Anestesi Case Report
Anestesi Case Report
LAPORAN KASUS
I.
II.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. U
Umur
: 70 tahun
Alamat
: Perumahan Harapan Baru, Bekasi
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Status
: Menikah
Tinggi Badan
: 67 kg
Berat Badan
: 170 cm
Golongan Darah
:O
Tanggal Masuk
: 13 Juni 2015
Diagnosis preoperatif : Ca rekti + DM type II
Tindakan operasi
: Laparotomi staging + sigmoidostomy
Jenis anestesi
: Anestesi umum
Tanggal operasi
: 24 Juni 2015
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Keliuhan tambahan
: Demam
: Keringat dingin, nafsu makan berkurang, BAB cair
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
: Tampak sakit ringan, composmentis
Vital Sign
: TD : 130/80 mmHg
RR : 22x/menit
HR : 88x/menit
Suhu : 36,9 0C
1
goyang (-)
: Akral hangat, CRT <2, Konjungtiva anemis -/-, BJ I & II
reguler, murmur (-), gallop (-), Echocardiografi: Fungsi
sistolik LV baik EF 80%, LVH(-), RV baik, MR Mild,
IV.
V.
VI.
Saraf
GIT
Renal
Metabolik
Hati
keluhan
: BAK tidak ada keluhan, Nyeri ketok CVA -/: DM (+) terkontrol sejak tahun 2007 dengan Metformin
: Ikterik (-)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hb
: 10,7 g/dl
Leukosit
: 11,7 ribu/ul
Hematokrit
: 31,9 %
Trombosit
: 347 ribu/ul
Masa perdarahan
: 2 Menit
Masa pembekuan
: 15 Menit
SGOT
: 21 U/L
SGPT
: 16 U/L
Ureum
: 67 mg/dl
Creatinin
: 1,3 mg/dl
Natrium
: 136 mmol/L
Kalium
: 4,0 mmol/L
Clorida
: 106 mmol/L
GDS
: 63 mg/dl
ASA : 3
TATALAKSANA ANESTESI
1. Persiapan Pre-operasi
Pasien puasa 6 jam sebelum operasi
Cek surat persetujuan operasi dan anestesi
Cek GDS
Siapkan transfusi darah PRC 500cc
Siapkan ruangan untuk post-op observasi di ICU
O2 3 lpm
N2O 2 lpm
Isoflurane 1,5 vol%
IVFD 1 line : RL (total cairan masuk 300 ml)
Premedikasi:
2
Dormicum 2 mg
Fentanyl 100 mcg
2. Di kamar operasi
Scope
Tubes
Airway
Tape
Introducer
Connector
Suction
: Stetoskop, Laringoskop
: ETT (cuffed) size 7, kinking, fix di tepi bibir
: Oropharyngeal airway
: Plester untuk fiksasi
: Untuk memandu agar pipa ETT mudah
dimasukkan
: Penyambung antara ETT dan alat anestesi
: Memastikan tidak ada kerusakan pada alat
3. Medikasi
A. Propofol 100 mg
B. Fentanyl 50 mcg
C. Vecuronium Bromide 8 mg
D. Asam tranexamat 500 mg
E. Ondansetron 4 mg
4. Langkah Tindakan Anestesi
Persiapan alat :
a. Menyiapkan meja operasi dan aksesorisnya
b. Menyiapkan mesin dan alat anestesi
c. Menyiapkan komponen STATICS
d. Menyiapkan obat-obat anestesia yang diperlukan
e. Menyiapkan obat-obat resusitasi; adrenalin, atropine, aminofilin, natrium
bikarbonat, dll
f. Menyiapkan tiang infus, cairan infus, plester, dll
Persiapan pasien :
Jam 15.15 pasien masuk kamar operasi, manset dan monitor dipasang
Jam 15.30 mulai dilakukan anestesi umum dengan prosedur sebagai
berikut :
- Pasien berbaring posisi supine, monitor dipasang.
- Oksigen 3 lpm mulai dialirkan ke hidung pasien.
- Dilakukan premedikasi anestesi dengan pemberian Dormicum 2 mg,
-
Tensi
Nadi
Sp02
15.30
150/70
86
100%
15.45
120/60
88
100%
16.00
100/50
86
100%
16.15
150/80
90
100%
16.30
150/80
90
100%
16.45
140/80
74
100%
17.00
140/80
75
100%
17.15
120/80
78
100%
17.30
120/70
70
100%
17.45
120/70
73
100%
18.00
110/70
100
100%
18.15
80/40
90
100%
18.30
110/60
100
100%
Durante Operasi
b. Cairan Keluar
i. Pre operasi
ii. Durante operasi
1. Perdarahan
2. Urin
: 100 ml
:
: 100 cc
: 300 ml
4
BAB II
PEMBAHASAN KASUS
2.1.
Kanker Rektum
Kanker rektum adalah kanker yang terjadi pada rektum. Rektum terletak di
anterior sakrum dan coccygeus panjangnya kira kira 15 cm. Rectosigmoid junction
terletak pada bagian akhir mesocolon sigmoid. Bagian sepertiga atasnya hampir
seluruhnya dibungkus oleh peritoneum. Di setengah bagian bawah rektum
keseluruhannya adalah ektraperitoneal.
Secara anatomi rektum terbentang dari vertebre sakrum ke-3 sampai garis
anorektal. Secara fungsional dan endoskopik, rektum dibagi menjadi bagian ampula
dan sfingter. Bagian sfingter disebut juga annulus hemoroidalis, dikelilingi oleh
5
muskulus levator ani dan fasia coli dari fasia supra-ani. Bagian ampula terbentang
dari sakrum ke-3 ke difragma pelvis pada insersi muskulus levator ani. Panjang
rektum berkisar 10-15 cm, dengan keliling 15 cm pada rectosigmoid junction dan 35
cm pada bagian ampula yang terluas. Pada orang dewasa dinding rektum mempunyai
4 lapisan, yaitu lapisan mukosa, submukosa, muskularis (sirkuler dan longitudinal),
dan lapisan serosa.
Perubahan pada kebiasaan BAB atau adanya darah pada feses, baik itu
darah segar maupun yang berwarna hitam
Diare, konstipasi atau merasa bahwa isi perut tidak benar benar kosong
saat BAB
Keluhan tidak nyama pada perut seperti sering flatus, kembung, rasa
penuh pada perut atau nyeri
Pada tahap lanjut dapat muncul gejala pada traktus urinarius dan nyeri
pada daerah gluteus.
2.1.3. Diagnosis
Ada beberapa tes pada daerah rektum dan kolon untuk mendeteksi kanker
rektal, diantaranya ialah:
o Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan CEA (Carcinoma Embrionik
Antigen) dan Uji faecal occult blood test (FOBT) untuk melihat
perdarahan di jaringan
o Digital rectal examination (DRE) dapat digunakan sebagai pemeriksaan
skrining awal. Kurang lebih 75 % karsinoma rektum dapat dipalpasi pada
pemeriksaan rektal, pemeriksaan digital akan mengenali tumor yang
terletak sekitar 10 cm dari rektum, tumor akan teraba keras dan
menggaung.
Ada 2 gambaran khas dari pemeriksaan colok dubur, yaitu indurasi
dan adanya suatu penonjolan tepi, dapat berupa :
a. Suatu pertumbuhan awal yang teraba sebagai indurasi seperti cakram
yaitu suatu plateau kecil dengan permukaan yang licin dan berbatas
tegas.
b. suatu pertumbuhan tonjolan yang rapuh, biasanya lebih lunak, tetapi
umumnya mempunyai beberapa daerah indurasi dan ulserasi
c. suatu bentuk khas dari ulkus maligna
menonjol dengan suatu kubah yang dalam (bentuk ini paling sering)
d. suatu bentuk karsinoma anular yang teraba sebagai pertumbuhan
bentuk cincin
Pada pemeriksaan colok dubur ini yang harus dinilai adalah:
a. Keadaan tumor: ekstensi lesi pada dinding rektum serta letak bagian
terendah terhadap cincin anorektal, cervix uteri, bagian atas kelenjar
prostat atau ujung os coccygis. Pada penderita perempuan sebaiknya
juga dilakukan palpasi melalui vagina untuk mengetahui apakah
mukosa vagina di atas tumor tersebut licin dan dapat digerakkan atau
apakah ada perlekatan dan ulserasi, juga untuk menilai batas atas dari
lesi anular. Penilaian batas atas ini tidak dapat dilakukan dengan
pemeriksaan colok dubur.
9
2.1.4.
Stadium
10
11
2.2.
Diabetes Melitus
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan
adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini:
Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan
12
bawah sebagai suatu komplikasi penderita, teknik subarakhnoid atau epidural lebih
memuaskan dan tanpa menimbulkan komplikasi. Epidural anestesia lebih efektif
dibandingkan dengan anestesia umum dalam mempertahankan perubahan kadar gula,
growth hormone dan kortisol yang disebabkan tindakan operasi.
2.4.
2.5.
General Anestesi
Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai
analgesik,
otonom.
2. Syarat, kontraindikasi dan komplikasi anestesi umum
Adapun syarat ideal dilakukan anestesi umum adalah :
a. Memberi induksi yang halus dan cepat.
b. Timbul situasi pasien tak sadar atau tak berespons
16
ASA II : Pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang baik karena penyakit
bedah maupun penyakit lain.
ASA III: Pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat yang diakibatkan karena
berbagai penyebab.
ASA IV: Pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara langsung mengancam
kehidupannya.
ASA V: Pasien tak diharapkan hidup setelah 24 jam walaupun dioperasi atau tidak.
Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat dengan mencantumkan tanda
darurat ( E = EMERGENCY ), misalnya ASA IE atau IIE
Pengosongan lambung untuk anestesia penting untuk mencegah aspirasi lambung
karena regurgutasi
dilakukan dengan puasa : anak dan dewasa 4 6 jam, bayi 3 4 jam. Pada pembedahan
darurat pengosongan lambung dapat dilakukan dengan memasang pipa nasogastrik atau
dengan cara lain yaitu menetralkan asam lambung dengan memberikan antasida
(magnesium trisilikat) atau antagonis reseptor H2 (ranitidin). Kandung kemih juga harus
dalam keadaan kosong sehingga boleh perlu dipasang kateter. Sebelum pasien masuk
dalam kamar bedah, periksa ulang apakah pasien atau keluarga sudah memberi izin
pembedahan secara tertulis (informed concent).
Premedikasi sendiri ialah pemberian obat - 1 jam sebelum induksi anestesia
dengan tujuan melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesia, menghilangkan
rasa khawatir,membuat amnesia, memberikan analgesia dan mencegah muntah, menekan
refleks yang tidak diharapkan, mengurasi sekresi saliva dan saluran napas.
Obat obat premedikasi yang bisa diberikan antara lain :
o Gol. Antikolinergik: Atropin. Diberikan untuk mencegah hipersekresi
kelenjar ludah, antimual dan muntah, melemaskan tonus otot polos organ
organ dan menurunkan spasme gastrointestinal. Dosis 0,4 0,6 mg IM
bekerja setelah 10 15 menit
o Gol. Hipnotik sedative: Barbiturat (Pentobarbital dan Sekobarbital).
Diberikan untuk sedasi dan mengurangi kekhawatiran sebelum operasi. Obat
ini dapat diberikan secara oral atau IM. Dosis dewasa 100 200 mg, pada
bayi dan anak 3 5 mg/kgBB. Keuntungannya adalah masa pemulihan tidak
diperpanjang dan efek depresannya yang lemah terhadap pernapasan dan
sirkulasi serta jarang menyebabkan mual dan muntah
o Gol. Analgetik narkotik: Morfin. Diberikan untuk mengurangi kecemasan dan
ketegangan menjelang operasi. Dosis premedikasi dewasa 10 20 mg.
18
golongan
19
Induksi
Pemeliharaan
21
Klasifikasi Mallampati:
Mudah sulitnya dilakukan intubasi dilihat dari klasifikasi Mallampati :
c.
Cara pemberian :
Obat tunggal untuk induksi atau operasi singkat
Suntikan berulang (intermiten)
Diteteskan perinfus
singkat,
sedasi
anestesi
regional,
dan
untuk
mengatasi
kejang.
Keuntungannya :induksi mudah, cepat, tidak ada iritasi mukosa jalan napas. Dosis 5
mg/kg IV, hamil 3 mg/kg IV.
2. Anestetik inhalasi
a. N2O
Nitrogen monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak
berasa dan lebih berat daripada udara. N2O biasanya tersimpan dalam bentuk
cairan bertekanan tinggi dalam baja, tekanan penguapan pada suhu kamar 50
atmosfir. N2O mempunyai efek analgesic yang baik, dengan inhalasi 20% N2O
dalam oksigen efeknya seperti efek 15 mg morfin. Kadar optimum untuk
mendapatkan efek analgesic maksimum 35% .gas ini sering digunakan pada
partus yaitu diberikan 100% N2O pada waktu kontraksi uterus sehingga rasa sakit
23
hilang tanpa mengurangi kekuatan kontraksi dan 100% O2 pada waktu relaksasi
untuk mencegah terjadinya hipoksia. Anestetik tunggal N2O digunakan secara
intermiten untuk mendapatkan analgesic pada saat proses persalinan dan
Pencabutan gigi. N2O digunakan secara umum untuk anestetik umum, dalam
kombinasi dengan zat lain
b. Halotan
Merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar dan tidak
mudah meledak meskipun dicampur dengan oksigen. Halotan bereaksi dengan
perak, tembaga, baja, magnesium, aluminium, brom, karet dan plastic. Karet larut
dalam halotan, sedangkan nikel, titanium dan polietilen tidak sehingga pemberian
obat ini harus dengan alat khusus yang disebut fluotec. Efek analgesic halotan
lemah tetapi relaksasi otot yang ditimbulkannya baik. Dengan kadar yang aman
waktu 10 menit untuk induksi sehingga mempercepat digunakan kadar tinggi (3-4
volume %). Kadar minimal untuk anestesi adalah 0,76% volume.
c. Isofluran
Merupakan eter berhalogen yang tidak mudah terbakar. Secara kimiawi mirip
dengan efluran, tetapi secara farmakologi berbeda. Isofluran berbau tajam sehingga
membatasi kadar obat dalam udara yang dihisap oleh penderita karena penderita
menahan nafas dan batuk. Setelah pemberian medikasi preanestetik stadium
induksi dapat dilalui dengan lancer dan sedikit eksitasi bila diberikan bersama N2O
dan O2. isofluran merelaksasi otot sehingga baik untuk intubasi. Tendensi timbul
aritmia amat kecil sebab isofluran tidak menyebabkan sensiitisasi jantung terhadap
ketokolamin. Peningkatan frekuensi nadi dan takikardiadihilangkan dengan
pemberian propanolol 0,2-2 mg atau dosis kecil narkotik (8-10 mg morfin atau 0,1
mg fentanil), sesudah hipoksia atau hipertemia diatasi terlebih dulu. Penurunan
volume semenit dapat diatasi dengan mengatur dosis. Pada anestesi yang dalam
dengan isofluran tidak terjadi perangsangan SSP seperti pada pemberian enfluran.
Isofluran meningkatkan aliran darah otak pada kadar labih dari 1,1 MAC (minimal
Alveolar Concentration) dan meningkatkan tekanan intracranial.
d. Sevofluran
Obat anestesi ini merupakan turunan eter berhalogen yang paling disukai untuk
induksi inhalasi.
Nilai Warna
Merah muda, 2
Pucat, 1
Sianosis, 0
Pernapasan
Dapat bernapas dalam dan batuk, 2
Dangkal namun pertukaran udara adekuat, 1
Apnoea atau obstruksi, 0
Sirkulasi
Tekanan darah menyimpang <20% dari normal, 2
Tekanan darah menyimpang 20-50 % dari normal, 1
Tekanan darah menyimpang >50% dari normal, 0
Kesadaran
Sadar, siaga dan orientasi, 2
Bangun namun cepat kembali tertidur, 1
Tidak berespons, 0
Aktivitas
Seluruh ekstremitas dapat digerakkan, 2
Dua ekstremitas dapat digerakkan,1
Tidak bergerak, 0
Jika jumlahnya > 8, penderita dapat dipindahkan ke ruangan
B. Steward Score (anak-anak)
Pergerakan
Gerak bertujuan 2
Gerak tak bertujuan 1
Tidak bergerak 0
Pernafasan
Batuk, menangis 2
Pertahankan jalan nafas 1
Perlu bantuan 0
Kesadaran
Menangis 2
Bereaksi terhadap rangsangan 1
Tidak bereaksi 0
Jika jumlah > 5, penderita dapat dipindahkan ke ruangan
25
BAB III
KESIMPULAN
26
DAFTAR PUSTAKA
27
9. Singh M. Stress response and anesthesia altering the pre and post-operative
management. Indian J Anesth; 2003: 47:427-34
10. Reddy Eashwer K, Mansfield Carl M, Hartman Gerald V. Carcinoma of the Rectum
28