Anda di halaman 1dari 35

BAB 1

PENDAHULUAN
Sejak tahun 1967 kebutaan telah dideklarasikan sebagai masalah nasional, dimana kebutaan
dapat berdampak pada masalah sosial, ekonomi dan psikologi bukan hanya bagi penderita melainkan
juga bagi masyarakat dan negara. Prevalensi kebutaan di Indonesia masih sangat tinggi dengan
penyebab utamanya yaitu katarak (0,78%), glaukoma (0,2%), kelainan refraksi (0,14%) dan beberpa
penyakit yang berhubungan dengan lanjut usia (0,38%). Berdasarkan perkiraan WHO, tahun 2000 ada
sebanyak 45 juta orang didunia yang mengalami kebutaan. Sepertiga dari jumlah itu berada di Asia
Tenggara. Untuk kawasan Asia Tenggara. Untuk Kawasan Asia Tenggara, berdasarkan Survei
Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran tahun 1993-1996 menunjukkan angka kebutaan di
Indonesia sekitar 1,5 % dari jumlah penduduk atau setara dengan 3 juta orang. Jumlah ini jauh lebih
tinggi dibanding Bangladesh (1%), India (0,7%), dan Thailand (0,3%). Jumlah penderita kebutaan di
Indonesia meningkat, disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk, meningkatnya usia harapan
hidup, kurangnya pelayanan kesehatan mata dan kondisi geografis yang tidak menguntungkan.
Berdasarkan survei WHO pada tahun 2000, dari sekitar 45 juta penderita kebutaan 16% diantaranya
disebabkan karena glaukoma, dan sekitar 0,2 % kebutaan di Indonesia disebabkan oleh penyakit ini.
Sedangkan survei Departemen Kesehatan RI 1982-1996 melaporkan bahwa galukoma menyumbang
0,4 5 atau sekitar 840.000 orang dari 210 juta penduduk penyebab kebutaan. Kondisi ini semakin
diperparah dengan pengetahuan dan kesadaran masyarakat yang rendah akan bahaya penyakit ini.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah melakukan analisa kepustakaan mengenai prevalensi, insiden
dan derajat dari berbagai jenis glaukoma. Dengan menggunakan data tahun1980-1990, WHO
melaporkan jumlah populasi di dunia dengan tekanan bola mata yang tinggi (>21 mmHg) sekitar
104,5 juta orang Prevalensi kebutaan untuk semua jenis glaukoma diperkirakan mencapai 5,2 juta
orang. Glaukoma bertanggung jawab atas 15 % penyebab kebutaan, dan menempatkan glaukoma
sebagai penyebab ketiga kebutaan di dunia setelah katarak dan trakhoma. 1

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelainan Refraksi2

Gambar 1. Pembiasaan Cahaya pada Mata normal dan Mata dengan Kelainan Refraksi

2.1.1 Miopia2
Definisi:
Miopia merupakan kesalahan refraksi dengan berkas sinar memasuki mata yang sejajar
dengan sumbu optik dibawa ke fokus di depan retina, sebagai akibat bola mata yang terlalu panjang
atau peningkatan kekuatan daya refraksi media mata.
Epidemiologi
Asia merupakan daerah yang memiliki prevalensi miopia yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan
Amerika. Terdapat insidens miopia yang tinggi pada tenaga profesional dan murid sekolah. Prevalensi
miopia menunjukkan penurunan dengan meningkatnya usia (44-50 tahun). Pola ini menunjukkan
peningkatan prevalensi pada generasi yang lebih muda mungkin oleh karena peningkatan paparan
penglihatan dekat atau penurunan prevalensi miopia memang berhubungan dengan bertambahnya
usia.

Etiologi
2

Miopia disebabkan karena terlalu kuat pembiasan sinar di dalam mata untuk panjangnya bola
mata yang diakibatkan oleh: kornea terlalu cembung; lensa mempunyai kecembungan yang kuat
sehingga bayangan dibiaskan kuat; dan bola mata terlalu panjang. Pada miopia panjang bola mata
anteroposterior dapat terlalu besar atau kekuatan pembiasan media refraktif terlalu kuat. Oleh karena
itu dikenal beberapa bentuk miopia seperti:
a. Miopia refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti terjadi pada katarak
intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat. Sama dengan
miopia bias atau miopia indeks, miopia yang tejadi akibat pembiasan media penglihatan kornea
dan lensa yang terlalu kuat
b. Miopia aksial, miopia akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan kelengkungan kornea dan
lensa yang normal.
Patofisiologi
Sumbu mata terlalu panjang atau kornea terlalu cembung sehingga bayangan benda jatuh di
depan retina. Akibatnya, benda yang jauh tidak terlihat jelas.
Klasifikasi Miopia
Klasifikasi miopia dibagi menurut derajat dan perjalanan penyakitnya. Berdasarkan derajat
beratnya, miopia dibagi dalam:
Miopia ringan, dimana miopia kecil daripada 1-3 dioptri
Miopia sedang, dimana miopia lebih antara 3-6 dioptri
Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6 dioptri
Sedangkan menurut perjalanan penyakitnya, miopia dikenal dalam bentuk:
a. Miopia stasioner: miopia yang menetap setelah dewasa
b. Miopia progresif: miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambah panjangnya
bola mata
c. Miopia maligna: miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan ablasi retina dan
kebutaan. Miopia ini dapat juga disebut miopia pernisiosa atau miopia maligna atau miopia
degeneratif. Disebut miopia degeneratif atau miopia maligna, bila miopia lebih dari 6 dioptri
disertai kelainan fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai membentuk stafiloma
postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai dengan atrofi korioretina. Atrofi retina
berjalan kemudian setelah terjadinya atrofi sklera dan kadang-kadang terjadi ruptur membran
Bruch yang dapat menimbulkan rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi subretina. Pada
miopia dapat terjadi bercak Fuch berupa biperplasi pigmen epitel dan perdarahan, atrofi lapis
sensoris retina luar, dan dewasa akan terjadi degenerasi papil saraf optik.

Manifestasi Klinik
Pasien miopia akan melihat jelas bila dalam jarak pandang dekat dan melihat kabur apabila
pandangan jauh. Penderita miopia akan mengeluh sakit kepala, sering disertai dengan juling dan celah
kelopak yang sempit. Selain itu, penderita miopia mempunyai kebiasaan mengernyitkan matanya
untuk mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil). Pasien miopia
mempunyai pungtum remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam keadaan konvergensi. Hal ini
yang menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap, maka penderita
akan terlihat juling kedalam atau esotropia.
Penatalaksanaan
a.

Kacamata
Koreksi miopia dengan kacamata dapat dilakukan dengan menggunakan lensa konkaf

(cekung/negatif) karena berkas cahaya yang melewati suatu lensa cekung akan menyebar. Bila
permukaan refraksi mata mempunyai daya bias terlalu tinggi atau bila bola mata terlalu panjang
seperti pada miopia, keadaan ini dapat dinetralisir dengan meletakkan lensa sferis konkaf di
depan mata. Lensa cekung yang akan mendivergensikan berkas cahaya sebelum masuk ke mata,
dengan demikian fokus bayangan dapat dimundurkan ke arah retina.
b.

Lensa kontak
Lensa kontak yang biasanya digunakan ada 2 jenis yaitu, lensa kontak keras yang terbuat dari

bahan plastik polymethacrylate (PMMA) dan lensa kontak lunak terbuat dari bermacam-macam
plastik hydrogen hydroxymethylmethacrylate (HEMA). Lensa kontak keras secara spesifik
diindikasikan untuk koreksi astigmatisma ireguler, sedangkan lensa kontak lunak digunakan
untuk mengobati gangguan permukaan kornea. Salah satu indikasi penggunaan lensa kontak
adalah untuk koreksi miopia tinggi, dimana lensa ini menghasilkan kualitas bayangan lebih baik
dari kacamata. Namun komplikasi dari penggunaan lensa kontak dapat mengakibatkan iritasi
kornea, pembentukan pembuluh darah kornea atau melengkungkan permukaan kornea. Oleh
karena itu, harus dilakukan pemeriksaan berkala pada pemakai lensa kontak.
Bedah Refraksi
Ketidaknyamanan memakai kacamata bagi banyak pemakai dan komplikasi yang berkaitan
dengan lensa kontak mendorong pencarian solusi bedah bagi masalah gangguan refraksi. Pada
bedah refraksi dapat dilakukan Laser photorefractive keratektomy (PK)
Pencegahan

Mencegah terjadinya kebiasaan buruk, meliputi: membiasakan duduk dengan posisi tegak
sejak kecil; memegang alat tulis dengan benar; lakukan istirahat tiap 30 menit setelah
melakukan kegiatan membaca atau melihat TV, batasi jam membaca mengatur jarak baca
yang tepat (30 sentimeter) dan gunakanlah penerangan yang cukup; serta tidak membaca
dengan posisi tidur atau tengkurap.
4

Beberapa penelitian melaporkan bahwa usaha untuk berlatih melihat jauh atau melihat jauh
dan dekat secar bergantian dapat mencegah miopia

Kenali jika ada kelainan pada mata dan perbaiki sejak awal, jangan menunggu sampai ada
gangguan pada mata

Anak dengan tingkat miopia kanan dan kiri tinggi, segera lakukan konsultasi dengan dokter
spesialis mata anak agar tidak terjadi juling

Walaupun sekarang ini sudah jarang terjadi defisiensi vitamin A, ibu hamil tetap perlu
memperhatikan nutrisi termasuk vitamin A

Periksalah mata anak sedini mungkin jika dalam keluarga ada yang memakai kaca mata. Oleh
karena itu pahami perkembangan kemampuan melihat bayi

Kenali keanehan, misalnya kemampuan melihat yang kurang, kemudian segeralah melakukan
pemeriksaan.

Sebaiknya dilakukan skrining pada anak-anak di sekolah.

Komplikasi
a. Ablasio retina
Resiko untuk terjadinya ablasio retina pada 0D (- 4,75)D sekitar 1/6662. Sedangkan pada (5) D (-9,75) D resiko meningkat menjadi 1/1335. Lebih dari (-10) D resiko ini menjadi 1/148.
Dengan kata lain penambahan faktor resiko pada miopia rendah tiga kali sedangkan miopia tinggi
meningkat menjadi 300 kali.
b. Vitreal Liquefaction dan Detachment
Badan vitreus yang berada di antara lensa dan retina mengandung 98% air dan 2% serat
kolagen yang seiring pertumbuhan usia akan mencair secara perlahan-lahan, namun proses ini
akan meningkat pada penderita miopia tinggi. Hal ini berhubungan dengan hilangnya struktur
normal kolagen. Pada tahap awal, penderita akan melihat bayangan-bayangan kecil (floaters).
Pada keadaan lanjut, dapat terjadi kolaps badan vitreus sehingga kehilangan kontak dengan
retina. Keadaan ini nantinya akan beresiko untuk terlepasnya retina dan menyebabkan kerusakan
retina. Vitreus detachment pada miopia tinggi terjadi karena luasnya volume yang harus diisi
akibat memanjangnya bola mata.
c. Miopic makulopaty
Dapat terjadi penipisan koroid dan retina serta hilangnya pembuluh darah kapiler pada mata
yang berakibat atrofi sel-sel retina sehingga lapang pandang berkurang. Dapat juga terjadi
perdarahan retina dan koroid yang bisa menyebabkan kurangnya lapangan pandang. Miopia
vaskular koroid/degenerasi makular miopik juga merupakan konsekuensi dari degenerasi makular
normal, dan ini disebabkan oleh pembuluh darah yang abnormal yang tumbuh di bawah sentral
retina
5

d. Glaukoma
Resiko terjadinya glaukoma pada mata normal adalah 1,2%, pada miopia sedang 4,2%,
dan pada miopia tinggi 4,4%. Glaukoma pada miopia terjadi dikarenakan stres akomodasi dan
konvergensi serta kelainan struktur jaringan ikat penyambung pada trabekula.
e. Skotoma
Komplikasi timbul pada miopia derajat tinggi. Jika terjadi bercak atrofi retina maka akan
timbul skotoma (sering timbul jika daerah makula terkena dan daerah penglihatan sentral
menghilang). Vitreus yang telah mengalami degenerasi dan mencair berkumpul di muscae
volicantes sehingga menimbulkan bayangan lebar diretina sangat menggangu pasien dan
menimbulkan kegelisahan. Bayangan tersebut cenderung berkembang secara perlahan dan selama
itu pasien tidak pernah menggunakan indera penglihatannya dengan nyaman sampai akhirnya
tidak ada fungsi penglihatan yang tersisa atau sampai terjadi lesi makula berat atau ablasio retina.

2.1.2 Hipermetropia2
Definisi
Hipermetropi merupakan anomali refraksi yang mana tanpa akomodasi, sinar sejajar akan
terfokus di belakang retina. Sinar divergen dari objek dekat, akan difokuskan lebih jauh di belakang
retina.
Epidemiologi
Hipermetropia merupakan anomali perkembangan dan secara praktis semua mata adalah
hipermetropia pada saat lahir. 80% hingga 90% mata didapati hipermetropia pada 5 tahun pertama
kehidupan. Pada usia 16 tahun, sekitar 48% mata didapati tetap hipermetropia. Pada masa remaja,
derajat hipermetropia akan berkurang karena panjang axial mata bertambah sehingga periode
pertumbuhan berhenti. Pada masa itu, hipermetropia yang menetap akan menjadi relatif konstan
sehingga munculnya presbiopia.
Etiologi
1

Panjang axial (diameter bola mata) mata hipermetropia lebih kurang dari panjang axial mata
normal.

Berkurangnya konveksitas dari kornea atau kurvatura lensa

Berkurangnya indeks refraktif

Perubahan posisi lensa

Klasifikasi
Berdasarkan gejala klinis, hipermetropia dibagi menjadi tiga yaitu:

Hipermetropiasimpleks yang disebabkan oleh variasi biologi normal, etiologinya bisa axial
atau refraktif

Hipermetropia patologik disebabkan oleh anatomi okular yang abnormal karena


maldevelopment, penyakit okular, atau trauma

Hipermetropia fungsional disebabkan oleh paralisis dari proses akomodasi

Berdasarkan derajat beratnya, hipermetropia juga dibagi menjadi tiga yaitu:


1

Hipermetropia ringan, kesalahan refraksi +2.00 D atau kurang

Hipermetropia sedang, kesalahan refraksi antara +2.25 D hingga +5.00 D

Hipermetropia berat, kesalahan refraksi +5.25 D atau lebih tinggi

Berdasarkan status akomodasi mata, hipermetropia dibagi menjadi empat yaitu:


1

Hipermetropia Laten
a Sebagian dari keseluruhan dari kelainan refraksi mata hipermetropia yang dikoreksi
secara lengkap oleh proses akomodasi mata
b Hanya bisa dideteksi dengan menggunakan sikloplegia
c Lebih muda seseorang yang hipermetropia, lebih laten hiperopia yang dimilikinya

Hipermetropia Manifes
a Hipermetropia yang dideteksi lewat pemeriksaan refraksi rutin tanpa menggunakan
sikloplegia
b Bisa diukur derajatnya berdasarkan jumlah dioptri lensa positif yang digunakan dalam
pemeriksaan subjektif

Hipermetropia Fakultatif
a Hipermetropia yang bisa diukur dan dikoreksi dengan menggunakan lensa positif, tapi
bisa juga dikoreksi oleh proses akomodasi pasien tanpa menggunakan lensa
b Semua hipermetropia laten adalah hipermetropia fakultatif
c Akan tetapi, pasien dengan hipermetropia laten akan menolak pemakaian lensa positif
karena akan mengaburkan penglihatannya.
d Pasien dengan hipermetropia fakultatif bisa melihat dengan jelas tanpa lensa positif tapi
juga bisa melihat dengan jelas dengan menggunakan lensa positif

Hipermetropia Absolut
-

Tidak bisa dikoreksi dengan proses akomodasi

Penglihatan subnormal

Penglihatan jarak jauh juga bisa menjadi kabur terutama pada usia lanjut

Hipermetropia Total bisa dideteksi setelah proses akomodasi diparalisis dengan agen
sikloplegia.
Gejala Hipermetropia
1

Penglihatan dekat kabur, penglihatan jauh pada usia lanjut juga bisa kabur
7

Asthenopia akomodatif (sakit kepala, lakrimasi, fotofobia, kelelahan mata)

Strabismus pada anak-anak yang mengalami hipermetropia berat

Gejala biasanya berhubungan dengan penggunaan mata untuk penglihatan dekat (cth :
membaca, menulis, melukis), dan biasanya hilang jika kerjaan itu dihindari.

Mata dan kelopak mata bisa menjadi merah dan bengkak secara kronis

Mata terasa berat bila ingin mulai membaca, dan biasanya tertidur beberapa saat setelah mulai
membaca walaupun tidak lelah.

Bisa terjadi ambliopia

Diagnosis Hipermetropia
1

Anamnesa gejala-gejala dan tanda-tanda hipermetropia

Pemeriksaan Oftalmologi
a Visus tergantung usia dan proses akomodasi dengan menggunakan Snellen Chart
b Refraksi retinoskopi merupakan alat yang paling banyak digunakan untuk pengukuran
objektif hipermetropia. Prosedurnya termasuk statik retinoskopi, refraksi subjektif, dan
autorefraksi
c Motilitas okular, penglihatan binokular, dan akomodasi termasuk pemeriksaan duksi
dan versi, tes tutup dan tes tutup-buka, tes Hirschberg, amplitud dan fasilitas akomodasi,
dan steoreopsis
d Penilaian kesehatan okular dan skrining kesehatan umum untuk mendiagnosa penyakitpenyakit yang bisa menyebabkan hipermetropia. Pemeriksaan ini termasuk reflek cahaya
pupil, tes konfrontasi, penglihatan warna, tekanan intraokular, dan pemeriksaan
menyeluruh tentang kesehatan segmen anterior dan posterior dari mata dan adnexanya.
Biasanya pemeriksaan dengan ophthalmoskopi indirect diperlukan untuk mengevaluasi
segmen media dan posterior

Penatalaksanaan Hipermetropia
1

Sejak usia 5 atau 6 tahun, koreksi tidak dilakukan terutama tidak munculnya gejala-gejala dan
penglihatan normal pada setiap mata.

Dari usia 6 atau 7 tahun hingga remaja dan berlanjut hingga waktu presbiopia, hipermetropia
dikoreksi dengan lensa positif yang terkuat. Bisa memakai kaca mata atau lensa kontak.

Pembedahan refraktif juga bisa dilakukan untuk membaiki hipermetropia dengan membentuk
semula kurvatura kornea. Metode pembedahan refraktif termasuk
a Laser-assisted in-situ keratomileusis (LASIK)
b Laser-assisted subepithelial keratectomy (LASEK)
c Photorefractive keratectomy (PRK)
d Conductive keratoplasty (CK)
8

Komplikasi Hipermetropia
1

Strabismus

Mengurangi kualitas hidup

Kelelahan mata dan sakit kepala

2.1.3 Astigmatisme2
Definisi
Astigmatisme merupakan kondisi dimana sinar cahaya tidak direfraksikan dengan sama pada
semua meridian. Jika mata astigmatisme melihat gambaran palang, garis vertikal dan horizontalnya
akan tampak terfokus tajam pada dua jarak pandang yang berbeda. Mata astigmatisme bisa dianggap
berbentuk seperti bola sepak yang tidak memfokuskan sinar pada satu titik tapi banyak titik.
Epidemiologi
Di Indonesia, diperkirakan sebanyak 40 juta populasinya mempunyai kelainan astigmatisme.
Tidak ada perbedaan frekuensi terjadinya astigmatisme pada lelaki dan perempuan. Prevalensi
astigmatisme meningkat dengan usia.
Etiologi

Permukaan kornea atau lensa tidak rata, sehingga sinar tidak direfraksikan dengan cara yang sama

dan menghasilkan bayangan-bayangan kabur yang tidak terfokus pada retina.


Biasanya astigmatisme terjadi sejak lahir. Astigmatisme dipercayai diturunkan dengan cara

autosomal dominan.
Dapat terjadi setelah trauma atau jaringan parut pada kornea, penyakit mata yang termasuk tumor

pada kelopak mata, insisi pada kornea atau karena faktor perkembangan.
Jika distorsi terjadi pada kornea, disebut astigmatisme kornea, sedangkan jika distorsi terjadi pada

lensa, disebut astigmatisme lentikular.


Astigmatisme juga bisa terjadi karena traksi pada bola mata oleh otot-otot mata eksternal yang
merubah bentuk sklera menjadi bentuk astigma, perubahan indeks refraksi pada vitreous, dan
permukaan yang tidak rata pada retina.

Gejala-gejala dan tanda-tanda


1

Distorsi dari bagian-bagian lapang pandang

Tampak garis-garis vertikal, horizontal atau miring yang kabur

Memegang bahan bacaan dekat dengan mata

Sakit kepala

Mata berair

Kelelahan mata

Memiringkan kepala untuk melihat dengan lebih jelas


9

Diagnosis Astigmatisme
1

Anamnesa gejala-gejala dan tanda-tanda astigmatisme

Pemeriksaan Oftalmologi
a Visus tergantung usia dan proses akomodasi dengan menggunakan Snellen Chart
b Refraksi Periksa mata satu per satu, mulai dengan mata kanan. Pasien diminta untuk
memperhatikan kartu tes astigmatisme dan menentukan garis yang mana yang tampak
lebih gelap dari yang lain. Contohnya, pasien yang miopia pada meridian vertikal dan
emmetropia pada meridian horizontal akan melihat garis-garis vertikal tampak distorsi,
sedangkan garis-garis horizontal tetap tajam dan tidak berubah. Sebelum pemeriksaan
subjektif ini, disarankan menjadikan penglihatan pasien miopia untuk menghindari
bayangan difokuskan lebih jauh ke belakang retina. Selain itu, untuk pemeriksaan objektif,
bisa digunakan keratometer, keratoskop, dan videokeratoskop
c Motilitas okular, penglihatan binokular, dan akomodasi termasuk pemeriksaan duksi dan
versi, tes tutup dan tes tutup-buka, tes Hirschberg, amplitud dan fasilitas akomodasi, dan
steoreopsis
d Penilaian kesehatan okular dan skrining kesehatan umum untuk mendiagnosa penyakitpenyakit yang bisa menyebabkan astigmatisme. Pemeriksaan ini termasuk reflek cahaya
pupil, tes konfrontasi, penglihatan warna, tekanan intraokular, dan pemeriksaan
menyeluruh tentang kesehatan segmen anterior dan posterior dari mata dan adnexanya.
Biasanya pemeriksaan dengan ophthalmoskopi indirect diperlukan untuk mengevaluasi
segmen media dan posterior

Penatalaksanaan Astigmatisme
1

Astigmatisme bisa dikoreksi dengan menggunakan lensa silinder tergantung gejala dan
jumlah astigmatismenya

Untuk astigmatisme yang kecil, tidak perlu dikoreksi dengan silinder

Untuk astigmatisme yang gejalanya timbul, pemakaian lensa silender bertujuan untuk
mengurangkan gejalanya walaupun kadang-kadang tidak memperbaiki tajam penglihatan

Aturan koreksi dengan lensa silinder adalah dengan meletakkannya pada aksis 90o dari garis
tergelap yang dilihat pasien pada kartu tes astigmatisme. Untuk astigmatisme miopia,
digunakan silinder negatif, untuk astigmatisme hiperopia, digunakan silinder positif

Untuk astigmatisme irregular, lensa kontak bisa digunakan untuk meneutralisasi permukaan
kornea yang tidak rata

Selain itu, astigmatisme juga bisa dikoreksi dengan pembedahan LASIK dan keratektomi
fotorefraktif

10

2.1.4 Presbiopia2
Definisi
Presbiopia adalah penglihatan di usia lanjut, merupakan perkembangan normal yang
berhubungan erat dengan usia lanjut dimana proses akomodasi yang diperlukan untuk melihat dekat
perlahan-lahan berkurang. Biasanya terjadi diatas usia 40 tahun, dan setelah umur itu, umumnya
seseorang akan membutuhkan kaca mata baca untuk mengkoreksi presbiopianya.
Epidemiologi
Prevalensi presbiopia lebih tinggi pada populasi dengan usia harapan hidup yang tinggi.
Karena presbiopia berhubungan dengan usia, prevalensinya berhubungan lansung dengan orang-orang
lanjut usia dalam populasinya.
Etiologi
1

Terjadi gangguan akomodasi lensa pada usia lanjut

Kelemahan otot-otot akomodasi

Lensa mata menjadi tidak kenyal, atau berkurang elasitasnya akibat kekakuan (sklerosis)
lensa

Klasifikasi
1

Presbiopia Insipien tahap awal perkembangan presbiopia, dari anamnesa didapati pasien
memerlukan kaca mata untuk membaca dekat, tapi tidak tampak kelainan bila dilakukan tes,
dan pasien biasanya akan menolak preskripsi kaca mata baca

Presbiopia Fungsional Amplitud akomodasi yang semakin menurun dan akan didapatkan
kelainan ketika diperiksa

Presbiopia Absolut Peningkatan derajat presbiopia dari presbiopia fungsional, dimana


proses akomodasi sudah tidak terjadi sama sekali

Presbiopia Prematur Presbiopia yang terjadi dini sebelum usia 40 tahun dan biasanya
berhungan dengan lingkungan, nutrisi, penyakit, atau obat-obatan

Presbiopia Nokturnal Kesulitan untuk membaca jarak dekat pada kondisi gelap disebabkan
oleh peningkatan diameter pupil

Gejala
1

Setelah membaca, mata menjadi merah, berair, dan sering terasa pedih. Bisa juga disertai
kelelahan mata dan sakit kepala jika membaca terlalu lama

Membaca dengan menjauhkan kertas yang dibaca karena tulisan tampak kabur pada jarak
baca yang biasa
11

Sukar mengerjakan pekerjaan dengan melihat dekat, terutama di malam hari

Memerlukan sinar yang lebih terang untuk membaca

Terganggu secara emosional dan fisik

Diagnosis Presbiopia
1

Anamnesa gejala-gejala dan tanda-tanda presbiopia

Pemeriksaan Oftalmologi
a Visus Pemeriksaan dasar untuk mengevaluasi presbiopia dengan menggunakan Snellen
Chart
b Refraksi Periksa mata satu per satu, mulai dengan mata kanan. Pasien diminta untuk
memperhatikan kartu Jaeger dan menentukan kalimat terkecil yang bisa dibaca pada
kartu. Target koreksi pada huruf sebesar 20/30.
c Motilitas okular, penglihatan binokular, dan akomodasi termasuk pemeriksaan duksi
dan versi, tes tutup dan tes tutup-buka, tes Hirschberg, amplitud dan fasilitas akomodasi,
dan steoreopsis
d Penilaian kesehatan okular dan skrining kesehatan umum untuk mendiagnosa penyakitpenyakit yang bisa menyebabkan presbiopia. Pemeriksaan ini termasuk reflek cahaya
pupil, tes konfrontasi, penglihatan warna, tekanan intraokular, dan pemeriksaan
menyeluruh tentang kesehatan segmen anterior dan posterior dari mata dan adnexanya.
Biasanya pemeriksaan dengan ophthalmoskopi indirect diperlukan untuk mengevaluasi
segmen media dan posterior

Penatalaksanaan Presbiopia
Digunakan lensa positif untuk koreksi presbiopia. Tujuan koreksi adalah untuk
mengkompensasi ketidakmampuan mata untuk memfokuskan objek-objek yang dekat
Kekuatan lensa mata yang berkurang ditambahan dengan lensa positif sesuai usia dan hasil
pemeriksaan subjektif sehingga pasien mampu membaca tulisan pada kartu Jaeger 20/30
Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi +3.00 D adalah lensa positif terkuat yang dapat
diberikan pada pasien. Pada kekuatan ini, mata tidak melakukan akomodasi bila membaca
pada jarak 33 cm, karena tulisan yang dibaca terletak pada titik fokus lensa +3.00 D.

Tabel 1. Kekuatan Lensa Positif yang Dibutuhkan Terhadap Usia2


Usia (Tahun)
40
45

Kekuatan Lensa Positif yang dibutuhkan


+1.00 D
+1.50 D
12

50
55
60

+2.00 D
+2.50 D
+3-00 D

Selain kaca mata untuk kelainan presbiopia saja, ada beberapa jenis lensa lain yang digunakan
untuk mengkoreksi berbagai kelainan refraksi yang ada bersamaan dengan presbiopia. Ini
termasuk:
a Bifokal untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bisa yang mempunyai garis
horizontal atau yang progresif
b Trifokal untuk mengkoreksi penglihatan dekat, sedang, dan jauh. Bisa yang mempunyai
garis horizontal atau yang progresif
c Bifokal kontak - untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bagian bawah adalah
untuk membaca. Sulit dipasang dan kurang memuaskan hasil koreksinya
d Monovision kontak lensa kontak untuk melihat jauh di mata dominan, dan lensa kontak
untuk melihat dekat pada mata non-dominan. Mata yang dominan umumnya adalah mata
yang digunakan untuk fokus pada kamera untuk mengambil foto
e Monovision modified lensa kontak bifokal pada mata non-dominan, dan lensa kontak
untuk melihat jauh pada mata dominan. Kedua mata digunakan untuk melihat jauh dan
satu mata digunakan untuk membaca.
Pembedahan refraktif seperti keratoplasti konduktif, LASIK, LASEK, dan keratektomi
fotorefraktif
2.2 Katarak2,3
Gambar 2. Perbandingan Lensa Normal dan Lensa Katarak

Definisi
Katarak adalah
keadaan

kekeruhan pada lensa yang dapat

setiap
terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa,

denaturasi protein lensa atau terjadi akibat kedua-duanya.


Epidemiologi
13

Sebesar 90% dari penderita katarak berada di negara berkembang seperti Indonesia, India
dan lainnya. Sementara itu, sepertiga dari seluruh kasus kebutaan terjadi di daerah Asia Tenggara.
Katarak merupakan penyebab utama kebutaan di Indonesia, yaitu 50% dari seluruh kasus yang
berhubungan dengan penglihatan. Katarak senilis merupakan jenis katarak yang paling banyak
ditemukan, sampai 90% dari seluruh kasus katarak.
Etiologi
Katarak dapat ditemukan dalam keadaan tanpa adanya kelainan mata (penyakit sistemik) atau
kelainan kongenital mata. Katarak disebabkan oleh berbagai faktor, seperti fisik, kimia, penyakit
predisposisi, genetik dan gangguan perkembangan, Infeksi virus dimasa pertumbuhan janin dan usia.
Penyebab terjadinya kekeruhan lensa ini dapat primer ataupun sekunder. Primer terjadi berdasarkan
gangguan perkembangan dan metabolisme dasar lensa. Adapun Sekunder, merupakan komplikasi
penyakit lokal atau umum ataupun akibat tindakan pembedahan lensa. 5
Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya katarak senilis cukup rumit dan belum sepenuhnya dipahami.
Penyebabnya sampai sekarang tidak diketahui secara pasti :
Konsep penuaan :

Teori putaran biologik


Jaringan embrio manusia dapat membelah diri 50 kali dan pada akhirnya mati
Imunologis dengan bertambah usia akan bertambah cacat imunologik yang mengakibatkan
kerusakan sel
Teori mutasi spontan
Teori A free radical
o Free radical terbentuk bila terjadi reaksi intermediate reaktif kuat
o Free radical dengan molekul normal mengakibatkan degenerasi
o Free radical dapat dinetralisasi oleh antioksidan dan vitamin E
Teori A Cross-link
o Ahli biokimia mengatakan terjadi pengikatan bersilang asam nukleat dan molekul protein
sehingga mengganggu fungsi.

Perubahan lensa pada usia lanjut :

Kapsul
o Menebal dan kurang elastik (1/4 dibanding anak)
o Mulai presbiopia
o Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur
o Terlihat bahan granular
Epitel makin tipis
14

Sel epitel (germinatif) pada ekuator bertambah besar dan berat


Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata
Serat lensa lebih ireguler
Pada korteks jelas kerusakan serat sel
Brown sclerotic nucleus, sinar ultraviolet lama kelamaan merubah protein nucleus (histidin,
triptofan, metionin, sistein dan tirosin) lensa, sedang warna cokelat protein lensa nucleus

mengandung histidin dan triptofan disbanding normal.


Korteks tidak berwarna karena :
o Kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi fotooksidasi

Klasifikasi Katarak
Berdasarkan usia katarak dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu:
1. Katarak kongenital, pada usia di bawah 1 tahun.
2. Katarak juvenile, terjadi sesudah usia 1 tahun.
3. Katarak senilis, setelah usia 50 tahun.
Klasifikasi Katarak Berdasarkan Penyebabnya

Katarak senilis (paling banyak, pada lansia)

Katarak

kongenital

(pada

bayi

atau

anak-anak,

akibat

rubella

kongenital,

cytomegalovirus,toxoplasmosis)

Katarak traumatik (katarak akibat trauma)

Katarak komplikata (katarak akibat penyakit mata lain atau sistemik lain)

Katarak toksik (keracunan steroid)

Katarak sekunder (setelah operasi mata lainnya)

Klasifikasi Menurut Lokasi


Terdapat tiga tipe dari katarak senil ini yaitu tipe nuklear, kortikal dan subskapsular posterior.
Tidak jarang terjadi dua tipe atau lebih pada satu penderita.
1. Tipe nuklear

15

Katarak nuclear dimulai dengan adanya perubahan secara berlebihan yang dialami oleh
nucleus lensa yang diakibatkan karena bertambahnya umur. Tipe ini berhubungan dengan
myopia karena terjadi peningkatan indeks refraksi dari nucleus lensa dan juga peningkatan
abrasi sperikal.

Katarak nuclear cenderung untuk berkembang lambat. Walupun pada

umumnya hanya terjadi bilateral, namun bisa juga terjadi unilateral dan menyebabkan
penderitanya tidak dapat melihat jarak jauh dibandingkan dengan jarak dekat. Pada stadium
awal, mengerasnya nukleus lensa menyebabkan peningkatan index refraksi dan kemudian
menyebabkan terjadinya myopia lentikular. Pada beberapa kasus, hal ini menimbulkan
terjadinya second sight atau penglihatan ganda perubahan index refraksi yang secara tiba-tiba
antara nukleus sklerotik dan korteks dapat menyebabkan diplopia monocular. Pada kasus
lanjut usia, nucleus lensa menjadi lebih keruh dan berwarna coklat yang dinamakan katarak
nulear brunescent.
2. Tipe kortikal
Katarak kortikal dapat termasuk pada daerah anterior, posterior dan equatorial korteks.
Kekeruhan dimulai dari celah dan vakoula antara serabut lensa oleh karena hidrasi oleh
korteks. Katarak kortikal disebabkan oleh perubahan komposisi ion dari korteks dan hidarsi
lensa. Katarak ini biasanya terjadi bilateral namun dapat juga terjadi asimetris. Dampak
terhadap fungsi penglihatan bervariasi tergantung pada lokasinya. Salah satu gejala yang
sering timbul adalah penglihatan yang menjadi silau, misalnya silau terhadap lampu mobil.
Selain itu monocular diplopia juga bisa terjadi.
3. Tipe subkapsular posterior
Katarak subkapsular posterior ini sering terjadi pada usia yang lebih muda dibandingkan
tipe nuklear dan kortikal. Katarak ini terletak di lapisan posterior kortikal dan biasanya axial.
Indikasi awal adalah terlihatnya gambaran halus seperti pelangi dibawah slit lamp pada
lapisan posterior kortikal. Pada stadium lanjut terlihat granul dan plak pada korteks subkapsul
posterior ini. Gejala yang dikeluhkan penderita adalah penglihatan yang silau dan penurunan
penglihatan di bawah sinar terang. Dapat juga terjadi penurunan penglihatan pada jarak dekat
dan terkadang beberapa pasien juga mengalami diplopia monocular.
Fase Katarak Senilis
Katarak insipiens (mulai terjadi kekeruhan)
Katarak intumesens
o

Lensa menyerap banyak air pada tahap ini sehingga menjadi lebih besar

16

Pasien menunjukan gejala miopisasi

Katarak imatur
o

Kekeruhan lensa di lokasi tertentu

Shadow test positif pada fase ini

Katarak matur
o

Lensa sudah keruh seluruhnya

Ukuran lensa kembali normal

Shadow test sudah negatif, visus bisa mencapai 0

Katarak hipermatur
o

Lensa mengkerut dan ukurannya lebih kecil

Korteks mengalami pencairan dan keluar dari bilik mata depan

Shadow test pseudopositif

Dapat disertai glaukoma sekunder

Katarak morgagni
o

Kapsul lensa tebal, sehingga materi korteks yang sudah mencair tidak bisa keluar dari
lensa

Dapat disertai glaukoma sekunder dan abnormalitas mata yang lainnya

Tabel 3. Perbedaan Stadium Katarak Senil2

Kekeruhan
Cairan lensa
Iris

Insipien

Imatur

Matur

Hipermatur

Ringan
Normal
Normal

Sebagian
Bertambah
Terdorong

Seluruh
Normal
Normal

Masif
Berkurang
Tremulans
17

Bilik mata
depan
Sudut bilik
mata
Shadow test
Penyulit

Normal

Dangkal

Normal

Dalam

Normal

Sempit

Normal

Terbuka

Negatif
-

Positif
Glaukoma

Negatif
-

Pseudopos
Uveitis + Glaukoma

Gejala Klinis

Penurunan tajam penglihatan


Penurunan tajam penglihatan merupakan keluahan yang sering dirasakan pasien
katarak senilis. Akibat kekeruhan lensa mkaa penglihatan secara

berangsur-angsur akan

berkurang. Mulai dari penglihatan kabur sampai hanya dapat mengenal cahaya yang dating.
Gejala pada katarak senilis berupa distorsi penglihatan dan penglihatan yang semakin kabur.

Penglihatan malam atau pada penerangan kurang sangat menurun


Rasa silau
Peningkatan rasa silau merupakan keluahan yang sering juga pada pasien katarak
senilis. Pada penerangan yang kuat atau sinar matahari akan sangat sukar akibat adanya rasa

silau
Miopisasi
Miopisasi biasanya terjadi pada katark senilis pada stadium inutmesen. Pada stadium
ini terjadi pncembungan lensa, sehingga pasien menyatakan tidak perlu kaca mata sewaktu
membaca dekat.

Tanda
Pemeriksaan fisik mata yang lengkap harus dilakukan, dimulai dengan tajam penglihatan.
Pemeriksaan pada adneksa mata dan struktur dalam bola mata akan memberikan tanda tentang
penyakit pasien dan prognosis penglihatan pasien.

Uji bayangan iris


Bertujuan untuk mengetahui derajat kekeruhan lensa. Sentolop disinarkan pada pupil dengan
membuat sudut 450 dengan dataran iris. Dengan loupe dilihat bayangna iris pada lensa. Bila
bayangan iris pada lensa besar berarti letak kekeruhan jauh atau lensa belum keruh seluruhnya
atau disebut uji bayangan iris positif. Bila bayangan iris kecil atau dekat pada pupil maka
disebut sebagai uji bayangan iris negative.

Slit Lamp

18

Pemeriksaan dengan menggunakan Slit Lamp tidak hanya bertujuan untuk menilai
kekeruahan lensa, tetapi juga menilai bagian mata yang lain seperti, konjungtiva, kornea, iris,
bilik mata depan.Penebalan kornea dan kekeruhan kornea seperti infiltrate pada kornea harus
diperiksa secara hati-hati.Pemeriksaan lensa dilakukan setelah pelebran pupil. Pada pupil
akan terlihat gambaran kekeruhan lensa yang biasanya berwarna putih. Katarak pada stadium
dini, dapat diketahui melalui pupil yang dilatasi maksimum dengan oftalmoskop, kaca
pembesar atau slit lamp

Oftalmoskop
Kegunaan pemeriksaan oftalmoskop secara langsung dan tidak langsung untuk
menilai bagian posterior bola mata harus ditekankan. Kelainan saraf optic dan retina mungkin
penyebab dari gangguan penglihatan yang dirasakan pasien. Fundus okuli menjadi semakin
sulit dilihat seiring dengan semakin padatnya kekeruhan lensa, hingga reaksi fundus hilang.

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium
Diagnosis katarak senilis secara mendasar ditentukan dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang dilakukan. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk skrining atau
mendeteksi adanya penyakit penyerta seperti, diabetes mellitus, hipertensi, kelainan jantung.

Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologi seperti, USG, CT scan, MRI dilakukan ketika dicurigai adanya
kelainan pada bagian posterior bola mata dan tampilan pada bagian belakang bola mata
dihalangi oleh ketebalan katarak. Pemeriksaan radiologi ini berguna dalam membuat rencana
terpi bedah dan prognosis post operasi untuk perbaikan penglihatan pasien.

Terapi
Operasi
Katarak senilis penanganannya harus dilakukan pembedahan atau operasi. Tindakan bedah ini
dilakukan bila telah ada indikasi bedah pada katarak senil, seperti katarak telah mengganggu
pekerjaan sehari-hari walapun katarak belum matur, katarak matur, karena apabila telah menjadi
hipermatur akan menimbulkan penyulit (uveitis atau glaukoma) dan katarak telah telah
menimbulkan penyulit seperti katarak intumesen yang menimbulkan glaukoma.Ada beberapa
jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:

19

ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction)/ metode klasik; seluruh lensa dibuang.
Kelemahan: tidak dapat memasang IOL, sehingga pasien menjadi afakia

ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction); hanya nukleus dan korteks lensa yang
dibuang. Bisa dipasang IOL (pseudofakia)

Fekoemulsifikasi

(Phaco

Emulsification)/metode

terbaru;

nukleus

dan

korteks

dihancurkan dan diisap dengan probe, lalu dipasang IOL


Lensa Intraokuler
Lensa intraokuler adalah lensa buatan yang ditanamkan ke dalam mata pasien untuk
mengganti lensa mata yang rusak dan sebagai salah satu cara terbaik untuk rehabilitasi pasien
katarak. IOL terdapat dalam berbagai ukuran dan variasi sehingga diperlukan pengukuran yang
tepat untuk mendapatkan ketajaman penglihatan pasca operasi yang maksimal. Prediktabilitas
dalam bedah katarak dapat diartikan sebagai presentase perkiraan target refraksi yang
direncanakan dapat tercapai dan hal ini dipengaruhi oleh ketepatan biometri dan pemilihan
formula lensa intraokuler yang sesuai untuk menentukan kekuatan (power) lensa intraokuler.
Faktor-faktor biometri yang mempengaruhi prediktabilitas lensa intraokuler yang ditanam antara
lain panjang bola mata (Axial Length), kurvatura kornea (nilai keratometri) dan posisi lensa
intraokuler yang dihubungkan dengan kedalaman bilik mata depan pasca operasi. Prinsip alat
pengukuran biometri yang umum digunakan untuk mendapatkan data biometri yaitu dengan
ultrasonografi (USG) atau Partial Coherence Laser Interferometry (PCI).
Komplikasi
Komplikasi preoperatif:
Ansietas; beberapa pasien dapat mengalami kecemasan (ansietas) akibat ketakutan akan

operasi. Agen anxiolytic seperti diazepam 2-5 mg dapat memperbaiki keadaan.


Nausea dan gastritis; akibat efek obat preoperasi seperti asetazolamid dan/atau gliserol. Kasus

ini dapat ditangani dengan pemberian antasida oral untuk mengurangi gejala.
Konjungtivitis iritatif atau alergi; disebabkan oleh tetes antibiotik topical preoperatif,

ditangani dengan penundaan operasi selama 2 hari.


Abrasi kornea; akibat cedera saat pemeriksaan tekanan bola mata dengan menggunakan
tonometer Schiotz. Penanganannya berupa pemberian salep antibiotik selama satu hari dan

diperlukan penundaan operasi selama 2 hari.


Komplikasi intraoperatif:
Laserasi m. rectus superior; dapat terjadi selama proses penjahitan.
Perdarahan hebat; dapat terjadi selama persiapan conjunctival flap atau selama insisi ke bilik

mata depan.
Cedera pada kornea (robekan membrane Descemet), iris, dan lensa; dapat terjadi akibat

instrumen operasi yang tajam seperti keratom.


Cedera iris dan iridodialisis (terlepasnya iris dari akarnya)
20

Lepas/ hilangnya vitreous; merupakan komplikasi serius yang dapat terjadi akibat ruptur

kapsul posterior (accidental rupture).


Komplikasi postoperatif awal:
Komplikasi yang dapat terjadi segera setelah operasi termasuk hifema, prolaps iris, keratopati
striata, uveitis anterior postoperatif, dan endoftalmitis bakterial.
Komplikasi postoperatif lanjut:
Delayed chronic postoperative endophtalmitis, ablasio retina, dan katarak sekunder
merupakan komplikasi yang dapat terjadi setelah beberapa waktu post operasi.
Komplikasi yang berkaitan dengan IOL:
Implantasi IOL dapat menyebabkan komplikasi seperti uveitis-glaucoma-hyphema syndrome
(UGH syndrome), malposisi IOL, dan sindrom lensa toksik (toxic lens syndrome).
2.3 Glaukoma Kronik2,4
2.3.1 Glaukoma Primer Sudut Terbuka2,4
Epidemiologi dan Etiologi
Glaukoma sudut terbuka kronik bersifat familial, sering ditemukan pada lansia dan orang kulit
hitam. Penyebab glaukoma ini bersifat primer, yaitu proses degeneratif pada trabecular meshwork
berupa penebalan akbat timbunan materi ekstraseluler.
Faktor Resiko
Beberapa faktor resiko terjadinya glaukoma sudut terbuka adalah :

Umur lebih dari 40 tahun


Peningkatan tekanan intraokuler
Keturunan Amerika-Afrika
Riwayat trauma ocular
Penggunaan kortikosteroid topikal, sistemik ataupun endogen
Myopia
Diabetes mellitus
Penyakit vascular karotis
Penyakit distiroid
Kehilangan darah akut
Anemia
Riwayat hipertensi sistemik
Insufisiensi vascular
Penyakit migrain

Gejala

Tidak adanya gejala sampai stadium akhir


Mulai timbulnya gejala glaukoma primer sudut terbuka agak lambat yang kadang-kadang
tidak disadari oleh penderita sampai akhirnya berlanjut dengan kebutaan. Sewaktu pasien

21

menyadari ada pengecilan lapangan pandang, biasanya telah terjadi pencekungan

glaukomatosa yang bermakna.


Mata tidak merah atau tidak terdapat keluhan/ rasa pegal
Mengakibatkan terdapat gangguan susunan anatomis dan fungsi tanpa disadari oleh penderita.
Pada glaukoma sudut terbuka, kerusakan lapangan pandang mata dimulai dari tepi lapangan
pandang dan lambat laun meluas ke bagian tengah. Dengan demikian penglihatan sentral
(fungsi macula) bertahan lama, walaupun penglihatan perifer sudah tidak ada sehingga

penderita tersebut seolah-olah melihat melalui teropong (tunnel vision).


Kadang-kadang melihat seperti pelangi sekitar lampu
Riwayat keluarga
Diduga glaukoma primer sudut terbuka diturunkan secara dominan atau resesif pada 50%
penderita sehingga riwayat keluarga juga penting diketahui dalam menggali riwayat penyakit.

Tanda

Tekanan intraokular (IOP)


Pada glaukoma sudut terbuka primer, 32-50% individu yang terkena akan
memperlihatkan tekanan intraokular yang normal (10-20 mmHg) saat pertama kali diperiksa.
Sebaliknya, peningkatan tekanan intraokular semata tidak selalu diartikan bahwa pasien
mengedap glaukoma sudut terbuka primer; untuk menegakkan diagnosis diperlukan buktibukti lain seperti adanya diskus optikus glaukomatosa atau kelainan lapangan pandang.
Apabila tekanan intraokular terus-menerus meninggi sementara diskus optikus dan lapangan
pandang normal (hipertensi okular), pasien dapat diobservasi secara berkala sebagai tersangka

glaukoma.
Pada oftalmoskolpi ditemukan CD ratio > 0,5
Pada tes konfrontasi ditemukan lapang pandang menyempit
Tes Provokasi
Tes ini dilakukan pada suatu keadaan yang meragukan. Pada glaukoma primer sudut terbuka
dapat dilakukan beberapa tes provakasi sebagai berikut :
Tes minum air
Penderita disuruh berpuasa, tanpa pengobatan selama 24 jam. Kemudian disuruh
minum satu liter air dalam lima menit. Lalu diukur tiap 15 menit selama 1jam pertama
dilanjutkan 30 menit selama 1 jam berikutnya. Kenaikan tensi 8 mmHg atau lebih,
dianggap mengidap glaukoma.
Pressure Congestion Test
Pasang tensimeter pada ketinggian 50-60 mmHg selama satu menit. Kemudian ukur
tensi intraokular nya. Kenaikan 9 mmHg atau lebih mencurigakan, sedang bila lebih 11
mmHg berarti patologis.
Tes steroid
Pada mata pasien diteteskan larutan dexamethason 3-4 dd gt, selama dua minggu.
Kenaikan tensi intraokular 8 mmHg menunjukan glaukoma.

22

Pentalaksanaan
Penanganan Non Bedah
Pengobatan non bedah menggunakan obat-obatan yang berfungsi menurunkan produksi maupun
sekresi dari humor akueous.
1. Obat-obatan topikal
Supresi pembentukan humor akueous
Penghambat beta adrenergik (Timolol maleat 0,25% dan 0,5%, betaksolol 0,25% dan
0,5%, levobunolol 0,25% dan 0,5% dan metipranol 0,3%).
2. Fasilitasi aliran keluar humor akueous
Analog prostaglandin
Larutan bimastoprost 0,003%, latanoprost 0,005% dan travoprost 0,004% masingmasing sekali setiap malam dan larutan unoprostone 0,15% dua kali sehari yang
berfungsi untuk meningkatkan aliran keluar humor akueous melaului uveosklera.
Semua

analaog

prostaglandin

dapat

menimbulkan

hyperemia

konjungtiva,

hiperpigmentasi kulit periorbita, pertumbuhan bola mata dan penggelapan iris yang
permanen.
Obat parasimpatomimetik
Pilocarpin meningkatkan aliran keluar humor akueous dengan bekerja pada anyaman
trabekular melalui kontraksi otot siliaris. Obat ini diberikan dalam bentuk larutan 0,56% yang diteteskan hingga empat kali sehari atau bentuk gel 4% yang diberikan
sebelum tidur. Obat-obat parasimpatomimetik menimbulkan miosis disertai
3.

penglihatan suram.
Obat-obatan sistemik
Inhibitor karbonat anhidrase sistemik
Asetozolamid digunakan apabila terapi topikal tidak memberikan hasil memuaskan.
Obat ini mampu menekan pembentukan humor akueous sebesar 40-60%.
Asetozolamid dapat diberikan peroral dalam dosis 125-250 mg sampai empat kali
sehari atau sebagai Diamox sequels 500 mg sekali atau dua kali sehari, dapat
diberikan secara intravena (500 mg).

Penanganan Bedah dan Laser


Indikasi penanganan bedah pada pasien glaukoma sudut terbuka primer adalah yaitu terapi
obat-obatan tidak adekuat seperti reaksi alergi, penurunan penglihatan akibat penyempitan pupil,
nyeri, spasme siliaris dan ptosis. Penanganan bedah meliputi:

Trabekuloplasti laser
Trabekuloplasti laser digunakan dalam terapi awal glaukoma sudut terbuka primer.
Jenis tindakan ini yaitu penggunaan laser untuk menimbulkan luka bakar melalui
suatu geniolensa ke jalinan trabekular sehingga dapat mempermudah aliran keluar
humor akueous karena efek luka bakar tersebut. Teknik ini dapat menurunkan tekanan
okular 6-8 mmHg selama dua tahun.
23

Trabekulektomi
Trabekulektomi adalah prosedur yang paling sering digunakan untuk memintas
saluran-saluran drainase normal sehingga terbentuk akses langsung humor akueous
dari bilik mata depan ke jaringan subkonjungtiva dan orbita.

Diagnosis Banding

Hipertensi okular

2.3.2 Glaukoma Primer Sudut Tertutup2,4


Gambar 3. Perbedaan Glaukoma Primer Sudut Terbuka dan Glaukoma Primer Sudut Tertutup

Patofisiologi
Glaukoma sudut tertutup primer terjadi pada mata dengan predisposisi anatomis tanpa disertai
kelainan lain. Peningkatan tekanan intraocular terjadi karena sumbatan aliran keluar aqueous akibat
adanya oklusi anyaman trabekular oleh iris perifer. Keadaan ini dapat bermanifestasi sebagai suatu
kedaruratan oftalmologik atau dapat tetap asimptomatik sampai timbul penurunan penglihatan.
Glaukoma jenis ini adalah glaukoma primer yang ditandai dengan tertutupnya trabekulum oleh iris
perifer secara perlahan. Bentuk primer berkembang pada mereka yang memiliki faktor predisposisi
anatomi berupa sudut bilik mata depan yang tergolong sempit
Faktor anatomis yang menyebabkan sudut sempit adalah :

Bulbus okuli yang pendek

Tumbuhnya lensa

24

Kornea yang kecil

Iris tebal

Faktor fisiologis yang menyebabkan COA sempit :

Akomodasi

Dilatasi pupil

Letak lensa lebih kedepan

Kongesti badan ciliar

Gejala

Seperti tanda akut tetapi biasanya lebih ringan

Tanda

Dijumpai tanda-tanda bahwa proses telah berlangsung berulang dan lama yaitu: degenerasi
koenea, atrofi iris, neovaskularisasi iris,glaukoma flecken dan sinekia anterior perifer.

Penatalaksanaan

Acetazolamide 62,5-500 mg per os, 3-4 kali sehari. Timolol/betaxolol 0,25 - 0,50 % tetes
mata 2 kali sehari. Pilokarpin 2 -4 % tetes mata 3-4 kali sehari.

Setelah serangan akut teratasi/tekanan turun dan sudut sudah terbuka, maka segera dilakukan
iridektomi perifer atau iridotomi dengan laser pada mata tersebut, sedangkan untuk mata yang
satu dilakukan juga iridektomi perifer / iridotomi laser sebagai tindakan preventif. Untuk mata
yang sehat jika tidak dilakukan iridektomi perifer dapat diberikan pilokarpin dan timolol untuk
mencegah penutupan sudut. Jika setelah tekanan turun sudut tidak dapat terbuka kembali maka
lakukan operasi filtrasi misal trabekulektomi. Jika 24 jam tekanan tidak turun maka lakukan
segera operasi filtrasi.

Tindakan operasi dilakukan berdasarkan indikasi yaitu :


Tekanan intraokuler tidak dapat dipertahankan di bawah 22 mmHg
Lapangan pandang terus mengecil
Orang sakit tidak dapat dipercaya tentang pemakaian obatnya
25

Tidak mampu beli obat


Tidak tersedia obat-obat yang diperlukan
2.4 Retinitis pigmentosa2
Definisi
Retinitis pigmentosa (RP) adalah kelompok kelainan yang diturunkan yang ditandai dengan
kehilangan penglihatan perifer yang berkelanjutan dan kesulitan melihat di malam hari atau dengan
cahaya suram yang menimbulkan kehilangan penglihatan sentral.
Gambar 4. Funduskopi Retinitis Pigmentosa

Epidemiologi
RP memengaruhi 1 dari 5000 penduduk di seluruh dunia. RP biasanya didiagnosis pada masa
dewasa muda, meskipun dapat juga ditemukan pada masa kanak-kanak hingga pertengahan usia 30an sampai 50-an.
Etiologi

Kematian sel fotoreseptor (sebagian besar adalah fotoreseptor sel batang/rod).


Defek molekuler (molecular defects) pada lebih dari seratus gen yang berbeda.
Pada 75% kasus X-linked RP disebabkan oleh mutasi pada gen RPGR.
Pada kasus autosomal dominant RP disebabkan oleh mutasi gen pembentuk rhodopsin/red

photopigment.
Pada beberapa kasus RP autosomal recessive, ditemukan adanya mutasi pada betaphosphodiesterase, suatu protein penting pada phototransduction cascade.

Patofisiologi
Retinitis pigmentosa secara khas dipercaya sebagai suatu distrofi sel batang-kerucut dimana
defek genetik menyebabkan apoptosis, sebagian besar di fotoreseptor sel batang; sebagian kecil, defek
genetik memengaruhi Retinal Pigment Epithelium (RPE) dan fotoreseptor sel kerucut. Akhir dari
26

retinitis pigmentosa adalah

kematian

secara khas fotoreseptor sel batang yang cenderung

menyebabkan kehilangan penglihatan. Karena sel batang paling banyak ditemukan di midperipheral
retina, maka hilangnya sel di daerah ini akan menyebabkan hilangnya penglihatan tepi (peripheral
vision loss) dan hilangnya penglihatan malam hari.
Skema 1. Patofisiologi Retinitis Pigmentosa

Gejala
1. Sukar melihat di malam hari (Nyctalopia)
Merupakan gejala paling awal pada RP dan pathognomonic/khas pada RP. Pasien biasanya
mengeluh kesulitan menyelesaikan tugas di malam hari tau di tempat yang gelap/kurang cahaya,
seperti: sulit berjalan dalam ruangan yng cahayanya kurang terang (contoh: di gedung bioskop).
Pasien juga merasa kesulitan untuk mengemudi dengan cahaya redup, dalam kondisi berdebu,
atau berkabut.Pasien juga mengeluh saat ini memerlukan waktu yang lebih lama untuk
2.

beradaptasi dari tempat terng ke tempat gelap dibandingkan dengan kondisi sebelumnya.
Lapang penglihatan menyempit (Peripheral vision loss)
Seringkali tanpa gejala. Beberapa pasien melaporkan seperti melihat terowongan. Pasien
biasanya mengeluh suka menabrak perabot rumah tangga atau kesulitan saat berolahraga yang

memerlukan penglihatan perifer seperti tenis, basket.


3. Penglihatan sentral dinyatakan dengan adanya buta warna.
4. Photopsia
Melihat pijaran halilintar kecil atau kilatan cahaya dan mendeskripsikan apa yang mereka
lihat itu sebagai cahaya yang kecil, berkilauan atau berkelip-kelip.
5. Riwayat dan silsilah keluarga dan pemeriksaan anggota keluarga
6. Riwayat pemakaian obat untuk mengetahui adanya phenothiazine/thioridazine toxicity.
Tanda pada Pemeriksaan

Pada funduskopi terlihat penumpukan pigmen perivaskuler di bagian perifer retina. Tampak
gambaran hiperpigmentasi

dalam

pola

yang

karakteristik

dan

atrofi Retinal

Pigment

Epithelium (RPE) di mid perifer retina


27

Terdapat degenerasi sel epitel retina terutama sel batang dan atrofi saraf optik, menyebar tanpa

gejala peradangan.
Sel dalam badan kaca dengan papil pucat
Imaging Studies
Meskipun fluorescein angiography jarang

berguna

untuk

menegakkan

diagnosis,

keberadaan cystoid macular edema dapat dikonfirmasikan dengan tes ini.


Electroretinogram (ERG)
Menyediakan pengukuran objektif fungsi sel batang (rod) dan kerucut (cone) di retina dan peka
bahkan untuk kerusakan fotoreseptor yang ringan.
Adaptasi gelap (Dark adaptation)
Pasien biasanya sensitif cahaya terang (bright light)
Genetic subtyping
Merupakan tes definitive untuk mengidentifikasi particular defect.
Goldmann (kinetic) perimetry
Untuk mendeteksi perubahan progressive visual field.
Formal visual field
Tes ini merupakan alat ukur paling bermanfaat untuk melakukan follow-up.
Color testing
Umumnya terdapat mild blue-yellow axis color defects, meskipun pasien tidak mengeluh kesulitan
tentang persepsi warna.

Tatalaksana

Vitamin A larut-air 10.000-15.000 IU


Vitamin E dosis 800 IU per hari telah direkomendasikan.
Vitamin C (ascorbic acid) dosis 1000 mg per hari

2.5 Retinopati Diabetika2,5


Definisi
Retinopati diabetik adalah kelainan retina (retinopati) yang ditemukan pada penderita diabetes
melitus. Retinopati ini tidak disebabkan oleh proses radang. Retinopati akibat diabetes melitus lama
berupa aneurisma, melebarnya vena, pedarahan dan eksudat lemak.
Epidemiologi
Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan pada usia dewasa
antara 20 sampai 74 tahun. Pasien diabetes memiliki resiko 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan
dibanding nondiabetes.Resiko mengalami retinopati pada pasien diabetes meningkat sejalan dengan
lamanya diabetes.
Etiologi dan Patogenesis
Meskipun penyebab retinopati diabetik sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun
keadaan hiperglikemik lama dianggap sebagai faktor resiko utama. Patofisiologi retinopati diabetik
melibatkan lima proses dasar yang terjadi di tingkat kapiler yaitu:
28

Pembentukkan mikroaneurisma
Peningkatan permeabilitas pembuluh darah
Penyumbatan pembuluh darah
Proliferasi pembuluh darah baru (neovascular) dan jaringan fibrosa di retina
Kontraksi dari jaringan fibrous kapiler dan jaringan vitreus.

Penyumbatan dan hilangnya perfusi menyebabkan iskemia retina sedangkan kebocoran dapat
terjadi pada semua komponen darah.
Gejala

Kesulitan membaca
Penglihatan kabur disebabkan karena edema macula
Penglihatan ganda
Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
Melihat lingkaran-lingkaran cahaya jika telah terjadi perdarahan vitreus
Melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip

Tanda
Melalui pemeriksaan funduskopi ditemukan:

Mikroaneurismata, merupakan penonjolan dinding kapiler, terutama daerah vena dengan


bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah terutama polus

posterior.
Perdarahan dalam bentuk titik, garis dan bercak yang biasanya terletak dekat

mikroaneurimata posterior.
Dilatasi pembuluh darah balik dengan lumennya iregular dan berkelok kelok
Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke retina. Gambarannya khusus, yaitu irregular,

kekuning-kuningan
Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia retina. Pemeriksaan
oftalmoskopi terlihat bercak berwarna kuning bersifat difus dan berwarna putih. Pada retina
yang iskemik, faktor angiogenik seperti vascular endothelial growth factor (VEGF) dan
insulin-like

growth

factor-1

(IGF-1)diproduksi.Faktor-faktor

ini

menyebabkan

pembentukannpembuluh darah baru pada area preretina dan nervus optik serta iris (rubeosis

iridis).Neovaskularisasi dapat terjadi pada diskus (NVD) atau dimana saja.


Neovaskularisasi yang tampak berkelok-kelok, irregular dan berkelompok.
Hal ini merupakan awal penyakit berat pada retinopati diabetes. Neovaskularisasi
sangat berbahaya karena bertumbuhnya secara abnormal keluar dari retina dan meluas sampai
ke vitreus, menyebabkan perdarahan disana dan dapat menimbulkan kebutaan. Apabila
perdarahan terus berulang, dapat terjadi jaringan fibrosis atau sikatriks pada retina. Oleh
karena retina hanya berupa lapisan tipis yang terdiri dari beberapa lapisan sel saja, maka
sikatriks dan jaringan fibrosis yang terjadi dapat menarik retina sampai terlepas sehingga
terjadi ablasio retina.
29

Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah makula sehingga

mengganggu tajam pengelihatan pasien.


Hiperlipidemia suatu keadaan yang sangat jarang, tanda ini akan segera hilang bila diberikan
pengobatan.

Bentuk Retinopati Diabetes

Back ground: mikroaneurismata, perdarahan bercak dan titik, serta edema sirsinata
Makulopati: edema retina dan gangguan fungsi makula
Proliferasi: vaskularisasi retina dan badan kaca

Faktor yang Memperberat Retinopati Diabetes:

Pada diabetes juvenilis yang insulin dependent dan kehamilan dapat merangsang timbulnya

perdarahan dan proliferasi


Arterioskelrosis dan proses menua pembuluh darah memperburuk prognosis
Hiperlipoproteinemi diduga mempercepat perjalanan dan progresifitas kelainan dengan cara

mempengaruhi arteriosklerosis dan kelainan hemobiologik.


Hipertensi arteri memperburuk prognosis terutama pada penderita usia tua
Hipoglikemia atau trauma dapat menimbulkan perdarahan retina yang mendadak.

Klasifikasi Retinopati Diabetes


Klasifikasi retinopati diabetes berdasarkan beratnya perubahan mikrovaskular retina

Derajat 1; terdapat mikroaneurisma dengan atau tanpa eksudat lemak pada fundus okuli
Derjat 2; terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak dengan atau tanda eksudat

lemak pada fundus okuli


Derajat 3; terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak terdapat neovaskularisasi

dan proliferasi pada fundus okuli


Jika gambaran fundus mata kiri tidak sama beratnya dengan mata kanan maka digolongkan
pada derajat yang lebih berat

Klasifikasi retinopati diabetika berdasarkan tidak adanya pembentukan pembuluh darah baru di retina
Tabel 4. Perbedaan Retinopati Diabetika non-Proliperatif dan Retinopati diabetika Proliperatif 6

NPDR
Mikroaneurisma (+)
Perdarahan intraretina (+)
Hard eksudat (+)
Oedem retina(+)
Cotton Wool Spots (+)
IRMA (+)
Neovaskularisasi (-)
Perdarahan Vitreous (-)
Pelepasan retina secara traksi (-)

PDR
Mikroaneurisma (+)
Perdarahan intraretina (+)
Hard eksudat (+)
Oedem retina (+)
Cotton Wool Spots (+)
IRMA(+)
Neovaskularisasi (+)
Perdarahan Vitreous (+)
Pelepasan retina secara traksi (+)
30

Diagnosis
Retinopati diabetik dan berbagai stadiumnya didiagnosis berdasarkan pemeriksaan
stereoskopik fundus dengan dilatasi pupil.Oftalmoskopi dan foto funduskopi merupakan gold
standard bagi penyakit ini.Angiografi Fluoresens(FA) digunakan untuk menentukan jika pengobatan
laser diindikasikan. FA diberikan dengan cara menyuntikkan zat fluorresens secara intravena dan
kemudian zat tersebut melalui pembuluh darah akan sampai di fundus.
Penatalaksanaan
Prinsip utama penatalaksanaan dari retinopati diabetik adalah pencegahan. Hal ini dapat
dicapai dengan memperhatikan hal-hal yang dapat mempengaruhi perkembangan retinopati diabetik
nonproliferatif menjadi proliferatif.

Pemeriksaan rutin pada ahli mata


Kontrol glukosa darah dan hipertensi
Fotokoagulasi dengan sinar laser
Vitrectomy
Injeksi Anti VEGF/anti angiogenik (bevacizumab)

Komplikasi

Rubeosis iridis progresif


Penyakit ini merupakan komplikasi segmen anterior paling sering.Neovaskularisasi pada iris
(rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina akibat
berbagai penyakit, baik pada mata maupun di luar mata yang paling sering adalah retinopati
diabetik. Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai percabangan kecil,
selanjutnya tumbuh dan membentuk membrane fibrovaskular pada permukaan iris secara radial
sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati ciliary body dan sclera spur mencapai jaring
trabekula sehingga menghambat pembuangan aquous dengan akibat intra ocular presure
meningkat dan keadaan sudut masih terbuka.Suatu saat membrane fibrovaskular ini konstraksi
menarik iris perifer sehingga terjadi sinekia anterior perifer (PAS) sehingga sudut bilik mata
depan tertutup dan tekanan intra okuler meningkat sangat tinggi sehingga timbul reaksi radang
intra okuler.Sepertiga pasien dengan rubeosis iridis terdapat pada penderita retinopati diabetika.
Frekuensi timbulnya rubeosis pada pasien retinopati diabetika dipengaruhi oleh adanya tindakan
bedah. Insiden terjadinya rubeosis iridis dilaporkan sekitar 25-42 % setelah tindakan vitrektomi,
sedangkan timbulnya glaukoma neovaskuler sekitar 10-23% yang terjadi 6 bulan pertama setelah
dilakukan operasi.

Glaukoma neovaskular

31

Adalah glaukoma sudut tertutup sekunder yang terjadi akibat pertumbuhan jaringan
fibrovaskuler pada permukaan iris dan jaringan anyaman trabekula yang menimbulkan gangguan
aliran aquous dan dapat meningkatkan tekanan intra okuler. Nama lain dari glaukoma neovaskular
ini adalah glaukoma hemoragik, glaukoma kongestif, glaukoma trombotik dan glaukoma
rubeotik. Etiologi biasanya berhubugan dengan neovaskular pada iris (rubeosis iridis).
Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap adanya hipoksia dan
iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik pada mata maupun di luar mata yang paling sering
adalah retinopati diabetik. Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai
percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk membrane fibrovaskuler pada permukaan
iris secara radial sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati ciliary body dan sclera spur
mencapai jaring trabekula sehingga menghambat pembuangan akuos dengan akibat Intra Ocular

Presure meningkat dan keadaan sudut masih terbuka.


Perdarahan vitreus rekuren
Gejalanya adalah perkembangan secara tiba-tiba dari floaters yang terjadi saat perdarahan
vitreous masih sedikit. Pada perdarahan badan kaca yang massif, pasien biasanya mengeluh
kehilangan penglihatan secara tiba-tiba. Oftalmoskopi direk secara jauh akan menampakkan
bayangan hitam yang berlawanan dengan sinar merah pada perdahan vitreous yang masih sedikit
dan tidak ada sinar merah jika perdarahan vitreous sudah banyak. Oftalmoskopi direk dan indirek
menunjukkan adanya darah pada ruang vitreous.Ultrasonografi Bscan membantu untuk

mendiagnosa perdarahan badan kaca.


Ablasio retina

Diagnosis Banding
Diagnosis banding harus menyingkirkan penyakit vascular retina lainnya, adalah hipertensive
retinopathy.
2.6 Retinopati Hipertensi2,5
Definisi
Retinopati hipertensi adalah kelaian retina dan pembuluh darah retina akibat tekanan darah tinggi.
Tanda

Penyempitan pembuluh darah tampak sebagai:


Pembuluh darah berwarna lebih pucat
Kaliber pembuluh darah menjadi lebih kecil atau irregular (karena spasme lokal)
Percabangan arteriol yang tajam

Kelainan sklerosis dapat tampak sebagai:

Refleks copper wire


Refleks silver wire
Sheating
32

Lumen pembuluh darah yang irregular


Terdapat fenomena crossing
Elevasi: pengangkatan vena oleh arteri yang ada di bawahnya
Deviasi: penggeseran vena oleh arteri yang bersilangan dengan vena tersebut dengan
sudut persilangan yang lebih kecil
Kompresi: penekanan yang kuat ole arteri yang menyebabkan bendungan vena
Kelainan pembuluh darah ini dapat mengakibatkan kelainan pada retina yaitu retinopati

hipertensi yang dapat berupa perdarahan atau eksudat retina pada daerah makula yang memberikan
gambaran seperti bintang (star figure)
Eksudat retina tersebut dapat berbentuk:

Cotton wool patches yang merupakan edema serat saraf retina akibat mikroinfark sesudah

penyumbatan arteriole.
Eksudat pungtata tersebar
Eksudat putih pada daerah yang tak tertentu dan luas

Klasifikasi Retinopati Hipertensi


Klasifikasi Retinopati hipertensi menurut Schei sebagai berikut:

Stadium I: terdapat penciutan setempat pada pembuluh darah kecil


Stadium II: penciutan pembuluh darah arteri menyeluruh, dengan kadang-kadang penciutan

setempat seperti benang, pembuluh darah arteri tegang, membentuk cabang keras
Stadium III: lanjutan stadium II, dengan eksudat cotton, dengan perdarahan yang terjadi
akibat diastole diatas 120 mmHg, kadang-kadang terdapat keluhan berkurangnya

pengelihatan
Stadium IV: seperti stadium III dengan edema papil dengan eksudat star figure, disertai
keluhan pengelihatan menurun dengan tekanan diastole kira-kira 150 mmHg.
Karakteristik utama pada diabetik retinopati yaitu perubahan parenkim dan vaskuler retina

dimana pada retina ditemukan mikroaneurismata, perdarahannya dalam bentuk bercak dan titik
serta edema sirsinata, adanya edema retina dan gangguan fungsi makula serta vaskularisasi retina
dan badan kaca.. Sehingga dengan pemeriksaan laboratorium lengkap, funduskopi dan Angiografi
fluorescein akan ditemukan kelainan-kelainan pada retinopati diabetik yang berbeda dengan
retinopati hipertensif diantaranya pada retinopati hipertensif tidak ada mikroaneurisma.Kelainan
makula: pada retinopati hipertensif makula menjadi star-shaped, sedangkan pada retinopati
diabetik mengalami edema.Kapiler pada retinopati hipertensif menipis, sedangkan retinopati
diabetik menebal (beading).
Penatalaksanaan

33

Mengobati faktor primer adalah sangat penting jika ditemukan perubahan pada fundus akibat
retinopati arterial. Tekanan darah harus diturunkan dibawah 140/90 mmHg. Jika telah terjadi
perubahan pada fundus akibat arteriosklerosis, maka kondisi ini tidak dapat diobati lagi. Beberapa
studi eksperimental dan percobaan klinik menunjukan bahwa tanda-tanda retinopati hipertensi dapat
berkurang dengan mengontrol kadar tekanan darah. Masih tidak jelas apakah pengobatan dengan obat
anti hipertensi mempunyai efek langsung terhadap struktur mikrovaskuler. Penggunaan obat ACE
Inhibitor terbukti dapat mengurangi kekeruhan dinding arteri retina sementara penggunaan HCT tidak
memberikan efek apa pun terhadap pembuluh darah retina. Perubahan pola dan gaya hidup juga harus
dilakukan. Pasien dinasehati untuk menurunkan berat badan jika sudah melewati standar berat badan
ideal seharusnya. Konsumsi makanan dengan kadar lemak jenuh harus dikurangi sementara intake
lemak tak jenuh dapat menurunkan tekanan darah. Konsumsi alkohol dan garam perlu dibatasi dan
pasien memerlukan kegiatan olahraga yang teratur.7
2.7 Intoksikasi Obat2

Alkohol: nistagmus, diplopia, neuritis optik


Klorokuin: gangguan gelap dan warna,kornea keruh, distrofi kornea,kerusakan retina
Sulfas atropin: dilatasi pupil, pengelihatan kabur
Kloramfenikol; neuritis optik, optik atrofi
Etambutol: neuritis optik, skotoma sentral, buta warna hijau
Kina: pengelihatan kabur hingga kebutaan

Daftar Pustaka
1. Pusat data dan informasi Kemenkes RI. Situasi dan analisis Glaukoma. Diunduh tanggal 2
Agustus

2015.

http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-

glaukoma.pdf.
2. Ilyas HS. Penglihatan Turun Mendadak Tanpa Mata Merah dalam Ilmu Penyakit Mata. Edisi
Ketiga. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2009.p.199-22.
34

3. Vaughn DG, Taylor A, and Paul RE. Oftalmologi Umum.Widya medika. Jakarta;2000.
4. Bruce J.Glaukoma dalam Lecture Notes : Oftalmologi. Jakarta : Penerbit Erlangga;2006.p.
95-109.
5. Sudoyo AW, Setyiohadi B, Alwi I. Retinopati Diabetik. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
III. Edisi IV. Jakarta: Penerbit Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2007. p.1857, 1889-1893.
6. Kanski J. Retinal Vascular Disease. In :Clinical Ophthalmology. London:ButterworthHeinemann;2003. p.439-54,468-70.
7. Wong YT, McIntosh R, editors. Hypertensive retinopathy signs as risk indicators of
cardiovascular morbidity and mortality. British Medical Bulletin 2005;73 and 74;57-70.
[Online].

2005

Jul

13

[cited

2015

Aug

2]:

[14

screens].

Available

from:

URL:http://bmb.oxforsjournals.org/cgi/reprint/73-74/1/57

35

Anda mungkin juga menyukai

  • Arsenic
    Arsenic
    Dokumen4 halaman
    Arsenic
    Nathania Suharti
    Belum ada peringkat
  • Lapsus
    Lapsus
    Dokumen18 halaman
    Lapsus
    Nathania Suharti
    Belum ada peringkat
  • Anak Yang Bener
    Anak Yang Bener
    Dokumen27 halaman
    Anak Yang Bener
    Nathania Suharti
    Belum ada peringkat
  • Catetan Evprog
    Catetan Evprog
    Dokumen1 halaman
    Catetan Evprog
    Nathania Suharti
    Belum ada peringkat
  • Cover Mata
    Cover Mata
    Dokumen1 halaman
    Cover Mata
    Nathania Suharti
    Belum ada peringkat
  • Skripsi Haryudha 11-263 Pola Sensitivitas
    Skripsi Haryudha 11-263 Pola Sensitivitas
    Dokumen47 halaman
    Skripsi Haryudha 11-263 Pola Sensitivitas
    Nathania Suharti
    Belum ada peringkat
  • I. Identitas
    I. Identitas
    Dokumen18 halaman
    I. Identitas
    Nathania Suharti
    Belum ada peringkat
  • Cover X
    Cover X
    Dokumen5 halaman
    Cover X
    Nathania Suharti
    Belum ada peringkat
  • Anc Pedes
    Anc Pedes
    Dokumen66 halaman
    Anc Pedes
    Olivia Papilaya
    Belum ada peringkat
  • Gangguan Cemas Menyeluruh-Referat Kel - Rsko
    Gangguan Cemas Menyeluruh-Referat Kel - Rsko
    Dokumen8 halaman
    Gangguan Cemas Menyeluruh-Referat Kel - Rsko
    Nathania Suharti
    Belum ada peringkat
  • Osteomalasia
    Osteomalasia
    Dokumen8 halaman
    Osteomalasia
    Rista Cieh Apple
    Belum ada peringkat
  • Definisi Lansia
    Definisi Lansia
    Dokumen2 halaman
    Definisi Lansia
    Nathania Suharti
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen23 halaman
    Bab Ii
    Nathania Suharti
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen23 halaman
    Bab Ii
    Nathania Suharti
    Belum ada peringkat
  • Hepatobilier
    Hepatobilier
    Dokumen26 halaman
    Hepatobilier
    Nathania Suharti
    100% (1)
  • Abstrak Evprog
    Abstrak Evprog
    Dokumen5 halaman
    Abstrak Evprog
    Nathania Suharti
    Belum ada peringkat
  • Arsenic
    Arsenic
    Dokumen4 halaman
    Arsenic
    Nathania Suharti
    Belum ada peringkat
  • Abs Trak
    Abs Trak
    Dokumen1 halaman
    Abs Trak
    Nathania Suharti
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus
    Laporan Kasus
    Dokumen18 halaman
    Laporan Kasus
    Nathania Suharti
    Belum ada peringkat
  • Campur 2
    Campur 2
    Dokumen5 halaman
    Campur 2
    Nathania Suharti
    Belum ada peringkat
  • Penyuluhan Diare
    Penyuluhan Diare
    Dokumen2 halaman
    Penyuluhan Diare
    Edu William
    Belum ada peringkat
  • Artikel Tuberkulosis
    Artikel Tuberkulosis
    Dokumen17 halaman
    Artikel Tuberkulosis
    Nathania Suharti
    Belum ada peringkat
  • Toksikologi
    Toksikologi
    Dokumen56 halaman
    Toksikologi
    Nathania Suharti
    Belum ada peringkat
  • Bahan Lapsus
    Bahan Lapsus
    Dokumen2 halaman
    Bahan Lapsus
    Nathania Suharti
    Belum ada peringkat
  • One
    One
    Dokumen1 halaman
    One
    Fransisca Gunawan
    Belum ada peringkat
  • Campu Campur
    Campu Campur
    Dokumen35 halaman
    Campu Campur
    Nathania Suharti
    Belum ada peringkat
  • Cover Lapsus
    Cover Lapsus
    Dokumen1 halaman
    Cover Lapsus
    Nathania Suharti
    Belum ada peringkat
  • Bahan Lapsus
    Bahan Lapsus
    Dokumen2 halaman
    Bahan Lapsus
    Nathania Suharti
    Belum ada peringkat
  • 10 Masalah Dari PKP
    10 Masalah Dari PKP
    Dokumen9 halaman
    10 Masalah Dari PKP
    Nathania Suharti
    Belum ada peringkat