Riski Miranda Putri - Memory
Riski Miranda Putri - Memory
kau
carilah
calon
istri.
Biar
ayah
tak
mengurus
kehidupanmu.
Aku sudah memilikinya. Kami berencana menikah akhir tahun ini.
Baiklah, kau bawa dia kesini. Aku ingin melihat seperti apa pilihan
anakku. Daniel lalu tersenyum singkat.
Ada yang ingin kau makan untuk malam ini? Ayah akan ke
supermarket untuk membeli beberapa barang yang habis.
Tidak. Terimakasih. Aku akan pulang larut hari ini.
***
Keju, basil, tomat, daging asap, roti. Ah, apalagi yang terlupa? Ujar
Daniel kepada dirinya sendiri. Ia mencoba mengingat apalagi yang mesti
ada dalam belanjaannya.
Ada lagi, kek? Tegur Keyla, kasir yang sudah sangat mengenal
Daniel. Daniel hanya menyunggingkan senyum lalu menggeleng.
Semuanya 250 ribu, kek. Daniel lalu merogoh sakunya. Dimana
dompetnya?
Sebentar. Kurasa ada disini. Ujar Daniel sembari meraba saku kiri
celananya. Nihil.
Ya sudah. Pakai uang saya dulu, kek. Nanti kakek ganti setibanya
kakek di rumah.
Oh, terimakasih. Kau memang gadis yang cantik dan baik hati.
Hari ini Daniel akan memasak pizza. Masakan itu adalah satusatunya masakan yang dia hapal luar kepala. Setelah menyiapkan dough,
ia mulai sibuk dengan saus tomat, basil, daging asap. Tiga puluh menit
berlalu dan pemandangan kini berganti dengan satu pan pizza hangat.
Terdengar suara klakson mobil. Sepertinya Jose pulang cepat hari
ini. Tak lama kemudian Jose masuk, menghampirinya di dapur dan
mencomot pizza. Dahinya seketika berkerut samar.
Bawa saja dulu wanitamu dan biar Ayah yang memutuskan akan
bersikap seperti apa padanya.
Jose terdiam. Udara di sekeliling mereka seketika terasa
menggantung. Daniel yang memahami situasi tak nyaman itu segera
membuka suara Kau tenang saja. Aku akan bersikap baik padanya.
Apa ayah melupakan sesuatu? tegur Jose saat membuka lemari
es.
Apa itu?
Aku tidak suka selada dan kurasa ayahpun juga. Ujarnya sembari
menunjukkan tumpukan selada yang dibeli Daniel.
Entahlah. Aku juga bingung kenapa aku bisa membelinya.
Jose mendengus. Iya kesal dengan sikap Ayahnya akhir-akhir ini.
Membeli barang yang tidak diperlukan dan melupakan hal penting yang
mesti dilakukan. Lupa membawa dompet, lupa resep pizza. Apa ayah
sudah pikun? Pikirnya dalam hati.
Ayah menanam bunga kesukaan ibumu.
Kurasa ayah tak memiliki bibit mawar di gudang.
Bukannya ibumu menyukai Daisy?
Ayah ingat hari ini hari apa? ucap Jose kemudian, mengalihkan
pembicaraan.
Tentu saja. Hari ini hari rabu. Atau kamis? koreksinya.
Jose menggeleng pelan. Disorientasi waktu seperti ini pun sudah
hampir kronis. Ini hari Selasa, Ayah.
Setelah sepenggal pembicaraan itu mengudara, tiba-tiba terdengar
suara Kurt Cobain menggema. Jose segera mengangkatnya.
Itu terlalu dramatis. Kau tahu aku kaku akan hal itu.
Mulailah. Demi ayahmu.
Lalu, kau mau menemaniku menghidupkan kenangan itu dan
membuat satu untuk kita? Jose lalu menarik tangan Hanna dan
membawa wanita itu dalam pelukannya. Hanna mengangguk pelan dan
tenggelam dalam rengkuh erat Jose yang membuatnya selalu merasa
nyaman.
Suara Kurt Cobain kembali menggema. Halo? Oke aku segera
kesana.
Kenapa?
Ayah lupa jalan pulang.
Jose dan Hanna lalu segera menuju kantor polisi tak jauh dari kafe.
Ayah jangan pergi kemana-kemana jika tak ada aku. Sergah Jose
kemudian saat menemukan ayahnya duduk di sudut kantor polisi.
Aku bosan.
Hanna lalu tersenyum Tuan Daniel, kurasa anak anda benar. Dia
hanya takut kalau terjadi apa-apa dengan anda.
Kau wanita itu? Yang disukai anakku? Hanna segera menoleh ke
arah Jose dan mendapati Jose menggaruk-garuk kepalanya yang tak
gatal.
Iya. Bagaimana kalau kita minum teh bersama?
Aku suka earl grey.
***
ibumu?
Apa
dia
memberitahumu
kenapa
datang
terdistorsi dari kekesalan tersirat Jose yang didapati Hanna dari ekor
matanya.
***
Terimakasih untuk tehnya. Kau memang manis. Dan mulai
sekarang kau mesti memanggilku ayah Ucap Daniel sebelum
meninggalkan Jose dan Hanna berdua. Hanna hanya mengangguk sopan
dan memberi salam perpisahan seadanya.
Terimakasih. Ucap Jose pelan.
Untuk?
Mau bersikap baik kepada ayahku yang pikun itu.
Hei, bagaimanapun juga dia ayahmu.
Aku lelah menghadapinya.
Apa dia pernah lelah mengajarimu merangkak, berdiri lalu
berjalan? Tentu tidak, kan? Kau hanya perlu bersabar sedikit. Semua ini
tentu tidak setimpal atas apa yang telah dia lakukan kepadamu selama ini.
Berbaktilah selagi ada waktu, sebelum kau meratapi waktu yang tak akan
pernah kembali lagi.
Maafkan aku.
Kau tidak perlu meminta maaf dariku. Kita akan bersama-sama
merawat ayahmu.
Ayahku? Ayah kita! Goda Jose yang kemudian membuat pipi
Hanna bersemu merah muda.
Ya, sebentar lagi dia akan menjadi ayah kita berdua.
*FIN*