Anda di halaman 1dari 2

Identifikasi

Kehilangan identitas, disengaja (karena tidak ingin identitasnya diketahui atau


ingin menyembunyikan identitasnya yang sebenarnya) atau tidak (karena adanya
bencana alam atau kehilangan berkas-berkas registrasi), adalah masalah yang
sering terjadi pada individu dan pihak yang berwenang, baik pada yang masih
hidup ataupun yang telah mati. Oleh karena itu, perlu dilakukan identifikasi yang
akurat merupakan suatu keharusan untuk menegakkan corpus delicti setelah
adanya pembunuhan, karena cadaver yang tidak diklaim, bagian tubuh dari
cadaver, atau tulang belulang dapat disalah pergunakan untuk memutarbalikkan
fakta.
2.X

Metode Identifikasi

Sebelum mendeterminasikan identitas seseorang, perlu dimiliki karakteristik yang dapat


mengarahkan ahli forensik pada hasil yang akurat. Karakteristik tersebut menentukan apa
yang harus dicari untuk menentukan identitas seseorang. Karakteristik tersebut dibagi
menjadi karakteristik primer dan sekunder. Karakteristik primer yang digunakan adalah
umur, jenis kelamin, dan ukuran tubuh. Karakteristik sekunder yang digunakan adalah
wajah, rambut, tanda khas pada tubuh (bekas luka, tattoo, defek okupasi), ras, agama, dan
kewarganegaraan. Ketika karakteristik telah didapatkan, perlu dilakukan komparasi untuk
menentukan identitasnya yang menggunakan kriteria komparatif. Dalam suatu kegiatan
identifikasi ada dua kriteria komparatif yang digunakan untuk menegakkan identitas yaitu
kriteria identifikasi primer dan kriteria identifikasi sekunder. Kriteria identfikasi primer
adalah (1) sidik jari, (2) DNA, (3) gigi, dan (4) kondisi medis yang khas dimiliki korban.
Kriteria identifikasi sekunder antara lain (1) deformitas, tanda lahir, tattoo, dan bekas
luka, (2) foto Rontgen, (3) kartu identitas, dan (4) pakaian yang digunakan. Barangbarang lain milik korban dan rekaman CCTV juga dapat membantu proses identifikasi,
jika ada kriteria identifikasi sekunder yang tidak memungkinkan.
2.X.1 Kriteria Identifikasi Primer
A.

Pemeriksaan Sidik Jari

Sidik jari terbentuk di dalam rahim, kira-kira pada usia 12 minggu gestasi, dan tidak
akan pernah berubah, kecuali karena beberapa faktor lingkungan. Sidik jari terbentuk
karena adanya bubungan pada jari yang berfungsi untuk meningkatkan pegangan dengan
meningkatkan gaya gesek dan juga mempertajam sensitivitas persepsi terhadap tekstur.
Bubungan pada jari dapat berbentuk lingkarang, putaran, ataupun garis lengkung. Secara
mikroskpis pada bubungan dapat terlihat hilir bubungan, percabangan, bubungan pendek,
taji, bintik, perjembatanan, danau, atau delta. Bubungan juga memiliki kedalaman yang
berbeda-beda, sehingga membentuk sidik jari dengan garis pola yang berbeda. Keunikan
dari sidik jari setiap orang menjadikannya salah satu teknik komparatif yang dapat
dipercaya dengan spesifitas (0,97) dan sensitivitas (0,93) tinggi.

Meskipun sidik jari merupakan salah satu pemeriksaan yang adekuat untuk determinasi
identitas, tidak semua kondisi pasien memungkinkan untuk dilakukan pemeriksaan sidik
jari. Pemulihan sidik jari yang telah mengalami pembusukan atau rusak perlu
menggunakan teknik khusus yang merupakan bidang dari ahli sidik jari. Sidik terkadang
dapat diperoleh dari deskuamasi kulit atau dari dasar epidermis setelah peluruhan stratum
korneum mengikuti pembasahan yang berkepanjangan.
2.X.2 Kriteria Identifiaksi Sekunder
Prints may often be obtained from desquamated skin or from the underlying
epidermis after shedding of the stratum corneum following prolonged submersion.

Anda mungkin juga menyukai