uang jajan ke
sekolah.
2. Pengetahuan dokter kecil (DOKCIL ) dalam memilih makanan jajanan di 3
(tiga) Sekolah Dasar Negeri Kec. Karawaci, Kota Tangerang. Terdapat 51
responden berpengetahuan baik dan 9 responden yang berpengetahuan
kurang.
3. Sikap dokter kecil (DOKCIL ) dalam memilih makanan jajanan di 3 (tiga)
Sekolah Dasar Negeri Kec. Karawaci, Kota Tangerang, terdapat 53
responden bersikap baik dan 7 responden yang bersikap kurang.
4. Perilaku dokter kecil (DOKCIL ) dalam memilih makanan jajanan di 3
(tiga) Sekolah Dasar Negeri Kec. Karawaci, Kota Tangerang, terdapat 53

76

orang responden memiliki perilaku baik (fositif) dan 7 orang responden


memiliki perilaku kurang (negatif).
5. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin, pekerjaan
orang tua dan membawa uang jajan

dengan perilaku dokter kecil

(DOKCIL) dalam memilih makanan jajanan di 3 (tiga) Sekolah Dasar


Negeri Kec. Karawaci, Kota Tangerang. Terdapat hubungan yang
signifikan antara umur, sarapan dan membawa bekal dengan perilaku
dokter kecil (DOKCIL) dalam memilih makanan jajanan di 3 (tiga)
Sekolah Dasar Negeri Kec. Karawaci, Kota Tangerang.
6. Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan perilaku
dokter kecil (DOKCIL) dalam memilih makanan jajanan di 3 (tiga)
Sekolah Dasar Negeri Kec. Karawaci, Kota Tangerang.
7. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara sikap dengan perilaku
dokter kecil (DOKCIL) dalam memilih makanan jajanan di 3 (tiga)
Sekolah Dasar Negeri Kec. Karawaci, Kota Tangerang.

6.2 Saran
1. Bagi Universitas
Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk kegiatan
intervensi dari pengambilan data dasar yang telah dilakukan, seperti
dilakukannya penyuluhan untuk siswa Sekolah Dasar tentang pentingnnya
memilih makanan jajanan yang sehat dan menghindari makanan jajanan
yang kurang baik.

77

2. Bagi Pihak Sekolah


Kantin sekolah dapat menyediakan makanan jajanan yang sehat
dan dipantau secara berkala. Memberlakukan peraturan kepada penjual
makanan keliling yang ada di lingkungan sekolah sesuai syarat-syarat
kesehatan. Bila diperlukan anak-anak diwajibkan membawa bekal dari
rumah atau diadakan catering khusus untuk snack atau makanan.
3. Bagi Instansi Terkait.
Bagi instansi terkait untuk membuat aturan di sekolah mengenai
kantin sehat. Selain itu perlu diberikan pelatihan, penyuluhan secara
berkala untuk siswa, pihak sekolah dan penjaja makanan.

78

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1996. Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1996. Jakarta.


_______. 2011. Anak Sekolah di Indonesia Kurang Gizi. Diakses dari:
http://health.kompas.com/blog
_______. 2011. Kebiasaan Jajan Serta Kontribusi Energi Dan Zat Gizi Makanan
Jajan Terhadap Kecukupan Gizi Siswa Sekolah Dasar. Diakses dari:
http://fema.ipb.ac.id/index.php/kebiasaan-jajan-serta-kontribusienergi-dan-zat-gizi-makanan-jajanan-terhadap-kecukupan-gizi-siswasekolah-dasar/
Anwar, A. 2006. Mutu Mikrobiologis Minuman Jajanan di Sekolah Dasar
Wilayah Bogor Tengah. Jurnal Gizi dan Pangan 2006 (1): 44-50.
Diakses dari: http//www.journal.ipb.ac.id
Arikunto, S. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineka Cipta.
. 2011. Pemberdayaan masyarakat untuk melindungi dirinya dari
penggunaan produk obat dan makanan yang tidak memenuhi syarat.
Diakses dari: http://ik.pom.go.id/kegiatan/pemberdayaan-masyarakatuntuk-melindungi-dirinya-dari-penggunaan-produk-obat-danmakanan-yang-tidak-memenuhi-syarat#more-1162
Bramantyo. 2009. Hubungan antara karakteristik, pengetahuan dan sikap siswa
dengan perilaku siswa kelas V terhadap bahan tambahan makanan
pada jajanan di SDN Mekar Jaya 11 Depok. Diakses dari:
http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/4s1kedokteran/207311100/Bab
%20I.pdf
Bondika. 2011. Faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan Makanan Jajanan
Pada Anak Sekolah Dasar. Skripsi. Universitas Diponegoro
Semarang. Diakses pada: http://www.eprints.undip.ac.id
Depkes RI. 2005. Pedoman Perbaikan Gizi Anak Sekolah Dasar dan Madrasah
Ibtidaiyah. Jakarta: Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Gizi
Masyarakat,
Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat FKM UI. 2010. Gizi dan Kesehatan
Masyarakat. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

79

Dinas Kesehatan Kota Tangerang. 2010. Modul Pelatihan Dokter Kecil. Dinkes
Kota Tangerang.
Dinas Kesehatan Kota Tangerang. 2011. Laporan Tahunan Kegiatan Pembinaan
Teknis Penatalaksanaan Makanan dan Minuman Hasil Produksi IRT
TA 2011.
Februhartanty, J & Iswarawanti. D.N. 2004. Amankah Makanan Jajanan Anak
Sekolah di Indonesia?. Diakses dari: http://www.gizi.net/cgibin/berita/fullnews.cgi?newsid1097726693,98302
Judarwanto. 2005. Perilaku Makanan
http://gizi.depkes.go.id

Anak

Sekolah.

Diakses

dari:

Madarijah, Y. 2010. Perilaku Penjaga Pangan Jajanan Anak Sekolah Terkait Gizi
dan Keamanan Pangan di Jakarta dan Sukabumi. Jurnal Gizi dan
Pangan 2010. Diakses dari: http://www.journal.ipb.ac.id
Muhilal dan Damayanti. 2006. Gizi Seimbang untuk Anak Usia Sekolah Dasar. In:
Soekirman, Susana, H., Giarno, M.H. & Lestari Y. EDS. Hidup Sehat:
Gizi Seimbang dalam Siklus Kehidupan Manusia. Jakarta: Primamedia
Pustaka.
Najihah, U. 2009. Hubungan antara Pengetahuan Gizi dan Sikap Anak Sekolah
Dasar dalam Memilih Makanan Jajanan di Madrasah Ibtidaiyah.
Diakses dari: http://etd.eprints.ums.ad.id/5710/2/J3000600 34.pdf
Notoatmodjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
. 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta.
Ratna. 2004. Hubungan Kontribusi Zat Gizi Makanan Jajanan dengan Status Gizi
Pada Siswa SLTP Ibu Kartini Semarang. Abstrak Skripsi. Universitas
Diponegoro. Diakses dari: http://www.eprints.undip.ac.id/10634/1/
2077.pdf
Rohmah.

2010. HACCP dan Keamanan Jajanan


http://educlub.wordpress.com/2010/04/05/3/

Anak

Sekolah.

Ruchiyat. 2007. Hubungan antara Higiene Perorangan. Frekuensi. Konsumsi dan


Sumber Makanan Jajanan dengan Kejadian Diare. Naskah Publikasi
Skripsi Program S1 Gizi Kesehatan Fakultas Kedokteran. Yogyakarta.
UGM. Diakses dari: http//www.muslimpinang.files.wordpress.com.
2010

80

Saputra. 2012. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Perilaku Siswa Kelas


Sekolah Sekolah Dasar. Semarang: UNNES Journal of Public Health.
Diakses dari: http://www.journal.unnes.ac.id
Sihadi. 2004. Makanan Jajanan Bagi Anak Sekolah. Jurnal Kedokteran YARSI 12
(2).
Sinaga, E. 2006. Jajanan yang Enak Belum Tentu Sehat. Diakses dari:
http://www.republika.co.id
Solihin, P. 2005. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Indonesia.
Suci. 2009. Gambaran Perilaku Jajan Murid Sekolah Dasar di Jakarta.
Psikobuana. Diakses dari: http://www.psikobuana.com
Syafitri, S & Baliwati. 2009. Kebiasaan Jajan Siswa Sekolah Dasar. Studi Kasus
di SDN Lawanggintung 01 Bogor. http://journal.ipb.ac.id
Verga, dkk. 2011. Characterization of street food consumption in Palermo,
Possible Effect on Health. Nutrition Journal. Diakses dari:
http://www.nutrition.com/content/10/1/119
Wiyono, S. 2008. Kebiasaan Makan Pagi dan Status Gizi Anak Sekolah Dasar di
Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru. Diakses dari:
http://wiyono.solution.blogspot.com

81

NO. RESPONDEN
KUISIONER PENELITIAN

A. KARAKTERISTIK RESPONDEN
Nama

.......................................

Sekolah/Kelas

.......................................

Jenis Kelamin

L/P

Umur

.......................................

Pekerjaan Orang tua

.......................................

4. Apakah adik-adik sarapan sebelum berangkat ke sekolah?


6.3 Selalu
6.4 Kadang-kadang
6.5 Tidak
2. Apakah adik-adik membawa bekal makanan dari rumah?
a.

Selalu

b.

Kadang-kadang

c.

Tidak

3. Apakah orang tua adik-adik memberikan uang jajan sebelum berangkat


sekolah?
a.

Selalu

b.

Kadang-kadang

c.

Tidak

4. Berapa uang jajan yang diberikan? (diluar ongkos) Rp. ........................


5. Sebutkan makanan dan minuman yang biasanya adik-adik beli di sekolah?
a. ........................................

c. ............................................

b. ........................................

d. ............................................

82

B. PENGETAHUAN DOKCIL TENTANG MEMILIH MAKANAN JAJANAN


BERI TANDA PADA JAWABAN YANG SESUAI
NO

PERTANYAAN

Kebersihan

Makanan yang bersih tidak aman untuk dimakan

2
3

Kebiasaan mencuci tangan sebelum makan dapat


mencegah diare
Makanan yang dihinggapi lalat dapat meyebabkan
penyakit

Makanan yang terbuka aman untuk dimakan

Makanan jajanan yang sehat

5
6
7
8
c
9
10
11

Makanan jajanan yang mengandung pemanis buatan


dapat mengganggu kesehatan
Memilih makanan jajanan yang penting harganya
murah
Makanan jajanan tidak boleh mengandung zat
berbahaya bagi tubuh
Makanan yang mengandung sedikit zat gizi akan
mengganggu pertumbuhan/ kesehatan.

BENAR SALAH
V
V
V
V

V
V
V
V

Keamanan makanan
Makanan yang sudah berbau tengik tidak boleh
dimakan
Jajanan yang mengandung pewarna mencolok baik
untuk dimakan
Makanan yang terlalu gurih baik untuk dimakan
karena rasanya enak

Saat Pengolahan makanan

12

Jajanan yang harus diolah dulu harus diperhatikan


kebersihan alat yang digunakan untuk mengolah

13

Kebersihan pedagang tidak perlu diperhatikan

14

Sayuran yang dimakan mentah tidak perlu dicuci dulu


sebelum dimakan

V
V
V

V
V
V

83

NO

PERTANYAAN

Penyajian makanan dan kemasan

15

Makanan yang tertutup lebih aman untuk dimakan

16
17
18

Makanan yang dikemas tidak perlu dibaca tulisan /


label gizi dibungkusnya
Dalam memilih makanan kemasan harus dilihat
tanggal kadaluarsa
Makanan kemasan yang bungkusnya sudah rusak tidak
perlu dimakan

BENAR SALAH

V
V
V
V

84

C. SIKAP DOKCIL TENTANG MEMILIH MAKANAN JAJANAN


BERI TANDA PADA JAWABAN YANG SESUAI
NO
a

PERNYATAAN

4
b

Makanan jajanan yang sehat

2
3

Menurut saya jajanan yang mengandung pemanis


buatan tidak boleh dibeli
Menurut saya dalam memilih makanan jajanan yang
penting murah
Menurut saya makanan jajanan tidak boleh
mengandung zat berbahaya bagi tubuh
Setiap membeli makanan sebaiknya memperhatikan
kandungan zat gizinya.

Keamanan makanan

5
6
7

11

Menurut saya makanan yang sudah berbau tengik


tidak boleh dimakan
Menurut saya jajanan yang berwarna mencolok baik
untuk dimakan
Menurut saya makanan yang terlalu gurih baik
untuk dimakan karena rasanya enak

Saat Pengolahan makanan

9
10

12
13
14

BS

Kebersihan
Dalam memilih makanan jajanan sebaiknya yang
tidak tertutup
Kalau memilih makanan jajanan sebaiknya yang
terbungkus, karena terjamin kebersihannya
Dalam memilih makanan jajanan sebaiknya yang
tidak dikerubungi lalat
Menurut saya membeli jajanan tidak perlu memilih
tempat yang bersih.

STS TS

Menurut saya jajanan yang diolah harus


diperhatikan kebersihan alat yang digunakan
Menurut saya kebersihan pedagang tidak perlu
diperhatikan
Menurut saya sayuran yang dimakan mentah tidak
perlu dicuci dahulu sebelum dimakan

85

SS

NO
e
15
16
17
18

PERNYATAAN

STS TS

BS

SS

Penyajian makanan dan kemasan


Menurut saya makanan yang tertutup lebih aman
untuk dimakan
Menurut saya makanan yang dikemas tidak perlu
dibaca tulisan / label dibungkusnya
Menurut saya dalam memilih makanan kemasan
harus dilihat tanggal kadaluarsa
Menurut saya makanan kemasan yang bungkusnya
sudah rusak tidak perlu dimakan

Keterangan
STS =
TS =

Sangat tidak setuju


Tidak setuju

BS
S
SS

=
=
=

Biasa Saja
Setuju
Sangat Setuju

86

D. PERILAKU DOKCIL TENTANG MEMILIH MAKANAN JAJANAN


BERI TANDA PADA JAWABAN YANG SESUAI
NO
a
1
2
3
4
b
5
6
7
8
c
9
10
11
d
12
13
14
NO

PERTANYAAN

YA

TIDAK

YA

TIDAK

Kebersihan
Apakah saat mau makan di kantin kamu mencuci
tangan ?
Apakah kalau kamu mencuci tangan sebelum makan
dapat mencegah diare ?
Apakah menurut makanan yang dihinggapi lalat dapat
meyebabkan penyakit ?
Apakah menurut kamu makanan yang terbuka aman
untuk dimakan ?
Makanan jajanan yang sehat
Apakah menurut kamu makanan yang terlalu manis
(permen, coklat ) dapat mengganggu kesehatan ?
Apakah menurut kamu dalam memilih makanan
jajanan yang penting enak dan murah ?
Apakah menurut kamu makanan jajanan tidak boleh
mengandung zat berbahaya bagi tubuh ?
Apakah menurut kamu makanan yang kandungan
gizinya kurang akan mengganggu pertumbuhan/
kesehatan ?
Keamanan makanan
Apakah menurut kamu makanan yang sudah berbau
tengik tidak boleh dimakan ?
Apakah menurut kamu jajanan yang mengandung
pewarna mencolok baik untuk dimakan ?
Apakah menurut kamu makanan yang terlalu gurih
baik untuk dimakan karena rasanya enak ?
Saat Pengolahan makanan
Apakah menurut kamu jajanan yang diolah harus
diperhatikan kebersihan alat yang digunakan ?
Apakah menurut kamu kebersihan pedagang tidak
perlu diperhatikan ?
Apakah menurut kamu sayuran yang dimakan mentah
tidak perlu dicuci dahulu sebelum dimakan ?
PERTANYAAN

87

e
15
16
17
18

Penyajian makanan dan kemasan


Apakah menurut kamu makanan yang tertutp lebih
aman dimakan ?
Apakah menurut kamu makanan yang dikemas tidak
perlu dibaca tulisan / label dibungkusnya ?
Apakah menurut kamu dalam memilih makanan
kemasan harus melihat tanggal kadaluarsa ?
Apakah menurut kamu makanan kemasan yang
bungkusnya sudah rusak tidak perlu dimakan ?

88

Anda mungkin juga menyukai