Anda di halaman 1dari 54

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Belajar dan Pembelajaran Matematika

Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan


kegiatan yang paling pokok. Ini berarti berhasil tidaknya pencapaian tujuan
pendidikan banyak tergantung pada proses belajar yang dialami siswa sebagai anak
didik. Pengertian belajar sudah banyak dikemukakan oleh para ahli psikologi
termasuk ahli psikologi pendidikan. Menurut pengertian secara psikologi, belajar
merupakan proses perubahan yaitu perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil dari
interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Slameto
(1987:2) menyatakan bahwa: Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan
individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Selanjutnya Hudojo (1988:3) mengatakan:
Seseorang dikatakan belajar bila dapat diasumsikan dalam diri orang tersebut
terjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan adanya perubahan tingkah
laku. Perubahan tingkah laku itu dapat diamati dan berlaku dalam waktu
relatif lama yang disertai usaha orang tersebut dari tidak mampu mengerjakan
sesuatu menjadi mampu mengerjakannya.
Dari definisi belajar yang dikemukakan oleh para ahli di atas maka dapat
disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku seseorang yang
tidak mampu mengerjakan sesuatu menjadi mampu mengerjakannya akibat usaha
yang dilakukan orang tersebut dalam waktu relatif lama sebagai hasil pengalaman
dan interaksi dengan lingkungannya. Dengan belajar siswa dapat menerapkan
ilmu pengetahuan yang dimilikinya untuk memecahkan suatu masalah. Karena
belajar merupakan proses aktif dari siswa bukan hanya sekedar menerima ilmu
pengetahuan dalam bentuk jadi tetapi lebih daripada itu dengan belajar siswa ikut
serta menemukan, berpikir, dan mengalami perolehan ilmu akibat usaha yang
dilakukan siswa tersebut.
Peristiwa belajar harus disertai dengan proses pembelajaran agar lebih terarah

dan sistematik. Belajar dengan proses pembelajaran ada peran guru, bahan ajar, dan lingkungan yang
kondisif yang sengaja diciptakan. Dengan demikian proses belajar bersifat internal dan unik dalam diri
individu siswa, sedang proses pembelajaran bersifat eksternal yang sengaja direncanakan dan bersifat
rekayasa perilaku untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa.
Pembelajaran merupakan usaha pihak-pihak lain yang dapat menghidupkan, merangsang,
mengarahkan dan mempercepat proses perubahan perilaku belajar. Seperti yang diungkapkan oleh SBM:
Pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan yang member nuansa agar program belajar tumbuh
dan berkembang secara optimal. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa segala upaya yang dilakukan
pihak lain (guru) yang bertujuan untuk mengoptimalkan tumbuh dan berkembangnya program belajar anak
didik dapat dikatakan pembelajaran.
Dalam pelaksanaanya, kegiatan pembelajaran diselenggarakan dalam hal pembentukan watak dan
meningkatkan mutu kehidupan peserta didik.Kegiatan pembelajaran juga mengembangkan kemampuan
mengetahui, memahami, melakukan sesuatu, dan hidup dalam kebersamaan. MenuruttimSBM (2009:14)
bahwa: Kegiatan pembelajaran itu perlu: berpusat pada peserta didik, mengembangkan kreatifitas peserta
didik, menciptakan kondisi menyenangkan, dan menantang, bermuatan nilai, etika, kinestika, dan
menyediakan pengalaman yang beragam.
Untuk mencapai hal-hal tersebut maka pelaksanaan pembelajaran menerapkan berbagai strategi dan
metode pembelajaran yang menyenangkan, kontekstual, efektif, efisien, dan bermakna.
Matematika merupakan ilmu pengetahuan dengan konsep-konsepnya yang tersusun secara hirarkis
Hudojo (1988:3) menyatakan:Mempelajari konsep B yang mendasarkan pada konsep A, seseorang perlu
memahami lebih dulu konsep A, tanpa memahami konsep A, tidak mungkin orang itu dapat memahami
konsep B.
Ini berarti mempelajari matematika haruslah bertahap dan berurutan serta mendasarkan kepada
pengalaman belajar yang lalu. Untuk itu belajar haruslah dilakuan secara kontinu, artinya berkelanjutan dan
tidak terputus-putus. Oleh sebab itu, dalam pembelajaran guru harus mengoptimalkan proses pembelajaran
peserta didik secara kontinu. Makna pembelajaran adalah membelajarakan peserta didik. Dalam hal ini
fungsi utama guru adalah memberikan arahan gar peserta didik dapat melakukan proses belajarnya dengan
benar.
2.2 Masalah dalam Matematika

Secara umum, masalah adalah kesenjangan antara harapan dengan


kenyataan, antara apa yang diinginkan atau apa yang dituju dengan apa yang terjadi atau faktanya. Suatu
masalah biasanya memuat situasi yang mendorong seseorang untuk menyelesaikannya, akan tetapi tidak

tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya. Jika suatu masalah diberikan
kepada anak dan anak tersebut langsung mengetahui cara penyelesaiannya dengan benar maka soal tersebut
tidak dapat dikatakan sebagai masalah.
Menurut Mudjiono (2002 :238) bahwa: Suatu masalah matematika dapat dilukiskan sebagai
tantangan bila pemecahannya memerlukan kreativitas, pengertian, pemikiran yang asli atau imajinasi.
Masalah matematika teresbut biasanya berbentuk soal cerita, membuktikan, menciptakan atau mencari
suatu pola matematika.Soal cerita dalam matematika dipandang sebagai suatu masalah apabila dalam
penyelesaiannyamembutuhkan kretivitas, pengertian dan imajinasi.
Sebagian besar ahli pendidikan matematika mengatakan bahwa masalah merupakan pertanyaan
yang harus di jawab atau direspon. Mereka juga mengatakan bahwa tidak semua pertanyaan otomatis akan
menjadi masalah. Suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya
suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin yang sudah diketahui sipelaku,
Krismanto (2003: 5). Pemecahan masalah biasanya melibatkan beberapa kombinasi konsep dan
keterampilan dalam suatu situasi baru atau situasi yang berbeda, Abdurrahman (2003 : 254).
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa masalah merupakan suatu kendala atau
persoalan yang harus dipecahkan dengan kata lain masalah merupakan kesenjangan antara kenyataan
dengan suatu yang diharapkan
dengan baik, agar tercapai tujuan dengan hasil yang maksimal.
2.3 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Pemecahan masalah erat kaitannya dengan berfikir rasional dan kritis.


Pada umumnya siswa yang berfikir rasional akan menggunakan prinsip-prinsip
dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan bagaimana (how) dan
mengapa (why). Dalam berfikir rasional siswa dituntut menggunakan logika
(akal sehat) untuk menentukan sebab-akibat, menganalisis, menarik kesimpulankesimpulan dan bahkan juga menciptakan hukum-hukum (kaidah teoritis) dan
ramalan-ramalan. Seperti yang di ungkapkan S.Nasution (1982 : 170) bahwa:
Memecahkan masalah dapat dipandang sebagai proses di mana pelajar menemukan kombinasi
aturan-aturan yang telah dipelajarinya lebih dahulu yang digunakannya untuk memecahkan masalah
yang baru. Namun memecahkan masalah tidak sekedar menerapkan aturan-aturan yang diketahui,
akan tetapi juga menghasilkan pelajaran baru.
Selain itu, Hudojo (1988:116) juga mengatakan bahwa:
Pemecahan masalah mempunyai fungsi yang sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar
matematika.Melalui pemecahan masalah matematika siswa-siswi dapat berlatih dan
mengintegrasikan konsep- konsep, teorema dan keterampilan yang telah dipelajari.
Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang

sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa


dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta
keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah.
Setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda baik dalam
menerima, mengingat maupun menggunakan sesuatu yang diterimanya. Hal ini
disebabkan karena setiap orang memiliki cara yang berbeda dalam menyusun
segala sesuatu yang di amati, dilihat ataupun difikirkan. Hal ini sesuai pendapat
Tim Dosen PPD (2009 : 45) bahwa:kemampuan setiap anak berbeda-beda, anak
dengan kecerdasan tinggi akan memiliki kemampuan yang tinggi dan sebaliknya.
Dalam Tim Dosen PPD (2009 : 47) menyatakan bahwa: Kemampuan
adalah daya untuk melakukan suatu tindakan sebagai hasil pembawaan dan latihan
menunjukkan bahwa suatu tindakan dapat dilaksanakan sekarang. Selanjutnya
kamus besar Bahasa Indonesia, menurut Poerwardarminta (1996 : 78)
dikemukakan bahwa:

Kemampuan adalah kesanggupan. Kemampuan

merupakan kesanggupan atau kecakapan seseorang dalam melakukan suatu aktivitas.


Kemampuan pemecahan masalah merupakan proses untuk menerima tantangan dalam menjawab
masalah, untuk dapat memecahkan masalah siswa harus dapat menunjukkan data yang ditanyakan. Dengan
mengajarkan pemecahan masalah, siswa akan mampu mengambil keputusan untuk belajar untuk belajar
memecahkan masalah, para siswa harus mempunyai kesempatan untuk memecahkan masalah. Guru harus
mempunyaai bermacam-macam masalah yang cocok sehingga bermakna bagi siswa-siswinya. Masalah
tersebut dapat dikerjakan individu atau kelompok.
Menurut Polya (dalam Tim SBM, 2009 : 24); Dalam pemecahan suatu masalah terdapat empat
langkah yang harus dilakukan yaitu: memahami masalah, merencanakan pemecahannya, menyelesaiakan
masalah sesuai rencana kedua dan memeriksa kembali hasil yang diperoleh. John Dewey (dalam S.
Nasution 1982 : 171) berpendapat: Dalam pemecahan masalah ada empat langkah yang harus diikuti
yaitu: (1) Pelajar dihadapkan dengan masalah; (2) Pelajar merumuskan masalah itu; (3) Ia merumuskan
hipotesis; dan (4) Menguji hipotesisi itu. Empat tahap pemecahan masalah dari kedua pendapat tersebut di
atas merupakan satu kesatuan yang sangat penting untuk dikembangkan.
Salah satu cara untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam pemecahan masalah adalah
melalui penyediaan pemecahan masalah yang memerlukan strategi yang berbeda-beda dari suatu masalah
ke masalah lainnya. Jadi, dalam pemecahan masalah siswa perlu diberikan kesempatan berulang- ulang.

2.4 Model Pembelajaran

Dalam peroses belajar mengajar di kelas terdapat keterkaitan yang erat antara guru, siswa,
kurikulum, sarana dan prasarana. Guru harus memiliki model atau strategi khusus agar siswa tertarik untuk
belajar matematika dan juga strategi untuk menciptakan hubungan efektif antara siswa dan guru demi
tercapainya tujuan pendidikan. Agar tujuan pendidikan dapat tercapai, guru harus mengorganisir semua
komponen sedemikian rupa sehingga antara komponen yang satu dengan yang lainnya dapat berinteraksi
secara harmonis.
Model pembelajaran merupakan upaya untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap
kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan peserta didik yang beragam agar terjadi interaksi optimal
antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa.Dalam sebuah model pembelajaran biasanya
terdapat tahapan-tahapan atau langkah-langkah yang relatif tetap dan pasti untuk menyajikan materi
pelajaran secara berurutan.Oleh karena itu, sebuah model pembelajaran dapat dianggap sebagai teori mini
yang bersifat mekanis dalam arti berjalan secara tetap seperti mesin.
Joyce (dalam Trianto 2007 : 5) mengemukakan: Model pembelajaran adalah suatu perencanaan
atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau
pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di
dalamnya buku-buku film komputer, kurikulum dan lain-lain.
2.5 Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran,


yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial.
Beberapa ahli berpendapat bahwa pembelajaran ini unggul dalam membantu siswa memahami konsepkonsep sulit. Para ahli telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat
meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil
belajar.
Pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan pada siswa kelompok bawah maupun siswa
kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas- tugas akademik. Siswa kelompok atas akan
menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah. Dalam proses tutorial ini, siswa kelompok atas akan meningkat
kemampuan akademiknya karena memberi pelayanan sebagai tutor membutuhkan pemikiran lebih
mendalam.
Tujuan penting selanjutnya adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan kerja sama dan
kolaborasi. Keterampilan ini sangat penting untuk
dimiliki di dalam masyarakat di mana banyak kerja orang dewasa sebagian besar dilkukan dalam

organisasi yang saling bergantung satu sama lain Ibrahim (Dalam Isjoni, 2009:39)
2.6 Sintak Pembelajaran Kooperatif

Dalam pembelajaran kooperatif terdapat enam langkah atau tahapan dalam pembelajaran. Enam
tahapan pembelajaran tersebut diterapkan pada tabel dibawah ini. Terdapat pendekatan yang berbeda
dalam pembelajaran kooperatif, dan langkah-langkahnya sedikit bervariasi tergantung pendekatan yang
digunakan. Dalam penelitian ini yang digunakan adalah pendekatan struktural Jigsaw.
Tabel 2.1 Sintaks Pembelajaran Kooperatif
Fase-fase

Tingkah laku Guru

Fase 1

Guru menyampaikan semua tujuan

Menyampaikan tujuan dan memotivasi

pelajaran yang ingin dicapai pada

siswa

pelajaran tersebut dan memotivasi siswa


belajar.

Fase 2
Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa


dengan jalan demonstrasi atau lewat
bahan bacaan.

Fase 3

Guru menjelaskan kepada siswa

Mengorganisasikan siswa ke dalam

bagaimana caranya membentuk

kelompok-kelompok belajar

kelompok belajar dan membantu setiap


kelompok agar melakukan transisi secara
efisien.

Fase 4

Guru membimbing kelompok- kelompok

Membantu kerja kelompok dalam

belajar pada saat mereka mengerjakan

belajar
Fase 5

tugas.

Mengetes materi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang


materi yang telah dipelajari atau masingmasing kelompok mempresentasikan

Fase-fase
Fase 6
Memberikan penghargaan

hasil kerjanya.
Tingkah laku Guru
Guru memberikan penghargaan baik
upaya maupun hasil belajar individu dan
kelompok.

Menurut Syah (2004: 96) bahwa: Model pembelajaran adalah pedoman perencanaan dan
pelaksanaan pembelajaran serta evaluasi belajar mengajar yang direkayasa sedemikian rupa untuk
mencapai tujuan-tujuan pembelajaran tersebut. Dengan kata lain pengertian model dalam kaitannya
dalam pembelajaran matematika adalah pedoman yang sengaja direncanakan guru, berkenaan dengan
segala persiapan pembelajaran agar pelaksanaan pembelajaran berjalan dengan lancer dan tujuannya yang
berupa hasil belajar bisa tercapai secara optimal.
2.7 Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di
Universitas Texas (rusman,2010) dan kemudian diadaptasikan oleh slavin dan teman-temannya.
Jhon hopkins (Ibraim, dkk ,2001:21) pada pembelajaran model jigsaw tiap siswa dikelompokkan
dan anggota tiap kelompok berperan penting dalam penguasaan materi secarah menyeluruh. Siswa yang
dikelompokkan berperan penting dalam penguasaan materi secara menyeluruh. Siswa yang
dikelompokkan tersebut memiliki kelompok asal dan kelompok ahli yang berbicara saling tukar informasi
maupun pendapat tentang sebuah topik ataupun masalah untuk mencari jawaban ataupun masalah untuk
mencari jawaban atau penyelesaian dengan segala kemungkinan yang ada.

Kelompok asal
+ *

X
+

XXX
X

Kelompok Ahli
Gambar 2.1 Alur
pembagian
Kelompok Jigsaw
Dari
kelompok
jigsaw,
setiap
anggota
kelompok
bertanggun
g jawab

atas
penguasaan bagian
dari materi belajar
yang ditugaskan
kepadanya lalu
mengajarkan
bagian tersebut
kepada anggota
kelompok yang
lain.
Menurut Nurhadi
(2004:117):
Melalui
metode
Jigsaw,
kelas
dibagi
menjadi
beberapa
tim yang
anggotanya
terdiri dari
5 atau 6
siswa
dengan
karakteristi
k yang
heterogen.
Bahan
akademik
disajikan
kepada
siswa
dalam
bentuk tes,
dan tiap
siswa
bertanggun
g jawab
untuk

mempelajar
i suatu
bagian
akademik
tersebut.
Para
anggota
dari
berbagai
tim yang
berbeda
memiliki
tanggung
jawab
untuk
mempelajar
i suatu
bagian
akademik
yang sama
dan
selanjutnya
berkumpul
untuk
saling
membantu
mengkaji
bagian
bahan
tersebut.
Kumpulan
siswa
semacam
itu disebut
kelompok
pakar
(expert
group).
Selanjutnya
, para siswa
yang
berada
dalam
kelompok
pakar
kembali ke
kelompok

semula
(home
teams)
untuk
mengajar
anggota
lain
mengenai
materi yang
telah
dipelajari
dalam
kelompok
pakar.
Setelah
diadakan
pertemuan
dan diskusi
dalam
home
teams ,
para siswa
dievaluasi
secara
individual
mengenai
bahan yang
telah
dipelajari.
Individu
atau tim
yang
memperole
h skor
tertinggi
diberi
penghargaa
n oeleh
guru.
Stephen,
Sikes and
Snapp
(dalam
Rusman,20
10:220),
mengemuk
akan

langkah-langkah
pembelajaran
kooperatif tipe
jigsaw adalah
sebagai berikut:
a. Siswa
dikelompokkan
ke dalam
1sampai 5
anggota tim;
b. Tiap orang
dalam tim
diberi bagian
materi yang
berbeda;
c. Tiap orang
dalam tim
diberi bagian
materi yang
ditugaskan.

d. Anggota
dari tim
yang
berbeda
yang telah
mempelaja
ri
bagian/sub
bab yang
sama
bertemu
dalam
kelompok
baru
(kelompok
ahli) untuk
mendiskusi
kan subbab
mereka;
e. etelah
selesai
diskusi
sebagai tim
ahli tiap
anggota
kembali ke
kelompok
asal dan
bergantian
mengajar
teman satu
tim mereka
tentang
subbab
yang
mereka
kuasai dan
tiap
anggota
lainnya
mendengar
kan dengan
seksama;
f. Tiap tim
ahli
mempresen
tasikan

hasil
diskusi;
g. Guru
memberi
evaluasi
baik;
h. Penutup.
Berdasarka
n pada paparan di
atas diperoleh
indikasi bahwa
model
pembelajaran
jigsaw, diskusi
lebih bermakna
bila sebelumnya
siswa-siswa
dikelompokkan ke
dalam kelompok
jigsaw sehingga
setiap siswa
menguasai setiap
segmen pelajaran
yang pada
gilirannya saling
memberikan
informasi sesama
siswa dalam
kelompok kecil
maupun kelompok
besar sehingga
semua siswa akan
dapat menguasai
semua segmen

pelajaran yang
telah ditetapkan.
Setelah
selesai melakukan
diskusi kelompok
ahli, guru
kemudian
melakukan tes
hasil belajar untuk
memperoleh skor
perkembangan
siswa (individu)
dan skor
kelompok. Skor
kelompok
diperoleh dari
sumbangan skor
perkembangan
setiap anggota
kelompok dibagi
jumlah anggota
kelompok.
Tahaptahap dalam tipe
Jigsaw ini adalah
sebagai berikut:
Tahap 1 : Bahan
ajar
Guru memilih satu
bab dalam buku
ajar kemudian

membagi bab
tersebut menjadi
beberapa subbab
sesuai dengan
jumlah anggota
kelompok yaitu 5
siswa, maka
terdapat 5 subbab.
Setiap anggota
kelompok ditugasi
untuk membaca
bagian tugasnya
pada bab tersebut.
Tahap 2 : Diskusi
kelompok ahli
Anggota kelompok
yang mendapat
tugas pada subbab
yang sama
membentuk
kelompok baru
yang disebut
kelompok ahli.
Setiap kelompok
ahli bertemu untuk
mendiskusikan
topik yang telah
diberikan.
Tahap 3 :
Pelaporan dan
pengetesan

Masing-masing
anggota kelompok
ahli kembali ke
kelompok asal.
Setiap anggota
kelompok ahli
mengajarkan topik
masig-masing ke
anggota kelompok
asal. Setiap
kelompok
mempresentasikan
hasil diskusinya.
Kemudian siswasiswa dikenai
tagihan berupa
tugas individu.
Tahap 4 :
Penghargaan
Pada tahap ini guru
memberi penilaian
terhadap hasil
belajar masingmasing kelompok
dan memberikan
penghargaan pada
kelompok terbaik
dengan meminta
siswa bertepuk
tangan atau dengan
memberikan

pujian.
Model
pembelajaran
kooperatif tipe
jigsaw memiliki
kelebihan dan
kelemahan sebagai
berikut:
Kelebihan
pembelajaran
kooperatif tipe
jigsaw menurut
Jhonson and
Jhonson (dalam
Rusman,
2010:219)adalah:
1. Meningkatkan
2.
3.

4.

5.

6.

hasil belaj ar;


Meningkatkan
daya ingat;
Dapat
digunakan
untuk
mencapai tarap
penalaran
tingkat tinggi;
Mendorong
tumbuhnya
motivasi
intrinsik
( kesadaran
individu);
Meningkatkan
hubungan
antarmanusia
yang
heterogen;
Meningkatkan

sikap anak
yang positif
terhadap
sekolah;
7. Meningkatkan
sikap positif
terhadap guru;
8. Meningkatkan
harga diri anak;
9. Meningkatkan
perilaku
penyesuaian
sosial yang
positif; dan
10. Meningkatkan
keterampilan
hidup
bergotongroyong.
Kelemahan
pembelajaran
kooperatif tipe
jigsaw adalah:
1. Waktu yang
dibutuhkan
lebih banyak
2. Setiap
pembagian
kelompok
biasanya
siswa ribut
karena
pengalihan
kelompok
dari
kelompok
asal ke
kelompok
ahli
3. Tidak dapat
diterapkan
pada semua
pokok bahasan.

2.8 Pembelajaran
Berbasis Masalah
(PBM)
2.8.1

Konsep

Dasar dan
Karakteristik
PBM

Ciri utamaSPBM
a. PBM

merupakan

aktivitas
pembelajaran,artin
ya ada kegiatan
yang harus
diakukan siswa.
b. Aktivitas
pembelajaran
diarahkan untuk
memecahkan
masalah.
c. Pemecahan
masalah
dengan
menggunak
an
pendekatan
berpikir
secara
ilmiah.
Untuk
mengimple

mentasikan
PBM, guru
perlu
memilih
bahan
pelajaran
yang memiliki
permasalahan yang
dapat dipecahkan.
Sedangkan
pembelajaran
dengan pemecahan
masalah dapat
diterapkan :
- Manakala guru
menginginkan
agar siswa tidak
hanya sekadar
hanya dapat
mengingat metri
pelajaran,akan
tetapi menguasai
dan
memahaminya
secara utuh.
- Apabila guru
bermaksud untuk
mengembangkan
ketrampilan
berpikir rasional
siswa.

- Manakala guru
menginginkan
kemampuan
siswa untuk
memecahkan
masalah serta
membuat
tantangan
intelektual siswa.
- Jika guru ingin
mendorong siswa
untuk lebih
bertanggung
jawab dalam
pembelajarannya.
- Jika guru ingin agar
siswa memahami
hubungan antara
apa yang
dipelajari
dengan kenyataan
dalam
kehidupannya.
2.8.2

Kriteria

Pemilihan Bahan
Pelajaran SPBM

1. Bahan pelajaran
harus
mengandung isuisu yang

mengandung
konflik yang bisa
bersumber dari
berita,rekaman,vi
deo dan lain
sebagainya.
2. Bahan yang dipilih
adalah bahan
yang bersifat
familiar dengan
siswa,sehingga
setiap siswa dapat
mengikutinya
dengan baik.
3. Bahan yang dipilih
merupakan bahan
yang
berhubungan
dengan
kepentingan
orang
banyak,sehingga
terasa
manfaatnya.
4. Bahan yang dipilih
adalah bahan
yang mendukung
tujuan atau
kompetensi yang
harus dimiliki
oleh siswa sesuai

dengan
kurikulum yang
berlaku.
5. Bahan yang
dipilih sesuai
dengan minat
siswa
sehingga
setiap siswa
merasa perlu
untuk
mempelajarin
ya.
Tahapan-Tahapan
PBM
John
Dewey,menjelask
an 6 langkah
PBM yang
kemudian dia
namakan Metode
Pemecahan
Masalah
(Problem
Solving),yaitu :
1. Merumuskan
masalah,yaitu
langkah siswa
menentukan
masalah yang
akan dipecahkan.
2. Menganalisis
masalah,yaitulang

kah siswa
meninjau masalah
secara kritis dari
berbagai sudut
pandang.
3..Merumuskan
hipotesis,yaitu
langkah siswa
merumuskan
berbagai
kemungkinan
pemecahan
masalah sesuai
dengan
pengetahuan
yang
dimilikinya.
4. Mengumpulkan
data,yaitu
langkah siswa
mencari dan
menggambarka
n informasi
yang
diperlukan
untuk
pemecahan
masalah.
5. Pengujian
hipotesis,yaitu
langkah siswa

mengambil
atau
merumuskan
kesimpulan
sesuai dengan
penerimaan
dan penolakan
hipotesis yang
diajukan.
6. Merumuskan
rekomendasi
pemecahan
masalah,yaitu
langkah siswa
menggambarka
n rekomendasi
yang dapat
dilakukan
sesuai rumusan
hasil pengujian
hipotesis dan
rumusan
kesimpulan.

2.8.3
Ke
u
n
g
g
u
l
a
n

d
a
n

K
e
l
e
m
a
h
a
n

P
B
M

K
e

u
n
g
g
u
l
a
n
:
a. Pemecahan
masalah
merupakan teknik
yang cukup bagus
untuk lebih
memahami isi
bacaan.
b. Pemecahan
masalah dapat
memantang
kemampuan
siswa serta
memberikan
kepuasan utnuk
menemukan
pengetahuan
baru bagi
siswa.
c. Pemecahan
masalah dapat
meningkatkan
aktivitas
pembelajaran
siswa.

d. Pemecahan
masalah dapat
membantu siswa
bagaimana
mentranfer
pengetahuan
mereka untuk
memahami
masalah dalam
kehidupan siswa.
e. Pemecahan
masalah dapat
membantu siswa
untuk
mengembangkan
pengetahuan
barunya dan
bertanggung jawab
dalam
pembelajaran yang
mereka lakukan.
f. Melalui
pemecahan
masalah bisa
memperlihatkan
kepada siswa
bahwa setiap mata
pelajaran, pada
dasarnya
merupakan cara
berpikir,dan
sesuatu yang harus
dimengerti oleh
siswa,bukan hanya
sekedar belajar
dari guru atau dari
buku-buku saja.
g. Pemecahan
masalah dianggap
lebih
menyenangkan dan

disukai siswa.
h. Pemecahan
masalah dapat
mengembangkan
kemampuan siswa
utnuk berpikir
kritis dan
mengembangkan
kemampuan
mereka untuk
menyesuaikan
dengan
pengetahuan baru.
i. Pemecah
an
masalah
dapat
memberi
kan
kesempa
tan pada
siswa
untuk
mengapli
kasikan
pengetah
uan yang
mereka
miliki
dalam
dunia
nyata.
j. Pemecahan
masalah dapat
mengembangkan
minat siswa untuk
secara terusmenerus belajar
sekalipun belajar
pada pendidikan
formal telah

berakhir.

Kelemahan:
1. Manakala siswa
tidak memiliki
minat atau tidak
mempunyai
kepercayaan
bahwa masalah
yang dipelajari
sulit untuk
dipecahkan,maka
mereka akan
merasa enggan
untuk mencoba.
2. Keberhasilan
strategi
pembelajaran
berbasis masalah
membutuhkan
cukup waktu untuk
persiapan.
3. Tanpa
pemahaman
mengapa
mereka
berusaha
untuk
memecahkan
masalah yang
sedang
dipelajari,ma
ka mereka
tidak akan
belajar apa
yang mereka
ingin pelajari.
2.9 Aritmetika Sosial
A. Nilai kesseluruhan
dan nilai per unit

Dalam

kehidupan seharihari kita sering


mendengar harga
keseluruhan dan
harga per unit nya.
Nilai
keselur
uhan =
banyak
unit x
nilai
per unit
nilaikeseluruh
an

Ban
yak

Nilai per unit

unit
nilaiperunit

nilaikeseluruhan
banyakunit

B. Istilah dalam
perdagangan

Dalam
kegiatan
perdagangan
terdapat istilahistilah seperti harga
pembelian, harga
penjualan, untung
dan rugi. Harga
pembelian adalah

harga barang yang


dibeli oleh seorang
pedagang dari
pabrik, grosir atau
tempat lainnya.
Harga pembelian
disebut juga
sebagai modal.
Sedangkan, harga
penjualan adalah
harga barang yang
ditetapkan oleh
pedagang kepada
pembeli. Jika harga
penjualan lebih
dari harga
pembelian, maka
seorang pedagang
dikatakan untung.
Sebaliknya, jika
harga penjualan
kurang dari harga
pembelian, maka
seorang pedagang
itu dikatakan rugi.
Sehing
ga
dapat
ditulisk
an
bahwa:

c
U
n
t
u
n
g

h
a
r
g
a

p
e
n
j
u

a
l
a
n

h
a
r
g
a

p
e
m
b
e
l
i
a

R
u
g
i

h
a
r
g
a

p
e
m
b
e
l

i
a
n

h
a
r
g
a

p
e
n
j
u
a
l
a
n

^
__________________________________________
)

Sedangkan
jika harga
penjualan
sama
dengan
harga
pembelian,
maka
seorang
pedagang
itu
dikatakan
impas
(tidak
untung
dan tidak
rugi).
C. Menghitung Harga
Penjualan dan
Harga Pembelian

a. Harga penjualan
dapat dihitung
dengan cara
berikut:
1) Jika
mempe
roleh
untung,
maka
harga
penjual

an
lebih
dari
harga
pembel
ian.
Untung
= harga
penjual
an harga
pembel
ian.
Sehing
ga:
H
a
r
g
a
p
e
n
j
u
a
l
a
n
=
h
a
r
g
a
p
e
m

b
e
l
i
a
n
+
u
n
t
u
n
g
^
_______________________________________________

2) Jika
mempe
roleh
rugi,
maka
harga
penjual
an
kurang
dari
harga
pembel
ian.
Rugi =
harga
pembel
ian harga
penjual
an

H
ar
g
a
p
e
nj
u
al
a
n
=
h
ar
g
a
p
e
m
b
el
ia
n
r
u
gi
b. Harga pembelian
atau modal dapat
dihitung dengan
cara berikut:
1) Jika
memperol
eh untung,
maka
harga
pembelian
kurang
dari harga
penjualan.
Sehingga :
H

ar
g
a
p
e
m
b
el
ia
n
=
h
ar
g
a
p
e
nj
u
al
a
n
u
nt
u
n
g

2) Jika
memperol
eh rugi,
maka
harga
pembelian
lebih dari
harga
penjualan.
Sehingga:
H
ar
g
a
p

e
m
b
el
ia
n
=
h
ar
g
a
p
e
nj
u
al
a
n
+
r
u
gi

D. Persentase Untung
(laba) dari Rugi

Persenta
se untung
atau rugi
biasanya
dibandingka
n terhadap

rugi

harga
pembelian
atau modal.
Persentase
untung atau
rugi
dirumuskan
sebagai
berikut:

untung
Persentase untung
=

Persentase rugi =

x 100%

h arg a
pembelia
n

h
a
r
g
a
p
e
m
b
e

x 100%

l
i
a
n

E. Rabat (Diskon), Bruto, Tara dan Netto


a. Rabat

Rabat atau biasa disebut diskon adalah potongan harga yang diberikan penjual
kepada pembeli, biasanya jika membeli barang eceran secara tunai atau dalam jumlah
yang besar. Rabat (diskon) biasanya dinyatakan dalam persen.
Dalam perhitungan rabat terdapat rumus:
Harga bersih = harga kotor - rabat (diskon)
dengan: harga bersih adalah harga setelah dipotong diskon.
harga kotor adalah harga sebelum dipotong diskon.
Contoh:
Ketika sebuah swalayan memberikan potongan harga 20% untuk pembelian
barang elektronik, Ibu Rani membeli sebuah rice cooker dengan harga
Rp.240.000,00. Berapakah Ibu Rani harus membayar untuk membeli rice cooker
tersebut?
Jawab:

Harga sebelum diskon (harga kotor) = Rp.240.000,00


x Rp.240.000,00 Diskon 20% = 100
= Rp.48.000,00 Harga setelah
diskon (harga bersih) = harga kotor - diskon

= Rp.240.000,00 - Rp.48.000,00
= Rp.192.000,00
Jadi, Ibu Rani harus membayar untuk membeli rice cooker sebesar
Rp.192.000,00.
b. Bruto

Bruto artinya berat kotor, yaitu berat suatu barang beserta dengan tempatnya.
Contoh :
Dalam sebuah karung berisi kacang kedelai, berat seluruhnya 50kg. Berat
kacang kedelai beserta karungnya disebut bruto.
Jadi, bruto = 50 kg.
c. Tara

Tara artinya potongan berat, yaitu berat tempat suatu barang.


Contoh :
Pada kacang kedelai dalam karung, berat karung disebut tara.
d. Neto

Netto artinya berat bersih, yaitu berat suatu barang setelah dikurangi dengan
tempatnya.
Contoh :
Pada kacang kedelai dalam karung, berat kacang kedelai sisebut netto.
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dirumuskan hubungan bruto, tara dan
netto, yaitu:
Netto = Bruto - Tara
Jika diketahui persen tara dan bruto, maka untuk mencari tara dapat digunakan
rumus berikut:
s-------------------------------------------------------

Tara = persen tara x bruto

Untuk setiap pembelian yang mendapatkan potongan berat (tara) dapat


digunakan rumus berikut:
Harga bersih = netto x harga persatuan berat

Contoh:
Ibu membeli sekarung beras dengan berat seluruhnya 25,50 kg, dan tara 2%.
Berapa rupiah yang harus dibayar oleh ibu jika harga 1 kg beras Rp.3.000,00? Jawab:
Bruto

= 25,50 kg

Persen tara = 2%
Tara

2
= ------x 25,50 kg = 0,51 kg
100

Netto

= bruto - tara
= 25,50 kg - 0,51 kg =
24,99 kg

Jumlah uang yang harus dibayar = 24,99 kg xRp.3.000,00


= Rp.74.970,00
F. Bunga Tabungan dan Pajak
a. Bunga tabungan (bungan tunggal)

Bunga tabungan merupakan bunga tunggal, artinya yang mendapat bunga hanya
modalnya saja, sedangkan bunganya tidak berbunga lagi.
Bunga tabungan biasanya dihitung dalam persen dengan jangka waktu satu
tahun.
Bunga 1 tahun = persen bunga x modal

Modal juga disebut dengan tabungan awal


n

Bunga n bulan = x persenbunga x mod al

Contoh:
Andri memiliki tabungan di bank Artos sebesar Rp. 150.000,00 dengan
bunga 16% per tahun. Hitunglah jumlah uang Andri setelah 4 bulan!
Jawab:
Besar tabungan awal (modal) = Rp.150.000,00
Bunga 1 tahun = 16%
4 16

Bunga 4 bulan = x-------x Rp.150.000,00 = Rp.8.000,00


12 100
Jumlah uang Andri setelah disimpan 4 bulan adalah:
Rp.150.000,00 + Rp.8.000,00 = Rp.158.000,00
b. Pajak

Pajak merupakan suatu kewajiban yang harus dipenuhi oleh masyarakat dengan
menyerahkan sebagian kekayaannya kepada Negara sesuai dengan aturan yang ada.
Misalnya: Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN).
Contoh:
Rani berbelanja ke supermarket sebesar Rp.240.000,00 dan dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10%. Berapa rupiahkah Rani harus membayar
untuk belanjaannya itu?
Jawab:
Besar belanjaan = Rp.240.000,00.
Besar PPN = 10% x Rp.240.000,00
= x Rp.240.000,00
100
= Rp.24.000,00 Jadi, total
belanjaan yang harus dibayar Rani adalah
= Rp.240.000,00 + Rp. 24.000,00
= Rp.264.000,00.
2.10

Penelitian yang Relevan

Adapun kajian penelitian yang relevan terhadap penelitian yang peneliti


lakukan adalah hasil peneltian yang dilakukan Dini Siska A. Sinaga(2010) yang
berjudul penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw untuk meningkatkan
aktivitas dan hasil belajar siswa pada materi Pecahan di kelas VII SMP Negeri 8
Tebing Tinggi Tahun Ajaran (2010/2011) menyebutkan bahwa pembelajaran di kelas
yang tidak diajarkan dengan menggunakan model kooperatif tipe jigsaw dikatakan
tidak tercapai. Ini berarti ada peningkatan aktifitas dan hasil belajar siswa dalam
pembelajaran matematika dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif jigsaw.

Pada tahun 2010 dilakukan penelitian oleh Rina Asri Pohan (2010) terhadap
siswa di kelasVII SMP Negeri 15 Medan pada pokok Bahasan pecahan, bahwa
tingkat aktivitas yang diajarkan dengan pendekatan pembelajaran kontekstual berbasis
jigsaw di kelas penelitian lebih baik dibandingkan dengan tingkat aktivitas yang
diajarkan dengan tingkat aktivitas yang diajarkan dengan metoden konvensional
dikelas pembanding.
Pada tahun 2008 dilakukan penelitian oleh Ramdani (2008) terhadap siswa di
kelas VII SMP Negeri 10 Binjai pada pokok bahasan Pecahan, menyebutkan bahwa
hasil belajar siswa yang diajarkan dengan pembelajaran kooperatif jigsaw lebih baik
dari hasil belajar siswa yang diajarkan STAD pada pokok bahasan Pecahan.
Pada tahun 2008 dilakukan penelitian oleh Erni Sri Rizki Siregar (2008)
terhadap siswa di kelas XI IPA SMA Negeri 2 PadangSidimpuan pada pokok bahasan
Statistika. Pembelajaran yang diterapkan adalah pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
dan STAD. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen, dimana
sampel yang digunakan adalah dua kelas yang masing- masing berjumlah 40 orang.
Hasil belajar siswa dengan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw rata-ratanya 83,13,
sedangkan hasil belajar siswa dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD nilai rataratanya 72,50. Persentase keberhasilan pembelajaran jigsaw adalah 82,50%
sedangkan STAD 52,50%.
Kemudian Situmorang (2007) juga melakukan penelitian tentang
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan STAD terhadap masing-masing 40 siswa
pada pokok bahasan Peluang di kelas XI IPA semester II SMA Swasta Teladan
Medan. Hasil belajar siswa dengan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw rata- ratanya
73,00, sedangkan hasil belajar siswa dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD nilai
rata-ratanya 66,63. Persentase keberhasilan pembelajaran jigsaw adalah 53%
sedangkan STAD 33%.
Secara umum, siswa yang proses pembelajarannya menerapkan kooperatif
tipe jigsaw memiliki pemahaman konsep yang lebih baik
2.11

Kerangka Konseptual

Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa di sekolah


salah satu penyebabnya adalah penerapan strategi pembelajaran yang kurang tepat.

Masalah ini timbul karena pembelajaran yang diterapkan selama ini menitik beratka
pada guru sebagai sumber informasi dalam jumlah yang besar.Salah satu usaha untuk
menanggulangi hal ini adalah dengan menerapkan model pembelajaran yang sesuai
sehingga siswa mampu dan terampil dalam memecahkan masalah sendiri, dan
menjadi pembelajar yang mandiri serta mampu bekerja dikehidupan yang nyata.
Proses pembelajaran tidak dapat dipisahkan dari proses dan hasil belajar.
Proses pembelajaran yang baik yang pada gilirannya dapat mencapai hasil belajar
yang optimal. Cara guna dalam menyampaikan materi pelajaran yang menempati
posisi yang sangat penting yang turut menentukan tercapainya hasil belajar yang
optimal. Dengan menggunakan metode pembelajaran konvensional biasa, siswa
seringkali merasa bosan terutama materi yang membutuhkan pemahaman seperti
persamaan kuadrat, dan akibatnya mempengaruhi minat belajar matematika siswa.
Maka perlu diupayakan suatu cara agar penyampaian materi pelajaran matematika
dapat menarik minat belajar siswa. Dalam penelitian ini dicoba menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang diharapkan dapat mengatasi permasalahan
dalam belajar matematika.
Dalam pembelajaran kooperatif jigsaw siswa belajar bersama dengan
kelompok kecil yang heterogen, setiap anggota saling bekerja sama dan membantu
untuk memahami suatu bahan pembelajaran dan mengkombinasikan hasil
perolehannya kepada siswa sehingga bisa menghidupkan suasana kelas,
memperdayakan siswa atau berfokus kepada siswa yaitu kelas yang produktif dan
menyenangkan. Siswa melakukan interaksi sosial untuk mempelajari materi yang
diberikan kepadanya dan bertanggung jawab untuk menjelaskannya kepada anggota
kelompoknya.
Pembelajaran Berbasislah (PBM) untuk mengimplementasikannya PBM, guru
perlu memilih bahan pemebelajaran yang memiliki permasalahan yang dapat
dipecahkan. Permasalahan tersebut bisa diambil dari buku teks atau dari sumbersumber lain misalnya dari peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitar, dari peristiwa
dalam keluarga atau dari peristiwa kemasyarakatan.
Dari keterangan diatas kita dapat membandingkan kedua teknik pembelajaran

kooperatif tipe jigsaw dan pembelajaran berbasis masalah (PBM) tersebut baik
diterapkan dalam pembelajaran disekolah. Melihat perbedaan kedua teknik
pembelajaran ini, maka siswa akan mengalami pengalaman yang berbeda pula. Untuk
membuktikan diduga pembelajaran kooperaitf tipe jigsaw berbeda dengan
pembelajaran berbasis masalah (PBM) akan berdampak terhadap hasil belajar, akan
dilakukan pengajaran pokok bahasan aritmatika sosial pada dua kelas dengan teknik
belajar yang berbeda dikelas VII SMP N 1 Bandar T.A 2011/2012
2.11

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori, penelitian relevan, dan kerangka konseptual maka


hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Terdapat perbedaan Kemampuan
pemecahan masalah siswa dengan menerapkan pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
dan Pembelajaran Berbasis masalah (PBM) pada pokok bahasan Aritmetika sosial di
kelas VII SMN Negeri 1 Bandar T.A 2011/2012.

Anda mungkin juga menyukai