pertanyaan itu, kita punya cara pikir dan pendapat yang berbeda.
Semua orang setuju bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki
banyak potensi. Baik dari segi sumber daya alam maupun sumber daya manusia
yang ada di dalamnya. Namun sayang, semua kekayaan itu belum dapat
dimaksimalkan, karena adanya faktor keterbatasan. Hampir semua sumber daya
alam tersebut dikuasai pihak asing yang memiliki kekuatan finansial dan sumber
daya manusianya yang lebih mumpuni dibandingkan dengan kita. Sebut saja dari
bidang pertambangan, bisnis, bahkan pariwisata. Ironis sekali kiranya, semua
potensi alam yang di kuasai orang luar itu tidak bisa dinikmati oleh rakyat
pribumi. Kalaupun ada, hanya sedikit persentase kita kebagian jatah.
Sebenarnya sumber daya manusia kita cukup bersaing di dunia
internasional. Buktinya banyak anak bangsa yang menang di ajang-ajang atau
kompetisi internasional dengan segudang prestasi yang membanggakan. Tapi
produk sumber daya manusia terbaik bangsa ini malah dirampas oleh negara
lain,
bahkan
yang
lebih
sedihnya
ada
yang
melakukan
naturalisasi
heran jika Malaysia pernah memboikot pulau Ambalat dan menyatakan Ambalat
adalah daerah teritorialnya. Pemimpin bisa apa? Malaysia punya dekingan kuat
yaitu Amerika. Presiden malah pangku tangan. Masyarakat geram. Terakhir,
Malaysia juga memboikot kesenian asli Indonesia. Kita tetap diam? Tentu saja,
karena kita ini hanya singa ompong.
Indonesia adalah negara yang mempu membuat peraturan konstitusi dalam
waktu singkat. Berkat jasa-jasa pendahulu kita yang berperan di zaman itu.
Tentunya segala macam peraturan tersebut harus dilaksanakan sebagaimana
mestinya , baik oleh aparat pemerintahan maupun masyarakat itu sendiri. Namun
dewasa ini, aturan-aturan konstitusi belum dipatuhi sepenuhnya oleh pemerintah.
Buktinya, tidak sedikit terjadi penyelewengan. Yang paling santer tentunya adalah
korupsi.
Korupsi adalah suatu penyakit paling berbahaya dalam tubuh
pemerintahan di negara ini. Belum ada obat yang mampu membinasakannya.
Malah sekarang seolah menjadi sebuah kebudayaaan. Haruskah kita meniru Cina?
Mereka menghukum gantung pejabat-pejabat yang melakukan kejahatan korupsi.
Metode ini terbukti sangat efektif, hingga membuat persentase angka korupsi di
sana turun drastis. Tak heran mereka kini jadi negara maju dalam waktu singkat.
Sedangkan di sini? Kita boleh tertawa secukupnya. Koruptor di negeri ini punya
perlakuan khusus. Lapas atau rutan mereka sudah seperti hotel berbintang,
lengkap dengan segala macam isinya. Fasilitas mereka jauh lebih baik daripada
narapidana lain. Entah apa yang terjadi, sepertinya supremasi hukum tak lagi kuat
di negeri ini. masyarakat tentunya kehilangan kepercayaan pada penyalur aspirasi
mereka. Lalu apa jadinya pemerintahan dan demokrasinya tanpa rasa kepercayaan
dari rakyatnya? Bak bangunan bertingkat tinggi tanpa pilar yang menyokongnya.
Rentan
Perekonomian kita juga tidak stabil. Negara ini banyak dililit hutang yang
sudah menggunung. Dana APBN habis untuk melunasinya. Sehingga anggaran
untuk pendidikan, kesehatan dan pelayanan sosial jadi terabaikan. Bagaimana
filter dan memilah segala macam dampak dari efek globalisasi dunia dengan
mengambil hal positifnya. Ikut mendukung produk dalam negeri agar mampu
bersaing dalam perdagangan internasional. Musnahkan paham negatif barat yang
membuat kita terpecah dan diadu. Kita bukan domba mereka.
Pemerintah harus bisa mereduksi segala macam bentuk ketimpangan
masalah-masalah internal dan eksternal negeri ini. Ciptakan Indonesia yang
memiliki integritas tinggi di mata internasional. Kuatkan lagi persatuan dan
kesatuan bangsa seperti saat kita membaca buku-buku sejarah kepahlawanan yang
memliki persatuan baja ketika memperjuangkan kemerdekaan. Kita harus punya
keyakinan akan bangsa ini. Jangan punya rasa nasionalisme yang jatuh bangun
layaknya fluktuasi harga pasar saham. Hormati perbedaan , kaum minoritas , dan
kultur dengan mewujudkan Bhineka Tunggal Ika. Apa kita yakin solusi ini dapat
membuat Indonesia bertaji dan bermartabat lagi di mata dunia ? Tak ada salahnya
mencoba.
***