Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
Glaucoma adalah suatu neuropati optik didapat yang ditandai oleh adanya
pencekungan (cupping) diskus optikus dan pengecilan lapang pandang, dan disertai
adanya peningkatan tekanan intraocular. 1
Glaucoma berdasarkan etiologi terbagi menjadi glaukoma primer (glaucoma
yang tidak diakibatkan oleh adanya kelaianan dalam bola mata atau kelainan sistemik)
dan glaucoma sekunder ( glaucoma yang terjadi sebagai manifestasi dari penyakit
mata lain). Salah satu penyebab glaucoma skeunder adalah karena katarak, glaucoma
pada katarak bisa timbul pada stadium katarak imatur (intumesensi lensa/swollen
lesn/phacomorphic glaucoma) dan pada katara hipermatur (phacolytic glaucoma). 2,3
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua di dunia termasuk Indonesia.
Seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup jumlah kasus glaukoma diduga akan
terus bertambah. 4
Berdasarkan Survey Kesehatan Indera tahun 1993-1996, sebesar 1,5%
penduduk Indonesia mengalami kebutaan dengan penyebab utama adalah katarak
(0,78%), Glaukoma (0,20%), Kelainan Refraksi (0,14%), Gangguan Retina (0,13%),
dan Kelainan Kornea (0,10%). 5
Kebutaan akibat glaukoma merupakan kebutaan yang bersifat ireversibel.
Apabila seseorang telah menderita kebutaan akibat glaukoma, tidak ada lagi
penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk mengembalikan penglihatan orang
tersebut.
Berdasarkan data diatas maka bisa kita lihat bahwa angka kebutaan karena
glaucoma merupakan angka kebutaan kedua di Indonesia, karena itu sebagai tenaga
medis kita perlu melakukan deteksi dini dan penanganan yang tepat untuk mencegah
terjadinya kebutaan permanen dan meningkatkan kualitas hidup penderita glaukoma. 4

BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn S

Jenis Kelamin

: laki-laki

Usia

: 56 tahun

Agama

: Islam

Status

: menikah

Pekerjaan

: tidak bekerja

Pendidikan

: SMP

Alamat

: Jalan Bangka IIE RT04/03

No RM

: 923632

Masuk RS

: 02-04-2014, 14-04-2014

II. ANAMNESIS
Autoanamnesis pada pasien dilakukan pada tanggal 14 April 2014, jam 11.30
di Poliklinik Mata RS Umum Budhi Asih.
KELUHAN UTAMA
Nyeri pada mata kanan sejak 1 minggu sebelum datang ke rumah sakit.
KELUHAN TAMBAHAN
Pasien juga mengeluhkan mata kanan merah, berair, penglihatan semakin
buram, silau saat melihat cahaya, melihat cahaya berpendar disekeliling lampu.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien seorang laki-laki datang ke RSUD Budhi Asih pada hari Senin, 14
April 2014 untuk melakukan kontrol setelah datang pertama kali pada tanggal 2 April
2014.
1 minggu sebelum datang ke poliklinik mata RSUD Budhi Asih, pasien
mengeluh nyeri pada mata kanan seperti ditusuk-tusuk, terasa cegot-cegot, dan
dirasakan semakin lama semakin berat. Pasien juga mengeluh mata kanan terasa

merah, berair, penglihatan semakin buram, silau saat melihat cahaya, melihat cahaya
berpendar disekeliling lampu, dan timbul rasa mual hingga muntah.
Akhirnya pasien datang berobat ke Puskesmas (H+3 timbulnya keluhan).
Pasien mengaku diberi obat untuk menurunkan tekanan darah dan diberi vitamin serta
obat penghilang nyeri (namun pasien lupa nama obatnya). Setelah diberikan obat
tersebut pasien merasa sedikit membaik karena nyeri sudah berkurang, namun nyeri
dan keluhan lain masih dirasakan pasien.
Karena keluhan masih tetap dirasakan pasien, akhirnya pasien datang kembali
ke Puskesmas setempat dan kemudian diberikan rujukan ke RSUD Budhi Asih.
Kemudian pada tanggal 2 April 2014 (h+7 timbulnya keluhan) pasien datang
ke poliklinik mata RSUD Budhi Asih dengan keluhan nyeri pada mata kanan seperti
ditusuk-tusuk, terasa cegot-cegot, nyeri juga menjalar ke kepala kanan disertai pusing
dan dirasakan semakin lama semakin berat. Pasien juga mengeluh mata kanan terasa
merah, berair, penglihatan semakin buram, silau saat melihat cahaya, melihat cahaya
berpendar disekeliling lampu. Keluhan ini biasanya dirasakan memberat saat pagi hari
saat bangun tidur. Pasien juga merasakn adanya mual muntah selama keluhan
berlangsung.

Pasien

menyangkal

adanya

mata

belekan,

melihat

bayangan

benang/semut berterbangan di mata, terkena benda asing, ataupun terkena trauma.


Pada tanggal 14 April 2014 pasien datang kembali untuk kontrol ke poliklinik
mata RSUD Budhi Asih. Saat ini pasien mengaku nyeri mata sudah berkurang, namun
masih agak sedikit nyeri. Merah dan berair juga sudah agak berkurang, hanya saja
penglihatan masih buram dan agak sedikit silau jika terkena cahaya.
Pasien mengaku dalam 6 bulan belakangan ini, mata kanannya terasa buram,
semakin lama buram semakin berat. Pasien juga mengaku penglihatannya seperti
terhalangi asap putih, silau terutama ketika melihat cahaya terang. Pasien memiliki
rwayat penggunaan kacamata baca sejak 2 tahun yang lalu.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pasien mengaku memiliki riwayat darah tinggi (hipertensi) sejak 2 tahun
yang lalu. Pasien tidak memiliki riwayat diabetes melitus, asthma, dan alergi.
Pasien mengaku pernah melakukan operasi di RSCM pada mata kirinya,
namun pasien tidak terlalu mengerti mengenai penyakit dan jenis operasi yang telah
dilakukan. Seingat pasien mata kirinya pernah dilakukan operasi karena terdapat

selaput dimatanya dan pernah dilakukan operasi katarak. Sebelum dilakukan operasi
yang kedua (operasi katarak) pasien mengeluh mata kirinya dulu pernah terasa sakit
seperti saat ini, sehingga saat itu pasien menganjurkan untuk dilakukan operasi.
Setelah operasi pasien tidak melakukan kontrol rutin dengan alasan keterbatasan
biaya. Beberapa tahun setelah operasi, pada mata kiri pasien timbul bercak berwarna
putih dan penglihatan pasien semakin lama semakin buram. Pasien tidak mengetahui
secara pasti kapan mulai timbul keluhan tersebut.
Pada mata kanan pasien, pasien mengaku tidak ada riwayat trauma, terkena
benda asing, maupun pernah melakukan pembedahan. Pasien juga mengeluhkan saat
menjelang sore malam hari, sering tersandung saat berjalan.
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Pasien mengaku pada keluarga pasien, tidak ada riwayat hipertensi, diabetes
melitus, asthma, alergi, serta yang mengalami hal seperti ini.
III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Generalis
Keadaan umum

: Baik

Kesan sakit

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Tanda Vital

: Tekanan darah

: 130/80 mmHg

Nadi

: 88 kali / menit

Suhu

: Afebris

Pernafasan

: 20 kali / menit

Mata

: Lihat status ophtalmologi

THT

: Telinga

Thoraks

: Hiperemis (-), nyeri (-), sekret (-)

Hidung

: Hiperemis (-), sekret (-)

Tenggorokan

: Hiepremis (-), Tonsil T1-T1 tenang

: Jantung

: BJ 1 dan 2 reguler,
murmur (-), gallop (-)

Paru

: Suara nafas vesikuler (+/+),


Rhonchi (-/-), Wheezing (-/-)

Abdomen

: Supel, nyeri tekan (-), bising usus dalam batas normal

Ekstremitas

: Akral hangat, oedema (-)


4

b. Status Ophtalmologi
-

Tanggal 14 April 2014

OD
2/60, ph (-)
Otoforia
Baik ke segala arah
Ptosis (-), edema (-),
ektropion (-), entropion (-),
trikiasis (-), distikiasis (-),
hiperemis (-)
Ptosis (-), edema (-),
ektropion (-), entropion (-),
trikiasis (-), distrikiasis (-),
hiperemis (-)
Hiperemis (-), sekret (-),
lithiasis (-), folikel (-)
Injeksi konjungtiva (-),
Injeksi silier (), perdarahan
subkonjungtiva (-), sekret
(-), pterigium (+)
Hiperemis (-), sekret (-),
lithiasis (-), folikel (-)
Keruh, edema ringan
Dangkal
Cokelat,
gambaran kripti agak tidak
nyata karena edema
Bulat, 5mm, mid
dilatasi RCL (-),
RCTL
(-)
Keruh, shadow test (+)
Jernih
Reflek fundus (+),
papil berbatas tidak tegas,
CD ratio >0.3, arteri :vena
=2:3, reflex macula (+)
59,1 mmHg
Penurunan lapang pandang
(+)

OS
Visus
Kedudukan
Pergerakan
Palpebra
superior
Palpebra
inferior
Konjungtiva
tarsalis
superior
Konjungtiva
bulbi

1/
Otoforia
Baik ke segala arah
Ptosis (-), edema (-),
ektropin (-), entropion (-),
trikiasis (-), distikiasis (-),
hiperemis (-)
Ptosis (-), edema (-),
ektropion (-), entropion (-),
trikiasis (-), distrikiasis (-),
hiperemis (-)
Hiperemis (-), sekret (-),
lithiasis (-), folikel (-)
Injeksi konjungtiva (-),
Injeksi silier (-), perdarahan
subkonjungtiva (-), sekret
(-), pterigium (-)

Konjungtiva
tarsalis
inferior
Kornea
COA
Iris

Hiperemis (-), sekret (-),


lithiasis (-), folikel (-)

Pupil

Tak bisa dinilai

Lensa
Vitreous
humor
Funduskopi

Tak bisa dinilai


Tak bisa dinilai

TIO
Tes
konfrontasi

N per palpasi
Penurunan lapang pandang
(+)

Keruh, leukoma (+)


Tak bisa dinilai
Tak bisa dinilai

Tak bisa dinilai

OD

OS

IV. RESUME
Pasien seorang laki-laki datang ke RSUD Budhi Asih pada hari Senin, 14
April 2014 untuk melakukan kontrol setelah datang pertama kali pada tanggal 2 April
2014.
1 minggu sebelum datang ke poliklinik mata RSUD Budhi Asih, pasien
mengeluh nyeri pada mata kanan seperti ditusuk-tusuk, terasa cegot-cegot, dan
dirasakan semakin lama semakin berat. Pasien juga mengeluh mata kanan terasa
merah, berair, penglihatan semakin buram, silau saat melihat cahaya, melihat cahaya
berpendar disekeliling lampu.
H+3 timbulnya setelah timbulnya keluhan, pasien berobat ke Puskesmas dan
diberi obat untuk menurunkan tekanan darah dan diberi vitamin serta obat penghilang
nyeri (namun pasien lupa nama obatnya). Setelah diberikan obat tersebut pasien
merasa sedikit membaik karena nyeri sudah berkurang, namun nyeri dan keluhan lain
masih dirasakan pasien.
Karena keluhan masih tetap dirasakan pasien, akhirnya pasien datang kembali
ke Puskesmas setempat dan kemudian diberikan rujukan ke RSUD Budhi Asih.
Tanggal 2 April 2014 (h+7 timbulnya keluhan) pasien datang ke poliklinik
mata RSUD Budhi Asih dengan keluhan nyeri pada mata kanan seperti ditusuk-tusuk,
terasa cegot-cegot, nyeri juga menjalar ke kepala kanan disertai pusing dan dirasakan
semakin lama semakin berat. Pasien juga mengeluh mata kanan terasa merah, berair,
penglihatan semakin buram, silau saat melihat cahaya, melihat cahaya berpendar
disekeliling lampu. Keluhan ini biasanya dirasakan memberat saat pagi hari saat
bangun tidur. Pasien mengaku adanya mual muntah selama keluhan berlangsung.

Pasien menyangkal adanya mata belekan, melihat bayangan benang/semut


bertebrangan di mata, terkena benda asing, ataupun terkena trauma.
Pasien mengaku dalam 6 bulan belakangan ini, mata kanannya terasa buram,
semakin lama buram semakin berat. Pasien juga mengaku penglihatannya seperti
terhalangi asap putih, silau terutama ketika melihat cahaya terang.
Pasien mengaku memiliki riwayat darah tinggi (hipertensi) sejak 2 tahun
yang lalu. Pasien tidak memiliki riwayat diabetes melitus, asthma, dan alergi.
Pasien mengaku pernah melakukan operasi di RSCM pada mata kirinya.
Seingat pasien mata kirinya pernah dilakukan operasi karena terdapat selaput
dimatanya dan pernah dilakukan operasi katarak. Sebelum dilakukan operasi katarak
pasien mengeluh mata kirinya dulu pernah terasa sakit seperti saat ini. Setelah operasi
pasien tidak melakukan kontrol rutin. Beberapa tahun setelah operasi, pada mata kiri
pasien timbul bercak berwarna putih dan penglihatan pasien semakin lama semakin
buram.
Pada mata kanan pasien, pasien mengaku tidak ada riwayat trauma, terkena
benda asing, maupun pernah melakukan pembedahan. Pasien juga mengeluhkan saat
menjelang sore malam hari, sering tersandung saat berjalan.
Pasien mengaku pada keluarga pasien, tidak ada riwayat hipertensi, diabetes
melitus, asthma, alergi, serta yang mengalami hal seperti ini.
Pada tanggal 14 April 2014 pasien datang kembali untuk kontrol ke poliklinik
mata RSUD Budhi Asih. Saat ini pasien mengaku nyeri mata sudah berkurang, namun
masih agak sedikit nyeri. Merah dan berair juga sudah berkurang, hanya saja
penglihatan masih buram dan agak sedikit silau jika terkena cahaya. Kemudian
dilakukan pemeriksaan ulang:
- OD : didapatkan visus OD 2/60, ph (-). Didapatkan injeksi silier (+) pada
konjungtiva bulbi OD. Kornea OD keruh dan edem ringan, COA OD dangkal. Pupil
bulat, anisokor dengan pupil OD mid dilatasi 5mm, RCL (-),

RCTL (-). Lensa

keruh, shadow test (+). Vitreous humor jernih dan pada funduskopi didapatkan refleks
fundus +, papil berbatas tak tegas, c/d ratio >0,3, arteri : vena = 2:3, refleks macula
(+). TIO OD = 59,1 mmHg.
- OS, didapatkan V OS : 1/, kedudukan bola mata ortoforia, pergerakan bola mata
baik. Kornea keruh dan terdapat leukoma, COA, iris, pupil, lensa, vitreous humor,
tidak bisa dinilai. Funduskopi tak bisa dinilai. Pengukuran TIO dilakukan melalui

palpasi, didapatkan N/palpasi. Pengobatan tetap diteruskan, dan pasien diberikan


beberapa edukasi.
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
-

Uji fluorescein

VII. DIAGNOSIS KERJA


-

Glaukoma sudut tertutup akut sekunder ec intumesensi lensa OD, pterigium


grade III OD.

Leukoma OS.

VIII. FOTO PASIEN

OCULI DEKSTRA

OCULI SINISTRA

VII. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa:

Timolol 0,5% Eye Drop

Carpin 2% Eye Drop

Polynel Eye Drop

4 dd gtt 1 OD

Glaukon 500mg

3x1 tab

Aspar K 300mg

2x1 tab

2 dd gtt I OD
4 dd gtt 1 OD

Non-medikamentosa

Edukasi pasien tentang penyakit yang diderita.

Edukasi pasien bahwa tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat menaikan
tekanan intraokular, seperti : mengucek mata, tidak boleh terkena trauma,
mengedan terlalu kuat, mengangkat beban berat, jika batuk segera berobat ke
dokter, dan saat tidur usahakan tidur dengan lampu tetap menyala,

Edukasi agar pemakaian obat tetes mata dengan benar dan teratur.

Edukasi agar pasien kontrol rutin ke RS untuk melihat respon pengobatan


yang telah diberikan dan perkembangan penyakit.

Edukasi tentang tatalaksana lanjut yang akan dilakukan dan pertimbangan


operasi katarak setelah tekanan intraokuler menurun dan tenang.

Edukasi tentang kemungkinan komplikasi yang akan dihadapi oleh pasien


sekiranya pengobatan tidak benar dan tuntas, serta komplikasi sekiranya tidak
dilakukan operasi.

VIII. PROGNOSIS
OD
Ad vitam

: ad bonam

Ad fungsionam

: dubia ad malam

Ad sanasionam

:dubia ad malam

OS
Ad vitam

: ad bonam

Ad fungsionam

: dubia ad malam

Ad sanasionam : dubia ad malam

BAB II
PEMBAHASAN KASUS
Diagnosis kerja glaukoma sudut tertutup akut sekunder ec intumesensi lensa
OD, pterigium grade III OD dan leukoma OS ditegakan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik sebagai berikut:
Anamnesis:
Oculi dextra
Pasien seorang laki-laki berusia 56 tahun datang ke RSUD Budhi Asih dengan
keluhan nyeri pada mata kanan sejak 1 minggu sebelum datang ke rumah sakit. nyeri
pada mata kanan. Nyeri seperti ditusuk-tusuk, terasa cegot-cegot, dan dirasakan
semakin lama semakin berat. Keluhan tersebut disertai mata merah, berair,
penglihatan semakin buram, silau saat melihat cahaya, melihat cahaya berpendar
disekeliling lampu.
-

Nyeri pada mata kanan, hal ini bisa diakibatkan karena adanya proses
inflamasi atau adanya peningkatan TIO. Pada kasus peningkatan TIO akan
menyebabkan adanya regangan mekanik ke segala arah pada bola mata,
regangan ini akan menekan nervus V cabang 1 sehingga bisa menimbulkan
nyeri bola mata dan sekitarnya. 1-3,6

Mata merah bisa diakibatkan karena adanya pelebaran pembuluh darah ec


inflamasi. 1-3,6

Penglihatan semakin buram menunjukan adanya suatu gangguan dari media


refraksi, bisa dari kornea (keratitis), COA, lensa (katarak, glaukoma
sekunder), ataupun traktus uvealis (uveitis). 1-3,6

Silau saat melihat cahaya (fotofobia) menunjukan adanya gangguan di media


refraksi yang menyebabkan sinar yang masuk ke mata menjadi berpendar
sehingga timbul rasa silau. 1-3,6

Melihat cahaya disekeliling lampu (colored halos), merupakan suatu gejala


dari edema kornea atau bisa juga terjadi karena peningkatan TIO yang
merupakan tanda dari adanya glaukoma. 1-3,6

10

Dari sini, kita bisa mengelompokan penyakit mata kanan pasien ke dalam
kelompok mata merah, visus menurun. Ada beberapa diagnosis banding penyebab
mata merah visus menurun, antara lain keratitis, uveitis, glaukoma akut, dan
endoftalmitis. 6
Pasien juga mengaku dalam 1,5 tahun belakangan ini, mata kanannya terasa
buram, semakin lama buram semakin berat. Pasien juga mengaku penglihatannya
seperti terhalangi asap putih, dan silau terutama ketika melihat cahaya terang. Dari
anamnesis pasien didapatkan kesan bahwa pada pasien terjadi penurunan
visus/ketajaman penglihatan secara perlahan (progresif). Hal ini bisa diakibatkan oleh
beberapa

penyakit

seperti

kelainan

refraksi,

katarak,

atau

retinopati

diabetika/hiperetensi.
Dari keluhan penurunan penglihatan progresif ini bisa terjadi pada katarak,
apalagi dari anamnesis terdapat gejala katarak lainnya yaitu penglihatan seperti
terhalang asap berwana putih dan silau pada malam hari terutama saat melihat cahaya
terang.
Dengan adanya hipotesis mengenai katarak pada pasien, kita juga bisa
memikirkan bahwa keluhan utama pasien saat ini (mata merah, nyeri, penglihatan
turun, hallo, dll) merupakan suatu manifestasi komplikasi dari katarak yang bisa
mengakibatkan terjadinya glaucoma sekunder dengan gejala dan tanda yang terdapat
pada pasien.
Jika dilihat dari gejala yang terdapat pada pasien, gejala-gejala tersebut
mengarahkan kita kepada diagnosa sementara mata kanan pasien adalah glaukoma
akut. Namun hal ini masih perlu dipastikan lagi dengan menggunakan pemeriksaan
fisik dan penunjang.
Oculi sinistra
Dari anamnesi, kemungkinan kronologis pada mata kiri pasien adalah sebagai
berikut: pasien memiliki riwayat pterigium kemudian dilakukan operasi, beberapa
tahun kemudian pasien memiliki gejala nyeri pada mata, mata merah kemudian
setelah dilakukan pemeriksaan ternyata pasien menderita glaukoma sekunder ec
katarak dan kemudian dilakukan tindakan operasi pada kataraknya. Setelah operasi
pasien tidak melakukan kontrol secara teratur kemudian pasien terkena infeksi pada
mata kirinya, timbul sikatriks sehingga terlihat sebagai adanya bercak berwarna putih.
Setelah itu pasien mulai mengeluh penglihatnnya menjadi buram.

11

Kemungkinan besar pasien menderita keratitis yang meninggalkan gejala sisa


berupa sikatriks. Namun hal ini masih perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan
penunjang untuk menentuka diagnosis pastinya.

Pemeriksaan fisik
Oculi dextra
-

Visus OD 2/60, ph (-). Pada glaukoma akut, didapatkan peninggian tekanan


intraokular yang sangat tinggi dan mendadak, sehingga menimbulkan
penekanan , termasuk penekanan pada N optikus, sehingga terjadi penurunan
fungsi penglihatan.

Didapatkan injeksi silier (+) pada konjungtiva bulbi OD

Terdapat pterigium grade III pada bagian nasal dextra dengan puncak melewati
limbus tapi tidak melebihi perpotongan antara limbus dan pupil.

Kornea keruh dan edema ringan karena peningkatan tekanan intraokular akan
mengakibatkan penekanan pada pembuluh darah sehingga terjadi penurunan
vaskularisasi ke kornea, dengan adanya penurunan vaskularisasi maka akan
terjadi juga penurunan nutrisi sehingga akan timbul gangguan pompa Na-K di
endotel kornea, Na di dalam sel endotel tidak bisa keluar dari sel dan terjadilah
edema endotel kornea. Dengan adanya edema ini maka kornea terlihat edema,
keruh dan terjadi penurunan sensitivitas kornea.

Pupil bulat, 5mm, mid dilatasi RCL (-), RCTL (-). Pada pasien glaucoma
biasanya terjadi dilatasi pupil karena adanya penekanan pada n.III yang
mempersarafi m.konstriktor pupil sehingga terjadi dilatasi dari pupil dan tidak
terdapat refleks cahaya langsung dan tidak langsung pada pasien.

COA dangkal, lensa keruh , shadow test +, dan pada pemeriksaan


menggunakan slit lamp tampak intumesensi lensa. Dapat disimpulkan,
glaukoma yang terjadi pada pasien adalah jenis glaukoma sekunder yang
diakibatkan oleh intumesensi lensa. Dimana intumesensi lensa adalah keadaan
dimana lensa menyerap banyak cairan pada proses katarak sehingga lensa
ukurannya bertambah secara bermakna, (swollen lens) sehingga kemudian
lensa ini menyebabkan pendorongan iris ke arah depan dan menutup sudut

12

bilik mata depan. Dan akhirnya terjadi penurunan aliran aqueous humor,
sehingga terjadi peninggian tekanan intraokular dan menyebabkan glaukoma.
-

Pada pemeriksaan tekanan intraokular didapatkan hasil 59,1 mmHg. Terdapat


peningkatan TIO yang kemungkinan besar diakibatkan oleh hambatan aliran
aqueous humor ec intumesensi lensa.

Pada pemeriksaan funduskopi didapatkan hasil refleks fundus +, papil berbatas


tak tegas, c/d ratio >0,3 dengan perbandingan arteri : vena 2:3 serta refleks
makula +. Didapatkan c/d ratio >0,3 karena adanya penurunan jumlah syaraf
yang masuk ke diskus optikus akibat iskemia dan terjadi apoptosis dari
ganglion retina, sehingga terjadi pembesaran diskus dan pengecilan cup.

Pada pemeriksaan lapang pandang, didapatkan defek lapang pandang, yakni


dibagian superior, inferior, temporal dan nasal.
Hal ini menguatkan diagnosa sementara kita untuk mata kanan pasien.

Definisi glaukoma adalah suatu neuropati yang didapat, ditandai dengan


pencekungan diskus optikus, disertai penurunan lapang pandang, dan biasanya
disertai dengan kenaikan tekanan intraokular.
Glaukoma dibagi berdasarkan etiologinya menjadi glaukoma primer, sekunder,
kongenital dan absolut. Sedangkan berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan
intraokularnya, dibagi menjadi sudut terbuka dan sudut tertutup. 1-3,6
Faktor resiko pada pasien untuk mengalami glaukoma adalah umur pasien,
yakni lebih dari 40 tahun (59 tahun). Seiring dengan bertambahnya usia maka
akan terjadi perubahan pada jaringan trabekula, termasuk penebalan dan
penggabungan lapisan trabekula, degenerasi kolagen, dan fibril elastik, akumulasi
kolagen, hilangnya sel-sel endotel, hiperpigmentasi sel-sel endotel, dan
berkurangnya giant vakuola. Karena hal-hal inilah maka dengan bertambahnya
usi maka akan terjadi penurunan aliran aqueous humor. 7
Faktor penyebab timbulnya glaukoma pada pasien adalah adanya katarak yang
menyebabkan terjadinya intumesensi lensa. Sehingga diagnosa mata kanan pasien
berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokularnya adalah glaukoma
sudut tertutup akut, dikarenakan terdapat tanda-tanda seperti penglihatan
menurun mendadak, nyeri kepala hebat, kemerahan pada mata, mata berair,
seperti melihat hallo. Diagnosa berdasarkan etiologinya adalah glaukoma
sekunder. Penyebab glaukoma sekunder pada pasien adalah intumesensi lensa,

13

sehingga diagnosa mata kanan pasien adalah glaukoma sudut tertutup akut
sekunder et causa intumesensi lensa.

Gambar 1. Intumescent cataract


Pada pasien juga terdapat pterigium. Pterygium merupakan suatu pertumbuhan
fibrovaskular konjungtiva (perilimbal) yang bersifat degeneratif dan 14nvasive.
Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal ataupun
temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea.

14

Gambar 2. Pterigium
Pterygium terjadi pada permukaan yang terekspos udara luar serta mendapat
paparan sinar dan iritsn fisik lainnya. Pterigium berbentuk segitiga dengan
puncak di bagian sentral atau di daerah komea. Pterigium mudah meradang dan
bila terjadi iritasi, maka bagian pterygium akan berwama merah.
Pada pasien ini, ada beberapa faktor resiko yang berkontribusi besar pada
pterygium yang dialami., yaitu:
1. Paparan sinar UV (ultraviolet) dari matahari secara langsung.
Pekerjaan pasien adalah mantan tukang bakso keliling. Lapangan pekerjaan
seorang tukang bakso keliling adalah di luar ruangan yang terpapar sinar
matahari secara langsung. Apabila pasien tidak menggunakan bahan/ material
yang baik seperti helm, topi, kacamata untuk proteksi sinar UV, maka
pterygium sangat mudah terjadi pada pasien mengingat Inodonesia juga
merupakan negara yang beriklim tropis. Sinar ultraviolet diabsorbsi kornea
dan konjuctiva menghasilkan kerusakan sel serta proliferasi sel yang menjadi
dasar patogenesis pterygium. 8
2. Paparan debu serta bahan iritan lain di ruang terbuka yang menyebabkan
iritasi kronis.
Paparan debu sangat mungkin terjadi pada pasien perihal pekerjaanya sebagai
tukang bakso keliling. Debu merupakan salah satu bentuk penyebab trauma
fisik yang dapat menyebabkan iritasi kronis (akibat paparan terus menerus)
akibat cedera sel yang ditimbulkannya. Adanya iritasi kronik pada daerah
limbus dan atau kornea merupakan salah satu dasar patogenesis terjadinya
pterygium. 8
Derajat pertumbuhan pterygium ditentukan berdasarkan bagian kornea yang
tertutup oleh pertumbuhan pterygium, dimana dapat dibagi menjadi 4, yaitu :

Derajat 1 : Jika pterygium hanya terbatas pada limbus kornea

Derajat 2 : Jika pterygium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih
dari 2 mm melewati kornea

15

Derajat 3 : Jika pterygium sudah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi


pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (pupil dalam
keadaan normal sekitar 3-4 mm)

Derajat 4 : Jika pertumbuhan pterygium sudah melewati pupil sehingga


mengganggu penglihatan.
Pada pasien ini menderita pterigium grade III.

Oculi sinistra
-

Visus 1/ persepsi baik, palpebra konjungtiva tenang, leukoma + difus, pupil,


COA, lensa sulit dinilai. Penurunan visus ini bisa terjadi karena adanya
leukoma pada pasien yang menutupi media refraksi sehingga terjadi gangguan
mekanisme penghantaran sinar.

Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien menunjang ke arah diagnosis
leukoma kornea oculi sinistra. Leukoma merupakan suatu jaringan parut dengan batas
tegas, warna putih mengkilat.
Leukoma kornea merupakan kekeruhan yang terjadi pada kornea yang bisa
diakibatkan oleh karena proses keratitis yang menimbulkan suatu sikatrik. Sikatrik
kornea sendiri terbagi menjadi tiga, yaitu:
a. Nebula

: sikatrik paling ringan, sehingga harus dilihat dengan

mikroskop.
b. Makula

: sikatrik sedang, dapat dilihat dengan senter dan loupe.

c. Leukoma

: sikatrik yang paling jelas dan dapat dilihat dengan mata.

Pada pasien jenis sikatriks yang ada adalah leukoma karena pemeriksa bisa
melihat adanya leukoma langsung dengan mata tanpa menggunakan alat bantu.
Pemeriksaan penunjang tambahan
-

Uji fluorescein
Pemeriksaa ini dilakukan untuk menilai ada tidaknya defek pada kornea,
dan untuk menentukan tata laksana yang akan diberikan pada pasien.

Penatalaksanaan
Terapi pada pasien bertujuan untuk menurunkan tekanan intraokuler, mengatasi
penyebab peningkatan tekanan intraokuler dan untuk mempertahankan fungsi

16

penglihatan pasien karena kerusakan penglihatan akan mempengaruhi kualitas hidup


seseorang, karena jika fungsi penglihatan hilang maka tidak dapat dikembalikan.
Pasien ini ditatalaksana dengan:

Timol 0,5% Eye Drop

2 dd gtt I OD

Merupakan adrenegik bloker topikal yang menghambat cyclic adenosine


monophosphate (cAMP) pada epitel prosesus siliaris sehingga terjadi
penurunan produksi aqueous humor sekitar 20-50%.

Carpin 2% Eye Drop

4 dd gtt 1 OD

Golongan parasimpatomimetik (agen miotik), Berefek pada motor endplate,


sama seperti acetylcolin yang akan mengakibatkan kontraksi m. Siliaris
longitudinal pemadatan jaringan trabekular memperlancar outflow
aqueous humor.

Polynel Eye Drop

4 dd gtt 1 OD

Polynel mengandung Fluorometholone 1 mg dan Neomycin Sulfate yang


merupakan perpaduan antara glukokortikoid sintetik dan antibiotic
aminoglikosida. Pemberian kortikosteroid adalah untuk menekan respon
radang terhadap berbagai jenis penyebab yang dapat memperlambat
penyembuhan, serta dapat mencegah infeksi.

Glaukon 500mg

3x1 tab

Glaukon mengandung asetazolamid merupakan golongan carbonic anydrase


yang berkerja dengan cara mengurangi akumulasi bikarbonat sehingga
mengurangi influx natrium dan cairan

Aspar K 300mg

2x1 tab

Karena glaucon merupakan diuretik yang menyebabkan efek samping


gangguan elektrolit, hipokalemia, maka perlu diberikan elektrolit berupa
aspar K (yang berisi kalium aspartat).
Pemberian tetes mata timol 0,5% (-blocker), carpin 2% dan glaukon (carbonic
anhydrase inhibitor) diharapkan mampu menurunkan tekanan intraokuler lebih besar
dibandingkan pemberian monotherapy.
Diharapkan dengan penggunaan obat-obatan saja yang teratur, dapat menurunkan
tekanan intraokuler menjadi normal, namun mengingat bahwa penyebab glaukomanya
karena adanya katarak maka operasi katarak perlu dipertimbangkan setelah tekanan
intraokuler kembali normal dan reaksi peradangan menghilang.
17

KESIMPULAN
Pasien ini datang dengan keluhan nyeri mendadak pada mata kanan, disertai
buram, mata merah, dari sini kita bisa mengklasifikasikan penyakit mata kanan pasien
ke dalam kelompok mata merah, visus menurun. Penyakit penyakit yang tergolong
dalam klasifikasi ini diantaranya keratitis, uveitis, glaukoma akut, serta endoftalmitis.
Pada pasien didapatkan keluhan tambahan berupa pusing, sakit disekitar mata
kanan menjalar ke kepala, pada pemeriksaan oftalmologi mata kanan didapatkan
penurunan visus, injeksi siliar, kornea keruh dan edem ringan, lensa keruh , shadow
test (+), dan pada pemeriksaan menggunakan slit lamp tampak intumesensi lensa,
didapatkan peninggian tekanan, serta pada pemeriksaan funduskopi didapatkan papil
berbatas tak tegas, c/d ratio >0,3, serta didapatkan defek lapang pandang. Semua hal
ini Mengarahkan kita pada diagnosa mata kanan pasien, yakni glaukoma sudut
tertutup akut sekunder et causa intumesensi lensa. Terapi pada pasien bertujuan untuk
menurunkan

tekanan

intraokuler, mengatasi

penyebab

peningkatan

tekanan

intraokuler dan untuk mempertahankan fungsi penglihatan pasien melalui obat obatan
yang telah diberikan. Selain itu pada mata kanan pasien juga terdapat adanya
pterigium grade III.

18

Sedangkan untuk mata kiri pasien, didiagnosis

leukoma OS, pada

pemeriksaan oftalmologis didapatkan adanya V OS 1/, palpebra konjungtiva tenang,


leukoma + difus, pupil, COA, lensa sulit dinilai. Penurunan visus ini bisa terjadi
karena adanya leukoma pada pasien yang menutupi media refraksi sehingga terjadi
gangguan mekanisme penghantaran sinar. Semua ini menguatkan diagnosa mata kiri
pasien yakni leukoma OS.

DAFTAR PUSTAKA
1. John FS. Glaucoma In: Riordon-Eva P, Whitcher JP; editors, Vaughan arid
Asbury's General Ophthalmology. 17th ed. New York: McGraW'Hill
Companies; 2012.p. 212-28
2. American Academy of Opthalmology. Glaucoma Basic and Clinical Science
Course. San Fransisco. 2006
3. Jimmy Jackson. Optometric clinical practice guideline care of patient with
primary angle closure glaucoma. American Optometric Association; 2001
4. Glaucoma penyebab kebutaan (updated:24th Desember 2010). Available at:
http://www.gizikia.depkes.go.id/archives/350. Accessed: 5th April 2014.
5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1473/Menkes/skx/2005.

Available

at:

http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_kepmenkes/KMK%20No.
%201473%20ttg%20Rencana%20Strategi%20Nasional%20Penanggulangan
%20Gangguan%20Penglihatan%20Untuk%20Mencapai%20Vision
%202020.pdf . Accessed: 5th April 2014.

19

6. Ilyas S. Glaukoma. Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Fakultas


Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2007.
7. Clinical Decision Making V: Intraocular Pressure and Tonometry. Available at:
http://www.optometry.co.uk/uploads/articles/C-101_1.pdf
8. G Gazzard, S-M Saw, M Farook. Pterygium in Indonesia: prevalence, severity
and risk factors. Br J Ophthalmol 2002;86:13411346.

20

Anda mungkin juga menyukai