Anda di halaman 1dari 19

Artikel

HASIL PENELITIAN

Infeksi TORCH pada Ibu Hamil


di RSUP Sanglah Denpasar
Kornia Karkata, TGA Suwardewa
Lab/SMF Obstetri Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / RSUP
Sanglah Denpasar, Bali, Indonesia
ABSTRAK
Telah dilakukan pemeriksaan serologis TORCH dengan metode Enzyme
Immuno Assay pada ibu hamil dengan usia kehamilan di bawah 20 minggu, yang
datang untuk perawatan antenatal di Poliklinik Kebidanan RSUP Sanglah
Denpasar. Dari 100 sampel yang diambil secara acak pada bulan Maret s/d Juli
1997 umur ibu termuda 18 tahun dan tertua 40 tahun dengan rata rata 27.07 tahun.
Ibu yang hamil pertama 32 orang (32%), kehamilan kedua 47 orang (47%),
kehamilan ke tiga 18 orang (18%) dan sisanya kehamilan ke empat 3 orang (3%).
Seluruhnya (100%) pernah mengalami infeksi salah satu unsur TORCH dan
seluruhnya (100%) tanpa gejala. Untuk toxoplasma IgG positif 21% dan IgM
positif 5%. Untuk rubella IgG positif 73% dan IgM positif 1%.Untuk
cytomegalovirus IgG positif 95% dan tak ada IgM positif. Untuk HSV II IgG
positif 56% dan IgM positif 21%.
Didapatkan 2% ibu pernah melahirkan anak cacat, 15% pernah
mengalami abortus dan 8% pernah mengalami anak mati dalam kandungan.
Seluruh ibu hamil tidak termasuk kategori kelompok ekonomi lemah dan 75%
mengaku berhubungan langsung atau tidak langsung dengan kucing, 22%
mengaku suka makan sayur mentah dan sangat sedikit (1%) yang suka makan
daging mentah atau setengah matang. Data ini menunjukkan perlunya perhatian
lebih serius pada infeksi TORCH tanpa gejala pada ibu hamil. Pada penelitian ini

belum dapat ditarik kesimpulan tentang hubungan TORCH dengan faktor perilaku
sosial.
PENDAHULUAN
Ibu hamil dengan janin yang dikandungnya sangat peka terhadap infeksi
dan penyakit menular. Beberapa di antaranya meskipun tidak mengancam nyawa
ibu, tetapi dapat menimbulkan dampak pada janin dengan akibat antara lain
abortus, pertumbuhan janin terhambat, bayi mati dalam kandungan, serta cacat
bawaan. Infeksi TORCH (Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes
Simplex) sudah lama dikenal dan sering dikaitkan dengan hal-hal di atas.(1,2)
Besarnya pengaruh infeksi tersebut tergantung dari virulensi
agennya, umur kehamilan serta imunitas ibu bersangkutan saat infeksi
berlangsung. Infeksi Toxoplasma pada trimester pertama kehamilan dapat
mengenai 17% janin dengan akibat abortus, cacat bawaan dan kematian janin
dalam kandungan, risiko gangguan perkembangan susunan saraf, serta retardasi
mental.
(1-4)Infeksi saat kehamilan trimester berikutnya bisa menyebabkan
hidrosefalus dan retinitis.(5)Infeksi rubella erat kaitannya dengan kejadian
pertumbuhan bayi terhambat, patent ductus Botalli, stenosis pulmonalis, katarak,
retinopati, mikrophthalmi, tuli dan retardasi mental.(6)
Infeksi cytomegalovirus dapat menimbulkan sindrom berat badan lahir
rendah, kepala kecil, pengapuran intrakranial, khorioretinitis dan retardasi mental,
hepatosplenomegali dan ikterus.(7,8)Oleh karena itu sangat penting untuk
mengetahui adanya infeksi ini pada ibu hamil. Diagnosis infeksi TORCH dapat
dilakukan dengan berbagai cara: pemeriksaan cairan amnion, menemukan kista di
plasenta, isolasi dan inokulasi, polymerase-chain reaction sampai kultur jaringan.
(2,8-13) Cara yang lazim dan mudah adalah pemerikasaan serologis. Infeksi
TORCH sering subklinis dan diagnosisnya hanya dapat dilakukan secara serologis
mengukur kadar antibodi IgM dan IgG. Adanya IgM menyatakan bahwa infeksi
masih baru atau masih aktif sedangkan adanya IgG menyatakan bahwa ibu hamil
sudah mempunyai kekebalan terhadap infeksi tersebut.(1,2,8,12)Sampai saat
penelitian ini dibuat belum ada data prevalensi infeksi TORCH pada ibu-ibu hamil

di Indonesia. Sampai saat ini di RSU Sanglah pemeriksaan TORCH pada ibu
hamil belum dilakukan secara rutin karena biayanya relatif mahal.
TUJUAN PENELITIAN
Untuk mengetahui prevalensi infeksi TORCH pada ibu hamil di RSUP Sanglah
Denpasar
BAHAN DAN CARA KERJA
Penelitian dilakukan secara potong lintang atas ibu-ibu hamil yang datang
kontrol ke Poliklinik Hamil RSUP Sanglah pada bulan Maret sampai dengan Juli
1997. Penderita diambil secara consecutive sampling, mencari 100 ibu hamil
pertama yang datang secara berurutan yang memenuhi criteria:
-

sedang hamil dengan umur kehamilan 20 minggu atau di bawahnya

setelah mendapat penjelasan tertulis bersedia ikut dalam

Ibu hamil yang terpilih diwawancarai untuk pengisian data dan setelah
pemeriksaan prenatal rutin, diambil darahnya sebanyak 10ml. Sampel darah beku
selanjutnya di sentrifuse dan dipisahkan serumnya. Pemeriksaan toxoplasma
dilakukan di Prodia Denpasar sedangkan sisanya dikirim ke Prodia Kramat di
Jakarta. Bahan serum diperiksa dengan metoda Enzyme Immuno Assay memakai
reagen Roche/Zeus dengan alat Cobas Core/Reader 210. Dicari antibodi IgM dan
IgG untuk semua unsur TORCH. Data deskriptif diolah dan disajikan dalam
bentuk tabel dan narasi.
HASIL DAN DISKUSI
Dari 100 ibu hamil terpilih yang menjalani pemeriksaan darah dan
mengisi kuesioner didapatkan hal-hal sebagai berikut: Umur ibu hamil termuda
adalah 18 tahun, tertua 40 tahun dengan rata rata 27.07 tahun. Yang hamil pertama
32%, hamil ke dua 47%, hamil ke tiga 18% dan 3% merupakan kehamilan yang
ke empat. Ternyata tak satupun di antara 100 ibu hamil yang diperiksa bebas dari
salah satu infeksi TORCH meskipun tidak ada yang menunjukkan gejala klinis
infeksi. Ibu hamil yang pernah mengalami infeksi CMV sangat tinggi (95%) dan

infeksi terendah oleh Toxoplasma (21%). Sebagian infeksi itu masih aktif yang
ditunjukkan oleh IgM yang masih positif. Soesbandoro di RSU Mataram (14)
menemukan IgG Toxoplasma positif pada 38.3% dari 225 ibu hamil yang
diperiksanya. Lazuardi di RS Dr Sutomo Surabaya(15) menemukan hasil IgG
positif 52% untuk Toxoplasma, 73% untuk Rubella, 99% untuk CMV dan hanya
17% untuk HSV II.
Kebanyakan (87%) peserta penelitian ini dalam kelompok umur
reproduksi sehat (20-35 tahun), sisanya 4% di bawah 20 TORCH terjadi di semua
kelompok umur meskipun tidak
diketahui usia saat infeksi itu mulai terjadi. Yang jelas masih ditemukan 5 kasus
infeksi Toxoplasma, 1 kasus infeksi Rubella dan 21 kasus infeksi HSV-II yang
masih aktif.
Tabel 1 . Distribusi hasil serologi TORCH pada 100 ibu hamil
Jenis Infeksi
IgG (%)
IgM (%)
Toxoplasma 21

Rubella 73

CMV 95

HSV II

56

21

Catatan : terdapat 9 pemeriksaan yang hasilnya "gray zone" ( 4 IgG


Toxoplasma,,2 IgM Toxoplasma, 2 IgG Rubella , 1 IgG CMV), dan dicatat
sebagai hasil negatif karena tidak ada pemeriksaan ulang.
Tabel 2. Hubungan kelompok umur dan frekuensi TORCH
Usia
Toxoplasma
n
Rubella
IgG IgM

IgG IgM

IgG IgM

IgG IgM

CMV

HSV II

15-19

20-24

25

17

24

13

25-29
30-34

39
23

10
3

3
0

32
14

0
0

36
23

0
0

21
14

8
4

35-39

40-44

95

56

21

Total 10
21
5
63
1
Catatan : hasil lab grayzone pada 9 kasus dinyatakan negatif.

Tabel 3. Kejadian kehamilan dulu dan frekuensi TORCH


Toxoplasma
Rubella

CMV

HSV
II

Paritas n

IgG IgM

IgG IgG IgG


IgM IgM IgM

Primigravida 32

23

31

0 14

Eks abortus

15

13

14

0 12

Eks cacat

0 0

IUFD

0 3

Normal

63

44

59

0 38

17

Primigravida 32

23

31

0 14

Hubungan infeksi TORCH dengan keluaran kehamilan tidak dapat


dianalisis (Tabel 3). Baik yang mempunyai riwayat persalinan bayi normal dan
yang mengalami abortus,bayi lahir cacat dan kejadian bayi mati dalam kandungan
secara tersebar pernah mengalami salah satu atau lebih infeksi TORCH. Analisis
makin sulit karena pengaruh terhadap akhir kehamilan adalah multifaktorial.
Soesbandoro (14) menemukan IgG Toxoplasma didapatkan lebih banyak pada ibu
yang mengalami abortus, lahir mati dan cacat bawaan meskipun perbedaannya
tidak bermakna.

FAKTOR RISIKO INFEKSI TORCH


Berdasarkan kepustakaan, risiko infeksi Toxoplasma akan meningkat
pada mereka yang higiene/sanitasinya jelek terutama keadaan rumah, penghasilan
keluarga, kontak dengan kucing, dan cara menyiapkan makanan sehari-hari. Adi
Priyana (16) menemukan adanya IgG Toxoplasma positif pada 52.5% dari 80 ekor
ayam kampung yang ditelitinya. Pada penelitian ini 100% ibu hamil yang
diperiksa bukan golongan ekonomi lemah, 75% berhubungan langsung atau tak
langsung dengan kucing, 22% suka sayur mentah dan hanya 1% suka makan
daging mentah atau setengah matang. Tidak dapat diambil kesimpulan yang dapat
menerangkan hubungan sanitasi dengan kejadian infeksi TORCH.
KESIMPULAN
1.

Dari 100 ibu hamil yang diteliti, tak satupun terbebas dari salah satu
infeksi TORCH.

2.

.Besaran infeksi TORCH pada ibu hamil: 95% oleh Cytomegalovirus, 73%
oleh Rubella, 56% oleh HSV II dan 21% oleh Toxoplasma.

3.

Infeksi masih aktif didapatkan : 21% oleh HSV II, 5% oleh Toxoplasma,
1% oleh Rubella

KEPUSTAKAAN
1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC, Hauth JC, Wenstrom
KD (eds). Williams Obstetrics. Ch. 56: Infections.: 1461-80.
2. .Chandra G. Toxoplasma gondii: Aspek Biologi, Epidemiologi, Diagnosis dan
Penatalaksanaannya. Medika 2001; XXVII(5 ): 297-304.
3. Chiodo-F, Venucchi-G, Mori-F, Attard-L, Ricchi-E. Infective diseases during
pregnancy and their teratogenic effects. Ann-Ist-Super-Sanita.
1993;29(1):57-67
4. Isada NB, Paar DP, Gossman JH, Staus SE. Torch infections diagnosis in the
molecular age. J.Reprod.Med. 1992;37(6):499-507
5. Suzumori K, Iida,T, Adachi R, Okada S, Yagami Y. Prenatal diagnosis of
rubella infection by fetal blood sampling. Asia-Oceania
J.Obstet.Gynaecol. 1991;17(2): 113-7
6. LamyME, Mulongo KN, Gadisseux JF. et al. Prenatal diagnosis of fetal
cytomegalovirus infection. Am.J.Obstet.Gynecol.1992;166 No.1(Part
1):. 91-4.
7. Hohlfeld P, Vial Y, Maillard-Brignon C, Vaudaux B, Fawer CL.
Cytomegalovirus fetal infection: Prenatal Diagnosis. Obstet Gynecol
1991; 78 : 615 ,.
8. Hohlfeld P, Daffos F, Costa JM, Thulliez P, Forestier F, Vidaud M. Prenatal
diagnosis of congenital toxoplasmosis with a polymerase chain-chain
reaction test on amniotic fluid. N Engl J Med 1994; 331:695
9. Lisawati S, Srisasi G, Taniawati S. Berbagai aspek diagnosis toksoplasmosis
dengan menggunakan polymerase chain reaction. Maj Kedokt Indon
1998;:48(7):270-5.
10. Gumilar E. Toksoplasmosis kongenital : kontribusi kultur inokulasi cairan
ketuban dalam diagnostik prenatal. MOGI Supl. Juli 1999:25.
11. Srisasi Gandahusada.Diagnosis prenatal toksoplasmosis kongenital dan
pencegahannya. Maj Kedokt Indon 1999;49(1):15-8.

12. Srisasi Gandahusada. Diagnosis laboratoris toxoplasma. Maj Kedokt Indon


1999;:49 (6 ).
13. Soesbandoro SDA, Soewignyo S, Gerudug E et al. Infeksi toksoplasma pada
ibu ibu hamil di RSU Mataram. MOGI , Supp. I , Juli 1996 , 15.
14. Lazuardi T, Joewono HT, Abadi A. Gambaran serologi IgM dan IgG anti
TORCH pada ibu hamil <20 minggu dan bayinya. MOGI Suppl. Juli
1999: 35.
15. Priyana A. Antibodi anti Toxoplasma pada ayam kampung (Gallus
domesticus) di Jakarta. Maj Kedokt Indon 2000; (11): 504-7.

TINJAUANKEPUSTAKAAN

DAMPAKINFEKSIGENITALTERHADAP
PERSALINANKURANGBULAN
SofieRifayaniKrisnadi
BagianObstetriGinekologiFakultasKedokteranUniversitasPadjadjaran
Bandung,JawaBarat,Indonesia
PENDAHULUAN

Persalinankurangbulan(PKBpersalinanprematur)kejadiannyamasih
tinggi,baikdinegaramajumaupundinegarayangsedangberkembang;danbayi
kurang bulan (prematur) merupakan penyumbang tertinggi terhadap angka
kematianbayibarulahir.Pencegahanpersalinankurangbulanumumnyasulitdan
tidak efektif, antara lain karena etiologinya multifaktor, seperti status
sosioekonomi, nutrisi, konstitusi, munologi dan mikrobiologi di samping
penyebab yang terkait dengan komplikasi obstetri (perdarahan antepartum,
hipertensipadakehamilanataukomplikasimedislainnya).(1) Banyakpenelitian
yangmengaitkankejadianPKBdenganinfeksi,terutamaakibatkorioamnionitis
pada kejadian ketuban pecah dini (KPD). KPD meningkatkan risiko bayi
terinfeksi, sehingga memperberat masalah akibat kurang bulannya (ketidak
matangan paru, hipotermi, sindrom gawat nafas dan lainlain). KPD atau
korioamnionitistanpaKPDseringdihubungkandenganinfeksiurogenital.Pada
kehamilan normal cairan amnion steril; adanya ikroorganisme intraamnion
berhubungandengankejadianPKB.
Tabel1.Microorganismsisolatedfromtheamnioticcavitiesofwomen
withpretermlabor
Genitalmycoplasms
Ureaplasmaurealyticum
Mycoplasmahominis
Aerobes
GroupBstreptococci
Enterococci
Streptococcusviridans
Gardnerellavaginalis
Hemophilusinfluenza

Acinetobacterwolffi
Bacilluscereus
Capnocytophaga
species
Diphtheroids
Enterobactercloacae
Anaerobes
Fusobacterium
species

Pseudomonasspecies
Lactobacilli
Coliforms
Corynebacterium
Moraxella
Staphylococci

Veillonellaparvula
Peptostreptococcus
species
Propionobacterium
species
Peptococcusspecies
Bacteroidesspecies
Neisseriaspecies
Yeasts
Candidaspecies

DarisekianbanyakfaktorpenyebabPKB,infeksimerupakanpenyebab
sekitar40%PKB(2) danpalingdapatdicegahdandiobatiuntukmenurunkan
kejadian PKB. Karena ketuban pecah dini (KPD) merupakan faktor sangat
penting terhadap kejadian infeksi, maka seyogyanya pemberian antibiotika
dilakukansebelumterjadiKPD(5)Pendapatinimasihdiperdebatkansampaisaat
initerutamapadaPKBdenganselaputketubanintak.(67)Infeksiurogenitalyang
dianggapberpengaruhterhadapkejadianKPDadalah:
1.Bakteriuritanpagejala(8,9)
2.Vaginosisbakterial
3.Trikomoniasis
4.ServisitisGonorrhoeae
5.InfeksiChlamydiatrachomatis
BAKTERIURITANPAGEJALA
(asymptomaticbacteriuria)Bakteriuritanpagejaladidefinisikansebagai
terdeteksinya>100.000kolonisatuspesiesbakteripermlurinyangdikulturdari
sampel midstream. Kejadiannya pada ibu hamil 27 %.(9) Bakteri yang
tersering dapat diisolasi adalah Escherichia coli. Kehamilan sendiri tidak
meningkatkan kejadian bakteriuri tanpa gejala, akan tetapi pielonefritis akut
terjadipada2040%ibuhamildenganbakteriuritanpagejalayangtidakdiobati.
Banyak penelitian menunjukkan bahwa kejadian PKB lebih banyak pada ibu
denganbakteriuridibandingkandenganpadaibuhamiltanpabakteriuri.Sekitar
4080% komplikasi kehamilan yang disebabkan oleh pielonefritis akut dapat

dicegah dengan mengobati bakteriuri tanpa gejala; oleh karena itu mengobati
bakteriuritanpagejaladapatmenurunkanrisikoPKB.Penyebablainbakteriuri
adalah Streptokokus Grup Beta (GBS) yang sering berhubungan dengan
kolonisasi GBS di daerah urogenital. The Center for Disease Control and
Prevention (CDC) merekomendasikan agar ibu hamil dengan bakteriuri GBS
diterapipadasaatdiagnosisuntukmengurangikemungkinanPKBdanpadasaat
persalinan untuk mencegah infeksi GBS pada neonatus. Setelah pengobatan
selesai,biakanurinharusdiulanguntukmeyakinkaneradikasiGBS;jikamasih
positif berarti tergolong bakteriuri persistent atau recurrent. Untuk ini diberi
pengobatansupresif100mgnitrofurantoinperharip.o.sampaibayilahir.(10)
VAGINOSISBAKTERIAL
(BVBacterial vaginosis)(1118)Suatu keadaan karakteristik yang
ditandai oleh perubahan ekosistem vagina, yang ditunjukkan dengan
berkurangnya Laktobasili, sedangkan beberapa bakteri fakultatif anaerob
bertambah dengan mencolok yakni Mobiluncus species, Prevotella species,
Gardnerella vaginalis, Mycoplasma hominis dan Ureaplasma urealyticum.
Kejadiannya padaibuhamil sekitar1520%(13) keadaaninimerupakan faktor
risikopersalinankurangbulanspontan,ketubanpecahdini sertainfeksipasca
salin/pasca operasi. Sekitar 1540% penderita BV tidak menunjukkan gejala
klinis,selebihnyamengeluhkankeluarnyaduhtubuhvaginaberbauamis.Untuk
praktisiklinik,diagnosisditegakkandengankriteriaAmsel,yakniapabilaadatiga
dariempatkriteriadibawahini:
1. Cairanvaginahomogen,putihkeabuanatausepertisusu.
2. Clue cells (terdapat pada > 20% epitel sel vagina pada pemeriksaan
mikroskopdenganpembesaran400x).
3. pHvagina>4.5
4. Bauamissebelumatausetelahpenambahan10%KOH.

DiIndonesia,kejadianBVdalamkehamilanlebihtinggidaripenyakit
infeksi dalam kehamilan lainnya (bakteriuri tanpa gejala, N. gonorrhoeae,
C.trachomatis dan T. vaginalis) dan keberadaannya meningkatkan kejadian
ketuban pecah dini/KPD dan persalinan kurang bulan/PKB. Secara teoritis
pengobatanBVsangatpotensialdapatmenurunkankejadianKPDdanPKB.(18)
PengobatanBVtelahbanyakdilakukan.McGregormemakaikrimklindamisin.
Metronidazol oral terbukti menurunkan kejadian PKB dari 39% menjadi 18%
(Morales,dikutip oleh McGregor,2000).Hauth(1995)memakai metronidazol
oraldigabungdenganeritromisin,berhasilmenurunkankejadianPKB.Penelitian
berikutnyayangmemakaiklindamisinoraldanmetronidazoloralmembuktikan
penurunankejadianPKB,tetapiJoesoefdiIndonesiamendapatkanangkakejadian
BBLRsedikitmeningkatdikelompokterapi(dibandingplasebo).
INFEKSITRICHOMONASVAGINALIS
InfeksiprotozoainimerupakanPMSyangbanyakditemukan,namun
dapat diobati dengan baik. Kejadiannya pada ibu hamil di Australia berkisar
sebanyak25%,diIndonesiatidakditemukandata.Diagnosisditegakkanpadasaat
Pap'ssmearrutinwanitahamilataudenganpreparatbasahpadaibuhamildengan
keluhan.Trikomoniasisdalamkehamilandapatmenyebabkanbayiterinfeksisaat
persalinandandapatmenyebabkandemampadamasaneonatal.Cochranereview
menyatakandampaktrikomoniasis terhadap hasilkehamilan,baikberupaKPD
atauPKBbelumjelas. Gejalayangtimbulberupaduhvaginal berwarnahijau
kekuningan,berbaubusuk,gatal,dannyerisaatberkemihatausaatbersanggama.
Pengobatanmetronidazolpadaibuhamiltanpagejala,gagalmenurunkanangka
kejadian PKB. Hal ini menggaris bawahi perlunya pengobatan trikomoniasis
sebelumkehamilan.Metronidazolcukupefektif,dosistunggalbiasanyadiberikan
hanyapadakehamilantrimester2atau3.Efektifitaspengobatanakanmeningkat
jikapasanganseksualjugadiobati.

SERVISITISGONOROIKA
Neisseriagonorrhoeae dapatditransmisikandariibuke bayipadasaat
persalinan, mengakibatkan oftalmia gonokokal atau infeksi sistemik pada
neonatus.Servisitis N.gonorrhoeae jugameningkatkankejadianPKBmeskipun
tidakadapenelitianplasebokontrol(karenamelanggaretik).Keadaaninijuga
dapatmeningkatkankejadianendometritisdansepsispascasalin.Gejalaservisitis
gonoroikamiripklamidiasis(seringtanpagejala),jugagejalasisanya;servisitis
gonoroika lebih sering bergejala daripada klamidiasis. Diagnosis ditegakkan
dengan melakukan apus serviks (diplokokus intraseluler) dan kultur atau PCR
(Polymerase chain reaction). Tes resistensi/uji kepekaan antibiotika dilakukan
bersamaandenganpengambilanapusserviks.Pengobatangabunganamoksisilin
denganprobenesidungguldibandingkandenganspektinomisin(OR2.40,95%CI
0.718.12),juga jika dibandingkan denganseftriakson (OR2.40,95%CI0.71
8.12);tetapiseftriaksonungguldibandingkandengancefixime(OR1.22,95%CI
0.169.04).Penelitianinidilakukanpada346ibuhamil.Antibiotikyangdiberikan
hendaknyajugadapatmeliputipengobatanuntukklamidia,karenaseringterjadi
koinfeksi.
INFEKSICHLAMYDIATRACHOMATIS
Infeksi Chlamydiatrachomatis (PMS)biasanyatidak bergejala, dapat
menyebabkan servisitis, endometritis dan radang panggul dengan gejala sisa
faktor tuba (infertilitas atau kehamilan ektopik). Diagnosis ditegakkan dengan
PCR (Polymerase chain reaction) DNA probe assay atau uji cepat dengan
immunofluorescencedanenzymeimmunoassaylangsung(dapatdilakukansendiri
dengan apus serviks). Pengobatan dengan amoksisilin sama efektifnya dengan
eritromisin, bahkan lebih dapat ditolerir. Klindamisin dan azithromisin hanya
digunakan bila amoksisilin atau eritromisin tidak dapat diberikan. Pengobatan
mutakhiradalahdenganazitromisin.Ujiklinikmembuktikanbahwadosistunggal
per oral preparat ini setara efektifitasnya dengan doksisiklin 100 mg dua kali

sehari selama tujuh hari; keduanya dapat mencapai keberhasilan terapi 95%.
Azitromisinjugaefektifuntuknonspecificurethritispadaibuhamil.Pengobatan
yang tidak sempurna menyebabkan radang panggul pasca salin, nyeri panggul
kronis,infertilitasdankehamilanektopik.Pemberianantibiotikadalamkehamilan
umumnyaditujukanuntukprevensimorbiditasdanmortalitasperinatalpadaibu
dan janin. Pada ancaman persalinan kurang bulan (PKB) harus dicari
kemungkinan penyebab infeksi. Tabel 2 menunjukkan antibiotika yang
dianjurkanolehCDC.
Tabel2.Jenisantibiotikayangdirekomendasikandalamkehamilan
Jenisinfeksi

Jenisantibiotika
Pasangan

seksual

Asymptomatic
bacteriuria

Amoksisilin250mgp.o.
3kali
sehari,selama3sampai7
hari;atau
Nitrofurantoin100mg
p.o.2kali
sehari,selama3sampai7
hari;
atau
Cephalexin250mgp.o.4
kali
sehariselama3sampai7
hari.

Pengobatan
rutin
pasangan
seksual
tidak
dianjurkan

Neisseria
gonorrhoeae

Ceftriaxone125mgi.m.
dosis
tunggal;atau
Cefixime400mgp.o.
dosis
tunggal;atau
Erythromycinbasa500
mg3kali
sehari,selama7hari;atau
Azithromycin1gramp.o.
dosis
tunggal.

Rujuk
pasangan
seksualuntuk
diag
nosisdan
terapi

Bacterial
vaginosis

Clindamycin300mgp.o.
2kali
sehariselama7hari;atau
Metronidazole250mg3

Pengobatan
rutin
pasangan
seksual
tidak

Chlamydia
trachomatis

Trichomonas
vaginalis

kali
sehariselama7hari;atau
Metronidazolespttsb
diatas;
ditambahErythromycin
base333
mgp.o.3kalisehari
selama14
hari.
Erytrhromycinbase500
mgp.o.4
kalisehariselama7hari;
atau
Amoxycillin500mgp.o.
3kali
sehariselama7hari;atau
Azythromycin1gram
p.o.dosis
tunggal

dianjurkan

Metronidazole2gram
p.o.dosis
tunggal(tidakdianjurkan
pada
trimesterpertama);atau
Metronidazole500mg
p.o.2kali
sehariselama7hari.

Pasangan
seksual
harusdiobati

Rujuk
pasangan
seksualuntuk
diag
nosisdan
terapi

Pada kehamilan Chlamydia menyebabkan amnionitis dan endometritis


postpartum . Transmisi dari ibu ke anak dapat terjadi saat persalinan dan dapat
menyebabkan oftalmia dan/atau pneumonitis pada neonatus. Selain infeksi
genital, infeksi maternal seperti tifoid, pielonefritis, apendisitis, pneumoni atau
infeksi lain dengan demam tinggi dapat menyebabkan PKB terutama karena
toksin mikro-organismenya.
KESIMPULAN
Persalinan kurang bulan (PKB) merupakan masalah obstetri; sampai saat
ini belum ada cara pencegahan atau pengobatan yang efektif. Penelitian
menunjukkan hubungan kejadian PKB dengan infeksi, terutama infeksi urogenital
pada ibu hamil. Uji klinis tidak menunjukkan manfaat nyata pemberian antibiotika
rutin pada PKB tanpa ketuban pecah dini; kecuali untuk eradikasi Streptokokus

grup B, vaginosis bakterial dan penyakit menular seksual lainnya. Oleh karena itu
pemeriksaan infeksi urogenital pada ibu hamil perlu dilakukan secara rutin.

KEPUSTAKAAN
1. Romero R, Suplelveda W, Baumann P et al. The preterm labor syndrome:
biochemical, cytologic, immunologic, pathologic, microbiologic, and
clinical evidence that preterm labor is a heterogeneous disease. Am J
Obstet Gynecol 1993, 168:288.
2. Gibbs R, Eschenbach D. Use of antibiotics to prevent preterm birth. Am J
Obstet Gynecol 1997, 177:37580.
3. Mertz HL, Ernest JM..Antibiotics and Preterm Labor. Current Women's Health
Reports 2001, 1:206.
4. Mazor M, Chaim W, Maymon E et al. The role of antibiotic therapy in the
prevention of prematurity. Clin Perinatol 1998, 25:65985.
5. Hay PE, Lamont RF, Taylor-Robinson D, Morgan DJ, Ison C, Pearson J.
Abnormal bacterial colonisation of the genital tract and subsequent
preterm delivery and late miscarriage. BMJ 1994; 308:295-8.
6. Mercer B, Miodovnik M, Thurnau G et al. Antibiotic therapy for reduction of
infant morbidity after preterm premature rupture of the membranes.
JAMA 1997, 278:989.
7. King J, Flenady V. Antibiotics for preterm labor with intact membranes. In:A
comprehensive review of all clinical trials to date examining the use of
antibiotics in patients with preterm labor and intact membranes. The
Cochrane Database of Systematic Reviews.Oxford: The Cochrane
Library; 2001.
8. Romero R, Oyarzun E, Mazor M, Sirtori M, Hobbins, JC, Bracken M. Metaanalysis of the relationship between asymptomatic bacteriuria and
preterm delivery/low birth weight. Obstet Gynecol 1989;73:576-82.
9. Kinningham RB. Asymptomatic bacteriuria in pregnancy. Am Fam Physician
1993;47:1232-8.
10. Patterson TF, Andriole VT. Detection, significance, and therapy of bacteriuria
in pregnancy. Update in the managed health care era. Infect Dis Clin
North Am 1997;11:593-608.

11. Eschenbach DA, Hillier S, Critchlow C, Stevens C, DeRouen T,Holmes KK.


Diagnosis and clinical manifestations of bacterial vaginosis. Am J
Obstet Gynecol 1988;158:819-28.
12. Spiegel CA. Bacterial vaginosis. Clin Microbiol Rev 1991;4:485-502.
13. Eschenbach DA, Gravett MG, Chen KC, Hoyme UB, Holmes KK. Bacterial
vaginosis during pregnancy: an association with prematurity and
postpartum complications. Scand J Urol Nephrol Suppl 1984;86:21322.
14. Eschenbach DA. Bacterial vaginosis and anaerobes in obstetric gynecologic
infection. Clin Infect Dis 1993;16 Suppl 4:S282-7.
15. McGregor JA, French JI. Bacterial vaginosis in pregnancy. Obstet Gynecol
Surv 2000;55:S1-19.
16. Ugwumadu AH. Bacterial vaginosis in pregnancy. Curr Opin Obstet Gynecol
2002;14:115-18.
17. Gibbs RS. Chorioamnionitis and bacterial vaginosis. Am J Obstet Gynecol
1993;169:460-62.
18. Joesoef MR, Hillier SL, Wiknjosastro G, Sumampouw H et al. Intravaginal
clindamycin treatment for bacterial vaginosis: effects on preterm
delivery and low birth weight. Am. J. Obstetr. Gynecol.
1995;173:1527-31.
19. Klebanoff MA, Carey JC, Hauth JC, et al. Failure of metronidazole to prevent
preterm delivery among pregnant women with asymptomatic
Trichomonas vaginalis infection. N Engl J Med 2001; 345: 487-93.
20. Glmezoglu AM. Interventions for trichomoniasis in pregnancy. The
Cochrane Database of Systematic Reviews 2002, Issue 3. Art. No.:
CD000220. DOI: 10.1002/14651858.CD000220.
21. Centers for Disease Control and Prevention. 1998 Guidelines for treatment of
sexually transmitted diseases. MMWR 1998; 47(No. RR-1): 20-26, 5274, 88-94

22. Brocklehurst P. Antibiotics for gonorrhoea in pregnancy. The Cochrane


Database of Systematic Reviews 2002, Issue 2. Art. No.: CD000098.
DOI: 10.1002/14651858.CD000098
23. Sawhney MPS, Batra RB. Chlamydia trachomatis seropositivity during
pregnancy. Indian J Dermatol Venereol Leprol November-December
2003; 69 Issue 6,394-95.
24. Ostergaard L, Andersen B, Moller JK, Olesen F. Home sampling versus
conventional swab sampling for screening of Chlamydia rachomatis in
women: a cluster-randomized 1-year follow-up study. Clin Infect Dis
2000; 31: 951-57.
25. Brocklehurst P, Rooney G. Interventions for treating genital chlamydia
trachomatis infection in pregnancy. The Cochrane Database of
ystematic Reviews 1998, Issue 4. Art. No.: CD000054. DOI:
10.1002/14651858.CD000054.
26. Martin DH, Mroczkowski TF, Dalu ZA et al. A controlled trial of a single dose
of azithromycin for the treatment of chlamydial urethritis and
cervicitis. The Azithromycin for Chlamydial Infections Study Group.
N Engl J Med 1992; 327: 21-925.

Anda mungkin juga menyukai