Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Keadaan dengan inteligensi yang kurang (subnormal) sejak masa
perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Retardasi mental
disebut juga oligofrenia (oligo=kurang atau sedikit dan fren=jiwa) atau tuna
mental (Maramis, 2009).
Keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap,
terutama ditandai oleh adanya hendaya ketrampilan selama masa
perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat inteligensia
yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial. Retardasi mental
dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa (PPDGJ-III).
2.2 Epidemiologi
Prevalensi 1% padapopulasi umum, dimana ringan 0,37%-0,59%;
sedang, berat, sangat berat 0,3-0,4%. Anak lebih banyak dibanding
dewasa. Laki-laki lebih banyak dibanding perempuan. Berdasarkan
etiologi medis dikelompokkan dalam 3 kategori besar:
1. kesalahan dalam morfogenesis dari sistem saraf pusat
2. perubahan dalam lingkungan biologis intrinsik
3.

pengaruh

ekstrinsik

(hipoksia,

4%

lahir

trauma,

keracunan

dan

sebagainya)
Kurang

dari

bayi

hidup

dalam

tahun

pertama

kehidupannya menunjukkan kelainan morfogenesis sistem saraf pusat.


2,4% newborn menunjukkan anomali berat. 60% berhubungan dengan
kelainan genetik atau penyebab selama in utero. Kesalahan morfogenesis
dapat berupa malformasi(kegagalan jaringan untuk terbentuk secara
normal sejak saat konsepsi), deformasi(perubahan dari jaringan yang
berkembang secara normal yang terkena kekuatan mekanis yang
abnormal) dan gangguan/trauma pada uterus atau kerusakan jaringan.

Gangguan/trauma terjadi karena zat-zat teratogenik, kimia dan toksin


(misal alkohol, kokain dll). Infeksi virus (toxoplasma, rubella, CMV),
demam pada ibu hamil dan gangguan vaskuler pada plasenta atau
pembuluh darah serebral fetus (Humries, 2010).
2.3 Etiologi
Berdasarkan PPDGJ-1, penyebab retardasi mental dibagi menjadi:
Akibat infeksi dan/atau intoxikasi
-

Dalam kelompok ini termasuk keadaan karena kerusakan jaringan otak


akibat infeksi intrakranial, karena serum, obat atau toksik lainnya.
Contohnya ialah parotitis epidemika, rubela, sifilis, toksoplasmosis
kongenital, ensefalopatia karena infeksi postnatal dan lain-lain.

Akibat rudapaksa dan/atau sebab fisik lain


-

Rudapaksa sebelum lahir atau juga trauma lain seperti sinar-X, bahan
kontrasepsi dan usaha melakukan abortus dapat mengakibatkan kelainan
dengan retardasi mental. Rudapaksa sesudah lahir tidak begitu sering
mengakibatkan retardasi mental. Pada waktu lahir (perinatal), kepala
dapat mengalami tekanan sehingga timbul perdarahan di otak. Mungkin
juga terjadi kekurangan oksigen (asfixia neonatum) yang terjadi pada 1/5
dari semua kelahiran. Hal ini dapat terjadi karena aspirasi lendir, liquor
amnii, anestesi ibu dan prematuritas. Bila kekurangan zat asam
berlangsung terlalu lama maka akan terjadi degenerasi sel-sel kortex yang
kelak mengakibatkan retardasi mental.

Akibat gangguan metabolisme, pertumbuhan atau gizi


-

Gangguan gizi berat dan berlangsung lama sebelum umur 4 tahun sangat
mempengaruhi perkembangan otak dan dapat mengakibatkan retardasi
mental. Keadaan dapat diperbaiki dengan memperbaiki gizi sebelum umur
6 tahun, sesudah ini biarpun anak tersebut diberi makanan bergizi yang
banyak, inteligensi rendah sukar ditingkatkan.

Contoh: lipidosis otak infantil (Tay-Sach disease), histiosis lipidum jenis


keratin (Gaucher disease), fenilketonuria (diturunkan melalui gen resesif).

Pada fenilketonuria tidak terdapat enzim yang memecah fenilalanin


sehingga timbul keracunan neuron-neuron dengan zat itu. Retardasi
mental akibat ini dapat dicegah dengan diet rendah fenilalanin.

Akibat penyakit otak yang nyata


-

Termasuk neoplasma (tidak termasuk akibat sekunder karena rudapaksa


atau keradangan) dan beberapa reaksi sel-sel yang nyata, tetapi belum
diketahui betul etiologinya (diduga herediter atau familial). Reaksi sel-sel
otak (reaksi struktural) dapat bersifat degeneratif, infiltratif, radang,
proliferatif, sklerotik atau reparatif.

Misal: neofibromatosis (penyakit von Recklinghausen), angiomantosis


otak trigemini (penyakit Sturge-Weber-Dimitri), sklerosis tuberosis (Epiloia,
penyakit Bournville).

Akibat penyakit/pengaruh pranatal yang tidak jelas


-

Termasuk anomali kranial primer dan defek kongenital yang tidak


diketahui sebabnya.

Misal:

anensefali

dan

hemi-ensefali,

kelainan

pembentukan

giri,

porensefali kongenital, kraniostenosis, hidrosefalus congenital.


Akibat kelainan kromosom
-

Kelainan kromosom baik dalam jumlah maupun bentuk misal sindrom


Down atau Langtown-Down atau mongolisme (trisomi otomosal atau
trisomi kromosom 21), cri du chat (tidak terdapat cabang pendek pada
kromosom 5).

Akibat prematuritas
-

Berhubungan dengan keadaan bayi yang pada waktu lahir berat


badannya kurang dari 2500 gram dan/atau dengan masa hamil kurang

dari 38 minggu serta tidak terdapat sebab-sebab lain seperti dalam


subkategori sebelumnya.
Akibat gangguan jiwa yang berat
-

Untuk menegakkan diagnosis ini harus jelas telah terjadi gangguan jiwa
yang berat dan tidak terdapat tanda-tanda patologi otak. Penderita
skizofrenia residual dengan deteriorasi mental tidak termasuk dalam
kelompok ini.

Akibat deprivasi psikososial


-

Untuk membuat diagnosa ini harus terdapat riwayat deprivasi psikososial


dan tidak terdapat tanda-tanda patologi susunan saraf. Keadaan yang
mengakibatkan

retardasi

mental

mungkin

kultural-familial

atau/dan

deprivasi lingkungan sosial.


-

Deprivasi lingkungan yaitu kurangnya rangsangan dari lingkungan dimana


tingkat rangsangan sensorik mungkin terlalu rendah (terlalu tinggi juga
menegangkan dan membingungkan), misalnya terlalu kurang komunikasi
verbal menyebabkan kesukaran mengutarakan isi pikiran dalam kata-kata
dan penalaran konkret serta meghambat perkembangan pikiran abstrak.
Deprivasi lingkungan mungkin juga karena gangguan pancaindera.
2.4 Derajat
Hasil-bagi inteligensi (HI atau IQ =intelligence quotient) bukan
merupakan satu-satunya patokan untuk menentukan tingkat retardasi
mental. Sebagai kriteria dapat dipakai juga kemampuan untuk dididik atau
dilatih dan kemampuan sosial atau kerja (vokasional) (PPDGJ-I).
Retardasi mental dibagi menjadi ( PPDGJ-III; Humries, 2010):

Retardasi mental ringan

Retardasi mental sedang

Retardasi mental berat

Retardasi mental sangat berat

Ringan:
-

IQ = 50-69

Pemahaman dan penggunaan bahasa cenderung terlambat

Kebanyakan dapat mandiri penuh dalam merawat diri sendiri


dan mencapai keterampilan praktis dan keterampilan rumah
tangga, walaupun tingkat perkembangannya agak lambat
daripada normal.

Kesulitan utama biasanya tampak dalam pekerjaan sekolah


yang bersifat akademik, terutama membaca dan menulis.

Etiologi organik hanya dapat diidentifikasi pada sebagian kecil


penderita.
Sedang

IQ = 35-49

Lambat dalam mengembangkan pemahaman dan penggunaan


bahasa.

Keterampilan dalam merawat diri dan keterampilan motorik


terlambat.

Kemajuan dalam pendidikan sekolah terbatas tetapi sebagian


dapat belajar keterampilan dasar yang dibutuhkan untuk
membaca, menulis dan berhitung.

Etiologi organik dapat diidentifikasi pada kebanyakan pasien


retardasi mental.
Berat

IQ = 20-34

Pada umumnya mirip dengan derajat sedang dalam hal


gambaran klinis, terdapatnya etiologi organik dan kondisi yang
menyertainya, tingkat prestasi yang rendah.

Kebanyakan menderita gangguan motorik yang mencolok atau


defisit lain yang menyertainya, menunjukkan adanya kerusakan

atau penyimpangan perkembangan yang bermakna secara


klinis dari susunan saraf pusat.
Sangat berat
-

IQ = kurang dari 20.

Pemahaman dan penggunaan bahasa terbatas, hanya mengerti


perintah dasar dan mengajukan permohonan sederhana.

Etiologi organik dapat diidentifikasi pada sebagian besar kasus.

Biasanya ada disabilitas neurologik dan fisik lain yang berat


yang mempengaruhi mobilitas, seperti epilepsi dan hendaya
daya lihat dan daya dengar.

2.5 Faktor Komorbiditas


-

Attention deficit/hyperactivity disorder


Impulsive-control disorder: self-injury and aggression
Oppositional defiant disorder and conduct disorder
Anxiety disorder
Eating disorder
Mental disorder due to a general medical condition
Psychosis
Mood disorder
Other disorder (contoh: Tourettes disorder, somatoform disorder,
depersonalization disorder)(Kaplan, 2000).

2.6 Diagnosa
-

Anamnesis orang tua dengan teliti mengenai kehamilan, persalinan


dan perkembangan anak

Pemeriksaan psikologis

Laboratorium: evaluasi pendengaran dan bicara

Observasi psikiatrik untuk mengetahui adanya gangguan psikiatrik di


samping retardasi mental (Maramis, 2010)

2.7 Diagnosis Banding

anak dari keluarga yang sangat melarat dengan deprivasi rangsangan


yang berat (reversibel)

Gangguan pendengaran atau penglihatan

Gangguan bicara dan cerebral palsy

Gangguan emosi yang menghambat kemampuan belajar

Early infantile autism dan skizofrenia

Dementiaterjadi kerusakan kognitif spesifik serta gangguan daya


ingat

Diagnosis dementia dan RMkerusakan otak postnatal tapi sulit


menentukan derajat fungsional premorbid (Maramis, 2010).

2.8 Penatalaksanaan
2.9 Pencegahan dan Pengobatan
2.10

Latihan dan pendidikan

DAFTAR PUSTAKA

Humries, Edith W., 2010, Buku Ajar Psikiatri, Badan Penerbit FKUI,
Jakarta
Maramis, Willy F., Maramis, Albert A., 2009, Catatan Ilmu Kedokteran
Jiwa, edisi 2, cetakan pertama, Airlangga University Press, Surabaya
Maslim, R., 2003, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas
dari PPDGJ-III, PT Nuh Jaya, Jakarta
Sadock, Benjamin J., Sadock, Virginia A. (ed.), 2000, Kaplan & Sadock's
Comprehensive Textbook of Psychiatry, volume 2, edisi 7, Lippincott
Williams & Wilkins Publishers

Anda mungkin juga menyukai