Anda di halaman 1dari 6

[IR]REVERSIBEL

Pertumbuhan pada makhluk hidup bersifat irreversibel. Dimana keadaan


struktur ataupun bentuk fisik dari makhluk hidup tersebut bertambah besar dan
volume yang bertambah pula, disebabkan oleh pengaruh dari faktor-faktor
pendukung pertumbuhan. Sejalan dengan fenomena pertumbuhan, makhluk hidup
juga mengalami suatu perkembangan. Seperti contoh; peningkatan intelegensi,
perubahan sifat , pola tingkah laku dan sebagainya. Nah, jika negara ini kita
identikkan dengan makhluk hidup, apakah makhluk hidup ini melakukan
pertumbuhan dan perkembangan? Irreversibelkah? Atau malah melawan hukum
alam karena bersifat reversibel dan bisa kembali ke bentuk awalnya?
Berkembangkah ia? Menuju kedewasaankah ia?

Untuk menjawab semua

pertanyaan itu, kita punya cara pikir dan pendapat yang berbeda.
Semua orang setuju bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki
banyak potensi. Baik dari segi sumber daya alam maupun sumber daya manusia
yang ada di dalamnya. Namun sayang, semua kekayaan itu belum dapat
dimaksimalkan, karena adanya faktor keterbatasan. Hampir semua sumber daya
alam tersebut dikuasai pihak asing yang memiliki kekuatan finansial dan sumber
daya manusianya yang lebih mumpuni dibandingkan dengan kita. Sebut saja dari
bidang pertambangan, bisnis, bahkan pariwisata. Ironis sekali kiranya, semua
potensi alam yang di kuasai orang luar itu tidak bisa dinikmati oleh rakyat
pribumi. Kalaupun ada, hanya sedikit persentase kita kebagian jatah.
Sebenarnya sumber daya manusia kita cukup bersaing di dunia
internasional. Buktinya banyak anak bangsa yang menang di ajang-ajang atau
kompetisi internasional dengan segudang prestasi yang membanggakan. Tapi
produk sumber daya manusia terbaik bangsa ini malah dirampas oleh negara
lain,

bahkan

yang

lebih

sedihnya

ada

yang

melakukan

naturalisasi

kewarganegaraan. Harusnya nasionalisme mereka patut di pertanyakan. Apa


mereka sudah tidak punya keyakinan lagi akan masa depan negara ini?
Coba kita telaah generasi muda negara ini. kian lama kian terpuruk peran
dan partisipasinya dalam mewujudkan tujuan nasional. Hal ini disebabkan
kegagalan mereka terhadap pengaruh globalisasi barat yang meraja lela. Paham
materialisme, individualisme, hedonisme, sampai ke pola hidup yang cenderung
konsumtif. Sehingga masyarakat mudah di adu domba, dampak memudarnya
kesatuan dan persatuan. Hingga tak jarang terjadinya kecemburuan sosial di antara
mereka, membuat paham indivualisme kian mengakar.
Dampak negatif globalisasi benar-benar berefek buruk. Contohnya saja
pola hidup konsumtif yang di lakukan kaum mayoritas. Mereka cenderung
mengkonsumsi produk-produk luar ketimbang produk dalam negeri. Dengan
mempertimbangkan kualitas dari barang atau jasa yang di tawarkan. Hal ini tentu
merugikan negara. Padahal dalam kasus ekspor-impor saja kita telah kalah
bersaing dengan tetangga-tetangga kita yang berperan lebih baik dalam
perdagangan dunia karena masyarakatnya cenderung mendukung produk lokal
negara. Indonesia seolah menjadi aset perdagangan oleh negara-negara maju,
karena pola konsumtif ini menguntungkan mereka. Pola hidup seperti ini tentu
berbanding terbalik dengan kondisi yang menyatakan secara fakta bahwa
Indonesia masih dilanda kemiskinan dan kelaparan , terutama kaum minoritas dan
menengah ke bawah. Sementara kita di cap sebagai konsumen terbesar di bidang
sandang dari produsen Singapura mengalahkan Jepang dan Cina yang
notabenenya negara maju dengan angka kemiskinan yang relatif kecil. Etiskah
kita tertawa melihat realita ini?
Jika dikaji filosofinya, Indonesia dulunya adalah negara yang cukup
disegani bahkan ditakuti. Kita berhasil meraih kemerdekaan dengan cara
perjuangan. Namun kini semua itu tinggal cerita. Kita tak lagi ditakuti. Harkat dan
martabat jatuh bangun. Bayangkan saja negara seluas ini memiliki angkatan
bersenjata yang sangat lemah. Senjata kita adalah produk impor dari Amerika. Tak

heran jika Malaysia pernah memboikot pulau Ambalat dan menyatakan Ambalat
adalah daerah teritorialnya. Pemimpin bisa apa? Malaysia punya dekingan kuat
yaitu Amerika. Presiden malah pangku tangan. Masyarakat geram. Terakhir,
Malaysia juga memboikot kesenian asli Indonesia. Kita tetap diam? Tentu saja,
karena kita ini hanya singa ompong.
Indonesia adalah negara yang mempu membuat peraturan konstitusi dalam
waktu singkat. Berkat jasa-jasa pendahulu kita yang berperan di zaman itu.
Tentunya segala macam peraturan tersebut harus dilaksanakan sebagaimana
mestinya , baik oleh aparat pemerintahan maupun masyarakat itu sendiri. Namun
dewasa ini, aturan-aturan konstitusi belum dipatuhi sepenuhnya oleh pemerintah.
Buktinya, tidak sedikit terjadi penyelewengan. Yang paling santer tentunya adalah
korupsi.
Korupsi adalah suatu penyakit paling berbahaya dalam tubuh
pemerintahan di negara ini. Belum ada obat yang mampu membinasakannya.
Malah sekarang seolah menjadi sebuah kebudayaaan. Haruskah kita meniru Cina?
Mereka menghukum gantung pejabat-pejabat yang melakukan kejahatan korupsi.
Metode ini terbukti sangat efektif, hingga membuat persentase angka korupsi di
sana turun drastis. Tak heran mereka kini jadi negara maju dalam waktu singkat.
Sedangkan di sini? Kita boleh tertawa secukupnya. Koruptor di negeri ini punya
perlakuan khusus. Lapas atau rutan mereka sudah seperti hotel berbintang,
lengkap dengan segala macam isinya. Fasilitas mereka jauh lebih baik daripada
narapidana lain. Entah apa yang terjadi, sepertinya supremasi hukum tak lagi kuat
di negeri ini. masyarakat tentunya kehilangan kepercayaan pada penyalur aspirasi
mereka. Lalu apa jadinya pemerintahan dan demokrasinya tanpa rasa kepercayaan
dari rakyatnya? Bak bangunan bertingkat tinggi tanpa pilar yang menyokongnya.
Rentan
Perekonomian kita juga tidak stabil. Negara ini banyak dililit hutang yang
sudah menggunung. Dana APBN habis untuk melunasinya. Sehingga anggaran
untuk pendidikan, kesehatan dan pelayanan sosial jadi terabaikan. Bagaimana

mungkin akan menguragi angka kemiskinan dan kelaparan ? belakangan


pemerintah gencar memberikan bantuan langsung tunai bagi masyarakat kurang
mampu. Hal ini malah membuat mereka berpangku tangan dan hanya
mengharapkan bantuan berikutnya dari pemerintah. Harusnya pemerintah
memikirkan bagaimana menciptakan lapangan kerja baru bagi para penganggur
agar mereka bisa mandiri, setidaknya menguragi angka pengangguran dan
kemiskinan walaupun hanya 1%.
Indonesia adalah negara yang multikultural, multietnik multiagama dan
multiras. Mayoritas penduduknya adalah Islam dan salah satu yang terbesar di
dunia. Tapi sekarang mayoritas Islam kita tak di takuti oleh negara lain. Kenapa?
Karena Islam di Indonesia yang sekarang terpecah-pecah dalam berbagai
kelumpok dan fraksi. Bahkan ada membuat Islamnya sendiri sehingga di anggap
menyesatkan. Tek terhindari lagi , masalah agama sering terjadi percekcokan antar
sesamanya bahkan perang sipil sekalipun. Tentu ini menjadi pergunjingan olah
negara-negara maju seperti Amerika yang menerapkan paham liberal dan
persatuan. Namun kita mudah berseteru, mudah diadu , dan mudah terpecah belah.
Haruskah kita mempersalahkan perbedaan?
Tak terbayangkan jika berandai-andai akan seperti apa negara ini ke
depannya jika semua masalah di atas tidak ditanggulangi. Namun , tetap tak ada
kata terlambat sebelum segala kemungkinan yang paling buruk terjadi. Kita ini
bangsa yang besar. Seyogyanya kita mengintropeksi diri dan berhenti saling
menyalahkan. Haruslah tetap kita junjung tinggi supremasi hukum di negara ini.
Seperti kata seorang bijak ; hukum itu tidak sempurna, dikarenakan manusia
yang membuat hukum itu sendiri juga tidak sempurna. Dengan menjalankan dan
mematuhi hukumlah yang membuat hukum terlihat sempurna.
Kita harus bisa berpandai-pandai memaksimalkan potensi alam dan
hasilnya untuk negeri sendiri. Memang butuh waktu untuk meningkatkan SDA
dan SDM kita. Generasi muda kita mustilah memiliki perangai kritis , sosialis dan
progresif dalam ikut serta mewujudkan tujuan nasional. Mereka harus bisa mem-

filter dan memilah segala macam dampak dari efek globalisasi dunia dengan
mengambil hal positifnya. Ikut mendukung produk dalam negeri agar mampu
bersaing dalam perdagangan internasional. Musnahkan paham negatif barat yang
membuat kita terpecah dan diadu. Kita bukan domba mereka.
Pemerintah harus bisa mereduksi segala macam bentuk ketimpangan
masalah-masalah internal dan eksternal negeri ini. Ciptakan Indonesia yang
memiliki integritas tinggi di mata internasional. Kuatkan lagi persatuan dan
kesatuan bangsa seperti saat kita membaca buku-buku sejarah kepahlawanan yang
memliki persatuan baja ketika memperjuangkan kemerdekaan. Kita harus punya
keyakinan akan bangsa ini. Jangan punya rasa nasionalisme yang jatuh bangun
layaknya fluktuasi harga pasar saham. Hormati perbedaan , kaum minoritas , dan
kultur dengan mewujudkan Bhineka Tunggal Ika. Apa kita yakin solusi ini dapat
membuat Indonesia bertaji dan bermartabat lagi di mata dunia ? Tak ada salahnya
mencoba.

***

Anda mungkin juga menyukai