id
U N I V E R S I T A S
Utama
Psikologi Pelayanan Penyintas Bencana
Lanskap
Penilaian Kognitif akibat Terorisme dan
Cinta Tanah Air: Melawan Stres?
PTSD; Calon Kriteria baru PTSD
Humaniora
Jangan Depresi karena Berat Badan
Makna Sebuah
Ujian
Wawancara Eksklusif dengan
Prof. Dr. Komaruddin Hidayat
Ragam Sorot
Psikologi
Psikologi Kewirausahaan, Psikologi
Bencana, Psikologi Sosial
Psikologi Agama, Psikologi Komunikasi,
Psikologi Biologi, Psikosinema
Cerpen
Melawan Dunia Saat Terjatuh dan
Menantang Hari Tuk kembali Berdiri
Tips
Jangan Biarkan Kecemasan
Mengendalikan Hidup Anda
UMB
24
021-333 80 800
Jam
ISSN_2085-5486
Fotografi
Alamku
Vol1 No2 Maret 2010
UNIVERSITAS
MERCU
BUANA
FAKULTAS
PSIKOLOGI
FAKULTAS
(S1)
PSIKOLOGI
(S1)
STAF PENGAJAR
Staf pengajar berlatar belakang
STAF
PENGAJAR
pendidikan
S2 dan S3
dari lulusan dalam negeri dan luar negeri,
Staf pengajar berlatar
antarabelakang
lain :
pendidikan S2 dan S3
dari lulusan
dalam
negeri
dan
luar
negeri,
Prof. Dr. M. Enoch Markum, M.Si
antara SU
lain :
Prof. Dr. Agus Djoko Santoso,
Dr. A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, M.Si
Prof.
M. Enoch
Markum,
M.Si
Dr. Dr.
Syahrial
Syarbaini,
M.Si
Prof. Dr. Agus
Djoko
Santoso,
Dr. dr.
Airiza
Ahmad SU
Dr. A.A. Anwar
Prabu
Mangkunegara,
M.Si
Erna
Multahada,
SHI, M.Si
Dr.
Syahrial
Syarbaini,
M.Si
Filino
Firmansyah,
M.Psi
Dr. Susanti,
dr. AirizaM.Psi
Ahmad
Ika
Erna Multahada,
M.Si
Lidianti,SHI,
M.Psi
FilinoR.
Firmansyah,
M.Psi
Dra. Nunnie
Widagdo, MM
Ika Susanti,
M.Psi
Ir. Purwanto
SK, M.Si
Lidianti,
M.Psi
Rah Madya Handaya,
M.Psi
Dra. Tjiptorini,
Nunnie R. MBA,
Widagdo,
Sitawaty
M.PsiMM
Ir.Sulistiyono,
Purwanto SK,
M.Si
Drs. S.S.
M.Si
Rah
Madya
Handaya,
M.Psi
Dra. Tika Bisono, M.Si
Sitawaty
Tjiptorini,
MBA,
M.Psi
Zakiyatul
Fitri,
M.Psi
Drs.Sri
S.S.
Sulistiyono,
M.Si
Wulandari,
S.Psi
Dra. Tika
M.Si
danBisono,
lain lain
Zakiyatul Fitri, M.Psi
Sri Wulandari, S.Psi
dan lain lain
FASILITAS
LEMBAGA PSIKOLOGI TERAPAN
FASILITAS
Untuk pengabdian masyarakat maka disediakan
LEMBAGA PSIKOLOGI TERAPAN
Untuk menunjang
proses
belajar
-Laboratorium
Psikologi
Industri
danmengajar
Organisasimaka disediakan
fasilitas Laboratorium sebagai berikut:
-Laboratorium Usia Sekolah dan Remaja
-Laboratorium
Klinis
Dewasa
dan Anak-Anak
-Laboratorium
Psikologi
Industri
dan Organisasi
- dan
lain - lain Usia Sekolah dan Remaja
-Laboratorium
http://fpsi.mercubuana.ac.id
BIAYA STUDI :
ORGANISASI
a. Biaya Fasilitas : Rp. 3.000.000,-
Rp. 200.000,Penasihat
Akademik
c. Uang Paket Buku (hanya 1 kali bayar) :
Prof. Dr.
Enoch Markum, M.Si.
Rp.M.
300.000,-
Wakil
Dekan
Biaya
Fasilitas diatas untuk yang mendaftar dan
membayar di
Gelombang
I, untuk Gelombang II
Sri Wulandari,
S.Psi.,
Psikolog
Rp.1.000.000,Ketua
Program Studi S1
Semua Biaya Studi di atas dapat diangsur sesuai
Sitawaty
Tjiptorini, M.B.A., M.Psi., Psikolog
kemampuan
di UMB
Koordinator
Laboratorium Psikologi
Fasilitas bisa diangsur selama 1 semester
(TesBiaya
Psikologis
dan Asesmen)
BPP Pokok dan SKS bisa diangsur 6 kali dalam 1
Dra. semester
Nunnie Retna Widagdo, M.M., Psikolog
a+b+c+d)
minimal Rp. 1.000.000,yang
Koordinator
Laboratorium
Jasa Bisnis
dan
dibayarkan 14 hari setelah dinyatakan lulus seleksi
Psikologi
Industri
Dr. A. A. Anwar Prabu Mangkunegara, M.Si.
25
26
Redaksi
Sekilas MerPsy:
MerPsy, ber-ISSN 2085-5486,
merupakan akronim dari Mercu Buanas
Psychology, sebuah majalah psikologi
populer yang diterbitkan oleh Fakultas
Psikologi Universitas Mercu Buana,
Jakarta, yang bertujuan menyajikan
pemberitaan beserta pengkajian dalam
kemasan populer terhadap dinamika
psikologis kehidupan manusia Indonesia.
Eksplisitasi kata Psychology dalam
nama majalah ini menjadi corak khas
yang belum banyak ditawarkan oleh
kebanyakan majalah yang lain, yakni
pemaknaan psikologis terhadap segala
peristiwa kehidupan kita. Pembaca
yang ingin mengkontribusikan tulisan
orisinalnya, bertanya, mengkritik,
berkonsultasi, dan memasang advertensi/
advertorial dipersilakan menghubungi
Redaksi MerPsy melalui nomor telepon/
fax/alamat surat elektronik sebagaimana
tercantum di bawah ini.
Alamat Redaksi:
Fakultas Psikologi, Universitas Mercu Buana
Kampus Menara Bhakti
Jl. Meruya Selatan, Kembangan, Jakarta Barat
DKI Jakarta
Email: redaksi@merpsy.com
Web-1: http://www.merpsy.com
Web-2: http://fpsi.mercubuana.ac.id
Telp: (021) 5840816, (021) 58903455
Fax: (021) 5861906
editorial
editorial
menyikapinya?
Tuhan menuliskan surat
cinta kepada hamba-Nya
bahwa bagi mereka yang
mendapatkan
pemahaman
atas ilmu dari firman-Nya,
akan mendapatkan kekuatan
dan kesembuhan jiwa. Hal
ini berlaku tak terkecuali
bagi para korban penderita
trauma
pasca
bencana
yang mengalami berbagai
reaksi-reaksi ketakutan dan
kesedihan. Tuhan melalui Kitab
Suci menenangkan jiwa dan
hati manusia, menghibur akal
pikiran manusia, merupakan
kabar gembira yang janji ujianNya paling pasti bagi manusia.
Manusia
harus
tetap
berprasangka baik terhadap
diri sendiri dan kepada
Tuhannya.
Pemahaman
tentang tujuan awal dan
kesudahan atas segala kejadian
dan peristiwa bencana yang
ada di dalam bumi dan dalam
diri manusia itu sendiri adalah
suatu perumpamaan yang
menjelaskan bahwa Tuhan
Maha Berkuasa menciptakan
dan menghancurkan serta
menciptakan kembali suatu
bentuk
permulaan
dari
kematian atau kehancurannya.
Simulasi
kematian
pada
dasarnya kita lakukan setap
hari, karena kita tidur pada
malam
hari
(kematian
sementara) dan bangun pada
Redaksi
daftar isi
Sajian
72
1 Susunan redaksi
2 Editorial
5 Psikologi Pelayanan
Penyintas Bencana
38 LANSKAP
38 Kognitif dan Cinta Tanah
Air
46 PTSD
56 PSIKOLOGI BENCANA
64 PSIKOLOGI Sosial
72 Refleksi Agama :
Renungan
78
133 179
116 PSIKOLOGI
KEWIRAUSAHAAN:
REFLEKSI
121 PSIKOLOGI
KEWIRAUSAHAAN:
KONSULTASI
137 PSIKOSINEMA
156 CERPEN
167 Tips
78 PSIKOLOGI AGAMA
93 PSIKOLOGI AGAMA:
175 Make Up
KONSULTASI
102 Humaniora
110 PSIKOLOGI
PERKEMBANGAN:
KONSULTASI
177 Fotografi
179 tokoh
Wawancara Eksklusif dengan
Prof. Dr. Komaruddin Hidayat
UTama
Psikologi Pelayanan
Penyintas Bencana
Juneman, S.Psi.
Pengantar
Indonesia merupakan negeri yang rawan mengalami bencana, baik bencana alam maupun bencana konflik
sosial. Indonesia rawan mengalami
bencana alam, oleh karena: (1)
Pertama, secara geologis, Indonesia
terletak pada pertemuan antara tiga
lempeng tektonis dan jalur gunung
api lingkar pasifik serta lintas Asia;
disamping itu, Indonesia juga bercurah
hujan cukup tinggi, antara 1.0004.000 milimeter per tahun (Roestam
Sjarief, dalam Suara Merdeka,
2007). Menurut Sjarief, 83% wilayah
Indonesia rawan bencana alam, dan
98% dari 220 juta warga Indonesia
tidak siap menghadapi ancaman
bencana. Contoh bencana dalam
kategori penyebab ini adalah: tsunami
Aceh dan Pangandaran-Yogyakarta;
UTama
UTama
UTama
UTama
UTama
Prinsip-Prinsip
Pelayanan
Psikologis Kepada Penyintas
Bencana
1. Koordinasi, fokus sumberdaya,
dan integrasi layanan.
Program pelayanan kesehatan
jiwa dan kesejahteraan psikososial
kepada penyintas bencana yang
efektif mensyaratkan koordinasi
antarsektor diantara pelakupelaku yang beragam. Semua
partisipan respons kemanusiaan
memiliki tanggungjawab untuk
melindungi dan mempromosikan
kesehatan jiwa dan kesejahteraan
psikososial
para
penyintas.
Koordinasi layanan kesehatan
jiwa
dan
kesejahteraan
psikososial
harus
mencakup
segi-segi kesehatan, pendidikan,
perlindungan dan layanan sosial,
serta representasi dari komunitas
yang
terimbas.
Koordinasi
layanan kesehatan jiwa dan
kesejahteraan psikososial ini juga
harus melibatkan sektor pangan,
keamanan, tenda (shelter), serta
10
UTama
11
UTama
sternal.
Kurangi perbedaan-perbedaan kekuatan diantara anggota-anggota
kelompok koordinasi, serta fasilitasi partisipasi dari kelompokkelompok yang tidak terwakilkan
atau kurang memiliki kekuatan/
power (misalnya, dengan menggunakan bahasa-bahasa lokal
serta mempertimbangkan struktur dan lokasi pertemuan). Kenali
dan selalu sadari bahwa dalam
setiap bencana, di samping terdapat kerugian (misalnya, tergerogotinya mekanisme dukungan/
bantuan yang bersifat tradisional
yang dimiliki sebelumnya oleh
masyarakat serta tergerogotinya
struktur-struktur komunitas), ada
pula populasi yang diuntungkan,
entah karena kepentingan politik,
bisnis bantuan, perbuatan koruptif, dan sebagainya.
2. Hindari ego disiplin ilmu.
Dalam pelayanan psikologis kepada penyintas bencana, kita harus
menghindari pandangan bahwa
profesi dari disiplin ilmu tertentu
lebih otoritatif, lebih berwenang,
lebih sahih daripada yang lain.
Profesi atau relawan dari disiplin
ilmu di luar psikologi dan psikiatri merupakan sumberdaya yang
harus disambut dan dioptimalkan
perannya, seperti dari disiplindisiplin ilmu pendidikan, sosiologi, kesejahteraan sosial (social
12
UTama
Dalam sebuah buku yang disunting oleh J. Worell dan N.G. Johnson (1997) dan diterbitkan oleh
American Psychological Association (APA), Shaping the future of
feminist psychology: Education,
research, and practice, praktik
psikologis telah didefinisikan secara luas dengan mencakup kegiatan-kegiatan yang berhubungan
dengan semua wilayah terapan
psikologi, seperti: clinical practice
and supervision, pedagogy, research, scholarly writing, administration, leadership, social policy,
and any of the other activities in
which psychologists may engage.
3.
Pertimbangan
nuansa
permasalahan, populasi rentan,
dan bentuk layanan.
Permasalahan kesehatan jiwa dan
psikososial dalam bencana sangat
terkait erat, meskipun dapat saja
ada nuansa-nuansa beban utama
faktual, yang bersifat psikologis
atau sosial, seperti hal-hal berikut
ini (diperlukan Diagnostik):
Permasalahan yang sudah
ada sebelum terjadi bencana:
Permasalahan psikologis
yang telah ada, misalnya:
gangguan jiwa yang berat,
penyalahgunaan alkohol.
Permasalahan
sosial
yang telah ada, misalnya:
kemiskinan,
kelompok
Vol1 No2 Maret 2010
13
UTama
terdiskriminasi
atau
termarginalkan,
opresi
politis.
Permasalahan
yang
merupakan imbasan dari
bencana:
Permasalahan psikologis
yang merupakan imbasan
bencana,
misalnya:
duka cita, distress nonpatologis; depresi dan
gangguan
kecemasan,
termasuk gangguan stres
pasca-trauma (PTSD).
Permasalahan sosial yang
merupakan
imbasan
bencana,
misalnya:
keterpisahan dari keluarga;
terganggunya
jejaring
sosial; rusaknya strukturstruktur
komunitas,
sumberdaya-sumberdaya
dan kepercayaan (trust);
meningkatnya kekerasan
berbasiskan jender.
Permasalahan
yang
merupakan imbasan dari
pemberian bantuan:
Permasalahan psikologis
yang merupakan imbasan
pemberian
bantuan,
misalnya:
kecemasan
karena
kekurangan
informasi
mengenai
distribusi pangan;
Permasalahan sosial yang
merupakan
imbasan
pemberian
bantuan,
misalnya: tergerogotinya
14
mekanisme
dukungan/
bantuan
yang bersifat
tradisional
yang
dimiliki
sebelumnya
oleh masyarakat serta
tergerogotinya strukturstruktur komunitas.
Dengan demikian, permasalahan
kesehatan jiwa dan psikososial
dalam
bencana
meliputi
jauh
daripada
sekadar
pengalaman gangguan stres
pasca-trauma
(PTSD)
yang
sering
didengung-dengungkan.
Dalam situasi bencana, tidak
setiap orang memiliki atau pun
mengembangkan permasalahan
psikologis yang berarti. Banyak
orang menunjukkan ketangguhan
(resiliensi), yang merupakan
kemampuan untuk menghadapi
atau menanggulangi situasisituasi kemalangan secara relatif
baik. Terdapat sejumlah faktor
sosial, psikologis, dan biologis
yang saling berinteraksi serta
memengaruhi apakah seseorang
mengembangkan permasalahan
psikologis ataukah menunjukkan
daya tahan dan ketangguhan
dalam menghadapi kemalangan.
Bergantung pada konteks bencana,
kelompok atau orang tertentu
memiliki kerentanan risiko yang
meningkat untuk mengalami
permasalahan sosial dan/atau
psikologis. Meskipun banyak
UTama
15
UTama
16
UTama
Praktik-Praktik
Pelayanan
Psikologis Kepada Penyintas
Bencana
mendefinisikan apakah kesejahteraan (well-being) dan distress itu bagi mereka, apakah
problem-problem, sumberdayasumberdaya dan solusi-solusi
potensial yang terdapat di lingkungan terjadinya bencana.
Asesmen berfokus pada identifikasi prioritas tindakan, bukan
sekadar pengumpulan dan pelaporan data atau informasi.
Asesmen hendaknya menghindari penggunaan istilah-istilah
yang dalam konteks kultur lokal
dapat memengaruhi stigmatisasi.
Prinsip-prinsip etis: privasi, konfidensialitas dan kepentingan
terbaik dari orang-orang yang
diwawancarai harus dihormati.
Sejalan dengan prinsip tidak
membahayakan/merugikan,
perhatian harus diberikan untuk menghindarkan harapanharapan yang tidak realistis yang
berkembang selama asesmen
(misalnya, para penyintas yang
diwawancarai hendaknya mengerti bahwa asesor mungkin
tidak kembali apabila mereka
tidak menerima dana yang pernah dijanjikan oleh pihak-pihak
tertentu kepada mereka).
Asesmen hendaknya cukup cepat
untuk diperoleh hasilnya dalam
rangka digunakan secara efektif
dalam perencanaan program kedaruratan. Proses asesmen terdiri atas dua fase yang dinamis:
Vol1 No2 Maret 2010
17
UTama
UTama
19
UTama
cara
yang
menghormati
konfidensialitas,
martabat
dan integritas, dan yang
menghindari distres lebih jauh.
Pemajangan/pemertontonan
publik mengenai wajah-wajah
para
penyintas,
sekalipun
untuk
mengomunikasikan
informasi mengenai upayaupaya kemanusiaan, dapat
bersifat
menghina
atau
merendahkan. Hindari gambargambar dan citra-citra yang
mempertontonkan penderitaan
yang berat dan nyata, atau yang
memperkuat rasa pengkorbanan
(sense of victimization) terhadap
para penyintas.
Kenali kebutuhan akan sistem
rujukan perlindungan hukum
bagi orang-orang yang ditemui
dalam layanan Kesehatan Jiwa
dan Kesejahteraan Psikososial.
Sebagai
contoh,
penyintas
UTama
perbedaan-perbedaan
sosiokultural,
seperti
misalnya
antara populasi perkotaan dan
pedesaan dan antar kelompokkelompok etnis.
Terdapat
prinsip-prinsip
yang
hendaknya
diikuti
dalam pengelolaan pekerja
kemanusiaan.
Tujuan
dari
rekrutmen
adalah
untuk
memperoleh orang yang tepat
(staf dan sukarelawan) pada
tempat yang tepat pada saat
yang tepat. Pada kebanyakan
situasi darurat, hal ini merupakan
tantangan yang hebat, dan
kompetisi untuk memperoleh
staf lokal merupakan hal yang
biasa.
Tunjuk personil-personil yang
mengetahui dan bertanggung
jawab untuk menyelenggarakan
rekrutmen. Personil tersebut
hendaknya mengerti persyaratan
minimum
kesehatan
dan
kesehatan jiwa bagi penugasan
berisiko tinggi dan berstres
tinggi (berdasarkan pengalaman
organisasi sendiri dan agen-agen
serupa).
Cegah atau kurangi kabur/
mengalir keluarnya tenaga ahli
(brain drain) dari organisasi lokal
sampai dengan internasional.
Pelaku-pelaku
kemanusiaan
internasional
hendaknya
(a)
berkolaborasi
dengan
pelaku-pelaku
lokal
untuk
menyelenggarakan tugas-tugas
Vol1 No2 Maret 2010
21
UTama
peredaan/penenangan
yang
esensial, mengurangi kebutuhan
untuk mempekerjakan jumlah
yang besar dari staf organisasi
internasional;
serta
(b)
menghindari untuk menawarkan
gaji yang sangat besar yang
membuat staf lokal meninggalkan
organisasi-organisasi yang telah
bekerja di wilayah tersebut.
Ketika mempekerjakan para
profesional, periksa kualifikasi
formal
(bukti
kelengkapan
pelatihan profesional, bukti
keanggotaan
organisasi
profesional).
Apabila waktu memungkinkan,
periksa rekam jejak kriminal.
Pertimbangkan hal-hal sebagai
berikut: (1) Dalam situasi-situasi
represi politis, orang-orang
mungkin memiliki rekam jejak
bahwa dirinya telah ditahan tanpa
melakukan kejahatan apapun;
(2) Jangan mempekerjakan
orang-orang yang memiliki
sejarah
melakukan
jenis
kekerasan apapun. Perkecualian
dengan sengaja dapat diberikan
dalam kasus mantan pejuang/
tentara, dengan tujuan untuk
mempromosikan
reintegrasi
mereka kedalam masyarakat.
Secara berhati-hati, evaluasi
penawaran bantuan dari para
profesional kesehatan jiwa asing
individual (non-afiliasi). Para
pekerja kesehatan jiwa asing
yang memiliki niat yang baik
22
UTama
23
UTama
Implementasikan
kebijakan
layanan staf organisasi, termasuk penyediaan relaksasi dan
penyembuhan (R & R = rest and
recuperation).
Latih sejumlah staf dalam menyediakan dukungan sejawat, termasuk manajemen stres umum
dan pertolongan pertama yang
bersifat psikologis (PFA = psychological first aid) dasar.
Jamin back-up spesialis dan senantiasa siap sedia bagi keluhankeluhan psikiatris yang bersifat
mendesak dalam staf (misalnya,
perasaan-perasaan bunuh diri,
psikosis, depresi berat dan reaksi-reaksi kecemasan akut yang
memengaruhi fungsi sehari-hari,
kehilangan kontrol emosional
yang signifikan, dan sebagainya).
Pertimbangkan pengaruh dari
stigma terhadap kemauan staf
untuk mengakses bantuan kesehatan jiwa serta sesuaikan dukungan back-up seturut dengan
hal tersebut (misalnya, staf internasional mungkin takut bahwa
mereka akan dikirim pulang ke
negara mereka apabila mereka
mencari bantuan).
Dalam komunitas cenderung ada
banyak sub-sub kelompok yang
berbeda-beda
kebutuhannya
dan sering saling bersaing untuk
memengaruhi dan memperoleh kekuasaan. Agar komunitas
dapat berperanserta sungguhsungguh, diperlukan pemaha-
UTama
satu yang diwawancarai mengatakan: Kami tidak pernah memiliki ketua disini. Sebagian besar
orang yang ada adalah saudara.
Kalau ada yang mempunyai masalah, para tetangga datang menolong. Tapi sekarang beberapa
orang bertindak seolah mereka
adalah pemimpin, untuk menegosiasikan donasi. Para saudara
ini tidak lagi saling menolong.
Contoh di atas menunjukkan
efek merusak bila peran serta
komunitas dalam tingkat tinggi
dipermudah oleh adanya agensi
atau badan yang datang dengan
membawa agenda tawaran
bantuan sendiri, namun agensi
itu tidak mempunyai ikatan
kuat atau pemahaman tentang
komunitas tersebut. Oleh karena
itu penting untuk menciptakan
kondisi
dimana
komunitas
Vol1 No2 Maret 2010
25
UTama
mengorganisasi
tindakan
bantuan sendiri, ketimbang
mendorong komunitas mengikuti
agenda dari luar.
Pendekatan bantu-diri (self-help)
menjadi pendekatan penting
dalam situasi bencana karena
dengan mengendalikan sendiri
berbagai aspek kehidupannya,
maka kesehatan jiwa dan
kesejahteraan
psikososial
penyintas akan terpacu.
Stres kolektif yang dialami
penyintas bencana seringkali
dapat
dikurangi
dengan
melakukan kegiatan budaya,
spiritual dan keagamaan yang
tepat. Kematian atau upacara
penguburan dapat mengurangi
stress
dan
membebaskan
kesedihan dan rasa duka. Di
beberapa tempat, upacara
kebersihan dan penyembuhan
dapat membantu pemulihan
dan reintegrasi. Bagi masyarakat
yang amat religius, keyakinan
atau kegiatan seperti berdoa
membantu
dan
memberi
makna akan situasi yang sulit.
Memahami dan memberdayakan
atau
membantu
kegiatan
penyembuhan
secara
budaya dapat meningkatkan
kesejahteraan psikososial bagi
banyak penyintas. Mengabaikan
kegiatan penyembuhan semacam
itu dapat memperpanjang stres
dan mungkin merugikan bila
menepiskan cara pengatasan
26
UTama
27
UTama
UTama
29
UTama
30
UTama
31
UTama
berbasis keyakinan.
Perlu dicatat bahwa praktek
penyembuhan
tradisional
kadang bersifat merugikan.
Misalnya, memberikan informasi
salah,
melakukan
metode
penyiksaan, perpanjangan masa
puasa, perpanjangan penahanan
fisik, atau ritual pembersihan
secara sosial dimana para tukang
magis dienyahkan dari komunitas
itu. Selain itu, beberapa ritual
berbiaya amat mahal dan
dulu beberapa penyembuh
memanfaatkan situasi darurat
untuk mengubah keyakinan
pasien dan mengeksploitasi
populasi rentan. Tantangan yang
dihadapi dalam kasus semacam
ini adalah mendapatkan cara
efektif dan konstruktif mengatasi
praktek-praktek
merugikan,
selama cara ini dapat diwujudkan
dalam situasi darurat. Sebelum
membantu atau bekerjasama
dengan praktek penyucian atau
penyembuhan tradisional, lebih
dulu perlu ditentukan obat apa
yang digunakan dalam praktekpraktek itu dan apakah obat itu
menguntungkan atau merugikan
atau justru tidak berefek apaapa.
Beberapa
penyembuh
tradisional mungkin mencoba
membuat jarak secara fisik dan
simbolik dengan praktisi medis,
dan
mungkin
menghindari
kerjasama. Pada saat yang sama,
UTama
33
UTama
UTama
35
UTama
36
UTama
Penutup
Demikian telah penulis diskusikan prinsip-prinsip dan praktik-praktik layanan psikologis kepada para penyintas
bencana. Penulis berharap, seluruh
bahasan di atas berguna bagi segenap
pemangku kepentingan (stakeholders)
terkait bencana.
Jikalau benar bahwa kita mencintai
dan menyayangi bangsa kita sendiri,
maka kita tidak akan melupakan atau
sengaja mengabaikan pelayanan optimal terhadap dimensi psikologis kawan-kawan kita sebangsa yang tengah
berjuang sebagai penyintas-penyintas
bencana. Psikologi Bencana? Ayo
dong, ah!
37
PSIKOLOGI SOSIAL
Pengantar
eringkali
kita
mendengar
atau pun menghadapi sendiri
bahwa orang yang didiagnosis
mengalami gangguan stres pascatraumatis
(Posttraumatic
Stress
Disorder/PTSD)
memerlihatkan
simtom/gejala otomatis. Gejala (semi) otomatis PTSD, menurut Carvajal
(2006), merupakan struktur kualitatif
dari PTSD, yang mencakup otomatisitas
64
PSIKOLOGI SOSIAL
65
PSIKOLOGI SOSIAL
PSIKOLOGI SOSIAL
memodifikasi
proses awal tentang apakah
tersebut begitu sekali pengaruh-pengaruh nonberlangsung.
sadar eksis. Misalnya,
riset-riset laboratorium
Para penunggang kuda telah
menunjukkan
dari Bargh ini terkadang bahwa stimulus priming
berjalan
bersamaan, dapat
memprovokasi
namun kadang tidak. secara paralel berbagai
Misalnya, Fiske dan Neu- respons-respons
berg (1990) menunjuk- otomatis segera dalam
kan bahwa stereotip persepsi, dalam motivasi,
diakses secara tidak in- dan
sebagainya.
tensional, namun peng- Namun, dalam setting
gunaan stereotip untuk dunia
nyata
yang
menyokong sebuah pe- kaya stimulus yang
nilaian (judgment) ter- tak memiliki batasan
kait dengan sejumlah (unconstrained), orang
derajat kontrol tertentu. dibombardir
dengan
Karenanya, otomatisi- ribuan stimuli semacam
tas merupakan suatu itu setiap hari, dari iklan
konsep yang bertingkat sampai
aitem-aitem
(graded) dan bervariasi. dalam jendela-jendela
Ada otomatisitas pra- toko.
Pertanyaannya,
sadardengan ukuran Manakah yang akan
psikometrik antara lain menjadi
pengaruhlexical decision dan at- pengaruh
non-sadar,
titude priming, pasca- dan mana yang tidak?
sadarukuran antara Selanjutnya,
riset
lain response time la- juga ingin menjawab
tencies in surveys dan pertanyaan bagaimana
implicit association test, berbagai
jenis
dan bergantung-tujuan) otomatisitas
saling
(Burdein, Lodge, & Ta- berinteraksi.
ber, 2006; Moskowitz,
2005).
Pendekatan Kognitif
mengonseptualisasikan
respons-respons
otomatis
dengan
lebih
hemat/efisien
(parsimoniously) sebagai
stimuli yang diproses
pada sejumlah rate
konstan pada saat yang
sama dengan informasi
yang disimpan dalam
hard drive mental,
menyerupai
kerja
sebuah modem (Tate,
2000). Dengan analogi
modem, ketika orang
belajar informasi baru
(misalnya, mengendarai
mobil), informasi ini
memiliki ukuran file
tertentu yang sudah
tetap.
Ketika
seseorang
pertama
memelajari
informasi ini, waktu
yang dibutuhkan 10
jam (36.000 detik) guna
memproses
semua
informasi pada rate
pemrosesan
konstan
56 kbps. Sesuai dengan
teori kognitif yang lain,
informasi yang diproses
ini dapat meninggalkan
jejas memori (yakni
sejumlah
informasi
dan Sosiokognitif
Arah riset otomatisitas Dengan model komputer disimpan dalam hard
mutakhir
bergerak tentang
penjelasan drive mental). Jadi,
melampaui pertanyaan psikologis, orang dapat pada waktu berikutnya
Vol1 No2 Maret 2010
67
PSIKOLOGI SOSIAL
file
mengendaraimobil dibuka, waktu
yang dibutuhkan untuk
memproses informasi
tersebut lebih sedikit,
karena sejumlah hal
darinya telah berada
pada hard drive mental.
Di samping itu, seseorang
dapat mem-bookmark
file mengendarai-mobil
(yakni,
menyimpan
mayoritas
informasi
dalam
hard
drive
mental),
sehingga
file tersebut berjalan
(loads) sangat cepat
(karena membutuhkan
lebih sedikit informasi
eksternal dibandingkan
sebelumnya).
Jadi,
otomatisitas merupakan
jumlah data dalam
hard drive mental serta
waktu
pemrosesan
yang diambil untuk
mengintegrasikan
informasi tambahan
bilamana
diperlukan
untuk
melengkapi
sejumlah fungsi tertentu.
Kritiknya,
model
komputer
menitikberatkan
kognisi dingin (cold
cognition) yang banyak
bersifat skematis-rutin.
Lalu, bagaimana dengan
otomatisitas
terkait
68
PSIKOLOGI SOSIAL
Pendekatan Humanistik
69
PSIKOLOGI SOSIAL
Pendekatan Biologis
PSIKOLOGI SOSIAL
nyak jenis perilaku. Studi tunggal tidaklah memadai, melainkan harus diperlengkapi bukti lain yang
mendukung yang menggunakan teknik lain. Kedua,
bentuk-bentuk perilaku dan kognisi yang bahkan
nampaknya sederhana bergantung pada jejaring
struktur otak yang berinterrelasi. Tidak ada organ
politis tunggal di otak, dan harus dilakukan komputasi integral. Signifikansi jejaring ini diperkuat lagi
dalam riset termutakhir dari Chong dan Mattingley
(2009) yang menunjukkan bahwa mirror neuron
systemjejaring dari wilayah parieto-promotor
yang menyokong fenomena sosiokognitif kompleks
(observational learning, theory of mind, sosialisasi,
dan evolusi bahasa manusia)bertanggungjawab
Kritik
terhadap bagi otomatisitas.
pendekatan
biologis
adalah bahwa seringkali
data
tidak
tepat
ditafsirkan. Lieberman,
Schreiber, dan Ochsner
(2003) menyontohkan:
Peneliti mengidentifikasi
basis neural dari sikapsikap politis dan menemukan amigdala teraktivasi ketika partisipan
mengekspresikan sikap
Gambar 2. Citra fMRI dari otomatisitas dan
pemulihan kontrol eksekutif
tersebut. Apabila peneliti menyimpulkan bahwa
amigdala
merupakan
pusat dari sikap politis
di otak, maka konklusi
ini keliru. Alasannya: Pertama, riset neurosains
kognitif telah menunjukkan bahwa setiap struktur otak (amigdala, dan
sebagainya) dapat saja
berpartisipasi dalam baVol1 No2 Maret 2010
71