Anda di halaman 1dari 18

1

BAB 1
PENDAHULUAN
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebakan oleh neurotoksin
yang dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang
periodik dan berat.
Tetanus ini biasanya akut dan menimbulkan paralitik spastik yang
disebakan tetanospasmin. Tetanospasmin merupakan neurotoksin yang
diproduksi oleh Clostridium tetani.
Tetanus disebut juga dengan Seven day Disease. Dan pada tahun
1890, diketemukan toksin seperti strichnine, kemudian dikenal dengan
tetanospasmin, yang diisolasi dari tanah anaerob yang mengandung bakteri.
Imunisasi dengan mengaktivasi derivat tersebut menghasilkan pencegahan
dari tetanus. ( Nicalaier 1884, Behring dan Kitasato 1890 ).
Spora Clostridium tetani biasanya masuk kedalam tubuh melalui
luka pada kulit oleh karena terpotong, tertusuk ataupun luka bakar serta
pada infeksi tali pusat (Tetanus Neonatorum).

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Defenisi
Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman

clostiridium tetani yang dimanefestasikan dengan kejang otot secara


proksimal dan diikuti kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini
selalu nampak pada otot masester dan otot rangka.
2.2

Etiologi
Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif ; Clostridium tetani,

bakteri ini berspora, dijumpai pada tinja bintang terutama kuda, juga bisa
pada manusia dan juga pada tanah yang terkontaminasi dengan tinja
binatang tersebut. Spora ini bisa tahan beberapa bulan bahkan beberapa
tahun, jika ia menginfeksi luka seseorang atau bersamaan dengan benda
daging atau bakteri lain, ia akan memasuki tubuh penderita tersebut lalu,
mengeluarkan toksin yang bernama tetanospasmin.
Pada negara belum berkembang, tetanus sering dijumpai pada
neonatus, bakteri masuk melalui tali pusat sewaktu persalinan yang tidak
baik, tetanus ini dikenal dengan nama tetanus neonatorum.
2.3

Epidemiologi
Di negara yang telah maju seperti Amerika Serikat, tetanus sudah

sangat jarang dijumpai, karena imunisasi aktif telah dilaksanakan dengan


baik disamping sanitasi lingkungan yang bersih, akan tetapi di negara
sedang berkembang termasuk Indonesia penyakit ini masih banyak
dijumpai, hal ini disebabkan karena tingkat kebersihan masih sangat kurang,
mudah terjadi kontaminasi, perawatan luka kurang diperhatikan, kurangnya
kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan dan kekebalan terhadap

tetanus. Penyakit ini dapat mengenai semua umur. Di Amerika Serikat pada
tahun 1915 dilaporkan bahwa kasus tetanus yang terbanyak pada umur 1:5
tahun, sesuai dengan yang dilaporkan di Manado (1987) dan surabaya
(1987) ternyata insiden tertinggi pada anak di atas umur 5 tahun. Perkiraan
angka kejadian umur ratarata pertahun sangat meningkat sesuai kelompok
umur, peningkatan 7 kali lipat pada kelompok umur 519 tahun dan 2029
tahun, sedangkan peningkatan 9 kali lipat pada kelompok umur 3039 tahun
dan umur lebih 60 tahun. Beberapa peneliti melaporkan bahwa angka
kejadian lebih banyak dijumpa pada anak lakilaki; dengan perbandingan
3:1.
2.4

Patogenesis
Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme,bekerja

pada beberapa level dari susunan syaraf pusat, dengan cara :


A

.Tobin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara

menghambat pelepasan acethyl-choline dari terminal nerve di otot.


b.

Kharekteristik spasme dari tetanus (seperti strichmine) terjadi karena

toksin mengganggu fungsi dari refleks synaptik di spinal cord.


C.

Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari toksin

oleh cerebral ganglioside.


d.

Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous

System (ANS ) dengan gejala : berkeringat, hipertensi yang fluktuasi,


periodisiti takikhardia, aritmia jantung, peninggian cathecholamine dalam
urine.
Kerja dari tetanospamin analog dengan strychninee, dimana ia
mengintervensi fungsi dari arcus refleks yaitu dengan cara menekan neuron
spinal dan menginhibisi terhadap batang otak.
Timbulnya kegagalan mekanisme inhibisi yang normal, yang
menyebabkan meningkatnya aktifitas dari neuron Yang mensarafi otot

masetter sehingga terjadi trismus. Oleh karena otot masetter adalah otot
yang paling sensitif terhadap toksin tetanus tersebut. Stimuli terhadap
afferen tidak hanya menimbulkan kontraksi yang kuat, tetapi juga
dihilangkannya kontraksi agonis dan antagonis sehingga timbul spasme otot
yang khas .
Ada dua hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, yaitu:
1. Toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dari melalui sumbu
silindrik dibawa kekornu anterior susunan saraf pusat
2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi
darah arteri kemudian masuk kedalam susunan saraf pusat.
2.1

Skema patogenesis dari tetanus

2.5

Patologi
Toksin tetanospamin menyebar dari saraf perifer secara ascending

bermigrasi secara sentripetal atau secara retrogard mencapai CNS.


Penjalaran terjadi didalam axis silinder dari sarung parineural. Teori terbaru
berpendapat bahwa toksin juga menyebar secara luas melalui darah
(hematogen) dan jaringan/sistem lymphatic.
2.6

Gejala Klinis
Masa inkubasi 5-14 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari atau lebih

lama 3 atau beberapa minggu ).


Ada tiga bentuk tetanus yang dikenal secara klinis, yakni
1. Localited tetanus ( Tetanus Lokal )
2. Cephalic Tetanus
3. Generalized tetanus (Tetanus umum)
Selain itu ada lagi pembagian berupa neonatal tetanus.
Kharekteristik dari tetanus :

Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama


5 -7 hari.

Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekwensinya

Setelah 2 minggu kejang mulai hilang.

Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang


dari leher.

Kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus, lockjaw)


karena spasme otot masetter.
Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk (opistotonus , nuchal rigidity)
Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis
tertarik keatas, sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir
tertekan kuat .
Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus,
tungkai dengan
Eksistensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya kesadaran tetap
baik.
Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan
sianosis, retensi urin, bahkan dapat terjadi fraktur collumna
vertebralis ( pada anak ).
1. Localited tetanus ( Tetanus Lokal )
Pada lokal tetanus dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten,
pada daerah tempat dimana luka terjadi (agonis, antagonis, dan fixator). Hal
inilah merupakan tanda dari tetanus lokal. Kontraksi otot tersebut biasanya
ringan, bisa bertahan dalam beberapa bulan tanpa progressif dan biasanya
menghilang secara bertahap.
Lokal tetanus ini bisa berlanjut menjadi generalized tetanus, tetapi
dalam bentuk yang ringan dan jarang menimbulkan kematian. Bisa juga
lokal tetanus ini dijumpai sebagai prodromal dari klasik tetanus atau
dijumpai secara terpisah. Hal ini terutama dijumpai sesudah pemberian
profilaksis antitoksin.

2.

Cephalic Tetanus
Cephalic tetanus adalah bentuk yang jarang dari tetanus. Masa

inkubasi berkisar 1 2 hari, yang berasal dari otitis media kronik (seperti
dilaporkan di India ), luka pada daerah muka dan kepala, termasuk adanya
benda asing dalam rongga hidung.
3.

Generalized tetanus (Tetanus umum)


Bentuk ini yang paling banyak dikenal. Sering menyebabkan

komplikasi yang tidak dikenal beberapa tetanus lokal oleh karena gejala
timbul secara diam-diam. Trismus merupakan gejala utama yang sering
dijumpai (50%), yang disebabkan oleh kekakuan otot-otot masseter,
bersamaan dengan kekakuan otot leher yang menyebabkan terjadinya kaku
kuduk dan kesulitan menelan. Gejala lain berupa Risus Sardonicus
(Sardonic grin) yakni spasme otot-otot muka, opistotonus ( kekakuan otot
punggung), kejang dinding perut. Spasme dari laring dan otot-otot
pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran nafas, sianose asfiksia. Bisa
terjadi disuria dan retensi urine,kompressi fraktur dan pendarahan didalam
otot. Kenaikan temperatur biasanya hanya sedikit, tetapi begitupun bisa
mencapai 40 C. Bila dijumpai hipertermi ataupun hipotermi, tekanan darah
tidak stabil dan dijumpai takhikardia, penderita biasanya meninggal.
Diagnosa ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis.
4.

Neotal tetanus
Biasanya disebabkan infeksi Clostridium tetani, yang masuk melalui

tali pusat sewaktu proses pertolongan persalinan. Spora yang masuk


disebabkan oleh proses pertolongan persalinan yang tidak steril, baik oleh
penggunaan alat yang telah terkontaminasi spora Clostridium tetani,
maupun penggunaan obat-obatan untuk tali pusat yang telah terkontaminasi.

Kebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan dan obat tradisional


yang tidak steril, merupakan faktor yang utama dalam terjadinya neonatal
tetanus.
2.2 Gambaran gejala klinis tetanus

2.7

Diagnosa
Diagnosis tetanus dapat diketahui dari pemeriksaan fisik pasien

sewaktu istirahat, berupa :


1.Gejala klinik - Kejang tetanic, trismus, dysphagia, risus sardonicus
(sardonic smile ).
2. Adanya luka yang mendahuluinya..
3. Kultur: Clostridium tetani (+).

4. Lab : SGOT, CPK meninggi serta dijumpai myoglobinuria.


2.8

Diagnosa Banding
Untuk membedakan diagnosis banding dari tetanus, di dapatkan dari

pemeriksaan fisik, laboratorium test (dimana cairan serebrospinal normal


dan pemeriksaan darah rutin normal atau sedikit meninggi, sedangkan
SGOT, CPK dan SERUM aldolase sedikit meninggi karena kekakuan otototot tubuh), serta riwayat imunisasi, kekakuan otot-otot tubuh), risus
sardinicus dan kesadaran yang tetap normal.
Tabel 2.1

2.9

Tabel diagnosis banding tetanus :

Komplikasi
1) Pada saluran pernapasan

Oleh karena spasme otototot pernapasan dan spasme otot laring dan
seringnya kejang menyebabkan terjadi asfiksia. Karena akumulasi sekresi

10

saliva serta sukarnya menelan air liur dan makanan atau minuman sehingga
sering terjadi aspirasi pneumoni, atelektasis akibat obstruksi oleh sekret.
Pneumotoraks

dan

mediastinal

emfisema

biasanya

terjadi

akibat

dilakukannya trakeostomi.
2) Pada kardiovaskuler
Komplikasi berupa aktivitas simpatis yang meningkat antara lain berupa
takikardia, hipertensi, vasokonstriksi perifer dan rangsangan miokardium.
3) Pada tulang dan otot
Pada otot karena spasme yang berkepanjangan bisa terjadi perdarahan dalam
otot. Pada tulang dapat terjadi fraktur columna vertebralis akibat kejang
yang terusmenerus terutama pada anak dan orang dewasa. Beberapa
peneliti melaporkan juga dapat terjadi miositis ossifikans sirkumskripta.
4) Komplikasi yang lain:
- Laserasi lidah akibat kejang;
- Dekubitus karena penderita berbaring dalam satu posisi saja
- Panas yang tinggi karena infeksi sekunder atau toksin yang menyebar luas
dan mengganggu pusat pengatur suhu. Penyebab kematian penderita tetanus
akibat komplikasi yaitu: Bronkopneumonia, cardiac arrest, septikemia dan
pneumotoraks.
2.10

Prognosa
Dipengaruhi oleh beberapa faktor:

1) Masa inkubasi
Makin panjang masa inkubasi biasanya penyakit makin ringan, sebaliknya
makin pendek masa inkubasi penyakit makin berat. Pada umumnya bila
inkubasi kurang dari 7 hari maka tergolong berat.
2) Umur
Makin muda umur penderita seperti pada neonatus maka prognosanya
makin jelek.

11

3) Period of onset
Period of onset adalah waktu antara timbulnya gejala tetanus, misalnya
trismus sampai terjadi kejang umum. Kurang dari 48 jam, prognosa jelek.
4) Panas
Pada tetanus febris tidak selalu ada. Adanya hiperpireksia maka
prognosanya jelek.
5) Pengobatan
Pengobatan yang terlambat prognosa jelek.
6) Ada tidaknya komplikasi
7) Frekuensi kejang
Semakin sering kejang semakin jelek prognosanya.
2.11

Penatalaksanaan

1)

Pengobatan Umum:

- Isolasi penderita untuk menghindari rangsangan. Ruangan perawatan harus


tenang.
- Perawatan luka dengan Rivanol, Betadin, H202.
- Bila perlu diberikan oksigen dan kadangkadang diperlukan tindakan
trakeostomi untuk menghindari obstruksi jalan napas.
- Jika banyak sekresi pada mulut akibat kejang atau penumpukan saliva
maka dibersihkan dengan pengisap lendir.
- Makanan dan minuman melalui sonde lambung. Bahan makanan yang
mudah dicerna dan cukup mengandung protein dan kalori.
2)

Pengobatan Khusus:
a) Anti Tetanus toksin

Selama infeksi, toksin tetanus beredar dalam 2 bentuk:


- Toksin bebas dalam darah;
- Toksin yang bergabung dengan jaringan saraf.
Toksin yang dapat dinetralisir oleh antitoksin adalah toksin yang
bebas dalam darah. Sedangkan yang telah bergabung dengan jaringan saraf

12

tidak dapat dinetralisir oleh antitoksin. Sebelum pemberian antitoksin harus


dilakukan:
- Anamnesa apakah ada riwayat alergi;
- Tes kulit dan mata; dan
- Harus selalu sedia Adrenalin 1:1.000.
Ini dilakukan karena antitoksin berasal dari serum kuda, yang bersifat
heterolog sehingga mungkin terjadi syok anafilaksis.
Tes mata
Pada konjungtiva bagian bawah diteteskan 1 tetes larutan antitoksin
tetanus 1:10 dalam larutan garam faali, sedang pada mata yang lain hanya
ditetesi garam faali. Positif bila dalam 20 menit, tampak kemerahan dan
bengkak pada konjungtiva.
Tes kulit
Suntikan 0,1 cc larutan 1/1000 antitoksin tetanus dalam larutan faali
secara intrakutan. Reaksi positif bila dalam 20 menit pada tempat suntikan
terjadi kemerahan dan indurasi lebih dari 10 mm. Bila tes mata dan kulit
keduanya positif, maka antitoksin diberikan secara bertahap (Besredka).
Dosis
Dosis ATS yang diberikan ada berbagai pendapat. Behrman (1987)
dan Grossman (1987) menganjurkan dosis 50.000100.000 u yang diberikan
setengah lewat intravena dan setengahnya intramuskuler. Pemberian lewat
intravena diberikan dengan cara melarutkannya dalam 100200 cc glukosa
5% dan diberikan selama 12 jam.
b)

Antikonvulsan dan sedatif


Obatobat ini digunakan untuk merelaksasi otot dan mengurangi

kepekaan jaringan saraf terhadap rangsangan. Obat yang ideal dalam


penanganan tetanus ialah obat yang dapat mengontrol kejang dan
menurunkan spastisitas tanpa mengganggu pernapasan, gerakangerakan
volunter atau kesadaran. Obatobat yang lazim digunakan ialah:

13

Diazepam
Bila penderita datang dalam keadaan kejang maka diberikan dosis

0,5 mg/kg.bb/kali i.v. perlahanlahan dengan dosis optimum 10 mg/kali


diulangi setiap kali kejang. Kemudian diikuti pemberian diazepam peroral
(sonde lambung) dengan dosis 0,5 mg/kg.bb/kali sehari diberikan 6 kali.

Fenobarbital

Dosis awal: 1 tahun 50 mg intramuskuler; 1 tahun 75 mg intramuskuler.


Dilanjutkan dengan dosis oral 59 mg/kg.bb/hari dibagi dalam 3 dosis.

Largactil

Dosis yang dianjurkan 4 mg/kg.bb/hari dibagi dalam 6 dosis.


c) Antibiotik.

Penisilin Prokain

Digunakan untuk membasmi bentuk vegetatif Clostridium Tetani. Dosis:


50.000 u/kg.bb/hari i.m selama 10 hari atau 3 hari setelah panas turun. Dosis
optimal 600.000 u/hari.

Tetrasiklin dan Eritromisin

Diberikan terutama bila penderita alergi terhadap penisilin. Tetrasiklin : 30


50 mg/kg.bb/hari dalam 4 dosis. Eritromisin : 50 mg/kg.bb/hari dalam 4
dosis, selama 10 hari.
d)

Oksigen: Bila terjadi asfiksia dan sianosis.

e)

Trakeostomi
Dilakukan pada penderita tetanus jika terjadi:

- Spasme berkepanjangan dari otot respirasi


- Tidak ada kesanggupan batuk atau menelan
- Obstruksi larings; dan
- Koma.
f)

Hiperbarik
Diberikan oksigen murni pada tekanan 5 atmosfer.

14

2.12

Pencegahan

1)

Perawatan luka
Terutama pada luka tusuk, kotor atau luka yang tercemar dengan

spora tetanus.
2)

Inunisasi pasif
Diberikan antitoksin, pemberian antitoksin ada 2 bentuk, yaitu:

- ATS dari serum kuda;


- Tetanus Immunoglobulin Human (TIGH).
Dosis yang dianjurkan belum ada keseragaman pendapat
- 15003000 u i.m
- 30005000 u i.m.
Pemberian ini sebaiknya didahului dengan tes kulit dan mata. Dosis TIHG:
250500 u i.m
Kapan kita memberikan ATS/TIGH atau Toksoid Tetanus maupun antibiotik
? Hal ini tergantung dari kekebalan seseorang apakah orang tersebut sudah
pernah mendapat imunisasi dasar dan boosternya, berapa lama antara
pemberian toksoid dengan terjadinya luka.
3)

Imunisasi aktif
Di Indonesia dengan adanya program Pengembangan Imunisasi

(PPI) selain menurunkan angka kesakitan juga mengurangi angka kematian


tetanus.
Imunisasi tetanus biasanya dapat diberikan dalam bentuk DPT; DT
dan TT.
- DPT : diberikan untuk imunisasi dasar
- DT: diberikan untuk booster pada usia 5 tahun; diberikan pada anak
dengan riwayat demam dan kejang
- TT: diberikan pada: ibu hamil
anak usia 13 tahun keatas.
Sesuai dengan Program Pengembangan Imunisasi, imunisasi dilakukan

15

pada usia 2, 4 dan 6 bulan. Sedangkan booster dilakukan pada usia 1,52
tahundan usia 5 tahun. Dosis yang diberikan adalah 0,5 cc tiap kali
pemberian secara intramuskuler.

16

BAB 3
PENUTUP
3.1

Kesimpulan
Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman

clostiridium tetani yang dimanefestasikan dengan kejang otot secara


proksimal dan diikuti kekakuan seluruh badan.
Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif ; Clostridium tetani,
bakteri ini berspora, dijumpai pada tinda bintang terutama kuda, juga bisa
pada manusia dan juga pada tanah yang terkontaminasi dengan tinja
binatang tersebut. Chlostridium Tetani dalam bentuk spora masuk ke tubuh
melalui luka yang terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja binatang, pupuk
masuknya spora ini melalui luka yang terkontaminasi antara lain luka tusuk
(oleh besi: kaleng), luka bakar, luka lecet, otitis media, infeksi gigi, ulkus
kulit yang kronis, abortus, tali pusat, kadangkadang luka tersebut hampir
tak terlihat.
Masa inkubasi clostridium tetani 5-14 hari, tetapi bisa lebih pendek
(1 hari atau lebih lama 3 atau beberapa minggu ).Ada tiga bentuk tetanus
yang dikenal secara klinis, yakni : localited tetanus (Tetanus Lokal) ,
cephalic tetanus dan generalized tetanus (Tetanus umum).
Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus,
tungkai dengan eksistensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya
kesadaran tetap baik. Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi
asfiksia dan sianosis, retensi urin, bahkan dapat terjadi fraktur collumna
vertebralis ( pada anak ).
Penatalaksanaan tetanus secara umum dengan cara : isolasi penderita
untuk menghindari rangsangan,ruangan perawatan harus tenang dan

17

perawatan luka dengan Rivanol, Betadin, H202. Pengobatan secara khusus


berikan Anti Tetanus toksin, Antikonvulsan dan sedatif, antibiotik, oksigen,
dan trakeostomi.
Pencegahan tetanus dengan cara : Perawatan luka dan imunisasi
pasif : diberikan antitoksin, pemberian antitoksin ada 2 bentuk, yaitu:
- ATS dari serum kuda;
- Tetanus Immunoglobulin Human (TIGH).
Dan imunisasi aktif : Imunisasi tetanus biasanya dapat diberikan dalam
bentuk :
- DPT : diberikan untuk imunisasi dasar
- DT: diberikan untuk booster pada usia 5 tahun; diberikan pada anak
dengan riwayat demam dan kejang
- TT: diberikan pada : pada ibu hamil.

18

DAFTAR PUSTAKA
1. Iswara Yoga. Tetanus. Jurnal.
https://yogaiswara.files.wordpress.com/2009/02/tetanus4.pdf ( di
akses 03 agustus 2015 )
2. Marcdante Karen J dkk. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial.
Edisi keenam.Jakarta. EGC. 2010
3. Ritarwan kiking. Tetanus. Jurnal. USU.
Library.usu.ac.id ( di akses 03 agustus 2014)

Anda mungkin juga menyukai