Anda di halaman 1dari 30

BAB I

IMUNISASI
1.1 Definisi
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara
aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa,
tidak terjadi penyakit. Dilihat dari cara timbulnya maka terdapat dua jenis kekebalan,
yaitu kekebalan pasif dan kekebalan aktif. Kekebalan pasif adalah kekebalan yang
diperoleh dari luar tubuh, bukan dibuat oleh tubuh itu sendiri. Contohnya adalah
kekebalan pada janin yang diperoleh dari ibu atau kekebalan yang diperoleh setelah
pemberian suntikan immunoglobulin. Kekebalan pasif tidak berlangsung lama karena
akan dimetabolisme oleh tubuh. Waktu paruh IgG 28 hari, sedangkan waktu paruh
immunoglobulin lainnya lebih pendek. Kekebalan aktif adalah kekebalan yang dibuat
oleh tubuh sendiri akibat terpajan pada antigen seperti pada imunisasi, atau terpajan
secara alamiah. Kekebalan aktif berlangsung lebih lama daripada kekebalan pasif
karena adanya memori imunologik.

Gambar 1. Jadwal Imunisasi

Gambar 2. Keterangan Jadwal Imunisasi


1.2 Tujuan imunisasi
Tujuan imunisasi untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang,
dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau
bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia.
1.3 Prosedur imunisasi
Prosedur imunisasi dimulai dari menyiapkan dan membawa vaksin,
mempersiapkan anak dan orangtua, teknik penyuntikan yang aman, pencatatan,
pembuangan limbah, sampai pada teknik penyimpanan dan penggunaan sisa vaksin
dengan benar. Penjelasan kepada orang tua serta pengasuhnya sebelum dan setelah
imunisasi perlu dipelajari pula. Pengetahuan tentang kualitas vaksin yang masih boleh
diberikan pada bayi atau anak perlu mendapat perhatian. Ukuran jarum, lokasi
suntikan, cara mengurangi ketakutan dan rasa nyeri pada anak juga perlu diketahui.
Imunisasi perlu dicatat dengan lengkap, termasuk keluhan kejadian ikutan pasca
imunisasi.

1.4 Penyimpanan
Vaksin yang disimpan dan diangkut secara tidak benar akan kehilangan
potensinya. Aturan umum untuk sebagian besar vaksin, bahwa vaksin harus
didinginkan pada temperature 2-80 C dan tidak membeku. Secara umum ada 2 jenis
vaksin yaitu vaksin hidup (polio oral, BCG, campak, MMR, varisella dan demam
kuning) dan vaksi mati atau inaktif (DPT,Hib, pneimokokus, Typhoid, influenza, polio
inaktif, meningokokus).
Secara umum semua vaksin sebaiknya disimpan pada suhu +2 s/d +8 0C vaksin
hidup akan cepat mati, vaksin polio hanya bertahan 2 hari, vaksin BCG dan campak
yang belum dilarutkan mati dalam 7 hari. Vaksin hidup potensinya masih tetap baik
pada suhu kurang dari 20 C s/d beku. Vaksin polio oral yang belum dibuka lebih
bertahan lama (2tahun) bila disimpan pada suhu -25 0 C s/d -150 C, namun hanya
bertahan 6 bulan pada suhu +20 C s/d +80 C. vaksin BCG dan campak berbeda,
walaupun disimpan pada suhu -250 C s/d -150 C, umur vaksin tidak lebih lama dari
suhu +20 C s/d +80 C, yaitu BCG tetap 1 tahun dan campak tetap 2 tahun. Oleh karena
itu vaksin BCG dan campak yang belum dilarutkan tidak perlu disimpan di -25 0 C s/d
-150 C atau di dalam freezer.
Vaksin inaktif (mati) sebaiknya disimpan dalam suhu +20 C s/d +80 C juga,
pada suhu dibawah +20 C (beku) vaksin mati akan cepat rusak. Bila beku dalam suhu
-0,50 C vaksin hepatitis B dan DPT-Hepatitis B (kombo) akan rusak dalam jam,
tetapi dalam suhu diatas 80 C vaksin Hepatitis B bias bertahan sampai 30 hari, DPTHepatitis B kombinasi sampai 14 hari. Dibekukan dalam suhu -5 0 C s/d -100 C vaksin
DPT, DT dan TT akan rusak dalam 1,5 s/d 2 jam, tetapi bias bertahan sampai 14 hari
dalam suhu diatas 80 C.
1.5 Teknik dan ukuran jarum
Pada tiap suntikan harus digunakan tabung suntikan dan jarum baru, sekali
pakai dan steril. Sebaiknya tidak digunakan botol vaksin yang multidosis, karena
resiko infeksi. Apabila memakai botol multidosis maka jarum suntik yang telah
digunakan menyuntik tidak boleh dipakai lagi mengambil vaksin.

Standar jarum suntik ialah ukuran 23 dengan panjang 25 mm, tetapi ada
perkecualian lain dalam beberapa hal seperti berikut :
-

Pada bayi-bayi kurang bulan, umur dua bulan atau yang lebih muda dan bayibayi kecil lainnya, dapat pula dipakai jarum ukuran 26 dengan panjang 16
mm.

Untuk suntikan subkutan pada lengan atas, dipakai jarum ukuran 25 dengan
panjang 16mm, untuk bayi-bayi kecil dipakai jarum ukuran 27 dengan panjang
12 mm.

Untuk suntikan intramuscular pada oaring dewasa yang sangat gemuk (obese)
diapakai jarum ukuran 23 dengan panjang 38 mm.

Untuk suntikan untradermal pada vaksinasi BCG dipakai jarum ukuran 25-27
dengan panjang 10 mm.

1.6 Arah sudut jarum pada suntikan Intramuscular


Jarum suntik harus disuntikkan dengan sudut 45 0 sampai 600 ke dalam otot
vastus lateralis atau otot deltoid. Untuk otot vastus lateralis, jarum harus diarahkan ke
arah lutut dan untuk deltoid jarum harus diarahkan ke pundak. Kerusakan saraf dan
pembuluh vascular dapat terjadi apabila suntikan diarahkan pada sudut 900.
1.7 Tempat suntikan yang dianjurkan
Paha anterolateral adalah bagian tubuh yang dianjurkan untuk vaksinasi pada
bayi-bayi dan anak-anak umur dibawah 12 bulan. Region deltoid adalah alternative
untuk vaksinasi pada anak-anak yang lebih besar (mereka yang dapat berjalan) dan
orang dewasa.
Sejak akhir 1980, WHO telah memberi rekomendasi bahwa daerah
anterolateral paha adalah bagian yang dianjurkan untuk vaksinasi bayi-bayi dan tidak
pada pantat (daerah gluteus) untuk menghindari resiko kerusakan saraf iskhiadika
(nervus ischiadicus).
Resiko kerusakan saraf ischiadika akibat suntikan di daerah gluteus lebih
banyak dijumpai pada bayi karena variasi posisi saraf tersebut, masa otot lebih tebal,

sehingga pada vaksinasi dengan suntikan intramuscular di daerah gluteal dengan tidak
disengaja menghasilkan suntikan subkutan dengan reaksi local yang lebih berat.
Vaksinasi hepatitis B dan rabies bila disuntikkan di daerah gluteal kurang
imunogenik; hal ini berlaku untuk semua umur. Sedangkan untuk vaksin BCG, harus
disuntik pada kulit diatas insersi otot deltoid (lengan atas), sebab suntikan-suntikan
diatas puncak pundak memeberi resiko terjadinya keloid.
1.8 Posisi anak dan lokasi suntikan
Alasan memilih otot vastus lateralis pada bayi dan anak umur di bawahh 12
bulan adalah:
-

Menghindari resiko kerusakan saraf ischiadika pada suntikan daerah gluteal.

Daerah deltoid pada bayi dianggap tidak cukup tebal untuk menyerap suntikan
secara adekuat.

Sifat imunogenesitas vaksin hepatitis B dan rabies berkurang bila disuntikkan


di daerah gluteal.

Menghindari resiko reaksi local dan terbentuk pembengkakan ditempat


suntikan yang menahun.

Menghindari lapisan lemak subkutan yang tebal pada paha bagian anterior.

Vastus lateralis, posisi anak dan lokasi suntikan


Vastus lateralis adalah otot bayi yang tebal dan besar, yang mengisi bagian
anterolateral paha. Vaksin harus disuntikkan ke dalam batas antara sepertiga otot
bagian atas dan tengah yang merupakan bagian yang paling tebal dan padat. Jarum
harus membuat sudut 450-600 terhadap permukaan kulit, dengan jarum kearah lutut,
maka jarum tersebut harus menembus kulit selebar ujung jari diatas (kearah
proksiimal) batas hubungan bagian atas dan sepertiga tengah otot.

Gambar 3. Diagram Lokasi Suntikan Yang Dianjurkan pada otot paha.

Gambar 4. Potongan Lintang Paha : Menunjukkan Bagian Yang Disuntik


Lokasi suntikan pada vastus lateralis
-

Letakkan bayi di atas tempat tidur atau meja, bayi ditidurkan terlentang.

Tungkai bawah sedikit di tekuk dengan fleksi pada lutut.

Cari trochanter mayor femur dan condylus lateralis dengan cara palpasi, tarik
garis yang menghubungkan kedua tempat tersebut. Tempat suntikan vaksin
ialah batas sepertiga bagian atas dan tengah pada garis tersebut (bila tungkai
bawah sedikit menekuk, maka lekukan yang dibuat oleh tractus iliotibialis
menyebabkan garis bagian distal lebih jelas)

Supaya vaksin yang disuntikkan masuk ke dalam otot pada batas antara
sepertiga bagian atas dan tengah, jarumditusukkan satu jari diatas batas
tersebut.

Deltoid, posisi anak dan lokasi suntikan


-

Posisi seorang anak yang paling nyaman untuk suntikkan di daerah deltoid
ialah duduk diatas pangkuan ibu atau pengasuhnya.

Lengan yang akan disuntik dipegang menempel pada tubuh bayi,sementara


lengan lainnya diletakkan di belaknag tubuh orang tua atau pengasuh.

Lokasi deltoid yang benar adalah penting supaya vaksinasi berlangsung aman
dan berhasil.

Posisi yang salah akan menghasilkan suntikan subkutan yang tidak benar dan
meningkatkan resiko penetrasi saraf.
Untuk mendapatkan lokasi deltoid yang baik, membuka lengan atas dari

pundak ke siku. Lokasi yang paling baik adalah pada tengah otot, yaitu separuh antara
akromion dan insersi pada tengah humerus. Jarum suntik ditusukkan membuat sudut
450-600 mengarah pada akromion. Bila bagian bawah deltoid yang disuntik, ada resiko
trauma saraf radialis karena saraf tersebut melingkar dan muncul dari otot trisep.
Perhatian untuk suntikan subkutan
-

Arah jarum 450 terhadap kulit.

Cubit tebal untuk suntikan subkutan

Aspirasi spuit sebelum vaksin disuntikkan.

Untuk suntikan multipel diberikan pada bagian ekstrimitas berbeda.

Gambar 5. Lokasi Penyuntikan Subkutan Pada Bayi (a) dan Anak Besar (b)
Perhatian untuk penyuntikan intramuscular
-

Pakai jarum yang cukup panjang untuk mencapai otot.

Suntik dengan arah jarum 450 600 , lakukan dengan cepat.

Tekan kulit sekitar tempat suntikan dengan ibu jari dan telunjuk saat jaruum
ditusukkan.

Aspirasi spuit sebelum vaksin disuntikkan, untuk meyakinkan tidak masuk


dalam vena. Apabila terdapat darah buang dan ulangi dengan suntikan baru.

Untuk suntikan multipel diberikan pada bagian ekstremitas berbeda.

Gambar 6. Lokasi Penyuntikan intramuscular Pada Bayi (a) dan Anak Besar (b)

1.9 Pemberian dua atau lebih vaksin pada hari yang sama
Pemberian vaksin-vaksin yang berbeda pada umur yang sesuai, boelh
diberikan pada hari yang sama. Vaksin inactivated dan vaksin virus hidup, khususnya
vaksin yang dianjurkan dalam jadwal imunisasi, pada umumnya dapat diberikan pada
lokasi yang berbeda saat hari kunjungan yang sama. Misalnya pada kesempatan yang
sama dapat diberikan vaksin-vaksin DPT, Hib, hepatitis B, dan polio.
Lebih dari satu macam vaksin virus hidup dapat diberikan pada hari yang
sama, tetapi apabila hanya satu macam yang diberikan, vaksin virus hidup yang kedua
tidak boleh diberikan kurang dari 2 minggu dari vaksin yang pertama, sebab respons
terhadap vaksin yang kedua mungkin telah banyak berkurang. Vaksin-vaksin yang
berbeda tidak boleh dicampur dalam satu spuit. Vaksin-vaksin yang berbeda
yangdiberikan pada seseorang pada hari yang sama harus disuntikkan pada lokasi
yang berbeda dengan menggunakan spuit yang berbeda.

BAB II
IMUNISASI WAJIB (PPI)
Imunisasi yang diwajibkan meliputi BCG, polio, hepatitis B, DTP dan
campak.
2.1. BCG
Bacille Calmete-Guerin adalah vaksin hidup yang dibuat dari Mycobacterium
Bovis yang dibiak berulang selama 1-3 tahun sehingga didapatkan basil yang tidak
virulen teatapi masih mempunyai imunogenitas. Vaksinasi BCG menimbulkan
sensitivitas terhadap tuberculin.
Imunisasi BCG diberikan pada umur sebelum 3 bulan. Namun untuk mencapai
cakupan yang lebih luas, Departemen Kesehatan menganjutkan pemberian imunisasi
BCG pada umur antara 0-12 bulan.
Dosis 0,05 ml untuk bayi kurang dari 1 tahun dan 0,1 ml untuk anak (>1
tahun). Vaksin BCG diberikan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas pada
insersio M.Deltoideus sesuai anjuran WHO, tidak ditempat lain (bokong, paha) .
Vaksin BCG tidak dapat mencegah infeksi tuberculosis, namun dapat
mencegah komplikasinya. Apabila BCG diberikan pada umur lebih dari 3 bulan,
sebaiknya dilakukan uji tuberculin terlebih dahulu. Vaksin BCG diberikan apabila uji
tuberculin negatif..
Efek proteksi timbul 8-12 minggu setelah penyuntikan. Berhubungan dengan
beberapa factor yaitu mutu vaksin yang dipakai, lingkungan dengan Mycobacterium
atipik atau factor pejamu (umur, keadaan gizi dan lain-lain)

10

Vaksin BCG tidak boleh terkena sinar matahari, harus disimpan pada suhu 280C, tidak boleh beku. Vaksin yang telah dienccerkan harus dipergunakan dalam
waktu 8 jam.
2.1.1 Kejadian ikutan pasca imunisasi vaksinasi BCG
Penyuntikan BCG intradermal akan menimbulkan ulkus local yang superficial
3 minggu setelah penyuntikan. Ulkus tertutup krusta, akan sembuh dalam 2-3 bulan,
dan meninggalkan parut bulat dengan diameter 4-8 mm, apabila dosis terlalu tinggi
maka ulkus yang timbul lebih besar, namun apabila penyuntikan terlalu dalam maka
parut yang terjadi tertarik ke dalam.
1. Limfadenitis
Limfadenitis supuratif di aksila atau di leher kadang-kadang dijumpai setelah
penyuntikan BCG. Limfadenitis akan sembuh sendiri, jadi tidak perlu diobati. Apabila
limfadenitis melekat pada kulit atau timbul fistula maka dapat dibersihkan (drainage)
dan diberikan obat anti tuberculosis oral. Pemberian obat anti tuberculosis sistemik
tidak efektif.
2. BCG-itis diseminasi
Jarang terjadi, seringkali berhubungan dengan imunodefisiensi berat.
Komplikasi lainnya adalah eritema nodosum, iritis, lupus vulgaris dan osteomielitis.
Komplikasi ini harus diobati dengan kombinasi obat anti tuberculosis.
2.1.2 Kontra indikasi BCG
-

Reaksi uji tuberculin >5 mm.

Menderita

infeksi

HIV

atau

dengan

resiko

tinggi

infeksi

HIV,

imunokompromais akibat penggunaan kortikosteroid, obat imunosupresif,


mendapat pengobatan radiasi, penyakit keganasan yang mengenai sumsum
tulang atau system limfe.
-

Menderita gizi buruk.

Menderita demam tinggi.

Menderita infeksi kulit yang luas.

11

Pernah sakit tuberculosis.

Kehamilan.

2.1.3 Rekomendasi
-

BCG diberikan pada bayi < 2bulan.

Pada bayi yang kontak erat dengan penderita TB denagn BTA +3 sebaiknya
diberikan INH profilaksis dulu, apabila pasien kontak sudah tenang bayi dapat
diberi BCG.

2.2. Hepatitis B
Vaksin hepatitis B (hep B) harus segera diberikan setelah lahir, mengingat
vaksinasi hepB merupakan upaya pencegahan yang sangat efektif untuk memutuskan
rantai penularan melalui transmisi maternal dari ibu kepada bayinya.
Vaksin diberikan secara intramuscular dalam. Pada neonatus dan bayi
diberikan di anterolateral paha, sedangkan pada anak besar dan dewasa, diberikan di
region deltoid
2.2.1 Imunisasi aktif
-

Imunisasi hepB-1 diberikan sedini mungkin (dalam waktu 12 jam) setelah


lahir.

Imunisasi hepB-2 diberikan setelah 1 bulan (4 minggu) dari imunisasi hepB-1


yaitu saat bayi berumur 1 bulan. Untuk mendapat respon imun optimal,
interval imunisasi hepB-2 dengan hepB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan.
Maka imunisasi hepB-3 diberikan pada umur 3-6 bulan.

Bila sesudah dosis pertama, imunisasi terputus, segera berikan imunisasi


kedua. Sedangkan imunisasi ketiga diberikan dengan jarak terpendek 2 bukan
dari imunisasi kedua.

Bila dosis ketiga terlambat, diberikan segera setelah memungkinkan.

Bayi lahir dari ibu dengan Hbs-Ag yang tidak diketahui, hepB-1 harus
diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan dilanjutkan pada umur 1 bulan

12

dan 3-6 bulan. Apabila semula status Hbs-Ag ibu tidak diketahui dan ternyata
dalam perjalanan selanjutnya diketahui ibu dengan Hbs-Ag positif, maka
ditambahkan hepatitis B immunoglobulin (HBIg) 0,5 ml sebelum bayi
berumur 7 hari.
-

Bayi lahir dari ibu dengan Hbs-Ag positif, diberikan vaksin hepB-1 dan HBIg
0,5 ml secara bersamaan dalam waktu 12 jam setelah lahir.

Anak dari ibu pengidap hepatitis B, yang telah memperoleh imunisasi dasar 3x
pada masa bayi, maka pada saat usia 5 tahun tidak perlu imunisasi ulang
(booster). Hanya dilakukan pemeriksaan kadar anti HBs

Apabila sampai dengan usia 5 tahun anak belum pernah memperoleh


imunisasi hepatitis B, maka secepatnya diberikan imunisasi Hep B dengan
jadwal 3x pemberian (catch up vaccination).
Catch up vaccination merupakan upaya imunisasi pada anak atau remaja yang
belum pernah di imunisasi atau terlambat > 1 bulan dari jadwal yang
seharusnya. Khusus pada imunisasi hepatitis B, imunisasi catch up ini
diberikan dengan interval minimal 4 minggu antara dosis pertama dan kedua,
sedangkan interval antara dosis kedua dan ketiga minimal 8 minggu atau 16
minggu sesudah dosis pertama.

Ulangan imunisasi (hepB-4) dapat dipertimbangkan pada umur 10-12 tahun,


apabila kadar pencegahan belum tercapai (anti Hbs< 10g/ml).

2.2.2 Imunisasi pasif


Hepatitis B immune globulin (HBIg) dalam waktu singkat akan memeberikan
proteksi meskipun hanya untuk jangka pendek (3-6 bulan).
HBIg hanya diberikan pada kondisi pasca paparan. Sebaiknya HBIg diberikan
bersama vaksin VHB sehingga proteksinya berlangsung lama. Pada needle stick
injury maka diberikan HBIg 0,06 ml/kg maksimum 5 ml dalam 48 jam pertama
setelah kontak. Pada penularan dengan cara kontak seksual HBIg diberikan 0,06
ml/kg maksimum 5 ml dalam waktu <14 hari sesudah kontak terakhir.

13

2.2.3 Efek samping


Umumnya berupa reaksi local yang ringan dan bersigat sementara. Kadangkadang dapat menimbulkan demam ringan untuk 1-2 hari.
2.2.4 Kontra indikasi
Tidak ada kontra ondikasi yang absolute.
2.3. DTwP (whole-cell pertussis) dan DTap (acelluler pertussis)
Imunisasi DTP primer diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan (DTP tidak boleh
diberikan sebelum umur 6 minggu) dengan interval 4-8 minggu. Interval terbaik
diberikan 8 minggu, jadi DTP-1 diberikan pada umur 2 bulan, DTP-2 pada umur 4
bulan dan DTP-3 padaumur 6 bulan. Ulangan booster DTP selanjutnya diberikan satu
tahun setelah DTP-3 yaitu pada umur 18-24 bulan dan DTP-5 pada saat masuk
sekolah umur 5 tahun.
Pada booster umur 5 tahun harus tetap diberikan vaksin dengan komponen
pertusis (sebaiknya diberikan DTaP untuk mengurangi demam pasca imunisasi)
mengingat kejadian pertusis pada dewasa muda meningkat akibat ambang proteksi
telah sangat rendah sehingga dapat menjadi sumber penularan pada bayi dan anak.
DT-5 diberikan pada kegiatan imunisasi

di sekolah dasar. Ulangan DT-6

diberikan pada 12 tahun, mengingat masih dijumpai kasus difteria pada umur lebih
dari 10 tahun.
Dosis DTwP atau DTaP atau DT adalah 0,5 ml, intramuscular, baik untuk
imunisasi dasar maupun ulangan.
Jadwal untuk imunisasi rutin pada anak, dianjurkan pemberian 5 dosis pada
usia 2,4,6,15-18 bulan dan usia 5 tahun atau saat masuk sekolah. Dosis ke 4 harus
diberikan sekurang-kurangnya 6 bulan setelah dosis ke 3. kombinasi toksoid difteria
dan tetanus(DT) yang mengandung 10-12 Lf dapat diberikan pada anak yang
memiliki kontra indikasi terhadap pemberian yang pertusis.

14

2.3.1 Kejadian ikutan pasca imunisasi DTP


-

Reaksi local kemerahan, bengkak dan nyeri pada lokasi injeksi terjadi pada
separuh penerima DTP.

Proporsi Demam ringan dengan reaksi local sama dan diantaranya dapat
mengalami hiperpireksia.

Anak gelisah dan menangis terus menerus selama beberapa jam paska
suntikan (inconsolable crying).

Dari suatu penelitian ditemukan adanya kejang demam sesudah vaksinasi yang
dihubungkan dengan demam yang terjadi.

Kejadian ikutan yang paling serius adalah terjadinya ensefalopati akut atau
reaksi anafilaksis dan terbukti disebabkan oleh pemberian vaksin pertusis.

2.3.2 Kontra indikasi


Saat ini didapatkan dua hal yang diyakini sebagai kontra indikasi mutlak
terhadap pemberian vaksin pertusis baik whole cell maupun acelular. Yaitu :
-

anafilaksis pada pemberian vaksin sebelumnya.

Ensefalopati sesudah pemberian vaksin pertusis sebelumnya.

Keadaan lain dapat dinyatakan sebagai perhatian khusus (precaution).


Misalnya pemberian vaksin pertusis berikutnya bila pada pemberian pertama
dijumpai riwayat hiperpireksia, keadaan hipotonik-hiporesponsif dalam 48
jam, anak menangis terus menerus selama 3 jam dan riwayat kejang dalam 3
hari sesudah imunisasi DTP
Riwayat kejang dalam keluarga dan kejang yang tidak berhubungan dengan

pemberian vaksin sebelumnya, kejadian ikutan paska imunisasi atau alergi terhadap
vaksin bukanlah suatu indikasi kontra terhadap pemberian vaksin DTaP. Walaupun
demikian keputusan untuk pemberian vaksin pertusis harus dipertimbangkan secara
individual dengan memperhitungkan keuntungan dan resiko pemberiannya.
2.3.3 Vaksin pertusis a-seluler
Vaksin pertusis aseluler adalah vaksin pertusis yang berisi komponen spesifik
toksin dari Bordetellapertusis yang dipilih sebagai dasar yang berguna dalam

15

patogenesis pertusis dan perannya dalam memicu antibody yang berguna untuk
pencegahan terhadap pertusis secara klinis.
2.4. POLIO
Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang
disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan
poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut, mengifeksi saluran usus. Virus ini
dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan
melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralisis).

Gambar 7. Anak dengan Polio


Poliovirus adalah virus RNA kecil yang terdiri atas tiga strain berbeda dan
amat menular. Virus akan menyerang sistem saraf dan kelumpuhan dapat terjadi
dalam hitungan jam. Polio menyerang tanpa mengenal usia, lima puluh persen kasus
terjadi pada anak berusia antara 3 hingga 5 tahun. Masa inkubasi polio dari gejala
pertama berkisar dari 3 hingga 35 hari.
Anak-anak kecil yang terkena polio seringkali hanya mengalami gejala ringan
dan menjadi kebal terhadap polio. Karenanya, penduduk di daerah yang memiliki
sanitasi baik justru menjadi lebih rentan terhadap polio karena tidak menderita polio
ketika masih kecil. Vaksinasi pada saat balita akan sangat membantu pencegahan

16

polio di masa depan karena polio menjadi lebih berbahaya jika diderita oleh orang
dewasa. Orang yang telah menderita polio bukan tidak mungkin akan mengalami
gejala tambahan di masa depan seperti layu otot; gejala ini disebut sindrom postpolio.
Jenis polio:

1. Polio non-paralisis
2. Polio paralisis spinal
3. Polio bulbar

2.4.1 Imunisasi Polio


Vaksin efektif pertama dikembangkan oleh Jonas Salk. Salk menolak untuk
mematenkan vaksin ini karena menurutnya vaksin ini milik semua orang seperti
halnya sinar matahari. Namun vaksin yang digunakan untuk inokulasi masal adalah
vaksin yang dikembangkan oleh Albert Sabin. Inokulasi pencegahan polio anak
untuk pertama kalinya diselenggarakan di Pittsburgh, Pennsylvania pada 23
Februari 1954. Polio hilang di Amerika pada tahun 1979.
Belum ada pengobatan efektif untuk membasmi polio. Penyakit yang dapat
menyebabkan kelumpuhan ini, disebabkan virus poliomyelitis yang sangat menular.
Penularannya bias lewat makanan/minuman yang tercemar virus polio. Bisa juga
lewat percikan ludah/air liur penderita polio yang masuk ke mulut orang sehat.
Imunisasi polio memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit poliomielitis. Polio
bisa menyebabkan nyeri otot dan kelumpuhan pada salah satu maupun kedua
lengan/tungkai. Polio juga bisa menyebabkan kelumpuhan pada otot-otot pernafasan
dan otot untuk menelan. Polio bisa menyebabkan kematian.
Terdapat 2 macam vaksin polio:
- IPV (Inactivated Polio Vaccine, Vaksin Salk), mengandung virus polio yang telah
dimatikan dan diberikan melalui suntikan.
- OPV (Oral Polio Vaccine, Vaksin Sabin), mengandung vaksin hidup yang telah
dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan.

17

Bentuk trivalen (TOPV) efektif melawan semua bentuk polio, bentuk


monovalen (MOPV) efektif melawan 1 jenis polio.Imunisasi dasar polio diberikan 4
kali (polio I,II, III, dan IV) dengan interval tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi
polio ulangan diberikan 1 tahun setelah imunisasi polio IV, kemudian pada saat masuk
SD (5-6 tahun) dan pada saat meninggalkan SD (12 tahun).
Di Indonesia umumnya diberikan vaksin Sabin. Vaksin ini diberikan sebanyak
2 tetes (0,1 mL) langsung ke mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang
berisi air gula. Dosis pertama dan kedua diperlukan untuk menimbulkan respon
kekebalan primer, sedangkan dosis ketiga dan keempat diperlukan untuk
meningkatkan kekuatan antibody sampai pada tingkat yang tertinggi. Kepada orang
yang pernah mengalami reaksi alergi hebat (anafilaktik) setelah pemberian IPV,
streptomisin, polimiksin B atau neomisin, tidak boleh diberikan IPV. Sebaiknya
diberikan OPV. Kepada penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita
AIDS, infeksi HIV, leukemia, kanker, limfoma), dianjurkan untuk diberikan IPV. IPV
juga diberikan kepada orang yang sedang menjalani terapi penyinaran, terapi kanker,
kortikosteroid atau obat imunosupresan lainnya. IPV bisa diberikan kepada anak yang
menderita diare.
Jika anak sedang menderita penyakit ringan atau berat, sebaiknya pelaksanaan
imunisasi ditunda sampai mereka benar-benar pulih. IPV bisa menyebabkan nyeri dan
kemerahan pada tempat penyuntikan, yang biasanya berlangsung hanya selama
beberapa hari. Masa inkubasi virus antara 6-10 hari. Setelah demam 2-5 hari,
umumnya akan mengalami kelumpuhan mendadak pada salah satu anggota gerak.
Namun tak semua orang yang terkena virus polio akan mengalami kelumpuhan,
tergantung keganasan virus polio yang menyerang dan daya tahan tubuh si anak.
Imunisasi polio akan memberikan kekebalan terhadap serangan virus polio.
2.4.2 Usia Pemberian:
Saat lahir (0 bulan), dan berikutnya di usia 2, 4, 6 bulan. Dilanjutkan pada usia
18 bulan dan 5 tahun. Kecuali saat lahir, pemberian vaksin polio selalu dibarengi
dengan vaksin DTP.

18

2.4.3 Cara Pemberian:


Bisa lewat suntikan (Inactivated Poliomyelitis Vaccine/IPV), atau lewat mulut
(Oral Poliomyelitis Vaccine/OPV). Di tanah air, yang digunakan adalah OPV.
2.4.4 Efek Samping:
Hampir tak ada. Hanya sebagian kecil saja yang mengalami pusing, diare
ringan, dan sakit otot. Kasusnya pun sangat jarang. Dapat mungkin terjadi berupa
kelumpuhan dan kejang-kejang.
2.4.5 Tingkat Kekebalan:
Dapat mencekal hingga 90%.
2.4.6 Indikasi Kontra:
Tak dapat diberikan pada anak yang menderita penyakit akut atau demam
tinggi (di atas 380C); muntah atau diare; penyakit kanker atau keganasan; HIV/AIDS;
sedang menjalani pengobatan steroid dan pengobatan radiasi umum; serta anak
dengan mekanisme kekebalan terganggu.
2.5. CAMPAK (MORBILLI)
Penyakit Campak (Rubeola, Campak 9 hari, measles) adalah suatu infeksi
virus yang sangat menular, yang ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis
(peradangan selaput ikat mata/konjungtiva) dan ruam kulit. Penyakit ini disebabkan
karena infeksi virus campak golongan Paramyxovirus.

Gambar 8. Anak dengan Campak

19

Sebelum vaksinasi campak digunakan secara meluas, wabah campak terjadi


setiap 2-3 tahun, terutama pada anak-anak usia pra-sekolah dan anak-anak SD. Jika
seseorang pernah menderita campak, maka seumur hidupnya dia akan kebal terhadap
penyakit ini. Tidak ada pengobatan khusus untuk campak. Anak sebaiknya menjalani
tirah baring. Untuk menurunkan demam, diberikan asetaminofen atau ibuprofen. Jika
terjadi infeksi bakteri, diberikan antibiotik. Vaksin campak merupakan bagian dari
imunisasi rutin pada anak-anak. Vaksin biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi
dengan gondongan dan campak Jerman (vaksin MMR/mumps, measles, rubella),
disuntikkan pada otot paha atau lengan atas. Jika hanya mengandung campak, vaksin
diberikan pada umur 9 bulan.
Dalam bentuk MMR, dosis pertama diberikan pada usia 12-15 bulan, dosis
kedua diberikan pada usia 4-6 tahun. selain itu penderita juga harus disarankan untuk
istirahat minimal 10 hari dan makan makanan yang bergizi agar kekebalan tubuh
meningkat.
2.5.1 Imunisasi Campak
Sebenarnya, bayi sudah mendapat kekebalan campak dari ibunya. Namun
seiring bertambahnya usia, antibodi dari ibunya semakin menurun sehingga butuh
antibody tambahan lewat pemberian vaksin campak. Apalagi penyakit campak mudah
menular, dan mereka yang daya tahan tubuhnya lemah gampang sekali terserang
penyakit yang disebabkan virus Morbili ini. Untungnya, campak hanya diderita sekali
seumur hidup. Jadi, sekali terkena campak, setelah itu biasanya tak akan terkena lagi.
Imunisasi campak efektif untuk memberi kekebalan terhadap penyakit campak sampai
seumur hidup.
Penyakit campak yang disebabkan oleh virus yang ganas ini dapat dicegah jika
seseorang mendapatkan imunisasi campak, minimal dua kali yakni semasa usia 6 59
bulan dan masa SD (6 12 tahun).
Upaya imunisasi campak tambahan yang dilakukan bersama dengan imunisasi rutin
terbukti dapat menurunkan kematian karena penyakit campak sampai 48%.Tanpa
imunisasi, penyakit ini dapat menyerang setiap anak, dan mampu menyebabkan cacat
dan kematian karena komplikasinya seperti radang paru (pneumonia); diare, radang

20

telinga (otitis media) dan radang otak (ensefalitis) terutama pada anak dengan gizi
buruk.
Penularan campak terjadi lewat udara atau butiran halus air ludah (droplet)
penderita yang terhirup melalui hidung atau mulut. Pada masa inkubasi yang
berlangsung sekitar 10-12 hari, gejalanya sulit dideteksi. Setelah itu barulah muncul
gejala flu (batuk, pilek, demam), mata kemerah-merahan dan berair, si kecil pun
merasa silau saat melihat cahaya. Kemudian, di sebelah dalam mulut muncul bintikbintik putih yang akan bertahan 3-4 hari. Beberapa anak juga mengalami diare. Satudua hari kemudian timbul demam tinggi yang turun naik, berkisar 38-40,5C. Seiring
dengan itu, barulah keluar bercak-bercak merah yang merupakan ciri khas penyakit
ini. Ukurannya tidak terlalu besar, tapi juga tak terlalu kecil. Awalnya hanya muncul
di beberapa bagian tubuh saja seperti kuping, leher, dada, muka, tangan dan kaki.
Dalam waktu 1 minggu, bercakbercak merah ini akan memenuhi seluruh tubuh.
Namun bila daya tahan tubuhnya baik, bercak-bercak merah ini hanya di beberapa
bagian tubuh saja dan tidak banyak.
Jika bercak merah sudah keluar, umumnya demam akan turun dengan
sendirinya. Bercak merah pun akan berubah jadi kehitaman dan bersisik, disebut
hiperpigmentasi. Pada akhirnya bercak akan mengelupas atau rontok atau sembuh
dengan sendirinya. Umumnya, dibutuhkan waktu hingga 2 minggu sampai anak
sembuh benar dari sisa-sisa campak. Dalam kondisi ini, tetaplah meminum obat yang
sudah diberikan dokter. Jaga stamina dan konsumsi makanan bergizi. Pengobatannya
bersifat simptomatis, yaitu mengobati berdasarkan gejala yang muncul. Hingga saat
ini, belum ditemukan obat yang efektif mengatasi virus campak. Jika tak ditangani
dengan baik campak bisa sangat berbahaya. Bisa terjadi komplikasi, terutama pada
campak yang berat. Ciri-ciri campak berat, selain bercaknya di sekujur tubuh,
gejalanya tidak membaik setelah diobati 1-2 hari. Komplikasi yang terjadi biasanya
berupa radang paru-paru (broncho pneumonia) dan radang otak (ensefalitis).
Komplikasi inilah yang umumnya paling sering menimbulkan kematian pada anak.

21

2.5.2 Deskripsi
Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Setiap dosis
(0,5ml) mengandung tidak kurang dari 1000 infective unit virus strain CAM 70, dan
tidak lebih dari 100 mcg residu kanamycin dan 30 mcg residu erythromycin. Vaksin
ini berbentuk vaksin beku kering yang harus dilarutkan hanya dengan pelarut steril
yang tersedia secara terpisah untuk tujuan tersebut. Vaksin ini telah memenuhi
persyaratan WHO untuk vaksin campak.
2.5.3 Indikasi
Untuk Imunisasi aktif terhadap penyakit campak.
2.5.4 Komposisi
Tiap dosis vaksin yang sudah dilarutkan mengandung : Virus Campak >=
1.000 CCID50, Kanamycin sulfat <= 100 mcg, Erithromycin <= 30 mcg
2.5.5 Dosis dan Cara Pemberian
Imunisasi campak terdiri dari dosis 0,5 ml yang disuntikkan secara
SUBKUTAN, lebih baik pada lengan atas. Pada setiap penyuntikan harus
menggunakan jarum dan syringe yang steril. Vaksin yang telah dilarutkan hanya dapat
digunakan pada hari itu juga (maksimum untuk 8 jam) dan itupun berlaku hanya jika
vaksin selama waktu tersebut disimpan pada suhu 2-8C serta terlindung dari sinar
matahari. Pelarut harus disimpan pada suhu sejuk sebelum digunakan.
Satu dosis vaksin campak cukup untuk membentuk kekebalan terhadap
infeksi.Di negara-negara dengan angka kejadian dan kematian karena penyakit
campak tinggi pada tahun pertama setelah kelahiran, maka dianjurkan imunisasi
terhadap campak dilakukan sedini mungkin setelah usia 9 bulan (270 hari). Di negaranegara yang kasus campaknya sedikit, maka imunisasi boleh dilakukan lebih dari usia
tersebut.
Vaksin campak tetap aman dan efektif jika diberikan bersamaan dengan
vaksin-vaksin DT, Td, TT, BCG, Polio, (OPV dan IPV), Hepatitis B, dan Yellow
Fever.

22

2.5.6 Usia & Jumlah Pemberian:


Sebanyak 2 kali; 1 kali di usia 9 bulan, 1 kali di usia 6 tahun. Dianjurkan,
pemberian campak ke-1 sesuai jadwal. Selain karena antibodi dari ibu sudah menurun
di usia 9 bulan, penyakit campak umumnya menyerang anak usia balita. Jika sampai
12 bulan belum mendapatkan imunisasi campak, maka pada usia 12 bulan harus
diimunisasi MMR (Measles Mumps Rubella).
2.5.7 Efek Samping:
Umumnya tidak ada. Pada beberapa anak, bisa menyebabkan demam dan
diare, namun kasusnya sangat kecil. Biasanya demam berlangsung seminggu. Kadang
juga terdapat efek kemerahan mirip campak selama 3 hari.
2.5.8 Kontraindikasi
Terdapat beberapa kontraindikasi yang berkaitan dengan pemberian vaksin
campak. Walaupun berlawanan penting untuk mengimunisasi anak yang mengalami
malnutrisi. Demam ringan, infeksi ringan pada saluran nafas atau diare, dan beberapa
penyakit ringan lainnya jangan dikategorikan sebagai kontraindikasi. Kontraindikasi
terjadi bagi individu yang diketahui alergi berat terhadap kanamycin dan
erithromycin.
Karena efek vaksin virus campak hidup terhadap janin belum diketahui, maka
wanita hamil termasuk kontraindikasi. Individu pengidap virus HIV (Human
Immunodficiency Virus). Vaksin Campak kontraindikasi terhadap individu-individu
yang mengidap penyakit immune deficiency atau individu yang diduga menderita
gangguan respon imun karena leukimia, lymphoma atau generalized malignancy.
Bagaimanapun penderita HIV, baik yang disertai gejala ataupun tanpa gejala harus
diimunisasi vaksin campak sesuai
2.5.9 Jadual yang ditentukan.
Bagi anak-anak yang sedang sakit berat seperti diare dan demam tinggi,
menurut Jane, diinstruksikan tidak perlu diimunisasi campak. Para petugas cukup
mencatat namanya. Apabila anak tersebut telah sembuh, petugas akan mendatangi
rumahnya untuk diberi imunisasi.

23

2.5.10 Kemasan
Vaksin tersedia dalam kemasan vial 10 dosis + 5 ml pelarut dalam ampul.

24

BAB IV
IMUNISASI YANG DIANJURKAN
4. 1. Imunisasi HIB
Sesuai namanya, imunisasi ini bermanfaat untuk mencekal kuman HiB
(Haemophyllus influenzae type B). Kuman ini menyerang selaput otak sehingga
terjadilah radang selaput otak yang disebut meningitis. Meningitis sangat berbahaya
karena dapat merusak otak secara permanen sampai kepada kematian. Selain
mengakibatkan radang selaput otak, kuman ini juga dapat menyebabkan radang paru
dan radang epiglotis.
Terdapat dua jenis vaksin Hib konjungat yang beredar di Indonesia yaitu
vaksin Hib yang berisi PRP-T (capsular polysaccharide polyriibosyl ribitol
phosphate- konjugasi dengan protein tetanus) dan PRP-OMP (PRP berkonjugasi outer
membrane protein complex).
4.1.1 Jadwal imunisasi
-

Vaksin Hib yang berisi PRT-P diberikan umur 2,4, dan 6 bulan.
Vaksin Hib yang berisi PRP-OMP diberikan pada umur 2 dan 4 bulan, dosis

ketiga (6 bulan) tidak diperlukan.


Vaksin Hib dapat diberikan dalam bentuk vaksin kombinasi (DTwP/Hib,
DTaP/Hib/IPV)

4.1.2 Dosis
-

Satu dosis Hib berisi 0,5 ml, diberikan secara intramuscular.


Tersedia vaksin kombinasi (DTwP/Hib, DTaP/Hib, DTaP/Hib/IPV (vaksin
kombinasi yang beredar berisi vaksin Hib PRT-P) dalam kemasan prefilled
syringe 0,5 ml.

4.1.3 Ulangan
-

Vaksin Hib baik PRT-P ataupun PRP-OMP perlu diulang pada umur 18 bulan.
Apabila anak datang pada umur 1-5 tahun, Hib hanya diberikan satu kali.

4.2. Imunisasi PCV

25

Jenis imunisasi ini tergolong baru di Indonesia. PCV atau Pneumococcal


Vaccine alias imunisasi pneumokokus memberikan kekebalan terhadap serangan
penyakit IPD (Invasive Peumococcal Diseases), yakni meningitis (radang selaput
otak), bakteremia (infeksi darah), dan pneumonia (radang paru). Ketiga penyakit ini
disebabkan kuman Streptococcus Pneumoniae atau Pneumokokus yang penularannya
lewat udara. Gejala yang timbul umumnya demam tinggi, menggigil, tekanan darah
rendah, kurang kesadaran, hingga tak sadarkan diri. Penyakit IPD sangat berbahaya
karena kumannya bisa menyebar lewat darah (invasif) sehingga dapat memperluas
organ yang terinfeksi. Diperlukan imunisasi Pneumokukus untuk mencekal penyakit
ini.
Terdapat 2 jenis vaksin pneumokokus yang beredar di Indonesia, yaitu vaksin
pneumokokus

polisakarida

berisi

polisakarida

murni,

23

serotipe

disebut

pneumococus polysaccharide vaccine (PPV23). Vaksin pneumokokus generasi kedua


berisi vaksin polisakarida konjungasi, 7 serotipe disebut pneumococcal conjungate
vaccine (PCV7).
Vaksin PCV7 dikemas dalam prefilled syringe 5 ml dieberikan intramuskular.
-

Dosis pertama tidak berikan sebelum umur 6 minggu


Untuk bayi BBLR (<1500 gram) vaksin diberikan setelah umur kronologik 68 minggu, tanpa memperhatikan umur atau apabila berat badan telah

mencapai.>2000 gram
Dapat diberikan bersama vaksin lain. Untuk setiap vaksin pada sisi badan yang
berbeda.

4.3. Imunisasi MMR


Memberikan

kekebalan

terhadap

serangan

penyakit

Mumps

(gondongan/parotitis), Measles (campak), dan Rubella (campak Jerman). Terutama


buat anak perempuan, vaksinasi MMR sangat penting untuk mengantisipasi terjadinya
rubela pada saat hamil. Sementara pada anak lelaki, nantinya vaksin MMR mencegah

26

agar tak terserang rubella dan menulari sang istri yang mungkin sedang hamil.
Penting diketahui, rubela dapat menyebabkan kecacatan pada janin.
Toksin MMR diberikan pada umur 15 -18 bulan minimal interval 6 bulan
antara imunisasi campak (9 bulan) dan MMR. Dosis satu kali 0,5 ml secara sub kutan.
MMR diberikan minimal satu bulan sebelum atau setelah penyuntikan imunisasi lain.
Apabila seorang anak telah mendapat imunisasi MMR pada umur 12 -18 bulan dan 6
tahun, imunisasi campak tambahan pada umur 5-6 tahun tidak perlu diberikan.
Ulangan imunisasi MMR diberikan pada umur 6 tahun.

4.4. Imunisasi Influenza


Influenza merupakan penyakit infeksi saluran napas yang disebabkan virus.
Penyakit ini dapat menular dengan mudah karena virusnya bisa menyebar lewat udara
yang bila terhirup dan masuk ke saluran pernapasan kita langsung tertular.
Sebenarnya, influenza tergolong ringan karena sifatnya yang self-limiting disease
alias bisa sembuh sendiri tanpa diobati. Penderita hanya perlu beristirahat, banyak
minum air putih, dan meningkatkan daya tahan tubuh dengan konsumsi makanan
bergizi seimbang.
4.4.1 Jadwal
-

Vaksin influenza diberikan pada anak umur 6 sampai 23 bulan, baik anak
sehat maupun dengan risiko (asma, penyakit jantung, penyakit sel sickle, HIV,

dan Diabetes).
Dosis tergantung umur anak,
1. Umur 6-35 bulan 0,25 ml.
2. Umur 3 tahun 0,5 ml
3. Umur 8 tahun: untuk pemberian pertama kali diperlukan 2 dosis dengan
interval minimal 4 -6 minggu, pada tahun beriktunya hanya diberikan satu

dosis
Vaksin influenza diberikan secara intramuskular pada paha antero
lateral atau deatoid

4.5. Imunisasi Tifoid

27

Ada 2 jenis vaksin tifoid yang bisa diberikan ke anak, yakni vaksin oral
(Vivotif) dan vaksin suntikan (TyphimVi). Keduanya efektif mencekal demam tifoid
alias penyakit tifus, yaitu infeksi akut yang disebabkan bakteri Salmonella typhi.
Bakteri ini hidup di sanitasi yang buruk seperti lingkungan kumuh, dan makananminuman yang tidak higienis. Dia masuk melalui mulut, lalu menyerang tubuh,
terutama saluran cerna. Gejala khas terinfeksi bakteri tifus adalah suhu tubuh yang
berangsur-angsur meningkat setiap hari, bisa sampai 400c. Basanya di pagi hari
demam akan menurun tapi lalu meningkat di waktu sore/malam. Gejala lainnya
adalah mencret, mual berat, muntah, lidah kotor, lemas, pusing, dan sakit perut,
terkesan acuh tak acuh bahkan bengong, dan tidur pasif (tak banyak gerak). Pada
tingkat ringan atau disebut paratifus (gejala tifus), cukup dirawat di rumah. Anak
harus banyak istirahat, banyak minum, mengonsumsi makanan bergizi, dan minum
antibiotik yang diresepkan dokter. Tapi kalau berat, harus dirawat di rumah sakit.
Penyakit ini, baik ringan maupun berat, harus diobati hingga tuntas untuk mencegah
kekambuhan. Selain juga untuk menghindari terjadi komplikasi karena dapat
berakibat fatal.
4.5.1 Jenis vaksin
1.
2.
-

Vaksin kapsuler Vi polisakarida


Diberikan pada umur lebih dua tahun, ulangan dilakukan setiap 3 tahun.
Kemasan dalam prefilled syringe 0,5 ml pemberian secara intramuskular.
Tifoid oral Ty21a
Diberikan pada umur lebih dari 6 tahun.
Dikemas dalam kapsul, diberikan 3 dosis dengan interval selang sehari (hari

1,3,5).
Imunisasi ulangan diberikan setiap 3-5 tahun.

4.6. Imunisasi Hepatitis A


Penyebaran virus hepatitis A (VHA) sangat mudah. Penderita akan
mengeluarkan virus ini saat meludah, bersin, atau batuk. Bila virus ini menempel di

28

makanan, minuman, atau peralatan makan, kemudian dimakan atau digunakan oleh
anak lain maka dia akan tertular. Namun, untuk memastikan apakah anak mengidap
VHA atau tidak, harus dilakukan tes darah.
Vaksin Hep A diberikan pada umur lebih dari 2 tahun. Vaksin kombinasi HepB
atau HepA diberikan pada bayi kurang dari 12 bulan. Maka vaksin kombinasi di
indikasikan pada anak umur lebih dari 12 bulan terutama catch-up immunization yaitu
mengejar imunisasi pada anak yang belum pernah mendapatkan imunisasi Hep B
sebelumnya atau imunisasi Hep B yang tidak lengkap.
Kemasan liquid satu dosis/vial prefilled syringe 0,5 ml. Dosis pediatrik 720
ELISA units diberikan 2 kali dengan interval 6-12 bulan, intramuskular di daerah
deltoid. Kombinasi HepB/HepA (berisi Hep B 10g dan Hep A 720 ELISA units)
dalam kemasan prefilled syringe 0,5 ml intramuskular. Dosis HDosis Hep A untuk
dewasa (19 tahun) 1440 ELISA units dosis 1 ml, 2 dosis, interval 6-12 bulan.

4.7. Imunisasi Varisela


Memberikan kekebalan terhadap cacar air atau chicken pox, penyakit yang
disebabkan virus varicella zooster. Termasuk penyakit akut dan menular, yang
ditandai dengan vesikel (lesi/bintik berisi air) pada kulit maupun selaput lendir.
Penularannya sangat mudah karena virusnya bisa menyebar lewat udara yang keluar
saat penderita meludah, bersin, atau batuk. Namun yang paling potensial menularkan
adalah kontak langsung dengan vesikel, yaitu ketika mulai muncul bintik dengan
cairan yang jernih. Setelah bintik-bintik itu berubah jadi hitam, maka tidak menular
lagi.
Imunisasi varisela diberikan pada anak umur lebih dari 5 tahun. Untuk anak
yang mengalami kontak dengan pasien varisela, imunisasi dapat mencegah apabila
diberikan dalam kurun 72 jam setelah kontak. Dosis 0,5 ml subkutan satu kali. Untuk
umur lebih dari 13 tahun atau dewasa, diberikan 2 kali dengan jarak 4-8 minggu.

DAFTAR PUSTAKA

29

1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jadwal Imunisasi Anak - Rekomendasi Ikatan


Dokter Anak Indonesia (IDAI) 2008. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta:
2008
2. Ranuh IGN, Hariyono S. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Edisi tiga. Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Jakarta: 2008.
3. Imunisasi

pada

anak.

Available

at:

http://www.balita-

anda.com/fatherhood/661-imunisasi-pada-anak.html. Accessed on : 5 August


2015.
4. Akhyar,

Yayan.

Imunisasi.

January

29,

2010.

Available

at:

http://yayaanakhyar.wordpress.com/2010/01/29/i-m-u-n-i-s-a-s-i/. Accessed on
5 August 2015.

30

Anda mungkin juga menyukai