Disusun oleh :
Mekar Dwi Anggraini
Ayu Khuzaimah Kurniawati
Erwi Rochma Pangestuti
ABSTRAK
Latar Belakang
Nilai uji prognostik independen dari peningkatan JVP dan S-3 pada pasien
gagal jantung belum baik.
Metode
Menggunakan analisa retrospektif pada percobaan pengobatan pada pasien
dengan dysfungsi ventrikel kiri. Jumlah responden yang terlibat dalam penelitian
ini berjumlah 2569 pasien dengan tanda – tanda gagal jantung atau yang memiliki
riwayat sakit gagal jantung yang mendapatkan pengobatan enalapril atau plecebo.
Nilai mean (SD) follow-up adalah 32±15 bulan. Munculnya peningkatan JVP dan
S-3 dipastikan melalui latihan fisik yang dilakukan dalam percobaan.
Hasil
Analisa multivariat yang sudah dicocokan untuk pemakai yang lain.
Peningkatan JVP dihubungkan dengan peningkatan resiko hospitalisasi pada
penderita gagal jantung (RR;132, CI; 95%,1,08 sampai 1,62; P<0,001), kematian
atau hospitalisasi pada gagal jantung (RR;1,30, CI; 95%, 1,11 sampai 1,53;
P<0,005). Dan kematian akibat kegagalan pompa (RR;1,37, CI; 95%, 1,07 sampai
1, 75, P<0,05)
Kesimpulan
Pada pasien dengan gagal jantung, peningkatan JVP dan S-3 masing –
masing secara bebasdihubungkan dengan hasil yang berlawanan atau berbeda,
meliputi progesivitas gagal jantung, Pengkajian terhdap temuan memiliki arti
untuk klinik.
METODE
Jumlah total responden pada penelitian ini adalah sebanyak 2569
responden yang memiliki gejala gagal jantung kongestif, atau memiliki riwayat
gagal jantung kongestif, dan pasien dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri 0,35 atau
kurang yang secara acak dipilih untuk menerima obat enelapril atau placebo.
Pasien didata sejak juni 1986 sampai dengan Maret 1989. Pre-randomisasi
dimulai dari fase single blind active drug (2-7 hari) diikuti dengan fase placebo
(14-17 hari). Pasien yang keadaan gagal jantungnya menjadi lebih buruk selama
fase ini dikeluarkan dari percobaan. Pengobatan dimulai terutama pada outpatient
setting (99%) kasus. Peserta yang diikutkan rata – rata (± SD) 32±15 bulan.
Protokol yang digunakan disetujui menggunakan wawancara dan
menandatangani informed consent oleh pasien yang telah terdaftar.
Pengumpulan Data
Data dasar demografi meliputi kelas fungsional NYHA dan informasi dari
rekam medis dan semua pasien pada saat pengumpulan data menggunakan obat
yang didapat dari semua pasien pada saat namanya didaftar. Data latar belakang
ras dan etnis diperoleh dari formulir SOVLD adapun kategori etnis dan ras adalah
indian amerika, asia, kulit hitam, kulit putih, hispanik dan yang lainnya. Pada saat
melakukan pendaftaran nama, peneliti melakukan pemeriksaan untuk
mengevaluasi atau menilai para pasien terhadap munculnya JVP dan S-3. Peserta
juga menggunakan formulir SOLVD, formulir data dasar yang komplit,
adanya/munculnya peningkatan JVP atau S-3 diindikasikan dengan format ya atau
tidak.
Analisa Stastitik
Klien dengan data yang kurang lengkap merupakan kriteria eksklusi
penelitian, terhitung sebanyak 2.479 responden. Variabel yang diukur dan diamati
secara terus-menerus adalah : usia, fraksi ejeksi ventrikel kiri, Tekanan Darah
(TD) sistolik, Heart Rate (HR), tingkat creatinin serum, dan sodium serum.
Variabel pembedanya adalah peningkatan Jugular Venous Pressure (JVP) (ya atau
tidak) atau terdengarnya Bunyi Jantung (BJ) S-3 (ya atau tidak); ras kulit hitam
(ya atau tidak); penyebab disfungsi sistolik ventrikel kiri (iskema atau non
iskemia); kelas fungsional NYHA (I atau II vs III atau IV); gambaran
Elektrocardiography (EKG) atrial fibrilasi di line dasar (ya atau tidak); riwayat
kondisi medis (ya atau tidak untuk masing-masing) yang meliputi riwayat
Diabetes Militus, hipertensi, Miocardiac Infarc, dan stroke; dasar pengobatan pada
waktu tertentu (ya atau tidak untuk masing-masing) yang meliputi diuretik, beta-
bloker, digoksin, dan agen antiaritmia; dan penggunaan enalapril atau golongan
placebo. Peneliti menggunakan T-Tes untuk membandingkan data kontinyu,
asumsi tepat dimana variansi tidak sama, dan Chi-Square untuk membandingkan
data biner. Peneliti menggunakan proporsi Cox-model Hazard untuk mengakses
data secara univariat dan multivariat terhadap variabel independen dengan tujuan
penelitian. Resiko tujuan dihubungkan dengan temuan tanda fisik pada saat
pemeriksaan fisik yang dikaji melalui 3 metode, yaitu : 1) peningkatan JVP, 2) BJ
S-3, dan 3) peningkatan JVP, BJ S-3, atau kombinasi keduanya. Peneliti membuat
2 cara dari Kaplan-Meier untuk menyusun end point of death atau hospitalisasi
klien gagal jantung, satu berdasarkan ada tidaknya peningkatan JVP, dan satu
berdasarkan ada tidaknya BJ S-3. Peneliti menggunakan Log-Rank Test untuk
menentukan kejadian menurut ada tidaknya temuan-temuan tersebut. Nilai P yang
kurang dari 0,05 dipertimbangkan sebagai indikasi analisis statistik yang
signifikan. Data dasar SOLVD yang berasal dari National Heart, Lung, and Blood
Institute, diperlukan dalam studi investigasi dan analisis independen di Pusat
Penelitian Klinik Kardiovaskular Donald W. Reynolds di Dallas.
HASIL
Karakteristik Dasar Klien
Karakteristik dasar klien dengan peningkatan JVP atau adanya BJ S-3,
atau dengan keduanya ditunjukkan dalam tabel 1. Klien dengan peningkatan JVP
dan juga terdapat BJ S-3 mempunyai penyakit gagal jantung lebih berat daripada
klien yang tidak ditemukan tanda-tanda fisik tersebut yang dikaji melalui
pemeriksaan dasar keparahan gagal jantung, yang meliputi kelas fungsional
NYHA, fraksi ejeksi ventrikel kiri, dan HR. Klien dengan peningkatan JVP dan
adanya BJ S-3 lebih sering terjadi pada wanita dan dengan penyebab noniskemia
disfungsi ventrikel kiri. Klien dengan peningkatan JVP lebih sering mempunyai
riwayat Atrial Fibrilation (AF), DM dan riwayat pengobatan diuretik (daripada
klien tanpa peningkatan JVP). Klien dengan BJ-3 biasanya tanpa riwayat MI dan
pengobatan beta-bloker. Klien dengan peningkatan JVP atau dengan BJ-3 tanpa
temuan fisik tersebut mungkin sama-sama mempunyai kesempatan utuk mendapat
pengobatan enapril.
Analisa Univariate
Analisa univariate menunjukkan bahwa pasien dengan peningkatan JVP
secara signifikan lebih berisiko tinggi mengalami kematian karena berbagai sebab
daripada pasien yang tanpa peningkatan JVP (Relative Risk/RR, 1,52; interval
kepercayaan 95%, 1,27-1,82; P<0,001), hospitalisasi pada pasien gagal jantung
(RR, 1,78; interval kepercayaan 95%, 1,47-2,17; P<0,001), gabungan end point of
death atau hospitalisasi pada pasien gagal jantung (RR, 1,69; interval
kepercayaan 95%, 1,45-1,97; P<0,001), dan kematian akibat kegagalan pompa
(RR, 1,99; interval kepercayaan 95%, 1,57-2,52; P<0,001), tetapi bukan kematian
akibat aritmia (RR, 1,10; interval kepercayaan 95%, 0,72-1,68; P<0,66).
Temuan – temuan pada pasien dengan BJ S-3 mirip dengan temuan – temuan pada
pasien dengan peningkatan JVP. Pada anlisa univariat, pasien dengan BJ S-3
secara signifikan lebih berisiko tinggi terjadi kematian akibat berbagai sebab
daripada pada pasien yang tidak terdengar BJ S-3 (RR, 1,35; interval kepercayaan
95%, 1,17-1,55; P<0,001), hospitalisasi pada pasien gagal jantung (RR, 1,70;
interval kepercayaan 95%, 1,46-1,97; P<0,001), gabungan end point of death atau
hospitalisasi pada pasien gagal jantung (RR, 1,42; interval keprcayaan 95%, 1,26-
1,60; P<0,001), dan kematian akibat kegagalan pompa (RR, 1,77; interval
kepercayaan 95%, 1,46-2,15; P<0,001), tetapi bukan kematian akibat aritmia (RR,
1,22; interval kepercayaan 95%, 0,90-1,65; P=0,20).
Analisa Multivariat
Analisa multivariat menunjukkan bahwa pasien - pasien dengan
peningkatan JVP dan mereka dengan BJ S-3 secara signifikan terjadi peningkatan
bagi terjadinya hospitalisasi pada pasien gagal jantung, gabungan antara end point
atau hospitalisasi pada apsien gagal jantung, kematiab akibat kegagalan pompa,
tapi bukan kematian akibat aritmia.
Dari 2479 pasien, sejumlah 706 pasien dengan peningkatan JVP, 1 orang pasien
dengan BJ S-3, atau keduanya: 109 pasien dengan peningkatan JVP muncul BJ S-
3, 426 pasien dengan BJ S-3 muncul peningkatan JVP, dan 171 dengan
peningkatan JVP dan BJ S-3. Analisa multivariat dengan menggunakan beberapa
covariat yang digambarkan diatas menunjukkan bahwa, memperbandingkan 1773
pasien tanpa temuan keduanya(peningkatan JVP dan BJ S-3), pasien dengan
peningkatan JVP, dengan BJ S-3, atau keduanya yang secara signifikan
meningkatkan risiko kematian akibat berbagai sebab, hospitalisasi pada pasien
gagal jantung, gabungan end point of death atau hospitalisasi pada pasien gagal
jantung, dan kematian akibat kegagalan pompa jantung, tetapi bukan kematian
akibat aritmia. Sebagai tambahan, analisa multivariat pada 171 pasien dengan
peningkatan JVP dan BJ S-3 dibandingkan dengan 535 pasien yang hanya
mempunyai salah satu temuan tersebut menunjukkan bahwa risiko seluruh hasil
akhir, termasuk hospitalisasi pada pasien dengan gagal jantung (RR, 1,13; interval
kepercayaan 95%, 0,86-1,48; P=0,38) dan gabungan end point of death atau
hospitalisai pada gagal jantung (RR, 1,05; interval kepercayaan 95%, 0,84-1,30;
P=0,69) adalah hampir sama/serupa.
DISKUSI
Data yang diperoleh dari pemeriksaan fisik tentang adanya peningkatan
JVP dan adanya bunyi jantung S-3 dapat digunakan sebagai tanda penting pada
klien gagal jantung. Munculnya tanda-tanda tersebut dapat digunakan pula
sebagai indikasi mondok/hospitalisasi bagi klien gagal jantung yang mengalami
peningkatan resikogagal jantung progresif. Dari data kajian diperoleh bahwa
angka kematian penderita gagal jantung diakibatkan oleh adanya kegagalan
pompa dan gabungan antara “end point of death” atau karena faktor hospitalisasi.
Sebagian klien gagal jantung dengan peningkatan JVP, atau adanya bunyi jantung
S-3, atau adanya kedua tanda tersebut juga dapat meningkatkan resiko kematian,
yang dikarenakan berbagai sebab (termasuk end point of death). Hubungan ini
tetap berlaku meskipun telah ada tanda-tanda keparahan gagal jantung yang lain,
seperti fraksi ejeksi ventrikel kiri, kelas fungsional NYHA, dan tingkat sodium
serum.
Pada pemeriksaan fisik klien dengan gagal jantung, data mengenai tingkat
prognostik dalam mendeteksi peningkatan JVP sangat terbatas. Adanya
peningkatan tekanan atrial kanan diasumsikan sebagai prognosis yang buruk.
Beberapa data mungkin tidak dapat digunakan untuk memperkirakan JVP yang
diperoleh melalui pemeriksaan fisik. Beberapa data mungkin tidak dapat
digunakan untuk memperkirakan tekanan vena jugular yang dilakukan melalui
pemeriksaan fisik, jika tekanan atrial kanan hasil pengukuran secara invasif sangat
buruk. Saran yang diberikan adalah dengan meningkatkan keakurasian dalam
pengakjian klinik terhadap tekanan vena. Temuan baru ini menyatakan adanya
hubungan antara peningkatan JVP dengan peningkatan tekanan pengisian sisi kiri
jantung pada kateterisasi jantung kanan. Belakangan ini, studi-studi tentang klien
dengan riwayat kelas IV NYHA, menunjukkan tanda-tanda kongestif yang
rendah. Pengkajian ini meliputi 5 hal, dan salah satu diantaranya adalah adanya
peningkatan JVP yang dikaitkan sebagai manifestasi klinis positif/favorable.
Akan tetapi temuan tentang bunyi jantung S-3 ini dilaporkan sebagai
manifestasi klinis unfavorable pada penderita gagal jantung, karena hubungan ini
didasarkan pada studi observasional yang relatif kecil. Sebagai tambahan,
sebagian besar studi ini tidak memperhatikan tanda-tanda keparahan lain pada
klien gagal jantung, seperti fraksi ejeksi ventrikel kiri. Penelitian yang dilakukan
pada 50 klien dengan gagal jantung yang progresif, diperoleh hampir seluruh klien
(96%) ditemukan bunyi jantung S-3. maka dari itu dapat diasumsikan bahwa
adanya bunyi jantung S-3 ini dapat digunakan sebagai batasan manifestasi klinis
gagal jantung. Beberapa studi penelitian menunjukkan bahwa kesepakatan
mengenai adanya bunyi jantung S-3 pada penderita gagal jantung ini masih
rendah atau dengan kata lain belum ada kesepakatan yang bulat. Bahkan diantara
dokter-dokter berpengalaman memunculkan pertanyaan serius tentang
penggunaan tanda ini (adanya bunyi jantung S-3) pada klien gagal jantung.
Beberapa temuan yang telah dilakukan mungkin kurang representatif, karena
kurangnya kemampuan para lulusan sekolah kedokteran akhir-akhir ini tentang
skill dalam pemeriksaan fisik, terutama auskultasi suara jantung. Meskipun
demikian kenyataannya, peneliti tetap menyarankan untuk melakukan deteksi
adanya bunyi jantung S-3 pada pemeriksaan fisik klien dengan gagal jantung. Hal
ini penting dilakukan untuk menilai prognosis unfavorable pada klien dengan
gagal jantung.
Mengapa peningkatan JVP atau adanya bunyi jantung S-3 dapat
dihubungkan dengan peningkatan resiko gagal jantung. Hal ini dapat dijelaskan
sebgai berikut : peningkatan JVP merupakan reflek dari peningkatan tekanan
atrium kanan yang diakibatkan oleh peningkatan tekanan pengisian sisi kiri
jantung pada klien gagal jantung kronik. Peningkatan tekanan pengisian sisi kiri
jantung ini merupakan prognosis yang buruk pada klien gagal jantung. Hal ini
mungkin sebagai manifestasi dari apoptosis yang disebabkan karena regangan
miokard/otot jantung atau bertambahnya aktivasi sistem saraf simpatis. Klien
dengan gagal jantung mungkin ditemukan bunyi jantung S-3 sebagai manifestasi
dari rendahnya aktivitas ventrikel, peningkatan tekanan balik, atau peningkatan
dini rata-rata pengisian diastolik. Keadaan yang mirip pada patofisiologi diastolik
ini juga terjadi pada klien disfungsi sistolik ventrikel kiri yang dilakukan
echocardiography (ECG) yang merupakan prognosis unfavorable.
Analisis retrospektif yang telah dilakukan oleh peneliti menghasilkan
beberapa batasan penting. Kemungkinan ada beberapa variabel pengganggu yang
terukur dan yang tidak terukur, meskipun peneliti sudah berupaya mencari faktor
resiko penyakit gagal jantung melalui analisis multivariat. Pemeriksaan fisik yang
dilakukan untuk mendeteksi peningkatan JVP dan adanya bunyi jantung S-3
belum distandarisasikan dalam Percobaan Study Of Left Ventricular Disfungtion
(SOLVD Trials), meskipun pendekatan yang dilakukan mungkin sudah mewakili
praktik klinik. Pemeriksaan fisik dapat membantu keakuratan data, sehingga tidak
perlu melakukan konfirmasi ulang (misalnya dengan phonocardiography untuk
memastikan adanya bunyi jantung S-3), meskipun kadang-kadang terjadi
kesalahan pengelompokan yang disebabkan oleh kesalahan pemeriksa sehingga
menimbulkan bias pada hasil yang mengarah pada hipotesis nol. Taksiran
pemeriksa mengenai keparahan kondisi klien dapat mempengaruhi hasil
pengkajiannya mengenai adanya peningkatan JVP atau bunyi jantung S-3.
Keputusan untuk mondok/hospitalisasi klien dengan gagal jantung mungkin
disebabkan oleh adanya peningkatan JVP dan adanya bunyi jantung S-3. Bias ini
tidak mungkin menjelaskan hasil penelitian, selama temuan pemeriksaan fisik
tersebut dicatat pada saat pendaftaran dan setelah klien mondok selama beberapa
bulan kemudian; selama adanya bunyi jantung S-3 sebagai indikasi
mondok/hospitalisasi; selama adanya kurang lebih satu gejala fisik yang
berhubungan dengan peningkatan resiko kematian dari semua penyebab ditambah
end point untuk hospitalisasi. Klasifikasi penyebab kematian karena kegagalan
pemompaan mungkin juga dipengaruhi oleh peningkatan JVP atau bunyi jantung
S-3 beberapa saat menjelang kematian, meskipun tanda fisik ini sering ditemukan
setelah pemeriksaan fisik.
Karena seringnya penggunaan beta-bloker pada Percobaan SOLVD,
peneliti tidak dapat menentukan apakah beta-bloker mempengaruhi prognostik
dari tanda fisik peningkatan JVP atau bunyi jantung S-3. Namun demikian,
dengan model multivariat dapat diketahui kegunaan beta-bloker. Peneliti juga
belum mengetahui kegunaan tanda fisik peningkatan JVP atau terdengarnya bunyi
jantung S-3 sebagai indikator disfungsi sistolik ventrikel kiri, selama kriteria
masukan pada percobaan penanganan SOLVD termasuk EF (ejection fraction)
0,35 atau kurang.
Kesimpulannya adalah, bahwa deteksi terhadap peningkatan JVP atau
terdengarnya bunyi jantung S-3 pada klien gagal jantung berhubungan dengan
hasil akhir yang buruk (kurang baik), termasuk perkembangan gagal jantung yang
progresif, bahkan ditetapkan sebagai tanda lain dari keparahan penyakit. Temuan
– temuan ini dapat meningkatkan keyakinan bahwa pengkajian yang difokuskan
disamping tempat tidur klien secara klinik sangat berarti, dan mungkin dapat
mendorong para pemeriksa untuk memperbaiki kemampuannya dalam melakukan
pemeriksaan fisik.
TINJAUAN TEORI
BUNYI JANTUNG
Dengan stetoskop kita dapat mendengar bunyi jantung normal,
yang biasanya didiskripsikan sebagai “lub, dub, lub, dub, …”. Bunyi “lub”
dikaitkan dengan penutupan katup atrioventrikular (A-V) pada permulaan
sistol, dan bunyi “dub” dikaitkan dengan penutupan katup semilunaris
(aorta dan pulmonaris) pada akhir sistol. Bunyi “lub” disebut bunyi
jantung yang pertama, dan “dub” sebagai bunyi jantung yang kedua,
karena siklus normal jantung dianggap dimulai pada permulaan sistol
ketika katup A-V menutup.
TEKANAN VENA
Untuk memahami berbagai fungsi vena, perlu diketahui tekanan
dalam vena dan bagaimana pengaturannya. Darah dari semua vena
sistemik mengalir ke dalam atrium kanan, karena itu tekanan di atrium
kanan disebut tekanan vena sentral. Apapun yang mempengaruhi tekanan
vena sentral biasanya mempengaruhi tekanan vena dimanapun dalam
tubuh. Tekanan atrium kanan dikendalikan oleh suatu keseimbangan antara
kemampuan jantung memompa darah keluar dari atrium kanan dan
kecenderungan darah untuk mengalir dari pembuluh darah perifer kembali
keatrium kanan.
Bila jantung memompa dengan kuat, tekanan pada atrium kanan
menurun. Sebaliknya kelemahan jantung akan meningkatkan tekanan
atrium kanan. Begitu pula, setiap pengaruh yang menyebabkan darah dapat
masuk secara cepat dari vena kedalam atrium kanan akan meningkatkan
tekanan atrium kanan. Beberapa faktor yang meningkatkan aliran balik
vena ini (dan meningkatkan tekanan atrium kanan) adalah 1) Peningkatan
volume darah, 2) Peningkatan tonus pembuluh darah besar diseluruh tubuh
dengan akibat kenaikan tekanan vena perifer, 3) dilatasi arteriol, yang
menurunkan tekanan perifer dan memungkinkan darah mengalir dengan
cepat dari arteri ke vena.
ABSTRAK
Latar Belakang
Nilai uji prognostik independen dari peningkatan JVP dan S-3 pada pasien
gagal jantung belum baik.
Metode
Menggunakan analisa retrospektif pada percobaan pengobatan pada pasien
dengan dysfungsi ventrikel kiri. Jumlah responden yang terlibat dalam penelitian
ini berjumlah 2569 pasien dengan tanda – tanda gagal jantung atau yang memiliki
riwayat sakit gagal jantung yang mendapatkan pengobatan enalapril atau plecebo.
Nilai mean (SD) follow-up adalah 32±15 bulan. Munculnya peningkatan JVP dan
S-3 dipastikan melalui latihan fisik yang dilakukan dalam percobaan.
Hasil
Analisa multivariat yang sudah dicocokan untuk pemakai yang lain.
Peningkatan JVP dihubungkan dengan peningkatan resiko hospitalisasi pada
penderita gagal jantung (RR;132, CI; 95%,1,08 sampai 1,62; P<0,001), kematian
atau hospitalisasi pada gagal jantung (RR;1,30, CI; 95%, 1,11 sampai 1,53;
P<0,005). Dan kematian akibat kegagalan pompa (RR;1,37, CI; 95%, 1,07 sampai
1, 75, P<0,05)
Kesimpulan
Pada pasien dengan gagal jantung, peningkatan JVP dan S-3 masing –
masing secara bebasdihubungkan dengan hasil yang berlawanan atau berbeda,
meliputi progesivitas gagal jantung, Pengkajian terhdap temuan memiliki arti
untuk klinik.
HASIL
Karakteristik Dasar Klien
Karakteristik dasar klien dengan peningkatan JVP atau adanya BJ S-3,
atau dengan keduanya ditunjukkan dalam tabel 1. Klien dengan peningkatan JVP
dan juga terdapat BJ S-3 mempunyai penyakit gagal jantung lebih berat daripada
klien yang tidak ditemukan tanda-tanda fisik tersebut yang dikaji melalui
pemeriksaan dasar keparahan gagal jantung, yang meliputi kelas fungsional
NYHA, fraksi ejeksi ventrikel kiri, dan HR. Klien dengan peningkatan JVP dan
adanya BJ S-3 lebih sering terjadi pada wanita dan dengan penyebab noniskemia
disfungsi ventrikel kiri. Klien dengan peningkatan JVP lebih sering mempunyai
riwayat Atrial Fibrilation (AF), DM dan riwayat pengobatan diuretik (daripada
klien tanpa peningkatan JVP). Klien dengan BJ-3 biasanya tanpa riwayat MI dan
pengobatan beta-bloker. Klien dengan peningkatan JVP atau dengan BJ-3 tanpa
temuan fisik tersebut mungkin sama-sama mempunyai kesempatan utuk mendapat
pengobatan enapril.