Anda di halaman 1dari 18

Laporan Kasus Regional Anastesi

Kepaniteraan klinik Ilmu Anastesi


Fakultas Kedokteran UKRIDA
Rumah Sakit umum Daerah Tarakan
Periode 22 Desember 17 Januari 2015
Nama: Nathania

Tanda Tangan

Nim: 102013105
I.

II.

Identitas
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Pekerjaan
Alamat
Tanggal Pemeriksaan
Tanggal Masuk RS

:
:
:
:
:
:

Tn. S
77 tahun
Laki-laki
Pensiun
Slipi
5 Januari 2015
: 4 Januari 2015

Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan Tn.S Pada pukul
13.00 di PACU
Keluhan utama: Pasien mengeluh nyeri pada saat buang air kecil

sejak 3 minggu lalu.


Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengeluh nyeri saat buang air kecil 3 minggu sebelum
masuk rumah sakit. Buang air kecil harus mengedan, sering tidak
tuntas, menetes dan terasa sakit, buang air kecil menjadi lebih
sering, dan tampak benjolan pada daerah pubis. Sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit, pasien menyatakan gejala yang
dirasakan menjadi bertambah, pasien merasa buang air kecil
menjadi lebih sering dan air kencing yang keluar menetes dan
terasa sakit. Pada daerah pubis tampak benjolan dan tidak nyeri
apabila di tekan. Gejala ini tanpa disertai dengan demam.
Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi dan DM tipe 2 yang
diketahui sejak 1 tahun yang lalu. Pasien biasa meminum obat
captopril 3x25 mg, dan metformin 2x500 mg. Riwayat penyakit
asma, jantung, dan penyakit lainnya disangkal pasien. Pasien juga
tidak memiliki riwayat alergi obat maupun makanan. Pasien seharihari memakai gigi palsu.

Riwayat penyakit penyerta

: Hipertensi dan DM tipe 2


1

III.

Habit
: Tidak ada habit khusus
Riwayat operasi sebelumnya: Tidak ada

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Baik
Kesadaran
: Compos mentis
Berat badan
: 70 kg
Tanda-Tanda vital
Tekanan darah: 145/76 mmHg
Frekuensi nadi: 90 x/mnt
Frekuensi nafas: 20 x/mnt
Suhu: 36.50C
Kepala: normocephali, wajah simetris, tidak ada benjolan, tidak ada
oedema pada wajah.
Mata: konjungtiva anemis (-/-), sklera tidak ikterik
Hidung: tidak ada deviasi septum nasi
Mulut dan gigi geligi: buka mulut >3 jari, gigi palsu (-), gigi goyang (-)
Leher: tidak pendek, tidak teraba massa atau pembesaran
Thoraks
Inspeksi: bentuk dada normal, simetris pada keadaan statis dan

dinamis, tidak tampak pelebaran sela iga.


Palpasi: tidak teraba retraksi sela iga, pergerakan dinding dada
simetris pada saat keadaan statis dan dinamis, vokal fremitus
kanan dan kiri simetris dan tidak mengeras, tidak ada nyeri

tekan, tidak teraba massa pada dada.


Perkusi: sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi: suara nafas vesikuler, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

Abdomen:
Inspeksi; bentuk abdomen datar, tidak membuncit
Palpasi: hepar dan lien tidak membesar, nyeri tekan epigastrium

(+), nyeri lepas (-), defans muskuler (-)


Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal

Regio Supra Pubis

Inspeksi: Terdapat rambut pubis, tidak ada benjolan


Palpasi: Nyeri Tekan (-), nyeri Lepas (-), defans muskular (-)
Perkusi: Timpani
Auskultasi: Bising Usus (+) Normal

Regio Genetalia Eksterna


Inspeksi: Orifisium uretra eksterna baik
Palpasi: Testis teraba dua buah, kanan dan kiri, konsistensi
kenyal.
2

Regio Anal
Inspeksi: Bentuk Normal, benjolan (-)
Rectal Toucher: Sfingter ani Menjepit. pada mukosa teraba
massa yang konsistensinya kenyal, permukaan sedikit tidak rata,
batas tegas, puncak agak sulit dicapai.Tidak teraba nodul.
Handscoon: Darah, lendir dan feses tidak ada
Ekstremitas
Otot: normotonus, massa normal
Sendi: tidak kaku
Gerakan: aktif
Kekuatan: +5/+5
IV.

Pemeriksaan Penunjang
Tanggal: 4 Januari 2015
Nama test
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Lekosit
Trombosit
Hemostasis
BT
CT
KIMIA KLINIK
Gula Darah
GDS
Glukosa 2 jam
PP
Fungsi Liver
AST (SGOT)
ALT (SGPT)
Fungsi Ginjal
Ureum
Kreatinin

Hasil

Flag unit

Nilai Rujukan

15.6
46.9
5.13
7.700
296.000

g/dl
%
Juta/Ul
/mm3
/mm3

13-18
40-50
4.43-6.02
4.000-10.000
150.000450.000

2
10

Menit
Menit

<5 menit
<15 menit

126
180

mg/dl
mg/dl

<140
<140

30
46

U/L
U/L

<40
<41

34
0.84

mg/dl
Mg/dl

15-50
0.6-1.3

V.

Status Fisik (ASA)


Kelas II: pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang
Advis pre-operatif: puasa 6-8 jam pre-operasi

VI.

Diagnosis Kerja
Beningn Prostat Hierplasia (BPH) dan retensi urine
Dasar Diagnosis Kerja
Anamnesis:
Pasien mengeluhkan nyeri saat buang air kecil 3 minggu sebelum
masuk rumah sakit.
Pemeriksaan fisik:
3

Pada mukosa teraba massa yang konsistensinya kenyal, permukaan


sedikit tidak rata, batas tegas, puncak agak sulit dicapai.
VII.

Rencana Tindakan Bedah


Transurethral Resection Prostate (TURP) + uretroscopy

VIII.

Rencana Teknik Anastesi


Pre operasi:
1. Anamnesis:
Pasien tidak memiliki alergi obat-obatan dan makanan
Pasien memiliki hipertensi dan DM
Pasien tidak memiliki penyakit paru-paru, dan riwayat penyakit
lainnya.
Pasien tidak pernah menjalani operasi dan anastesi sebelumnya.
Pasien mulai puasa 6-8 jam sebelum rencana operasi.
Pemberian obat-obat premedikasi sesaat sebelum operasi.
2. Pemeriksaan Fisik
Airway paten, nafas spontan, tidak ada ronkhi, tidak ada
wheezing
Mallampati 1 (pilar faring, uvula dan palatum mole terlihat)
Leher bebas, jarak tiromental >7 cm
Buka mulut >3 jari
Tidak ada gigi goyang, dan gigi palsu
o Tekanan darah: 145/76 mmHg
o Frekuensi nadi: 90 x/mnt
o Frekuensi napas: 20 x/mnt
o Suhu: 36.90C
Berat badan
: 70 kg
Tinggi badan
:168 cm
2
BMI (BB/TB )
:24,82 (normal)
3. Pemeriksaan Laboratorium
Hb: 15.6 g/dl
Ht: 46.9%
Eritrosit: 5.13 juta/uL
Leukosit: 7.700/mm3
Trombosit:296.000/mm3
BT: 2 menit
CT: 10 menit
GDS: 126 mg/dl

Jenis Anastesi: Regional anastesia


Teknik Anastesi: Spinal anasthesia L3-L4, LCS (+), darah (-), atraucan

no.26 G.
Lama anastesi: Pk.09.00 (selesai)
Lama operasi: Pk.09.35 10.40

Obat-obat/ medikasi yang digunakan pada pasien ini:

Bunascan 20 mg
4

Fentanyl 25 mcg
Efedrin 15 mg
Ondansetron 8 mg
Asam traneksamat 1000 mg
Furosemid 10 mg

Prosedur Pelaksanaan
Pre Operasi
1. Pasien dipersiapkan di ruang operasi dengan duduk di meja operasi
2. Pasien dipasang manset, EKG, oxymeter pulse sebelum dilakukan tindakan
anastesi
3. Alat spinal anastesi dipersiapkan (handschoen steril, spuit 3 cc, spuit 1 cc,
jarum spinal, lidocain HCL, bupivacaine, Fentanyl, kapas steril, dan
alkohol+betadine sparay)
4. Menentukan lokasi crista iliaca kanan dan kiri lalu ditarik garis ke medial
dan diberi tanda dengan menggunakan marker
5. Melakukan tindakan asepsis antisepsis dengan

menyemprotkan

alkohol+betadine pada daerah yang akan ditusuk


6. Dengan spuit 1 cc diambil lidocain HCl sebanyak 1 cc
7. Dengan spuit 5 cc diambil fentanyl 25 mcg dan bunascan 20 mg
8. Melakukan informed consent pada pasien dan meminta

pasien

membungkukan posisi bandannya.


9. Dengan lidocain HCl 1cc disuntikan di daerah yang sudah diberi tanda
10.Introducer dimasukan dengan bevel menghadap ke atas secara perlahan
pada L3-L4
11.Jarum spinal beserta mandrinnya dimasukan secara perlahan dengan
bevel menghadap atas sehingga menembus ruang subarachnoid.
12.Mandrin jarum spinal dilepas perlahan sambil memastikan keluarnya LCS
berwarna jernih tanpa darah.
13.Memasukan bupivacaine 15 mg dan fentanyl 25 mcg ke dalam rongga
subarachnoid secara perlahan didahului aspirasi
14.Jarum spinal dan introducer dilepaskan secara perlahan
15.Daerah bekas penyuntikan disemprot dengan alkohol+betadine spray,
kemudian ditutup dengan kassa steril serta diplester, dan pasien
dibaringkan di meja operasi.
Intra operasi:
1. Tanda-tanda

vital

dimonitor

termasuk

tekanan

darah,

frekuensi

pernapasan, nadi dan saturasi oksigen selama operasi.


2. Diberikan oksigen canul 2 liter/menit
3. Ondansetron 4 mg dimasukan melalui intravena
4. Cairan yang masuk selama operasi adalah Hest 500 cc
5

5. Perdarahan: 100 cc
6. setelah operasi selesai, pasien dipindahkan ke ruang PACU

Post Operasi (pascabedah di ruang PACU)


Keluhan pasien: pasien sadar penuh dengan Glasgow Coma Scale (GCS): 15
Pemeriksaan fisik:

Keadaan umum: compos mentis, baik


Keluhan pasien: mual (-), muntah (-), pusing (-), dingin (+)
Aldrete score
o Kesadaran: 2 (sadar penuh)
o Respirasi: 2 (sanggup diminta bernapas dalam dan batuk)
o Sirkulasi: 2 (tekanan darah naik/turun berkisar 20%)
o Warna kulit: 2 (merah muda, capillary refill <3 detik)
o Aktivitas: 1( 2 anggota tubuh bergerak aktif/diperintah)
VAS I (pertama kali dipindah ke ruang PACU): 0
VAS 2 (ketika akan pindah ruangan): 2
Tekanan darah: mmHg,CRT <3 detik
Nadi: 145/76 x/menit, SpO2: 100%

Terapi pascabedah:

Ondansetron 4 mg K/P
Ketorolac 30 mg K/P
Tinjauan Pustaka

Anestesi spinal adalah salah satu metode anestesi yang diinduksi dengan
menyuntikkan sejumlah kecil obat anestesi lokal ke dalam cairan cerebro-spinal
(CSF). Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal
intradural atau blok intratekal. Anestesi spinal dihasilkan bila kita menyuntikkan
obat analgesik lokal ke dalam ruang sub arachnoid di daerah antara vertebra L2L3 atau L3-L4 atau L4-L5.
Spinal

anestesi

mudah

untuk

dilakukan

dan

memiliki

potensi

untuk

memberikan kondisi operasi yang sangat baik untuk operasi di bawah umbilikus.
Spinal anestesi dianjurkan untuk operasi di bawah umbilikus misalnya hernia,
ginekologi dan operasi urologis dan setiap operasi pada perineum atau alat
kelamin. Semua operasi pada kaki, tapi amputasi meskipun tidak sakit, mungkin
merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan untuk pasien yang dalam
kondisi terjaga. Dalam situasi ini dapat menggabungkan tehnik spinal anestesi
dengan anestesi umum.
Teknik anestesi secara garis besar dibagi menjadi dua macam, yaitu anestesi
umum dan anestesi regional. Anestesi umum bekerja untuk menekan aksis
hipotalamus-pituitari adrenal, sementara anestesi regional berfungsi untuk
menekan transmisi impuls nyeri dan menekan saraf otonom eferen ke adrenal.
Teknik anestesia yang lazim digunakan dalam seksio sesarea adalah anestesi
regional, tapi tidak selalu dapat dilakukan berhubung dengan sikap mental
pasien.
Anestesi spinal sangat cocok untuk pasien yang berusia tua dan orang-orang
dengan penyakit sistemik seperti penyakit pernapasan kronis, hati, ginjal dan
gangguan endokrin seperti diabetes. Banyak pasien dengan penyakit jantung
ringan mendapat manfaat dari vasodilatasi yang menyertai anestesi spinal
kecuali orang-orang dengan penyakit katub pulmonalis atau hipertensi tidak
terkontrol. Sangat cocok untuk menangani pasien dengan trauma yang telah
mendapatkan resusitasi yang adekuat dan tidak mengalami hipovolemik.
Indikasi:
1.

Bedah ekstremitas bawah


7

2.

Bedah panggul

3.

Tindakan sekitar rektum perineum

4.

Bedah obstetrik-ginekologi

5.

Bedah urologi

6.

Bedah abdomen bawah


7. Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan
dengan anesthesia umum ringan.

Kontra indikasi absolut:


1.

Pasien menolak

2.

Infeksi pada tempat suntikan

3.

Hipovolemia berat, syok

4.

Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan

5.

Tekanan intrakranial meningkat

6.

Fasilitas resusitasi minim

7.

Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi.

Kontra indikasi relatif:


1.

Infeksi sistemik

2.

Infeksi sekitar tempat suntikan

3.

Kelainan neurologis

4.

Kelainan psikis

5.

Bedah lama

6.

Penyakit jantung

7.

Hipovolemia ringan

8.

Nyeri punggung kronik

Persiapan analgesia spinal :


Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada
anastesia

umum.

Daerah

sekitar

tempat

tusukan

diteliti

apakah

akan

menimbulkan kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau


8

pasien gemuk sekali sehingga tak teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu
perlu diperhatikan hal-hal di bawah ini:

Informed consent

: tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui

anesthesia spinal
Pemeriksaan fisik

: tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan

tulang punggung
Pemeriksaan laboratorium anjuran

: Hb, Ht,PT,APTT

Peralatan analgesia spinal :


1.

Peralatan monitor: tekanan darah, pulse oximetri, EKG

2.

Peralatan resusitasi

3.

Jarum spinal
Jarum spinal dengan ujung tajam(ujung bamboo runcing, quinckebacock) atau

jarum spinal dengan ujung pensil (pencil point whitecare).


Teknik analgesia spinal :
Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis
tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas
meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi
pasien.

Perubahan

posisi

berlebihan

dalam

30

menit

pertama

akan

menyebabkan menyebarnya obat.


1. Setelah

dimonitor,

tidurkan

pasien

misalkan

dalam

posisi

lateral

dekubitus. Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang
belakang stabil. Buat pasien membungkuk maximal agar processus
spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.
2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka,
misal L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko
trauma terhadap medulla spinalis.
3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.
4. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan (Bupivacain 20 mg)
5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G,
23G, 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G
atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik
biasa semprit 10cc. Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2cm agak
sedikit kearah sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya
9

ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (QuinckeBabcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu
pada posisi tidur miring bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk
menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri
kepala pasca spinal. Setelah resensi menghilang, mandarin jarum spinal
dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat
dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya
untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau anda yakin ujung jarum
spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah jarum 90
biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat dimasukan
kateter.
6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah
hemoroid dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum
dewasa 6cm. Posisi:

Posisi Duduk

Pasien duduk di atas meja operasi

Dagu di dada

Tangan istirahat di lutut

Posisi Lateral:
1.

Bahu sejajar dengan meja operasi

2.

Posisikan pinggul di pinggir meja operasi

3.

Memeluk bantal/knee chest position

Tinggi blok analgesia spinal :


Faktor yang mempengaruhi:
1. Volume obat analgetik lokal: makin besar makin tinggi daerah analgesia
2. Konsentrasi obat: makin pekat makin tinggi batas daerah analgesia
3. Barbotase: penyuntikan dan aspirasi berulang-ulang meninggikan batas
daerah analgetik.
4. Kecepatan: penyuntikan yang cepat menghasilkan batas analgesia yang
tinggi. Kecepatan penyuntikan yang dianjurkan: 3 detik untuk 1 ml larutan.
5. Maneuver valsava: mengejan meninggikan tekanan liquor serebrospinal
dengan akibat batas analgesia bertambah tinggi.

10

6. Tempat pungsi: pengaruhnya besar pada L4-5 obat hiperbarik cenderung


berkumpul ke kaudal (saddle blok) pungsi L2-3 atau L3-4 obat cenderung
menyebar ke cranial.
7. Berat jenis larutan: hiper,iso atau hipo barik
8. Tekanan abdominal yang meningkat: dengan dosis yang sama didapat
batas analgesia yang lebih tinggi.
9. Tinggi pasien: makin tinggi makin panjang kolumna vertebralis makin
besar dosis yang diperlukan.(BB tidak berpengaruh terhadap dosis obat)
10.Waktu: setelah 15 menit dari saat penyuntikan,umumnya larutan analgetik
sudah menetap sehingga batas analgesia tidak dapat lagi diubah dengan
posisi pasien.

Anastesi Lokal untuk Anastesi Spinal


Berat jenis cairan cerebrospinalis pada 37 derajat celcius adalah 1.0031.008. Anastetik lokal dengan berat jenis sama dengan css disebut isobaric.
Anastetik local dengan berat jenis lebih besar dari css disebut hiperbarik.
Anastetik local dengan berat jenis lebih kecil dari css disebut hipobarik. Anastetik
local

yang

sering

digunakan

adalah

jenis

hiperbarik

diperoleh

dengan

mencampur anastetik local dengan dextrose. Untuk jenis hipobarik biasanya


digunakan tetrakain diperoleh dengan mencampur dengan air injeksi.
Anestetik lokal yang paling sering digunakan:
1. Lidokaine (xylobain,lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobarik, dosis
20-100 mg (2-5ml)
2. Lidokaine (xylobain,lignokaine) 5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis
1.003, sifat hyperbaric, dose 20-50 mg (1-2 ml)
3. Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat isobaric,
dosis 5-20 mg
4. Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis 1.027, sifat
hiperbarik, dosis 5-15 mg (1-3 ml)

Bupivacaine
Obat anestetik lokal yang sering digunakan adalah prokain, tetrakain,
lidokain, atau bupivakain. Berat jenis obat anestetik lokal mempengaruhi aliran
obat dan perluasan daerah teranestesi. Pada anestesi spinal jika berat jenis obat
lebih besar dari berat jenis CSS (hiperbarik), maka akan terjadi perpindahan obat
11

ke dasar akibat gravitasi. Jika lebih kecil (hipobarik), obat akan berpindah dari
area penyuntikan ke atas. Bila sama (isobarik), obat akan berada di tingkat yang
sama di tempat penyuntikan.
Bupivacaine adalah obat anestetik lokal yang termasuk dalam golongan
amino amida. Bupivacaine di indikasi pada penggunaan anestesi lokal termasuk
anestesi infiltrasi, blok serabut saraf, anestesi epidura dan anestesi intratekal.
Bupiivacaine kadang diberikan pada injeksi epidural sebelum melakukan operasi
athroplasty pinggul. Obat tersebut juga biasa digunakan untuk luka bekas
operasi untuk mengurangi rasa nyeri dengan efek obat mencapai 20 jam setelah
operasi.
Bupivacaine

dapat

diberikan

bersamaan

dengan

obat

lain

untuk

memperpanjang durasi efek obat seperti misalnya epinefrin, glukosa, dan


fentanil untuk analgesi epidural. Kontraindikasi untuk pemberian bupivacaine
adalah anestesi regional IV (IVRA) karena potensi risiko untuk kegagalan
tourniket dan adanya absorpsi sistemik dari obat tersebut.
Bupivacaine bekerja dengan cara berikatan secara intaselular dengan
natrium dan memblok influk natrium kedalam inti sel sehingga mencegah
terjadinya depolarisasi. Dikarenakan serabut saraf yang menghantarkan rasa
nyeri mempunyai serabut yang lebih tipis dan tidak memiliki selubung mielin,
maka bupivacaine dapat berdifusi dengan cepat ke dalam serabut saraf nyeri
dibandingkan

dengan

serabut

saraf

penghantar

rasa

proprioseptif

yang

mempunyai selubung mielin dan ukuran serabut saraf lebih tebal.


Penyebaran anastetik local tergantung:
1. Faktor utama:
1. Berat jenis anestetik local(barisitas)
2. Posisi pasien
3. Dosis dan volume anestetik local
2. Faktor tambahan :
1.
2.
3.
4.
5.

Ketinggian suntikan
Kecepatan suntikan/barbotase
Ukuran jarum
Keadaan fisik pasien
Tekanan intra abdominal

12

Lama kerja anestetik local tergantung:


1.

Jenis anestetia local

2.

Besarnya dosis

3.

Ada tidaknya vasokonstriktor

4.

Besarnya penyebaran anestetik local

Komplikasi Anastesi Spinal


Komplikasi anastesi spinal dibagi menjadi komplikasi dini dan komplikasi
delayed.
Komplikasi tindakan :
1.

Hipotensi berat: Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada


dewasa dicegah dengan memberikan infus cairan elektrolit 1000ml

2.

atau koloid 500ml sebelum tindakan.


Bradikardia : Dapat terjadi tanpa

3.

hipoksia,terjadi akibat blok sampai T-2


Hipoventilasi : Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat

4.
5.
6.
7.
8.

kendali nafas
Trauma pembuluh saraf
Trauma saraf
Mual-muntah
Gangguan pendengaran
Blok spinal tinggi atau spinal total

disertai

hipotensi

atau

Komplikasi pasca tindakan:


1.

Nyeri tempat suntikan

2.

Nyeri punggung

3.

Nyeri kepala karena kebocoran likuor

4.

Retensio urine

5.

Meningitis

Komplikasi intraoperatif:
1.

Komplikasi kardiovaskular
Insiden terjadi hipotensi akibat anestesi spinal adalah 10-40%.
Hipotensi

terjadi

karena

vasodilatasi,

akibat

blok

simpatis,

yang
13

menyebabkan terjadi penurunan tekanan arteriola sistemik dan vena,


makin tinggi blok makin berat hipotensi. Cardiac output akan berkurang
akibat dari penurunan venous return. Hipotensi yang signifikan harus
diobati dengan pemberian cairan intravena yang sesuai dan penggunaan
obat vasoaktif seperti efedrin atau fenilefedrin.
Cardiac arrest pernah dilaporkan pada pasien yang sehat pada saat
dilakukan anestesi spinal. Henti jantung bisa terjadi tiba-tiba biasanya
karena terjadi bradikardia yang berat walaupun hemodinamik pasien
dalam keadaan yang stabil. Pada kasus seperti ini, hipotensi atau hipoksia
bukanlah penyebab utama dari cardiac arrest tersebut tapi ia merupakan
dari mekanisme reflek bradikardi dan asistol yang disebut reflek BezoldJarisch.
Pencegahan hipotensi dilakukan dengan memberikan infuse cairan
kristaloid (NaCl,Ringer laktat) secara cepat sebanyak 10-15ml/kgbb dlm
10 menit segera setelah penyuntikan anesthesia spinal. Bila dengan
cairan infuse cepat tersebut masih terjadi hipotensi harus diobati dengan
vasopressor seperti efedrin intravena sebanyak 19mg diulang setiap 34menit sampai mencapai tekanan darah yang dikehendaki. Bradikardia
dapat terjadi karena aliran darah balik berkurang atau karena blok
2.

simpatis,dapat diatasi dengan sulfas atropine 1/8-1/4 mg IV.


Blok spinal tinggi atau total
Anestesi spinal tinggi atau total terjadi karena akibat dari kesalahan
perhitungan dosis yang diperlukan untuk satu suntikan. Komplikasi yang
bisa muncul dari hal ini adalah hipotensi, henti nafas, penurunan
kesadaran, paralisis motor, dan jika tidak diobati bisa menyebabkan henti
jantung. Akibat blok simpatetik yang cepat dan dilatasi arterial dan
kapasitas pembuluh darah vena, hipotensi adalah komplikasi yang paling
sering

terjadi

pada

anestesi

spinal.

Hal

ini

menyebabkan

terjadi

penurunan sirkulasi darah ke organ vital terutama otak dan jantung, yang
cenderung menimbulkan sequel lain. Penurunan sirkulasi ke serebral
merupakan faktor penting yang menyebabkan terjadi henti nafas pada
anestesi

spinal

total.

Walau

bagaimanapun,

terdapat

kemungkinan

pengurangan kerja otot nafas terjadi akibat dari blok pada saraf somatic
interkostal. Aktivitas saraf phrenik biasanya dipertahankan. Berkurangnya
aliran darah ke serebral mendorong terjadinya penurunan kesadaran. Jika
hipotensi ini tidak di atasi, sirkulasi jantung akan berkurang seterusnya
menyebabkan terjadi iskemik miokardiak yang mencetuskan aritmia
jantung dan akhirnya menyebakan henti jantung. Pengobatan yang cepat
14

sangat penting dalam mencegah terjadinya keadaan yang lebih serius,


termasuk

pemberian

cairan,

vasopressor,

dan

pemberian

oksigen

bertekanan positif. Setelah tingkat anestesi spinal berkurang, pasien akan


kembali ke kedaaan normal seperti sebelum operasi. Namun, tidak ada
sequel yang permanen yang disebabkan oleh komplikasi ini jika diatasi
dengan pengobatan yang cepat dan tepat.
3. Komplikasi respirasi
1. Analisa gas darah cukup memuaskan pada blok spinal tinggi, bila
fungsi paru-paru normal.
2. Penderita PPOM atau COPD merupakan kontra indikasi untuk blok
spinal tinggi.
3. Apnoe dapat disebabkan karena blok spinal yang terlalu tinggi atau
karena hipotensi berat dan iskemia medulla.
4. Kesulitan bicara,batuk kering yang persisten,sesak nafas,merupakan
tanda-tanda tidak adekuatnya pernafasan yang perlu segera ditangani
dengan pernafasan buatan.

Komplikasi postoperative:
1.

Komplikasi gastrointestinal
Nausea dan muntah karena hipotensi,hipoksia,tonus parasimpatis
berlebihan,pemakaian obat narkotik,reflek karena traksi pada traktus
gastrointestinal serta komplikasi delayed,pusing kepala pasca pungsi
lumbal merupakan nyeri kepala dengan ciri khas terasa lebih berat
pada perubahan posisi dari tidur ke posisi tegak. Mulai terasa pada 2448 jam pascapungsi lumbal,dengan kekerapan yang bervariasi. Pada

2.

orang tua lebih jarang dan pada kehamilan meningkat.


Nyeri kepala
Komplikasi yang paling sering dikeluhkan oleh pasien adalah nyeri
kepala. Nyeri kepala ini bisa terjadi selepas anestesi spinal atau
tusukan pada dural pada anestesi epidural. Insiden terjadi komplikasi
ini tergantung beberapa faktor seperti ukuran jarum yang digunakan.
Semakin besar ukuran jarum semakin besar resiko untuk terjadi nyeri
kepala. Selain itu, insidensi terjadi nyeri kepala juga adalah tinggi pada
wanita muda dan pasien yang dehidrasi. Nyeri kepala post suntikan
biasanya muncul dalam 6 48 jam selepas suntikan anestesi spinal.
Nyeri kepala yang berdenyut biasanya muncul di area oksipital dan
menjalar

ke

retro

orbital,

dan

sering

disertai

dengan

tanda

meningismus, diplopia, mual, dan muntah.


15

Tanda yang paling signifikan nyeri kepala spinal adalah nyeri makin
bertambah

bila

pasien

dipindahkan

atau

berubah

posisi

dari

tiduran/supinasi ke posisi duduk, dan akan berkurang atau hilang total


bila pasien tiduran. Terapi konservatif dalam waktu 24 48 jam harus
di coba terlebih dahulu seperti tirah baring, rehidrasi (secara cairan
oral atau intravena), analgesic, dan suport yang kencang pada
abdomen. Tekanan pada vena cava akan menyebabkan terjadi
perbendungan dari plexus vena pelvik dan epidural, seterusnya
menghentikan

kebocoran

dari

cairan

serebrospinal

dengan

meningkatkan tekanan extradural. Jika terapi konservatif tidak efektif,


terapi yang aktif seperti suntikan salin kedalam epidural untuk
3.

menghentikan kebocoran.
Nyeri punggung
Komplikasi yang kedua paling sering adalah nyeri punggung akibat
dari tusukan jarum yang menyebabkan trauma pada periosteal atau
ruptur

dari

struktur

ligament

dengan

atau

tanpa

hematoma

intraligamentous. Nyeri punggung akibat dari trauma suntikan jarum


dapat di obati secara simptomatik dan akan menghilang dalam
4.

beberapa waktu yang singkat sahaja.


Komplikasi neurologik
Insidensi defisit neurologi berat dari anestesi spinal adalah rendah.
Komplikasi neurologik yang paling benign adalah meningitis aseptik.
Sindrom ini muncul dalam waktu 24 jam setelah anestesi spinal
ditandai dengan demam, rigiditas nuchal dan fotofobia. Meningitis
aseptic hanya memerlukan pengobatan simptomatik dan biasanya
akan menghilang dalam beberapa hari.
Sindrom cauda equina muncul setelah regresi dari blok neuraxial.
Sindrom ini mungkin dapat menjadi permanen atau bisa regresi
perlahan-lahan setelah beberapa minggu atau bulan. Ia ditandai
dengan defisit sensoris pada area perineal, inkontinensia urin dan
fekal,

dan

derajat

yang

bervariasi

pada

defisit

motorik

pada

ekstremitas bawah.
Komplikasi neurologic yang paling serius adalah arachnoiditis adesif.
Reaksi ini biasanya terjadi beberapa minggu atau bulan setelah
anestesi spinal dilakukan. Sindrom ini ditandai oleh defisit sensoris dan
kelemahan motorik pada tungkai yang progresif. Pada penyakit ini
terdapat reaksi proliferatif dari meninges dan vasokonstriksi dari
vasculature korda spinal.
16

Iskemia dan infark korda spinal bisa terjadi akibat dari hipotensi
arterial yang lama. Penggunaan epinefrin didalam obat anestesi bisa
mengurangi aliran darah ke korda spinal. Kerusakan pada korda spinal
atau saraf akibat trauma tusukan jarum pada spinal maupun epidural,
kateter epidural atau suntikan solution anestesi lokal intraneural
adalah jarang, tapi tetap berlaku.
Perdarahan subaraknoid yang terjadi akibat anestesi regional
sangat jarang berlaku karena ukuran yang kecil dari struktur vaskular
mayor didalam ruang subaraknoid. Hanya pembuluh darah radikular
lateral merupakan pembuluh darah besar di area lumbar yang
menyebar ke ruang subaraknoid dari akar saraf. Sindrom spinal-arteri
anterior akibat dari anesthesia adalah jarang. Tanda utamanya adalah
kelemahan motorik pada tungkai bawah karena iskemia pada 2/3
anterior bawah korda spinal. Kehilangan sensoris biasanya tidak
merata dan adalah sekunder dari nekrosis iskemia pada akar posterior
saraf dan bukannya akibat dari kerusakan didalam korda itu sendiri.
Terdapat tiga penyebab terjadinya sindrom spinal-arteri : kekurangan
bekalan darah ke arteri spinal anterior karena terjadi gangguan
bekalan

darah

dari

arteri-arteri

yang

diganggu

oleh

operasi,

kekurangan aliran darah dari arteri karena hipotensi yang berlebihan,


dan gangguan aliran darah sama ada dari kongesti vena mahu pun
obstruksi aliran.
Anestesi regional

merupakan

penyebab

yang

mungkin

yang

menyebabkan terjadinya sindrom spinal-arteri anterior oleh beberapa


faktor. Contohnya anestesi spinal menggunakan obat anestesi lokal
yang dicampurkan dengan epinefrin. Jadi kemungkinan epinefrin yang
menyebabkan vasokonstriksi pada arteri spinal anterior atau pembuluh
darah yang memberikan bekalan darah.
Hipotensi yang kadang timbul setelah anestesi regional dapat
menyebabkan kekurangan aliran darah. Infeksi dari spinal adalah
sangat jarang kecuali dari penyebaran bacteria secara hematogen
yang berasal dari fokal infeksi ditempat lain. Jika anestesi spinal
diberikan kepada pasien yang mengalami bakteriemia, terdapat
kemungkinan terjadi penyebaran ke bakteri ke spinal. Oleh yang
demikian, penggunaan anestesi spinal pada pasien dengan bakteremia
merupakan kontra indikasi relatif. Jika infeksi terjadi di dalam ruang
subaraknoid, akan menyebabkan araknoiditis. Tanda dan symptom
17

yang paling prominen pada komplikasi ini adalah nyeri punggung yang
berat, nyeri lokal, demam, leukositosis, dan rigiditas nuchal. Oleh itu,
adalah tidak benar jika menggunakan anestesi regional pada pasien
yang mengalami infeksi kulit loka pada area lumbar atau yang
menderita selulitis.
5.

Pengobatan bagi komplikasi ini adalah dengan

pemberian antibiotik dan drenase jika perlu.


Retentio urine / Disfungsi kandung kemih
Disfungsi kandung kemih dapat terjadi selepas anestesi umum
maupun regional. Fungsi kandung kencing merupakan bagian yang
fungsinya kembali paling akhir pada analgesia spinal, umumnya
berlangsung selama 24 jam. Kerusakan saraf pemanen merupakan
komplikasi yang sangat jarang terjadi.

Daftar Pustaka
1.

Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR.Petunjuk praktis anastesiologi. Edisi-2.

2.
3.

Jakarta: FKUI;2011
Omoigui S.Buku saku obat-obatan anastesia.Edisi 2.Jakarta:EGC;2012
Morgan GE, Mikhail MS,Murray MJ.Clinical Anasthesiology. 4th

4.

ed.USA:Lange;2006
Miller RD, Pardo MC.Basics of anasthesia. 6th ed.USA:Elsevier

5.

Saunders;2011.
Gwinnut CL. Catatan kuliah anastesi klinis. Edisi 3.Jakarta:EGC;2008.

18

Anda mungkin juga menyukai

  • Lapsus
    Lapsus
    Dokumen18 halaman
    Lapsus
    Nathania Suharti
    Belum ada peringkat
  • Anak Yang Bener
    Anak Yang Bener
    Dokumen27 halaman
    Anak Yang Bener
    Nathania Suharti
    Belum ada peringkat
  • Gangguan Cemas Menyeluruh-Referat Kel - Rsko
    Gangguan Cemas Menyeluruh-Referat Kel - Rsko
    Dokumen8 halaman
    Gangguan Cemas Menyeluruh-Referat Kel - Rsko
    Nathania Suharti
    Belum ada peringkat
  • Osteomalasia
    Osteomalasia
    Dokumen8 halaman
    Osteomalasia
    Rista Cieh Apple
    Belum ada peringkat
  • Mata
    Mata
    Dokumen35 halaman
    Mata
    Nathania Suharti
    Belum ada peringkat
  • Definisi Lansia
    Definisi Lansia
    Dokumen2 halaman
    Definisi Lansia
    Nathania Suharti
    Belum ada peringkat
  • Catetan Evprog
    Catetan Evprog
    Dokumen1 halaman
    Catetan Evprog
    Nathania Suharti
    Belum ada peringkat
  • Arsenic
    Arsenic
    Dokumen4 halaman
    Arsenic
    Nathania Suharti
    Belum ada peringkat
  • Skripsi Haryudha 11-263 Pola Sensitivitas
    Skripsi Haryudha 11-263 Pola Sensitivitas
    Dokumen47 halaman
    Skripsi Haryudha 11-263 Pola Sensitivitas
    Nathania Suharti
    Belum ada peringkat
  • Cover Mata
    Cover Mata
    Dokumen1 halaman
    Cover Mata
    Nathania Suharti
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen23 halaman
    Bab Ii
    Nathania Suharti
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen23 halaman
    Bab Ii
    Nathania Suharti
    Belum ada peringkat
  • Cover X
    Cover X
    Dokumen5 halaman
    Cover X
    Nathania Suharti
    Belum ada peringkat
  • Hepatobilier
    Hepatobilier
    Dokumen26 halaman
    Hepatobilier
    Nathania Suharti
    100% (1)
  • Laporan Kasus
    Laporan Kasus
    Dokumen18 halaman
    Laporan Kasus
    Nathania Suharti
    Belum ada peringkat
  • Abstrak Evprog
    Abstrak Evprog
    Dokumen5 halaman
    Abstrak Evprog
    Nathania Suharti
    Belum ada peringkat
  • Artikel Tuberkulosis
    Artikel Tuberkulosis
    Dokumen17 halaman
    Artikel Tuberkulosis
    Nathania Suharti
    Belum ada peringkat
  • Arsenic
    Arsenic
    Dokumen4 halaman
    Arsenic
    Nathania Suharti
    Belum ada peringkat
  • Abs Trak
    Abs Trak
    Dokumen1 halaman
    Abs Trak
    Nathania Suharti
    Belum ada peringkat
  • Penyuluhan Diare
    Penyuluhan Diare
    Dokumen2 halaman
    Penyuluhan Diare
    Edu William
    Belum ada peringkat
  • Campu Campur
    Campu Campur
    Dokumen35 halaman
    Campu Campur
    Nathania Suharti
    Belum ada peringkat
  • ANC
    ANC
    Dokumen66 halaman
    ANC
    Olivia Papilaya
    Belum ada peringkat
  • Bahan Lapsus
    Bahan Lapsus
    Dokumen2 halaman
    Bahan Lapsus
    Nathania Suharti
    Belum ada peringkat
  • Toksikologi
    Toksikologi
    Dokumen56 halaman
    Toksikologi
    Nathania Suharti
    Belum ada peringkat
  • Cover Lapsus
    Cover Lapsus
    Dokumen1 halaman
    Cover Lapsus
    Nathania Suharti
    Belum ada peringkat
  • One
    One
    Dokumen1 halaman
    One
    Fransisca Gunawan
    Belum ada peringkat
  • Campur 2
    Campur 2
    Dokumen5 halaman
    Campur 2
    Nathania Suharti
    Belum ada peringkat
  • Bahan Lapsus
    Bahan Lapsus
    Dokumen2 halaman
    Bahan Lapsus
    Nathania Suharti
    Belum ada peringkat
  • 10 Masalah Dari PKP
    10 Masalah Dari PKP
    Dokumen9 halaman
    10 Masalah Dari PKP
    Nathania Suharti
    Belum ada peringkat