ukur dalam pembicaraan masalah NAPZA menyangkut terapi, prevensi dan lain-lainnya.
Dalam bab ini, di batasi pada golongan NAPZA yang banyak di salahgunakan di Indonesia
Alkohol umumnya digunakan dalam minuman beralkohol. Di Indonesia, terutama di daerah
Indonesia Timur dan beberapa tempat di daerah Sumatra, terdapat antara 2-3 juta orang yang
menggunakan minuman alkohol dari ringan sampai berat. Di Amerika Serikat terdapat 12-18
juta orang, mengalami adiksi alkoholdan problem drinkers. Penyalahgunaan alkohol
dikalangan remaja sukar dicegah karena kurang sempurnanya pengawasan. Di banyak negara
berkembang, pemerintah umumnya dirasakan bersifat
anggaran belanjanya diambil dari pihak industri minuman beralkohol. Sebagian remaja
sampai usia dewasa cukup bebas dan berkesempatan menggunakan minuman beralkohol,
laki-laki lebih banyak dari pada perempuan tetapi populasi peminum perempuan meningkat
dan penggunakannya secara berkelanjutan.
Jenis-jenis minuman beralkohol di Indonesia sangat bervariasi ( dari tradisional sampai
fermentasi buatan, dari berkadar tinggi hingga rendah) misalnya : green sands sandy, bier,
brandy,Vodka, mansion hause, whisky, martini, Jack Daniels, Napoleon, Drum, Martini,
Mack D,Tomi (topi miring). Minuman beralkohol memberikan gambaran klinis atara lain :
Intoksikasi : euforia, cadel, nistagmus, ataksia, bradikardi, hipotensi, kejang, koma. Pada
pneumonia, gangguan vaskuler dan jantung, defisiensi vitamin, fetal alkohol syndrom.
Gangguan mental : depresi hingga skizofrenia
Gangguan lain : kecelakaan lalu lintas, perkelahian, problem domestik, dan tindakan
kekerasan
terinduksi alkohol seperti blackout, mengendarai sepeda motor saat terintoksikasi (DWI),
atau membolos sekolah atau kerja karena minum berlebihan. Sekitar 10% wanita dan 20%
pria memenuhi kriteria diagnosis penyalahgunaan alkohol selama masa hidupnya dan 3-5%
wanita serta 10% pria memenuhi kriteria diagnosis ketergantungan alkohol yang lebih serius
sepanjang hidup. Sekitar dua ratus ribu kematian tiap tahun berhubungan langsung dengan
penyalahgunaan alkohol. Penyebab umum kematian diantara orang dengan gangguan terkait
alkohol adalah bunuh diri, kanker, penyakit jantung, dan penyakit hati. Meski orang yang
terlibat dalam kecelakaan lalu lintas tidak selalu memenuhi kriteria diagnosis gangguan
terkait alkohol, pengemudi mabuk terlibat pada hampir 50% kecelakaan lalu lintas hingga
mencapai 75% bila yang dihitung hanya kecelakaan yang terjadi pada malam. Pengguanaan
alkohol dan gangguan terkait alkohol juga dikaitkan dengan sekitar 50% kasus pembunuhan
dan 25% kasus bunuh diri. Penyalahgunaan alkohol menurunkan angka harapan hidup
sebesar kira-kira sepuluh tahun dan alkohol mengarahkan zat lain terhadapat kematian terkait
zat.
Etiologi
Ganggun terkait alkohol, seperti hampir semua kondisi psikiatri lain, mungkin mngambarkan
suatu kelompok proses penyakit yang heterogen. Pada kasus individu manapun, faktor
psikososial, genetik, atau perilaku mungkin lebih penting dibandingkan faktor lain. Dalam
suatu setfaktor, misalnya faktor biologis, satu elemen, seperti gen reseptor neurotransmitter,
mungkin leboh terlibat secara kritis dari pada elemen lain, seperti pompa ambilan
neurotransmitter. Kecuali untuk kepentingan riset, tidak perlu mengindentifikasi faktor
kausatif tunggal; pengobatan gangguan terkait alkohol memerlukan pendekataan apapun
yang efektif, tanpa menghiraukan teori.
Efek alkohol
Istilah alkohol merujuk suatu kelompok besar molekul organik yang memiliki gugus
hidroksil (-OH) melekat pada atom karbon jenuh. Etil alkohol, disebut juga etanol,
merupakan bentuk alkohol paling lazim: terkadang disebut alkohol minuman, etil alkohol
digunakan untutk minum. Rumus kimia etanol adalah CH3-CH2-OH.
1. Absorpsi
Sekitar 10% alkohol yang dikomsumsi diabsorpsi melalui lambung, sisanya melalui
usus halus. Konsentrasi puncak alkohol dalam darah tercapai dalam 30-90 menit dan
biasanya dalam 45-60 menit, tergantung apakah alkohol dikomsumsi dalam keadaan
perut kosong ( meningkatkan absorpsi) atau dengan makanan (menunda absorpsi).
Waktu untuk mencapai konsentrasi puncak dalam darah juga bergantung pada jangka
waktu megkomsumsi alkohol: minum dengan cepat mengurangi waktu untuk
mencapai
untuk
mencapai
konsentrasi
puncak,
minum
secara
lambat
darah yang lebih sedikit dibanding pria; fakta ini mungkin menyebabkan
kecenderungan wanita untuk menjadi lebih terintoksikasi dibandingkan pria setelah
minum alkohol dalam jumlah yang sama. Penurunan fungsi enzim yang
memetabolisasi alkohol pada beberapa orang Asia juga dapat menyebabkan
mudahnua mengalami intoksikasi dan gejala toksik.
Efek pada otak
1. Biokimiawi
Berlawanan dengan sebagian besar zat lain yang disalahgunakan dengan target
reseptor yang telah diidentifikasi-seperti reseptor N-metil- D-aspartat (NMDA) untuk
fensiklidin tidak ada satu target molekuler yang telah teridentifikasi sebagai mediator
efek alkohol. Teori efek biokimiawi alkohol yang telah lama bertahan memusatkan
efeknya pada membran neuron. Data mendukung hipotesis bahwa alkohol
menimbulkan efek dengan menyisipkan diri ke dalam membran pada pengguna
jangka pendek. Namun, dengan penggunaan jangka panjang, teori tersebut
berhipotesis bahwan membran menjadi menjadi rigid atau kaku. Fluiditas membran
penting agar reseptor, kanal ion, dan protein fungsional terikat-membran lain dapat
berfungsi normal. Pada studi terkini, peneliti berupaya untuk mengidentifikasi target
molekur efek alkohol yang spesifik. Sebagian besar perhatian difokuskan pada efek
alkohol terhadap kanal ion. Secara spesifik, studi menemukan bahwa aktivitas kanal
ion alkohol dikaitkan dengan reseptor asetilkolin nikotinik, serotonin 5-HT 3, dan
GABA tipe A (GABAA) ditingkatkan oleh alkohol, sementara aktivitas kanal ion yang
dikaitkan dengan reseptor glutamat dan kanal kalsium voltage-gated mengalami
inhibisi.
2. Efek perilaku
sebagai hasil bersih dari aktivitas molekuler, alkohol berfungsi sebagai depresan
seperti halnya barbiturat dan golongan benzodiazepin, yang dengan kedua zat ini,
alkohol memiliki beberapa toleransi silang dengan depensi silang. Pada kadar alkohol
0,05 % dalam darah, isi pikir, daya nilai, dan pengendalian melonggar dan kadangkadang terganggu. Pada konsentrasi 0,1 %, gerakan motorik volunter biasanya tampak
kikuk. Pada sebagian besar negara bagian, intoksikasi legal berkisar dari 0,1 sampai
0,15 % kadar alkohol darah. Pada kadar 0,2 %, fungsi seluruh area motorik otak
terlihat mengalami penurunan, dan bagian otak yang mengendalikan perilaku
emosional juga terganggu. Pada 0,3 %, seseorang biasanya menjadi gaduh gelisah
atau mengalami stupor; pada 0,4 - 0,5 %, orang akan jatuh kedalam keadaan koma.
Pda kadar yang lebih tinggi, pusat primitif di otak yang mengontrol pernapasan dan
denyut jantung akan terpengaruh, dan kematian menyusul sekunder terhadap depresi
napas
langsung
atau
aspirasi
muntahan.
Namun,
orang
dengan
riwayat
Tanda klasik keadaan putus alcohol adalah gemetar, walaupun spectrum gejala dapat
meluas hingga mencakup gejala psikotik
primer
untuk
mengendalikan
gejala
putus
alcohol
adalah
golongan
menghambat gejala hiperaktivitas simpatis tapi tak satu pun obat tersebut yang merupakan
penanganan kejang atau delirium yang efektif.
Delirium
Diagnosis dan Gambaran Klinis
DSM-IV-TR mencantumkan kriteria diagnosis delirium akibat intoksikasi alcohol dalam
kategori delirium akibat intoksikasi zat dan kriteria diagnosis delirium pada keadaan putus
alcohol dalam kategori delirium pada putus zat. Pasien yang diketahui mengalami gejala
putus alcohol sebaiknya dimonitor secara cermat untuk mencegah progresi ke delirium pada
putus alcohol, bentuk sindrom putus zat yang paling parah, juga disebut sebagai DT. Delirium
pada putus alcohol adalah suatu kedaruratan medis yang dapat mengakibatkan morbiditas dan
mortalitas yang signifikan. Pasien delirium membhayakan dirinya sendiri dan orang lain.
Oleh karena perilakuknya sangat tidak dapat diramalkan, pasien delirium dapat menyerang
atau bunuh diri atau bertindak menurut halusinasi atau pikiran wahamnya seolah olah benar
benar ada bahaya. Bila tidak ditangani, DT memiliki angka mortalitas sebesar 20 persen
biasanya akibat penyakit medis yang terjadi bersamaan seperti pneumonia, penyakit ginjal,
insufisiensi hepatic, atau penyakit jantung. Meski kejang putus zat biasanya mendahului
timbulnya delirium pada putus alcohol, delirium juga dapat timbul tanpa tanda awal.
Gambaran esensial sindrom ini adlaah delirium terjadi dalam 1 minggu setelah seseorang
berhenti minum atau mengurangi asupan alcohol. Selain adanya gejala delirium, gambaran
delirium pada intoksikasi alcohol mencakup hiperaktivitas otonom seperti takikardia,
diaphoresis, demam, ansietas, insomnia, dan hipertensi; distorsi persepsi, paling sering
berupa halusinasi visual atau taktil; dan tingkatkan aktivitas psikomotor yang berfluktuasi,
berkisar dari hipereksasibilitas sampai letargi.
Sekitar 5 persen orang dengan gangguan terkait alcohol yang dirawat inap mengalami
DT. Oleh karena sindrom ini biasanya muncul pada hari ketiga perawatan, seorang pasien
yang dirawat untuk kondisi yang tak berhubungan secara tak terduga dapat mengalami
episode delirium, suatu tanda pertama gangguan terkait alcohol yang sebelumnya tak
terdiagnosis. Episode DT biasanya muncul pada usia 30-an sampai 40-an tahun setelah 5
sampai 15 tahun menjadi peminum berat, biasanya tipe peminum saat pesta. Penyakit fisik
(contohnya, hepatitis atau pankreatitis) menjadi predisposisi sindrom ini; seseorang dengan
kesehatan fisik yang baik jarang mengalami DT selama putus alcohol.
Penanganan
Penanganan terbaik untuk DT adalah pencegahan. Pasien yang putus alcohol dan
menunjukkan fenomena putus zat sebaiknya mendapatkan benzodiazepine, seperti
klordiazepoksid 25 sampai 50 mg tiap 2 sampai 4 jam sampai pasien terlihat bebas dari
bahaya. Namun, bila delirium telah muncul, 50 sampai 100 mg klordiazepoksid harus
diberikan tiap 4 jam per oral atau lorazepam (Ativan) sebaiknya diberikan secara intravena
(IV) bila pemberian oral tidak memungkinkan. Obat antipsikotik yang dapat menurunkan
ambang kejag pasien sebaiknya dihindari. Diet tinggi kalori, tinggi karbohidrat dengan
suplementasi multivitamin juga penting.
Pasien DT yang difikasasi berada dalam risiko; mereka dapat melawan kekangan
hingga mencapai tingkat kelelahan yang membahayakan. Saat pasien sangat kacau dan tidak
terkontrol, mungkin diperlukan ruangan pengucil. Dehidrasi, yang sering dieksaserbasi
diaphoresis, dan demam, dapat dikoreksi dengan cairan yang diberikan per oral atau IV.
Anoreksia, mintah dan diare sering terjadi saat putus zat. Obat antipsikotik sebaiknya
dihindari karena dapat menurunkan ambang kejang pada pasien. Timbulnya gejala neurologis
fokal, kejang, lateralisasi, peningkatan tekanan intracranial, atau bukti fraktur tengkorak atau
indikasi patologi SSP lainnya seyogianya memicu klinisi untuk memeriksa adanya penyakit
neurologis tambahan pada pasien. Obata antikonvulsan nonbenzodiazepin tidak berguna
untuk mencegah atau menangani konvulsi putus alcohol meski benzodiazepine secara umum
efektif.
Psikoterapi suportif yang hangat adalah esensial pada penanganan DT. Pasien sering
menjadi liar, takut, dan cemas karena gejala yang menggemparkan, dan dukungan verbal yag
terapil menjadi mutlak.
Demensia Persisten Terinduksi Alkohol
Legitimasi konsep demensia persisten terinduksi alcohol tetap kontrovesial; sejumlah klinisis
dan peneliti percaya bahwa sulit membedakan efek toksik penyalahgunaan alcohol akibat
kerusakan SSP yang ditimbulkan oleh nutrisi yang bururk dan trauma multiple dengan yang
terjadi setelah multifungsi organ tubuh lain seperti hepar, pancreas, dan ginjal.
Gangguan Amnesik Persisten Terinduksi Alkohol
Diagnosis dan Gambaran Klinis
Kriteria diagnosis gangguan amnesik persisten terinduksi alcohol tercantum dalam amnesik
persisten terinduksi zat pada DSM-IV-TR. Gambara esensial gangguan amnesik persisten
terinduksi alcohol berupa gangguan memori yang berkepanjangan. Oleh karena gangguan ini
biasanya terjadi pada orang yang telah menjadi peminum berat selama bertahun tahun,
gangguan ini jarang ditemukan pada orang d bawah usia 35 tahun.
Sindrom Wernicke Korsakoff
Nama klasik untuk gangguan amnesik persisten terinduksi alcohol adalah ensefalopati
Wernicke (suatu kumpulan gejala akut) dan sindrom Korsakoff (kondisi kronik). Sementara
ensefalopati Wernicke sepenuhnya reversible dengan penanganan, hanya sekitar 20 persen
pasien sindrom Korsakoff yang sembuh. Hubungan patofisiologi antara kedua sindrom
tersebut adalah defisiensi tiamin, yang disebabkan baik oleh kebiasaan nutrisi yang buruk
maupun karena masalah malabsorpsi. Tiamin merupakan kofaktor sejumlah enzim penting
dan mungkin juga terlibat dalam konduksi potensial aksi sepanjang akson dan pada transmisi
sinaptik. Lesi neuropatologisnya simetris dan paraventrikuler, melibatkan korpus mamilare,
thalamus, hipotalamus, mesensefalon, pons, medulla, forniks, dan serebelum.
Ensefalopati Wernicke, disebut juga ensefalopati alkoholik, merupakan suatu
gangguan neurologis akut yang idtandai dengan ataksia (terutama memengaruhi cara
berjalan), disfungsi vestibular, kebingungan, dan berbagai abnormalitas motilitas ocular,
termasuk nystagmus horizontal, palsi rektus lateral, dan gaze palsy. Tanda pada mata ini
biasanya bilateral tapi tidak terhadap cahaya dan anisokoria. Ensefalopati Wernicke dapat
sembuh spontan dalam beberapa hari atau minggu atau dapat berkembang menjadi simdrom
Korsakoff.
Penanganan
Pada tahpa awal, ensefalopati Wernicke berespon cepat terhadap tiamin parenteral dosis
tinggi, yang dianggap efektif mencegah progresi menjadi sindrom Korsakoff. Dosis tiamin
biasanya dimulai pada 100 mg peroral dua atau tiga kali sehari dan dilanjutkan selama 1
sampai 2 minggu. Pada pasien gangguan terkait alcohol yang mendapatkan larutan glukosa
iV, merupakan praktik yang baik untuk menyertakan 100 mg tiamin dalam setiap liter larutan
glukosa. Sindorm Korsakoff adalah sindrom hendaya mental (terutama memori segera) dan
amnesia anterogard pada pasien yang waspada dan responsif. Pasien mungkin atau mungkin
juga tidak mengalami gejala konfabulasi. Penanganan sinrom Korsakoff juga berupa tiamin
yang diberikan 100 mg per oral dua sampai tiga kali sehari; regimen tetapi sebaiknya
dilanjutkan selama 3 sampai 12 bulan. Hanya sedikit pasien yang berlanjut ke sindrom
Korsakoff yang dapat sembuh sepenuhnya, meski cukup banyak juga yang mengalami
sejumlah perbaikan kemampuan kognitif dengan tiamin dan dukungan nutrisi.
Blackout
Blackout terkait alcohol tidak dicantumkan dalam klasifikasi diagnostic DSM-IV-TR meski
gejala intoksikasi alcohol lazim ditemukan. Blackout serupa dengan episode amnesia global
transien yaitu keduanya merupakan episode diskret amnesia anterogard yang terjadi terkait
intoksikasi alcohol. Periode amnesia terutama dapat menyusahkan ketika orang tersebut
khawatir bahwa mereka mungkin melukai seseorang tanpa sepengatahuannya atau
berperilaku kurang bijaksana saat mengalami intoksikasi. Selama blackout, orang tersebut
memiliki memori segera yang relative intak tapi mengalami defissit memori jangka pendek
yang spesifik sehingga tidak mampi mengingat peristiwa yang terjadi 5 atau 10 menit
sebelumnya. Oleh karena aspek intelektual lain masih baik, mereka dapat melakukan tugas
rumit dan tampak normal menurut pengamat awam. Mekanisme neurobiologis blackout
alkoholik pada tingkat molecular kini telah diketahui; alcohol menghambat konsolidasi
memori baru ke dalam memori lama, suatu proses yang diperkirakan melibatkan hipokampus
dan struktur lobus temporal terkait.
Gangguan Psikotik Terinduksi Alkohol
Diagnosis dan Gambaran Klinis
Kriteria diagnosis gangguan psikotik terinduksi alcohol, seperti waham dan halusinasi,
terdapat pada kategori gangguan psikotikterinduksi zat di DSM-IV-TR. Halusinasi yang
paling sering adalah auditorik, biasanya suara, tapi seringkali tak terstruktur. Suara suara
biasanya memfitnah, mencela, atau mengancam, meski beberapa pasien melaporkan bahwa
suara tersebut bersifat menyenangkan dan tidka mengganggu. Halusinasi biasanya
berlangsung kurang dari seminggu namun dalam seminggu lazim dijumpai hendaya menilai
realitas. Setelah episode ini, sebagian besar pasien menyadari sifat halusinatorik gejalnya.
Halusinasi setelah putus alcohol dianggap jarang dan sindrom ini berbeda dengan
delirium pada putus alcohol. Halusinasi dapat terjadi pada semua umur tapi biasanya tampak
pada orang yang menyalahgunakan alcohol dalam jangka waktu lama. Meski halusinasi
biasanya menghilang dalam satu minggu, beberapa mungkin bertahan; pada kasus kasus ini,
klinisi harus mempertimbangkan gangguan psikotik lain dalam diagnosis banding. Halusinasi
terkait putus alcohol dibedakan dengan halusinasi pada skizofrenia berdasarkan asosiasi
waktu dengan keadaan putus alcohol, tidak adanya riwayat klasik skizofrenia, serta durasi
yang biasanya singkat. Halusinasi terkait putus alcohol dibedakan dengan DT dengan adanya
sensorium yang jernih pada pasien.
Penanganan
Penanganan halusinasi terkait putus alcohol kurang lebih sama dengan penanganan DT
benzodiazepine, nutrisi adekuat, dan cairan bila perlu. Jika regimen ini gagal atau untuk
penggunaan jangka panjang, dapat digunakan antipsikotik.
Gangguan Mood Terinduksi Alkohol
DSM-IV-TR memungkinkan diagnosis gangguan mood terinduksi alcohol dengan gambaran
manik, depresi, atau campuran juga untuk spesifikasi awitan saat intoksikasi atau putus zat,
kliniis harus mempertimbangkan apakah zat yang disalahgunakan dan gejala memiliki
hubungan kausal.
Gangguan Ansietas Terinduksi Alkohol
DSm-IV-TR
memungkinkan
diagnosis
gangguan
ansietas
terinduksi
alcohol
dan
namun sulit dilakukan karena awitan kondisi ini mendadak. Bila pasien telah difiksasi, injeksi
obat antipsikotik, seperti haloperidol (Haldol), berguna dalam mengendalikan penyerangan.
Kondisi ini harus dibedakan dengan kausa perubahan perilaku mendadak lain, seperti epilepsi
parsial kompleks. Beberapa orang dengan gangguan ini dilaporkan menunjukkan gelombang
paku di lobus temporal pada EEG stelah mengonsumsi alcohol dalam jumlah kecil.