Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN
Anestesi umum adalah tindakan anestesi yang dilakukan dengan cara menghilangkan
nyeri secara sentral, disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible.
Pada anestesi umum harus memenuhibeberapa hal ini yaitu hipnotik, analgesi, relaksasi otot
diperlukan untuk mengurangi tegangnya tonus otot sehingga akan mempermudah tindakan
pembedahan, stabilisasi otonom.
LMA telah mengisi kekosongan antara penggunaan face mask dengan intubasi
endotracheal. LMA memberikan ahli anastesi alat baru penanganan airway yaitu jalan
nafas supraglotik, sehingga saat ini dapat digolongkan menjadi tiga golongan yaitu : (1) jalan
nafas pharyngeal, (2) jalan nafas supraglotik, dan (3) jalan nafas intratracheal. Ahli anastesi
mempunyai variasi yang lebih besar untuk penanganan jalan nafas sehingga lebih dapat
disesuaikan dengan kondisi tiap-tiap pasien, jenis anastesi, dan prosedur pembedahan.1,2
LMA atau sungkup laring menjadi sangat populer dalam beberapa dekade terakhir ini.
Penggunaan sungkup laring mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan penggunaan
intubasi endotrakeal dan sungkup muka. Salah satu yang menjadi kelemahan penggunaan
sungkup muka adalah tidak dapat melindungi jalan nafas dari kemungkinan regurgitasi isi
lambung .Dalam pemasangannya, sungkup laring tidak memerlukan laringoskop, tidak perlu
pemberian pelumpuh otot, tidak merusak pita suara, respon kardiovaskuler sangat rendah
dibanding intubasi endotrakea.
Pada laporan kasus ini akan membahas penggunaan anestesi umum dengan
pemasangan LMA pada seorang pasien berjenis kelamin perempuan, usia 45 tahun dengan
diagnosis penyakitcarpal tunnel syndrome dextra, pembedahan yang dilakukan adalah release
decompressi nervous medianus dextra.

BAB II
ANESTESI UMUM DENGAN PEMASANGAN LMA PADA CARPAL TUNNEL SYNDROME DEXTRA

PERSIAPAN PRA-ANESTESI
II.1 PERSIAPAN PASIEN
Dilakukan di Ruang Persiapan
A. Identifikasi Pasien
No. Catatan Medik
Nama
Usia
Jenis Kelamin
Status
Suku
Alamat
Pekerjaan
Tanggal Masuk RS

: 05-17-99
: Ny. D
: 45 tahun
: Perempuan
: Menikah
: Jawa
: Sukamaju, Cilodong, Depok
: Ibu rumah tangga
: 26 Februari2015

B. Anamnesis
Autoanamnesa dilakukan pada tanggal 26 Februari 2015 pukul 06.15 WIB
Keluhan Utama

: Nyeri pada jari tangan sebelah kanan

Keluhan Tambahan

: Tidak ada

Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang


Pasien perempuan usia 45 tahun datang dengan keluhan nyeri pada jari-jari
tangan sebelah kanan, terutama pada jari telunjuk sejak 3 bulan yang lalu.
Keluhan diawali dengan adanya nyeri pada jari-jari sebelah kanan terutama saat
melakukan pekerjaan rumah dan akan semakin nyeri pada malam hari. Keluhan
disertai dengan adanya rasa baal dan sulitnya jari-jari untuk digerakkan.Satu
minggu terakhir demam disangkal, pilek disangkal dan batuk disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu

Sebelumnya pasien belum pernah merasa sakit seperti ini.


Pernah dirawat di rumah sakit pada tahun 2014 dengan observasi kejang dan
trismus dikarenakan sinusitis ethmoidalis dan spenoidalis.

Riwayat PenyakitKeluarga
Tidak ada
Riwayat Penyakit Sistemik
Riwayat kejang (+)
ANESTESI UMUM DENGAN PEMASANGAN LMA PADA CARPAL TUNNEL SYNDROME DEXTRA

Hipertensi, Diabetes Mellitus, penyakit jantung, penyakitparu kronik, penyakit


hati,penyakitginjal, asma, alergiobat/makanan, riwayatpenurunan kesadaran
disangkal.
Riwayat Operasi

Oprasi sinus (fess) pada tahun 2014 dengan menggunakan teknik anestesi

umum.
Tidak ada masalah sebelum, selama dan sesudah tindakan anestesi dilakukan.

Riwayat Pengobatan
Pengobatan dengan antibiotik pada sinusitis.
Riwayat Trauma
Disangkal
Riwayat Kebiasaan

Pasien tidak merokok, tidak mengkonsumsi alkohol, tidak mengkonsumsi


obat-obatan terlarang

Gigi palsu, gigi goyang atau gigi berlubang tidak ada

C. Pemeriksaan Fisik
Pemerikasaan Fisik dilakukan pada tanggal 26 Februari 2015 pukul 06.15
Keadaan Umum
: baik
Kesadaran
: compos mentis
Status Gizi
:
BB : 57 kg
TB : 140 cm
BMI : 29 kg/m2(Overweight)
Tanda-tanda vital
TD : 130/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 18 x/menit
Suhu : 36,20 C

Status Generalis
:
Kepala
: Normocephal, tidak ada deformitas, rambut tidak mudah
dicabut
ANESTESI UMUM DENGAN PEMASANGAN LMA PADA CARPAL TUNNEL SYNDROME DEXTRA

Mata
: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, reflex pupil +/+
Telinga: normotia, kedua liang telinga lapang, tidak ada serumen
Hidung
: napas cuping hidung tidak ada, epitaksis tidak ada, sekret

tidak ada, deviasi septum tidak ada


Tenggorokan : tonsil T1-T1 tenang, faring tidak hiperemis
Mulut
: incisor distance 3 jari pasien, jarak mental hyoid 3 jari pasien,
jarak mulut-tiroid 2 jari, Mallampati II, oral hygiene baik,
mukosa lembab dan tidak pucat, lidah bersih, gigi palsu / gigi

Leher

goyang disangkal
: Tidak ada pembesaran KGB, tidak ada deviasi trakea, tidak
ada massa, nyeri tekan tidak ada. Pergerakan leher baik, tidak

ada kekakuan.
:

Thoraks
Paru-paru :
suara dasar napas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), rhonkii(-/-)
Jantung :
BJ I-II regular, murmur tidak ada, gallop tidak ada
Abdomen :
Datar, bising usus dalam batas normal, nyeri tekan (-), supel, tidak teraba

masa.
Ekstremitas : edema tidak ada, akral hangat, capillary refill <2 detik
D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium Klinik
Jenis Pemeriksaan

Hasil

Nilai Rujukan

Hemoglobin

14,3

12 16 g/dL

Hematokrit

45

37 47 %

Eritrosit

5,2

4,3 6,0 juta/uL

Leukosit

8.950

4.800 10.800 /uL

Trombosit

314.000

150.000

Hematologi
Darah Rutin

400.000/uL
MCV

86

80 96 fl

MCH

27

27 32 pg

MCHC

32

32- 36 g/dL

ANESTESI UMUM DENGAN PEMASANGAN LMA PADA CARPAL TUNNEL SYNDROME DEXTRA

Koagulasi
Waktu Protrombin (PT)

Kontrol

10.8

detik

Pasien

9.8

9.3-11.8 detik

32.6

detik

33.9

31-47 detik

200

1-3 menit

430

1-6 menit

28

< 35 U/L

30

< 40 U/L

26

20-50 mg/dL

0.6

0.5-1.5 mg/dL

85

70-100 mg/dL

88

<140 mg/dL

APTT

Kontrol

Pasien

Faal Hemostasis
Waktu Perdarahan
Waktu Pembekuan
Kimia Klinik
SGOT (AST)
SGPT (ALT)
Ureum
Kreatinin
Glukosa Darah (Puasa)
Glukosa Darah (2 jam PP)

Foto Rontgen Thorax


EKG

: jantung dan paru dalam batas normal


: dalam batas normal

E. Diagnosis Kerja
Carpal tunnel syndrome dextra
F. Diagnosis Anestesi (Penggolongan Status Fisik Pasien Menurut ASA)
Status fisik ASA II dengan Overweight(BMI = 29 kg/m2) dan riwayat kejang.
ANESTESI UMUM DENGAN PEMASANGAN LMA PADA CARPAL TUNNEL SYNDROME DEXTRA

G. Rencana Pembedahan
Release decompressi nervous medianus dextra
H. Rencana Anestesi
Anestesi umum dengan pemasangan LMA
I. Prognosis
Quo ad Vitam
Quo ad Functionam
Quo ad Sanactionam

: ad bonam
: ad bonam
: ad bonam

J. Kesimpulan
Pasien seorang perempuan usia 45tahun, status fisik ASA II dengan
Overweight (BMI = 29 kg/m2) dan riwayat kejang dengan diagnosis carpal tunnel
syndrome dextradengan rencana Anestesi Umum dengan pemasangan LMA.
II.2 PERSIAPAN PRA ANESTESI
II.2.1. Persiapan pasien
1. Informed consent
2. Surat persetujuan operasi
3. Pasien dipuasakan sejak pukul 00.00 WIB tanggal 26 februari 2015 tujuannya
untuk memastikan bahwa lambung pasien telah kosong sebelum tindakan untuk
menghindari kemungkinan terjadinya muntah dan aspirasi isi lambung yang akan
membahayakan pasien.
4. Pengosongan kandung kemih pada pagi hari sebelum operasi.
5. Pendataan kembali identitas pasien di kamar operasi. Anamnesa singkat yang
meliputi BB, umur, riwayat penyakit, riwayat kebiasaan, dll.
6. Pemeriksaan fisik di ruang persiapan : TD : 140/80 mmHg, Nadi 78 x/menit, RR
17x/menit.
7. Memakai pakaian operasi yang telah disediakan di ruang persiapan.

II.2.2.Persiapan Alat Anastesi


1.

Mesin anastesi

Komponen I

: Sumber gas, flowmeter dan vaporizer

Komponen II

: Sirkuit napas / system ventilasi yaitu open, semi open


semiclose

ANESTESI UMUM DENGAN PEMASANGAN LMA PADA CARPAL TUNNEL SYNDROME DEXTRA

Komponen III

: Alat penghubung sistem ventilasi dengan pasien yaitu


sungkup mukadan pipa ombak.

2.

Elektrokardiografi ( EKG )

3.

Sfigmomanometer digital

4.

Oksimeter pulse/O2 saturasi

5.

Suction

6.
7.
8.
9.
10.
11.

Guedel
Sungkup muka ( face mask )
Nasal kanul
Balon pernafasan
Infus set dan cairan infus
Plester

12. Sungkup laring (LMA) no 4


13.
14.
15.
16.

Stetoskop
Gel
Kateter urin + urin bag
Spuit berbagai ukuran (3 cc, 5 cc, 10 cc, 20 cc)

II.2.3 PERSIAPAN OBAT


Anestesi umum :
a.

Premedikasi

: Midazolame (Milos),Fentanyl

b.

Obat induksi

: Propofol

c.

Obat pelumpuh otot

: Atracurium (Notrixum)

d.

Maintanance anastesi

: Isoflurane , N2O, O2

Obat Emergensi :
a.

Sulfas Atropin

dosis dosis 0.5 mg- 1 mg IV

b.

Epinephrine

dosis 1 mg atau 0.02 mg/kg larutan 1:10.000

c.

Ephedrine

dosis 5-20 mg

d.

Dexamethason

dosis 0.5- 25 mg/hari IV

e.

Aminophylline

dosis 5-6 mg/kg IV

f.

Amiodarone

dosis 150 mg IV dalam 10 menit (maks 2.2 gr)

g.

Nalokson

dosis 1-2 mcg/kgBB IV

Obat Tambahan :
ANESTESI UMUM DENGAN PEMASANGAN LMA PADA CARPAL TUNNEL SYNDROME DEXTRA

a.

Analgetik

: tramadol

dosis 100 mg IV

b.

Antibiotik

: Ceftriaxone

c.

Anti emetik

: Metoklopramiddosis 10 mg IV

dosis 1 gr IV

ANESTESI UMUM DENGAN PEMASANGAN LMA PADA CARPAL TUNNEL SYNDROME DEXTRA

BAB III
PELAKSANAAN ANESTESI
INTRA OPERATIF
o Pukul 09.35 WIB
Memasang infus Ringer Laktat 1
Memasang monitor EKG dan oksimeter pulse
Mengukur tekanan darah
TD 149/96 mmHg, nadi : 84 x/menit, saturasi O2 : 99%, pernafasan :
16 x/menit
o Pukul 09.45 WIB
Pasien dalam posisi terlentang. Pasien diberitahukan bahwa akan

dilakukan tindakan pembiusan.


Pemberian premedikasi Midazolame 2,5 mg iv dilanjutkan dengan

Fentanyl 100 mcg iv


TD : 134/88 mmHg, Nadi : 76x/mnt, SaO2 : 99%
Induksi dengan Propofol 100 mg iv
Setelah reflek bulu mata menghilang diberikan notrixum 20 mg iv
Dilakukan preoksigenasi dengan sungkup muka menggunakan O2

sebanyak 4 liter / menit


Setelah relaksasi pasien diintubaasi dengan LMA no 4
Dengan steteskop bahwa paru kanan dan kiri sama dan dinding dada

kanan dan kiri bergerak simetris pada setiap inspirasi buatan.


LMA dihubungkan dengan konektor ke sirkuit nafas alat anestesi,
kemudian N2O dibuka 2,5 liter/menit dan O2 2,5 liter/menit (N2O :

O2=50% : 50%) kemudian isofluran dibuka 2 vol%


Inspirasi 400 ml dengan frekuensi 14 kali per menit
TD : 124/76 mmHg, N: 70x/menit, SpO2 : 99%
o Pukul 09.55 WIB
Pembedahan dimulai
TD : 125/77 mmHg, Nadi : 76 x/mnt, Saturasi O2 99%
Diberikan tramadol 100 mg iv
Diberikan Ceftriaxon 1 gr iv
o Pukul 10.00 WIB
TD : 126/80 mmHg, Nadi 68 x/m, Saturasi O2 99 %
Diberikan metoklopramid10mg iv
o Pukul 10.15 WIB
TD : 128/79 mmHg, Nadi 72 x/m, Saturasi O2 99 %
Diberikan fentanyl 10 mcg
o Pukul 10.30 WIB
Pembedahan selesai
TD : 125/78 mmHg, Nadi 71x/m, Saturasi O2 99 %
Pemberian obat anestesi dihentikan, pemberian O2 dipertahankan.
ANESTESI UMUM DENGAN PEMASANGAN LMA PADA CARPAL TUNNEL SYNDROME DEXTRA

Setelah pasien bangun, LMA dikeluarkan, lendir dikeluarkan dengan

suction lalu diberi oksigen murni 6 liter/menit.


EKG, manset tensimeter dan saturasi O2 dilepas.
Kemudian pasien dipindahkan ke brancar untuk dibawa keruang
pemulihan atau recovery room (RR).

Pemantauan selama oprasi


Mulai anestesi
: 09.45 wib
Mulai oprasi
: 09.55 wib
Selesai oprasi
: 10.30 wib
Selesai anestesi : 10.40 wib
Lama oprasi
: 35 menit
Lama anestesi
: 55 menit
Terapi Cairan
Berat badan
Lama puasa

: 57 kg
: 9 jam

a. Maintenance (M) = 2cc/KgBB/jam


2 x 57 kg = 114 cc/jam
b. Pengganti puasa (P) = M x jam puasa
= 114 cc/jam x 9 jam
= 1026cc
c. Jenis operasi (O) = BB x jenis operasi (kecil)
= 57 kg x 4 cc/kg
= 228 cc
Total kebutuhan cairan durante operasi :
Jam pertama = M + 50% P + O + Jumlah perdarahan
= 114 cc + 513 cc + 228 cc + 10 cc
= 865 cc
Jam kedua
= M + 25% P
= 114 + 256 = 370 cc
Cairan yang diberikan (Selama peri operatiff) = Ringer Laktat 500 cc
EBV = 65 cc/kgBB x 57 kg = 3.705 cc
Jumlah perdarahan = 10 cc
POST OPERATIF
Pasien masuk ke ruang pemulihan pada pukul 10.45 WIB. Dilakukan penilaian terhadap
tingkat kesadaran, pada pasien kesadarannya adalahcompos mentis. Dilakukan pemeriksaan
tanda-tanda vital ditemukan tekanan darah 125/72 mmHg, nadi71 x/menit, respirasi
18x/menit dan saturasi O299%.
Sebelum dipindahkan ke ruang perawatan dilakukan penilaian pulih sadar menurut
Aldrete Scoredi ruang pemulihan dan ditemukan tingkat kesadaran dengan nilai 2, pernafasan
dengan nilai 2, tekanan darah dengan nilai 2, aktivitas dengan nilai 2, warna kulit dengan
ANESTESI UMUM DENGAN PEMASANGAN LMA PADA CARPAL TUNNEL SYNDROME DEXTRA

10

nilai 2. Dan total nilai keseluruhan 10. Yang menandakan pasien diperbolehkan pindah ke
ruang perawatan.
Pada pasien diberikan instruksi pasca bedah, yaitu :
Pengelolaan nyeri dengan Fentanyl 25mcg intravena
Apabila mual/muntah : injeksi Ondansentron 4mg via intravena
Cairan infus RL 100 cc per jam.
Dilakukan pemeriksaan tanda tanda vital setiap 15 menit selama 2 jam pertama,
lalu setiap jam selama 24 jam hingga hemodinamik stabil
Terapi lain sesuai dengan terapi bedah
Bed rest
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
Pada kasus ini, pasien perempuan, 45 tahun dengan diagnosis Carpal tunnel syndrome
dextra akan dilakuan tindakanRelease decompressi nervous medianus dextra. Berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang didapat, pasien dapat
digolongkan dalam ASA II dengan Overweight(BMI = 29 kg/m2) dan dengan riwayat kejang
1 tahun yang lalu.
Sebelum tindakan operasi, dilakukan persiapan pra anestesi 1-2 hari sebelum operasi
dilaksanakan dengan tujuan :4
1. Untuk mempersiapkan mental dan fisik pasien secara optimal
2. Merencanakan dan memilih teknik dan obat-obatan anestesi yang sesuai
3. Menentukan klasifikasi yang sesuai (berdasarkan klasifikasi ASA)
Rencana anestesi pada pasien ini adalah anestesi umum dengan pemasangan LMA.
Anestesi umum adalah tindakan anestesi yang dilakukan dengan cara menghilangkan
nyeri secara sentral, disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible.
Pada anestesi umum harus memenuhibeberapa hal ini yaitu hipnotik, analgesi, relaksasi otot
diperlukan untuk mengurangi tegangnya tonus otot sehingga akan mempermudah tindakan
pembedahan, stabilisasi otonom.
Untuk menjamin jalan nafas pasien selama tidak sadar, maka dilakukan pemasangan
LMA, karena dinilai lebih aman dan lebih tidak invasive dibanding dengan pemasangan
Endotracheal Tube (ET). Dipilih manajemen jalan nafas dengan LMA karena pertimbangan
lama operasi yang tidak begitu lama, karena LMA tidak dapat digunakan pada pasien yang
membutuhkan bantuan ventilasi dalam jangka waktu lama. LMA juga tidak dapat dilakukan
pada pasien dengan reflek jalan nafas yang intack, karena insersi LMA akan mengakibatkan
laryngospasme. LMA sebagai alternatif dari ventilasi face mask atau intubasi ET untuk
ANESTESI UMUM DENGAN PEMASANGAN LMA PADA CARPAL TUNNEL SYNDROME DEXTRA

11

airway management. LMA bukanlah suatu penggantian ET, ketika pemakaian ET menjadi
suatu indikasi.
Keuntungan penggunaan LMA diabanding ET adalah kurang invasif, mudah
penggunaanya, minimal trauma pada gigi dan laring, efek laringospasme dan bronkospasme
minimal, dan tidak membutuhkan agen relaksasi otot untuk pemasangannya.

ANATOMI & FISIOLOGI JALAN NAFAS BAGIAN ATAS

Hidung
Jalan nafas yang normal secara fungsional dimulai dari hidung. Udara lewat melalui
hidung yang berfungsi sangat penting yaitu penghangatan dan melembabkan (humidifikasi).
Hidung adalah jalan utama pada pernafasan normal jika tidak ada obstruksi oleh polip atau
infeksi saluran nafas atas. Selama bernafas tenang , tahanan aliran udara yang melewati
hidung sejumlah hampir dua per tiga dari total tahanan jalan nafas. Tahanan yang melalui
hidung adalah hampir dua kali bila dibandingkan melalui mulut. Ini menjelaskan mengapa
pernafasan mulut digunakan ketika aliran udara tinggi dibutuhkan seperti pada saat aktivitas
berat.( 1 )
Inervasi sensoris pada mukosa berasal dari dua divisi nervus trigeminal. Nervus
ethmoidalis anterior menginervasi pada septum anterior, dinding lateral, sedangkan pada area
ANESTESI UMUM DENGAN PEMASANGAN LMA PADA CARPAL TUNNEL SYNDROME DEXTRA

12

posterior di inervasi oleh nervus nasopalatina dari ganglion sphenopalatina. Anestesi lokal
dengan topikal cukup efektif memblokade nervus ethmoidalis anterior dan nervus maksila
bilateral.

Faring
Faring meluas dari bagian belakang hidung turun ke kartilago krikoid berlanjut
sampai esofagus. Bagian atas atau nasofaring dipisahkan dengan orofaring dibawahnya oleh
jaringan palatum mole. Pinsip kesulitan udara melintas melalui nasofaring kerena
menonjolnya struktur jaringan limfoid tonsiler. Lidah adalah sumber dari obstruksi pada
orofaring, biasanya karena menurunnya tegangan muskulus genioglosus, yang bila
berkontraksi berfungsi menggerakkan lidah kedepan selama inspirasi dan berfungsi sebagai
dilatasi faring.

Laring
Laring terbentang pada level Servikal 3 sampai 6 vertebra servikalis, melayani organ
fonasi dan katup yang melindung jalan nafas bawah dari isi traktus digestifus. Strukturnya
terdiri dari otot, ligamen dan kartilago. Ini termasuk tiroid, krikoid, aritenoid, kornikulata dan
epiglotis. Epiglotis, sebuah kartilago fibrosa, memiliki lapisan membran mukus, merupakan
lipatan glosoepiglotis pada permukaan faring dan lidah. Pada bagian yang tertekan disebut
velecula. Velecula ini adalah tempat diletakkannya ujung blade laringokop Macinthos.
Epiglotis menggantung pada bagian dalam laring dan tidak dapat melindungi jalan nafas
selama udema.
Rongga laring meluas dari epiglotis ke kartilago krikoid dibagian bawah. Bagian
dalam dibentuk oleh epiglotis, gabungan apek kartilago arytnenoid, lipatan aryepiglotis,
Bagian dalam rongga laring adalah lipatan vestibuler cincin sempit dan jaringan fibrus pada
tiap sisinya. Ini perluasan dari permukaan anterolateral aritenoid, sudut tiroid, dimana yang
terakhir berikatan dengan epiglotis. Lipatan ini adalah sebagai korda vokalis palsu, yang
terpisah dari korda vokalis sesungguhnya oleh sinus laringeal atau ventrikel. Korda vokalis
yang sesungguhnya pucat, putih, struktur ligamen melekat pada sudut tiroid bagian belakang.
Celah triangular antara korda vocalis saat glotis terbuka merupakan segmen tersempit pada
orang dewasa. Pada anak kurang dari 10 tahun, bagian tersempit adalah dibawah plika vocalis
pada level setinggi cincin krikoid.

ANESTESI UMUM DENGAN PEMASANGAN LMA PADA CARPAL TUNNEL SYNDROME DEXTRA

13

Panjang rata-rata pembukaan glotis sekitar 23 mm pada laki-laki 17 mm pada wanita.


Lebar glotik adalah 6-9 mm tapi dapat direntangkan sampai 12 mm. Penampang melintang
glotis sekitar 60 100 mm2
Bidang pembahasan pada bab ini tidak memungkinkan membahas secara mendetail
aksi dari otot-otot laring, namun demikian otot-otot ini dapat diklasifikasikan menjadi tiga
group berdasarkan aksinya pada korda: abduktor, adduktor, dan regulasi tegangan. Seluruh
inervasi motorik dan sensorik pada otot-otot laring berasal dari dua cabang nervus vagus
yaitu nervus superior dan rekuren laring, yang secara ringkas disajikan dalam tabel 1.

Tabel 1. Inervasi Laryng

Trakea
Trakea adalah sebuah struktur berbentuk tubulus yang mulai setinggi Cervikal 6
columna vertebaralis pada level kartilago tiroid. Trakea mendatar pada bagian posterior,
panjang sekitar 10 15 cm, didukung oleh 16 20 tulang rawan yang berbentuk tapal kuda
sampai bercabang menjadi dua atau bifurkasio menjadi bronkus kanan dan kiri pada thorakal
5 kolumna vertebaralis. Luas penampang melintang lebih besar dari glotis, antara 150 300
mm2.
Beberapa tipe reseptor pada trakea, sensitif terhadap stimulus mekanik dan kimia.
Penyesuaian lambat reseptor regang yang berlokasi pada otot-otot dinding posterior,
ANESTESI UMUM DENGAN PEMASANGAN LMA PADA CARPAL TUNNEL SYNDROME DEXTRA

14

membantu mengatur rate dan dalamnya pernafasan, tetapi juga menimbulkan dilatasi pada
bronkus melalui penurunan aktivitas afferen nervus vagus. Respon cepat resptor iritan yang
berada pada seluruh permukaan trakea berfungsi sebagai reseptor batuk dan mengandung
reflek bronkokontriksi.

ANESTESI UMUM
Anestesi umum adalah keadaan hilangnya nyeri di seluruh tubuh dan hilangnya
kesadaran yang bersifat sementara yang dihasilkan melalui penekanan sistem syaraf pusat
karena adanya induksi secara farmakologi atau penekanan sensori pada syaraf. Agen anestesi
umum bekerja dengan cara menekan sistem syaraf pusat (SSP) secara reversibel.
Anestesi umum merupakan kondisi yang dikendalikan dengan ketidaksadaran
reversibel dan diperoleh melalui penggunaan obat-obatan secara injeksi dan atau inhalasi
yang ditandai dengan hilangnya respon rasa nyeri (analgesia), hilangnya ingatan (amnesia),
hilangnya respon terhadap rangsangan atau refleks dan hilangnya gerak spontan (immobility),
serta hilangnya kesadaran (unconsciousness).
Anestesi umum yang baik dan ideal harus memenuhi kriteria : tiga komponen anestesi
atau trias anestesi (sedasi, analgesi, dan relaksasi), penekanan refleks, ketidaksadaran, aman
untuk sistem vital (sirkulasi dan respirasi), mudah diaplikasikan dan ekonomis. Dengan
demikian, tujuan utama dilakukan anestesi umum adalah upaya untuk menciptakan kondisi
sedasi, analgesi, relaksasi, dan penekanan refleks yang optimal dan adekuat untuk dilakukan
tindakan dan prosedur diagnostik atau pembedahan tanpa menimbulkan gangguan
hemodinamik, respiratorik, dan metabolik yang dapat mengancam.
Preanestesi
Preanestesi adalah pemberian zat kimia sebelum tindakan anestesi umum dengan tujuan
utama menenangkan pasien, menghasilkan induksi anestesi yang halus, mengurangi dosis
anestetikum, mengurangi atau menghilangkan efek samping anestetikum, dan mengurangi
nyeri selama operasi maupun pasca operasi.
Pemilihan preanestetikum dipertimbangkan sesuai dengan spesies, status fisik pasien,
derajat pengendalian, jenis operasi, dan kesulitan dalam pemberian anestetikum.
Obat-obat yang sering digunakan (pramedikasi)
ANESTESI UMUM DENGAN PEMASANGAN LMA PADA CARPAL TUNNEL SYNDROME DEXTRA

15

Narkotik Analgetika:

morfin, dosis dewasa biasa 8-10 mg i.m. obat ini digunakan untuk mengurangi
kecemasan dan ketegangan pasien menjelang pembedahan. Morfin adalah depresan
susunan syaraf pusat. Bila rasa nyeri telah ada sejak sebelm tindakan bedah merpakan
obat pilihan. Memberikan pemeliharaan anastesia yang mulus, bila memakai
premedikasi morfin pada penggunaan anestetika lemah. Kerugiaan penggnaan
morfim, pulih pasca bedah lebih lama. Penyempitan bronks dapat timbul pada paasien

asma. Mual dan muntah pasca bedah ada.


Pethidin : dosis 1mg/kg bb dewasa, sering digunakan sebagai premedikasi seperti

morfin dan menekan tekanan darah dan pernafasan dan juga merangsang otot polos.
Barbiturat : Pentobartital dan sekobarbital sering digunakan untuk menimbulkan
sedasi dan menghilangkan kekhawatiran sebelum operasi. Obat ini dapat diberikan
secara oral atau intra muscular, pada dewasa dosis 100-200mg dan pada bayi dan
anak-anak dosis 2mg/kg bb. Yang mudah didapat Phenobarbital. Obat ini mempunyai
kerja depresan yang lemah terhadap pernafasan dan sirklasi serta jarang
menyebabakan mual dan muntah. Pasien yang mendapat barbiturate sebagai

premedikasi biasanya bangun lebih cepat daripada bila menggunakan narkotika.


Tranquilizer : bermacam-macam enis turunan fenotiasin dan penenang yang
digunakan sebagai premedikasi. Obat-obat ini digunakan oleh karena kera sedative,
anti arrytmia, antihistamin, dan kerja antiemetik, kadang-kadang kombinasi dengan
barbiturate atau narkotika. Kombinasi ini memberikan sedasi yang kuat. Contoh:

phenergan 25 mg untuk dewasa.


Antikolinergik : penggunaan hiosin dan atropine efektif sebagai anti mual dan
muntah, tetapi bila hiosin dikombinasikan dengan morfin atau papaveratum
menambah sedasi sementara atropine cenderung menambah kecemasan. Tetapi masih
digunakan untuk mengurangi bradikardi selama anesthesia.

Syarat Ideal Anastesi Umum:


o Memberi induksi yg halus dan cepat.
o Timbul situasi px tak sadar / tak berespons
o Timbulkan keadaan amnesia
o Hambat refleks-refleks
o Timbulkan relaxasi otot skeletal, tp bukan otot pernafasan.
o Hambat persepsi rangsang sensorik shg timbul analgesia yg cukup unt Tx
operasi.
o Berikan keadaan pemulihan yg halus cepat dan tak timbulkan ESO yg
berlangsung lama.
ANESTESI UMUM DENGAN PEMASANGAN LMA PADA CARPAL TUNNEL SYNDROME DEXTRA

16

Macam-Macam Obat Anestesi Umum


Obat anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya dibagi terdiri dari 3 golongan:
1. Obat Anestetika gas (inhalasi)
2. Obat Anestetika yang menguap
3. Obat Anestetika yang diberikan secara intravena
1. Anestetika gas (inhalasi)
Anestesi umum inhalasi merupakan salah satu metode anestesi umum yang dilakukan
dengan cara memberikan agen anestesi yang berupa gas dan atau cairan yang mudah
menguap melalui alat anestesi langsung ke udara inspirasi. Hiperventilasi akan menaikkan
ambilan anestetikum dalam alveolus dan hipoventilasi akan menurunkan ambilan alveolus.
Kelarutan zat inhalasi dalam darah adalah faktor utama yang penting dalam menentukan
induksi dan pemulihan anestesi inhalasi. Induksi dan pemulihan akan berlangsung cepat pada
zat yang tidak larut dan lambat pada zat yang larut.Anestetik gas tidak mudah larut dalam
darah sehingga tekanan parsial dalam darah cepat meningkat. Batas keamanan antara efek
anesthesia dan efek letal cukup lebar.
Contoh :

N2O
Siklopropan

2. Anestetik yang menguap


Anestetik yang menguap (volatile anesthetic) mempunyai 3 sifat dasar yang sama
yaitu berbentuk cairan pada suhu kamar, mempunyai sfat anestetik kuat pada kadar rendah
dan relative mudah larut dalam lemak, darah dan jaringan. Kelarutan yang baik dalam darah
dan jaringan dapat memperlambat terjadinya keseimbangan dan terlawatinya induksi, untuk
mengatasi hal ini diberikan kadar lebih tinggi dari kadar yang dibutuhkan. Bila stadium yang
diinginkan sudah tercapai kadar disesuaikan untuk mempertahankan stadium tersebut. Untuk
mempercepat induksi dapat diberika zat anestetik lain yang kerjanya cepat kemudian baru
diberikan anestetik yang menguap.
Contoh :
Enfluran

halotan

Isofluran

Sevofluran

3. Anestetik intravena (anestetik perenteral)


Pemakaian obat anestetik intravena, dilakukan untuk : induksi anesthesia, induksi dan
pemeliharaan anesthesia bedah singkat, suplementasi hypnosis pada anesthesia atau
analgesia local, dan sedasi pada beberapa tindakan medic. Anestesi intravena ideal
ANESTESI UMUM DENGAN PEMASANGAN LMA PADA CARPAL TUNNEL SYNDROME DEXTRA

17

membutuhkan criteria yang sulit dicapai oleh hanya satu macam obat yaitu cepat
menghasilkan efek hypnosis, mempunyai efek analgesia, disertai oleh amnesia
pascaanestesia, dampak yang tidak baik mudah dihilangkan oleh obat antagonisnya, cepat
dieliminasi dari tubuh, tidak atau sedikit mendepresi fungsi restirasi dan kardiovasculer,
pengaruh farmakokinetik tidak tergantung pada disfungsi organ. Untuk mencapai tujuan di
atas, kita dapat menggunakan kombinasi beberapa obat atau cara anestesi lain. Kebanyakan
obat anestetik intravena dipergunakan untuk induksi. Kombinasi beberapa obat mungkin
akan saling berpotensi atau efek salah satu obat dapat menutupi pengaruh obat yang lain.
Contoh :

Barbiturate
Fentanyl
Propofol
Etomidate
Diazepam
Ketamine

LARINGEAL MASK AIRWAY


Hilangnya kesadaran karena induksi anestesi berhubungan dengan hilangnya
pengendalian jalan nafas dan reflex-reflex proteksi jalan nafas. Tanggung jawab dokter
anestesi adalah untuk menyediakan respirasi dan managemen jalan nafas yang adekuat untuk
pasien. LMA telah digunakan secara luas untuk mengisi celah antara intubasi ET dan

ANESTESI UMUM DENGAN PEMASANGAN LMA PADA CARPAL TUNNEL SYNDROME DEXTRA

18

pemakaian face mask. LMA di insersi secara blind ke dalam pharing dan membentuk suatu
sekat bertekanan rendah sekeliling pintu masuk laring.
Desain dan Fungsi
Laringeal mask airway ( LMA ) adalah alat supra glotis airway, didesain untuk
memberikan dan menjamin tertutupnya bagian dalam laring untuk ventilasi spontan dan
memungkinkan ventilasi kendali pada mode level (< 15 cm H2O) tekanan positif. Alat ini
tersedia dalam 7 ukuran untuk neonatus, infant, anak kecil, anak besar, kecil, normal dan
besar.

Macam-Macam LMA
LMA dapat dibagi menjadi 4:
1. Clasic LMA
2. Fastrach LMA
3. Proseal LMA
4. Flexible LMA

ANESTESI UMUM DENGAN PEMASANGAN LMA PADA CARPAL TUNNEL SYNDROME DEXTRA

19

1. Classic LMA
Merupakan suatu peralatan yang digunakan pada airway management yang dapat
digunakan ulang dan digunakan sebagai alternatif baik itu untuk ventilasi facemask maupun
intubasi ET. LMA juga memegang peranan penting dalam penatalaksanaan difficult airway.
Jika LMA dimasukkan dengan tepat maka LMA berada diatas sfingter esofagus, cuff samping
berada di fossa pyriformis, dan cuff bagian atas berlawanan dengan dasar lidah. Dengan
posisi seperti ini akan menyebabkan ventilasi yang efektif dengan inflasi yang minimal dari
lambung.

2. LMA Fastrach ( Intubating LMA )


LMA Fastrach terdiri dari sutu tube stainless steel yang melengkung ( diameter internal 13
mm ) yang dilapisi dengan silicone, connector 15 mm, handle, cuff, dan suatu batang
pengangkat epiglotis. Perbedaan utama antara LMA clasic dan LMA Fastrach yaitu pada tube
baja, handle dan batang pengangkat epiglottic.
Nama lain dari Intubating LMA : Fastrach. Laryngeal mask yang dirancang khusus untuk
dapat pula melakukan intubasi tracheal. Sifat ILMA : airway tube-nya kaku, lebih pendek dan
diameternya lebih lebar dibandingkan cLMA. Ujung proximal ILMA terdapat metal handle
ANESTESI UMUM DENGAN PEMASANGAN LMA PADA CARPAL TUNNEL SYNDROME DEXTRA

20

yang berfungsi membantu insersi dan membantu intubasi, yang memungkinkan insersi dan
manipulasi alat ini. Di ujung mask terdapat pengangkat epiglotis, yang merupakan batang
semi rigid yang menempel pada mask. ILMA didesign untuk insersi dengan posisi kepala dan
leher yang netral. Ukuran ILMA : 3 5, dengan tracheal tube yang terbuat dari silicone yang
dapat dipakai ulang, dikenal : ILMA tube dengan ukuran : 6,0 8,0 mm internal diameter.
ILMA tidak boleh dilakukan pada pasien-pasien dengan patologi esofagus bagian atas
karena pernah dilaporkan kejadian perforasi esofagus. Intubasi pada ILMA bersifat blind
intubation technique. Setelah intubasi direkomendasikan untuk memindahkan ILMA. Nyeri
tenggorok dan suara serak biasanya ringan, namun lebih sering terjadi pada pemakaian ILMA
dibandingkan cLMA. ILMA memegang peranan penting dalam managemen kesulitan
intubasi yang tidak terduga. Juga cocok untuk pasien dengan cedera tulang belakang bagian
cervical. Dan dapat dipakai selama resusitasi cardiopulmonal.
Respon hemodinamik terhadap intubasi dengan ILMA mirip dengan intubasi konvensional
dengan menggunakan laryngoscope. Kemampuan untuk insersi ILMA dari belakang, depan
atau dari samping pasien dan dengan posisipasien supine, lateral atau bahkan prone, yang
berarti bahwa ILMA merupakan jalan nafas yang cocok untuk insersi selama mengeluarkan
pasien yang terjebak.

3. LMA Proseal
LMA Proseal mempunyai 2 gambaran desain yang menawarkan keuntungan lebih
dibandingkan LMA standar selama melakukan ventilasi tekanan positif. Pertama, tekanan
jalan nafas yang lebih baik yang berhubungan dengan rendahnya tekanan pada mukosa.
Kedua, LMA Proseal terdapat pemisahan antara saluran pernafasan dengan saluran
gastrointestinal, dengan penyatuan drainage tube yang dapat mengalirkan gas-gas esofagus
atau memfasilitasi suatu jalur tube orogastric untuk dekompresi lambung.
PLMA diperkenalkan tahun 2000. PLMA mempunyai mangkuk yang lebih lunak dan
lebih lebar dan lebih dalam dibandingkan cLMA. Terdapat drainage tube yang melintas dari
ANESTESI UMUM DENGAN PEMASANGAN LMA PADA CARPAL TUNNEL SYNDROME DEXTRA

21

ujung mask, melewati mangkuk untuk berjalan paralel dengan airway tube. Ketika
posisinya tepat, drain tube terletak dipuncak esofagus yang mengelilingi cricopharyngeal, dan
mangkuk berada diatas jalan nafas. Lebih jauh lagi, traktus GI dan traktus respirasi secara
fungsi terpisah.
PLMA di insersi secara manual seperti cLMA. Akhirnya saat insersi sulit dapat melalui
suatu jalur rel melalui suatubougie yang dimasukkan kedalam esofagus. Tehnik ini paling
invasif tetapi paling berhasil denganmisplacement yang kecil. Terdapat suatu teori yang baik
dan bukti performa untuk mendukung gambaran perbandingan antara cLMA dengan PLMA,
berkurangnya kebocoran gas, berkurangnya inflasi lambung, dan meningkatnya proteksi dari
regurgitasi isi lambung. Akan tetapi, semua ini sepenuhnya tergantung pada ketepatan posisi
alat tersebut Harga PLMA kira-kira 10 % lebih mahal dari cLMA dan direkomendasikan
untuk 40 kali pemakaian
Pada pasien dengan keterbatasan komplian paru atau peningkatan tahanan jalan nafas,
ventilasi yang adekuat tidak mungkin karena dibutuhkan tekanan inflasi yang tinggi dan
mengakibatkan kebocoran. Modifikasi baru,Proseal LMA telah dikembangkan untuk
mengatasi keterbatasan ini dengan cuf yang lebih besar dan tube drain yang memungkinkan
insersi gastric tube. Versi ini sering lebih sulit untuk insersinya dan pabrik
merekomendasikan dengan bantuan introduser kaku.

Pada suatu penelitian, ProSeal LMA juga dapat digunakan dalam jangka waktu panjang
( 40 jam ) tanpa menyebabkan tekanan yang berlebihan dan kerusakan mukosa hypopharing.
Laporan terakhir, satu kasus injury nervus lingual telah dilaporkan saat pemakaian ProSeal
LMA. Sementara juga dilaporkan terjadi hypoglossal palsies oleh karena pemakaian clasic
LMA. Meskipun begitu komplikasi tadi sangat jarang terjadi, frekwensi injury pada nervus
cranialis dapat dikurangi dengan cara menghindari trauma saat dilakukan insersi,
ANESTESI UMUM DENGAN PEMASANGAN LMA PADA CARPAL TUNNEL SYNDROME DEXTRA

22

menggunakan ukuran yang sesuai dan meminimalisir volume cuff. Disarankan untuk
membatasi tekanan jalan nafas kurang dari 20 cmH2O selama inflasi paru dan untuk
menggunakan volume tidal yang kecil ( 6 10 ml/kgBB ). Ketika ProSeal LMA digunakan
untuk periode memanjang, fungsi respirasi harus dimonitor secara ketat dan tekanan intracuff
harus diperiksa secara periodik dan dipertahankan lebih rendah dari 60 cmH2O. Akhirnya
resiko terjadinya inflasi lambung harus secara aktif disingkirkan dengan mendengarkan
daerah leher dan abdomen dengan menggunakan stetoskop.
4. Flexible LMA
Bentuk dan ukuran mask nya hampir menyerupai cLMA, dengan airway tube terdapat
gulungan kawat yang menyebabkan fleksibilitasnya meningkat yang memungkinkan posisi
proximal end menjauhi lapang bedah tanpa menyebabkan pergeseran mask. Berguna pada
pembedahan kepala dan leher, maxillo facial dan THT. fLMA memberikan perlindungan yang
baik terhadap laryng dari sekresi dan darah yang ada diatas fLMA. Populer digunakan untuk
pembedahan nasal dan pembedahan intraoral, termasuktons ilektomy. Airway tube fLMA
lebih panjang dan lebih sempit, yang akan menaikkan resistensi tube dan work of breathing.
Ukuran fLMA : 2 5. Insersi fLMA dapat lebih sulit dari cLMA karena flexibilitas airway
tube. Mask dapat ber rotasi 180 pada sumbu panjangnya sehingga masknya mengarah ke
belakang. Harga fLMA kira-kira 30 % lebih mahal dari cLMA dan direkomendasikan untuk
digunakan 40 kali.

Teknik Anestesi LMA


Indikasi:

a. Sebagai alternatif dari ventilasi face mask atau intubasi ET untuk airway
management. LMA bukanlah suatu penggantian ET, ketika pemakaian ET menjadi
suatu indikasi.
b. Pada penatalaksanaan dificult airway yang diketahui atau yang tidak diperkirakan.
ANESTESI UMUM DENGAN PEMASANGAN LMA PADA CARPAL TUNNEL SYNDROME DEXTRA

23

c. Pada airway management selama resusitasi pada pasien yang tidak sadarkan diri.
Kontraindikasi:
a.

Pasien-pasien dengan resiko aspirasi isi lambung ( penggunaan pada emergency

b.

adalah pengecualian ).
Pasien-pasien dengan penurunan compliance sistem pernafasan, karenaseal yang
bertekanan rendah pada cuff LMA akan mengalami kebocoran pada tekanan inspirasi
tinggi dan akan terjadi pengembangan lambung. Tekanainspirasi puncak harus dijaga
kurang dari 20 cm H2O untuk meminimalisir kebocoron cuff dan pengembangan

c.
d.

lambung.
Pasien-pasien yang membutuhkan dukungan ventilasi mekanik jangka waktu lama.
Pasien-pasien dengan reflex jalan nafas atas yangintack karena insersi dapatmemicu
terjadinya laryngospasme.

ANESTESI UMUM DENGAN PEMASANGAN LMA PADA CARPAL TUNNEL SYNDROME DEXTRA

24

Efek Samping :
Efek samping yang paling sering ditemukan adalah nyeri tenggorok, dengan insidensi 10
% dan sering berhubungan dengan over inflasi cuff LMA. Efek samping yang utama
adalah aspirasi.
Tehnik Induksi dan Insersi :
Untuk melakukan insersi cLMA membutuhkan kedalaman anestesi yang lebih besar.
Kedalaman anestesi merupakan suatu hal yang penting untuk keberhasilan selama
pergerakan insersi cLMA dimana jika kurang dalam sering membuat posisi mask yang
tidak sempurna Sebelum insersi, kondisi pasien harus sudah tidak berespon dengan
mandibula yang relaksasi dan tidak berespon terhadap tindakan jaw thrust. Tetapi, insersi
cLMA tidak membutuhkan pelumpuh otot. Hal lain yang dapat mengurangi tahanan yaitu
pemakaian pelumpuh otot. Meskipun pemakaian pelumpuh otot bukan standar praktek di
klinik, dan pemakaian pelumpuh otot akan mengurangi trauma oleh karena reflex proteksi
yang di tumpulkan, atau mungkin malah akan meningkatkan trauma yang berhubungan
dengan jalan nafas yang relax/menyempit jika manuver jaw thrust tidak dilakukan
Propofol merupakan agen induksi yang paling tepat karena propofol dapat menekan
refleks jalan nafas dan mampu melakukan insersi cLMA tanpa batuk atau terjadinya
gerakan. Introduksi LMA ke supraglotis dan inflasi the cuff akan menstimulasi dinding
pharing

akan

menyebabkan

peningkatan

tekanan

darah

dan

nadi.

ANESTESI UMUM DENGAN PEMASANGAN LMA PADA CARPAL TUNNEL SYNDROME DEXTRA

Perubahan

25

kardiovaskuler setelah insersi LMA dapat ditumpulkan dengan menggunakan dosis besar
propofol yang berpengaruh pada tonus simpatis jantung.
Jika propofol tidak tersedia, insersi dapat dilakukan setelah pemberian induksi
thiopental yang ditambahkan agen volatil untuk mendalamkan anestesi atau dengan
penambahan anestesi lokal bersifat topikal ke oropharing. Untuk memperbaiki insersi
mask, sebelum induksi dapat diberikan opioid beronset cepat ( seperti fentanyl atau
alfentanyl ). Jika diperlukan, cLMA dapat di insersi dibawah anestesi topikal. Insersi
dilakukan dengan posisi seperti akan dilakukan laryngoscopy (Sniffing Position ) dan akan
lebih mudah jika dilakukan jaw thrust oleh asisten selama dilakukan insersi. Cuff cLMA
harus secara penuh di deflasi dan permukaan posterior diberikan lubrikasi dengan lubrikasi
berbasis air sebelum dilakukan insersi.
Meskipun metode standar meliputi deflasi total cuff, beberapa klinisi lebih menyukai
insersi LMA dengan cuff setengah mengembang. Tekhnik ini akan menurunkan resiko
terjadinya nyeri tenggorokan dan perdarahan mukosa pharing. Dokter anestesi berdiri
dibelakang pasien yang berbaring supine dengan satu tangan men-stabilisasi kepala dan
leher pasien, sementara tangan yang lain memegang cLMA. Tindakan ini terbaik
dilakukan dengan cara menaruh tangan dibawah occiput pasien dan dilakukan ekstensi
ringan pada tulang belakang leher bagian atas. cLMA dipegang seperti memegang pensil
pada perbatasan mask dan tube. Rute insersi cLMA harus menyerupai rute masuknya
makanan. Selama insersi, cLMA dimajukan ke arah posterior sepanjang palatum durum
kemudian dilanjutkan mengikuti aspek posterior-superior dari jalan nafas. Saat cLMA
berhenti selama insersi, ujungnya telah mencapai cricopharyngeus ( sfingter esofagus
bagian atas ) dan harusnya sudah berada pada posisi yang tepat. Insersi harus dilakukan
dengan satu gerakan yang lembut untuk meyakinkan titik akhir teridentifikasi.

ANESTESI UMUM DENGAN PEMASANGAN LMA PADA CARPAL TUNNEL SYNDROME DEXTRA

26

Insersi LMA

Cuff harus diinflasi sebeum dilakukan koneksi dengan sirkuit pernafasan.Lima test
sederhana dapat dilakukan untuk meyakinkan ketepatan posisi cLMA:
1.
2.
3.
4.
5.

End point yang jelas dirasakan selama insersi.


Posisi cLMA menjadi naik keluar sedikit dari mulut saat cuff di inflasi.
Leher bagian depan tampak mengelembung sedikit selama cuff di inflasi.
Garis hitam di belakang cLMA tetap digaris tengah.
Cuff cLMA tidak tampak dimulut.
Jumlah udara yang direkomendasikan untuk inflasi cuff tergantung dari pembuat

LMA yang bervariasi sesuai dengan ukuran cLMA. Penting untuk dicatat bahwa volume
yang direkomendasikan adalah volume yang maksimum.Biasanya tidak lebih dari
setengah volume ini yang dibutuhkan. Volume ini dibutuhkan untuk mencapai sekat
bertekanan rendah dengan jalan nafas. Tekanan didalam cuff tidak boleh melebihi 60
cmH2O.

Inflasi

yang

berlebihan

akan

meningkatkan

resiko

komplikasi

pharyngolaryngeal, termasuk cedera syaraf ( glossopharyngeal, hypoglossal, lingual dan


laryngeal recuren ) dan biasanya menyebabkan obstruksi jalan nafas. Setelah cLMA di
insersikan, pergerakan kepala dan leher akan membuat perbedaan kecil terhadap posisi
cLMA dan dapat menyebabkan perubahan pada tekanan intra cuff dan sekat jalan nafas.
N2O jika digunakan akan berdifusi kedalam cuff cLMA sampai tekanan partial intracuff
sama dengan tekanan campuran gas anestesi. Hal ini akan menyebabkan peningkatan
tekanan didalam cuff pada 30 menit pertama sejak pemberian N2O. Tekanan cuff yang
berlebihan dapat dihindari dengan mem-palpasi secara intermiten pada pilot ballon.
Setelah insersi, patensi jalan nafas harus di test dengan cara mem-bagging dengan lembut.
Yang perlu diingat, cuff cLMA menghasilkan sekat bertekanan rendah sekitar laryng dan
ANESTESI UMUM DENGAN PEMASANGAN LMA PADA CARPAL TUNNEL SYNDROME DEXTRA

27

tekanan jalan nafas diatas sekat ini akan menyebabkan kebocoran gas anestesi dari jalan
nafas. Dengan lembut, ventilasi tangan akan menyebabkan naiknya dinding dada tanpa
adanya suara ribut pada jalan nafas atau kebocoran udara yang dapat terdengar. Saturasi
oksigen harus stabil. Jika kantung reservoir tidak terisi ulang kembali seperti normalnya,
ini mengindikasikan adanya kebocoran yang besar atau obstruksi jalan nafas yang partial,
jika kedua hal tadi terjadi maka cLMA harus dipindahkan dan di insersi ulang.
cLMA harus diamankan dengan pita perekat untuk mencegah terjadinya migrasi
keluar. Saat dihubungkan dengan sirkuit anestesi, yakinkan berat sirkuit tadi tidak menarik
cLMA yang dapat menyebabkan pergeseran. Sebelum LMA difiksasi dengan plaster,
sangat penting mengecek dengan capnograf, auskultasi, dan melihat gerakan udara bahwa
cuf telah pada posisi yang tepat dan tidak menimbulkan obstruksi dari kesalahan tempat
menurun pada epiglotis. Karena keterbatasan kemampuan LMA untuk menutupi laring dan
penggunaan elektif alat ini di kontraindikasikan dengan beberapa kondisi dengan
peningkatan resiko aspirasi. Pada pasien tanpa faktor predisposisi, resiko regurgitasi faring
rendah.
Maintenance ( Pemeliharaan )
Saat ventilasi kendali digunakan, puncak tekanan jalan nafas pada orang dewasa
sedang dan juga pada anak-anak biasanya tidak lebih dari 10 -14 cmH2O. Tekanan diatas
20 cmH2O harus dihindari karena tidak hanya menyebabkan kebocoran gas dari cLMA
tetapi juga melebihi tekanan sfingter esofagus. Pada tekanan jalan nafas yang rendah,
tekanan gas keluar lewat mulut, tetapi pada tekanan yang lebih tinggi, gas akan masuk ke
esofagus dan lambung yang akan meningkatkan resiko regurgitasi dan aspirasi.
Untuk anak kecil dan bayi, nafas spontan lewat cLMA untuk periode yang lama
kemungkinan tidak dianjurkan. cLMA meningkatkan resistensi jalan nafas dan akses ke
jalan nafas untuk membersihkan sekret, tidak sebaik lewat tube trakea. Untungnya
ventilasi kendali pada grup ini sering lebih mudah sebagaimana anak-anak secara umum
mempunyai paru-paru dengan compliance yang tinggi dan sekat jalan nafas dengan cLMA
secara umum sedikit lebih tinggi pada anak-anak dibandingkan pada orang dewasa.
Selama fase maintenance anestesi, cLMA biasanya menyediakan jalan nafas yang
bebas dan penyesuaian posisi jarang diperlukan. Biasanya pergeseran dapat terjadi jika
anestesi kurang dalam atau pasien bergerak. Kantung reservoir sirkuit anestesi harus
tampak dan di monitoring dengan alarm yang tepat harus digunakan selama tindakan
ANESTESI UMUM DENGAN PEMASANGAN LMA PADA CARPAL TUNNEL SYNDROME DEXTRA

28

anestesi untuk meyakinkan kejadian-kejadian ini terdeteksi. Jika posisi pasien butuh untuk
di ubah, akan bijaksana untuk melepas jalan nafas selama pergerakan. Saat pengembalian
posisi telah dilakukan, sambungkan kembali ke sirkuit anestesi dan periksa ulang jalan
nafas.
Tehnik Extubasi
Pada akhir pembedahan, cLMA tetap pada posisinya sampai pasien bangun dan
mampu untuk membuka mulut sesuai perintah, dimana reflex proteksi jalan nafas telah
normal pulih kembali. Melakukan penghisapan pada pahryng secara umum tidak
diperlukan dan malah dapat men-stimuli dan meningkatkan komplikasi jalan nafas seperti
laryngospasme.
Saat pasien dapat membuka mulut mereka, cLMA dapat ditarik. Kebanyakan sekresi
akan terjadi pada saat-saat ini dan adanya sekresi tambahan atau darah dapat dihisap saat
cLMA ditarik jikapasien tidak dapat menelan sekret tersebut. Beberapa kajian
menyebutkan tingkat komplikasi akan lebih tinggi jika cLMA ditarik saat sadar, dan
beberapa saat ditarik dalam. Jika cLMA ditarik dalam kondisi masih dalam,
perhatikan mengenai obstruksi jalan nafas dan hypoksia. Jika ditarik dalam keadaan sadar,
bersiap untuk batuk dan terjadinya laryngospasme.
Komplikasi Pemakaian LMA
cLMA tidak menyediakan perlindungan terhadap aspirasi paru karena regurgitasi isi
lambung dan juga tidak bijaksana untuk menggunakan cLMA pada pasien-pasien yang
punya resiko meningkatnya regurgitasi, seperti : pasien yang tidak puasa, emergensi, pada
hernia hiatus simtomatik atau refluks gastro-esofageal dan pada pasien obese.
Insidensi nyeri tenggorokan dengan menggunakan LMA sekitar 28 %13 dimana
insidensi ini mirip dengan kisaran yang pernah dilaporkan yaitu antara 21,4 % - 30 %
( Wakeling et al ), 28,5 % dan sampai 42 % Clasic LMA mempunyai insidensi kejadian
batuk dan komplikasi jalan nafas yang lebih kecil dibandingkan dengan ET.Namun clasic
LMA mempunyai kerugian. LMA jenis ini hanya menyediakan sekat tekanan rendah
( rata-rata 18 20 cmH2O ) sehingga jika dilakukan ventilasi kendali pada paru, akan
menimbulkan masalah. Peningkatan tekanan pada jalan nafas akan berhubungan dengan
meningkatnya kebocoran gas dan inflasi lambung. Lebih lanjut lagi, clasic LMA tidak
memberikan perlindungan pada kasus regurgitasi isi lambung. Proseal LMA berhubungan
ANESTESI UMUM DENGAN PEMASANGAN LMA PADA CARPAL TUNNEL SYNDROME DEXTRA

29

dengan kurangnya stimulasi respirasi dibandingkan ET selama situasi emergensi


pembiusan.
ProSeal LMA juga mempunyai keuntungan dibandingkan clasic LMA selama
ventilasi kendali ; sekat pada ProSeal LMA meningkat sampai dengan 50 % dibandingkan
clasic LMA sehingga memperbaiki ventilasi dengan mengurangi kebocoran dari jalan
nafas. Sebagai tambahan drain tube pada ProSeal LMA akan meminimalisir inflasi
lambung dan dapat menjadi rute untuk regurgitasi isi lambung jika hal ini terjadi.

BAB V
ANALISA KASUS
Pasien perempuan 45 tahun, dengan diagnosis tumor mammae sinistra dengan status
fisik menurut ASA, pasien ini termasuk ke dalam ASA IIkarena Body Mass Index pasien ini
memenuhi kriteria Overweight (BMI = 29 kg/m2) dan dengan riwayat kejang 1 tahun lalu.
ANESTESI UMUM DENGAN PEMASANGAN LMA PADA CARPAL TUNNEL SYNDROME DEXTRA

30

Pemilihan teknik anestesi umum dengan pemasangan LMA pada pasien ini dengan rencana
Release decompressi nervous medianus dextra. Alasan pemilihan teknik anestesi ini
berdasarkan indikasi sebagai berikut:
Durasi operasinya singkat dan factor resiko lebih rendah
Pada pemeriksaan fisik dan penunjang diketahui bahwa keadaan pasien cukup baik
Lambug dalam keadaan kosong
Tidak adanya manipulasi kepala
Posisi pasien terlentang
Pada pasien ini, urutan tindakan anestesi mulai preoperative, intra operatif dan post
operatif secara garis besar tidak jauh berdasarkan literatur
Pada pasien ini, obat-obatan yang dipilih adalah sebagai berikut:

Midazolam
Konsentrasi 5 mg/ml
Merupakan obat sedative, hipnotik, amnestik
Dosis : 0,02 0,07 mg/kgBB IV

Fentanyl, golongan obat opioid analgetik poten yang terutama bekerja sentral pada
sistem saraf pusat, sehingga mengakibatkan meningkatnya ambang batas nyeri,
mengurangi persepsi nyeri menghambat serabut saraf nyeri ascending, menyebabkan
depresi nafas dan sedasi. Onset 30 120 detik dengan durasi 30 60 menit.

Konsentrasi 50 mcg/ml. Dosis 1 2 mcg/kgBB IV


Propofol
Konsentrasi 10 mg/ml
Merupakan obat induksi sedative
Dosis : 2 2,5 mg/kgBB IV
Dosis pemeliharaan : 100 150 mcg/kgBB/menit

Metoclopramide (Perimperan)
sebagai anti emetic, suatu antagonis dopamin, Mekanisme yang pasti dari sifat
antiemetik metoklopramida tidak jelas, tapi mempengaruhi secara langsung CTZ
(Chemoreceptor Trigger Zone) medulla yaitu dengan menghambat reseptor dopamin
pada CTZ. Metoklopramida meningkatkan ambang rangsang CTZ dan menurunkan
sensitivitas saraf visceral yang membawa impuls saraf aferen dari gastrointestinal ke
pusat muntah pada formatio reticularis lateralis..
Ceftriaxon, antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga. Mempunyai spektrum
luas terhadap gram-negatif, gram positif, dan bakteri resisten. Waktu paruh eliminasi
8 jam.

ANESTESI UMUM DENGAN PEMASANGAN LMA PADA CARPAL TUNNEL SYNDROME DEXTRA

31

DAFTAR PUSTAKA
1. Baldini G, Butterworth JF, Carli F, et al. Spinal, Epidural, and Caudal Block.
Dalam :Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ, editor. Clinical Anesthesiology 5th
Edition. United States of America : Lange Medical Books/McGraw-Hill. 2013. Hal.
937-74.
2. Barash, Paul G., Bruce F. Cullen, Robert K. Stoelting, Mikhael K.Cahalanand, dan M.
Christine Stock. Clinical Anestesia Sixth Edition.Wolters Kluwer: Lippincott Williams
& Wilkins; 2009.
3. Finucane, T. Brendan. Complications of Regional Anesthesia Second Edition. New
York : Springer Science. 2007. Hal. 149.
ANESTESI UMUM DENGAN PEMASANGAN LMA PADA CARPAL TUNNEL SYNDROME DEXTRA

32

4. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Buku Petunjuk Praktis Anestesiologi Jilid II.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2001. Hal 112-16
5. Syarif A, Sunaryo. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2009. Hal 206 & 271.
6. Hadzic A. Textbook of Regional Anesthesia and Acute Pain Management. United
States of America : Mc Graw Hill. 2007. Hal. 245
7. Anonim. (2008). MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Edisi 8. Jakarta: PT. Info
Master.
8. Sukmono RB. Anestesia Regional. Dalam : Soenarto RF, Chandra S. Buku Ajar
Anestesiologi. Jakarta : Departemen Anestesiologi dan Intensive Care Fakultas
Kedokteran Universitas Kedokteran. 2012. Hal 451-67

ANESTESI UMUM DENGAN PEMASANGAN LMA PADA CARPAL TUNNEL SYNDROME DEXTRA

33

Anda mungkin juga menyukai