Kesehatan
Masyarakat
adalah
fasilitas
pelayanan
kesehatan
yang
Sumber daya manusia Puskesmas terdiri atas tenaga kesehatan dan tenaga non
kesehatan. Jenis dan jumlah tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan dihitung berdasarkan
analisis beban kerja, dengan mempertimbangkan jumlah pelayanan yang diselenggarakan,
jumlah penduduk dan persebarannya, karakteristik wilayah kerja, luas wilayah kerja,
ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama lainnya di wilayah kerja, dan
pembagian waktu kerja. Jenis Tenaga Kesehatan paling sedikit terdiri atas :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
dari pelaksanaan upaya kesehatan, yang berperan penting dalam meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Pelayanan kefarmasian di Puseksmas harus
mendukung tiga fungsi pokok Puskesmas, yaitu sebagai pusat penggerak pembangunan
berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan
strata pertama yang meliputi pelayanan kesehatan perorangan dan pelayananan kesehatan
masyarakat. Pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu dengan tujuan untuk
mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah obat dan masalah yang berhubungan
dengan kesehatan. Tuntutan pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu Pelayanan
Kefarmasian mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama yang berorientasi kepada
produk (drug oriented) menjadi paradigma yang berorientasi pada pasien (patient oriented)
dengan filosofi pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care).
Ruang lingkup pelayanan kefarmasi di puskesmas meliputi 2 kegiatan, yaitu kegiatan
yang bersifat manajerial berupa pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai dan kegiatan
pelayanan farmasi klinik. Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia dan
sarana dan prasarana. Kegiatan pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai merupakan
kegiatan pelayanan kefarmasian yang dimulai dari perencanaan, permintaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan serta pemantauan dan
evaluasi. Tujuannya adalah untuk menjamin kelangsungan ketersediaan dan keterjangkauan
obat dan bahan medis habis pakai yang efisien, efektif, dan rasional, meningkatkan
kompetensi/kemampuan tenaga kefarmasian, mewujudkan sistem informasi manajemen, dan
melaksanakan pengendalian mutu pelayanan. Pelayanan kefarmasian lainnya yang ada di
puskesmas adalah pelayanan farmasi klinik.
Pelayanan farmasi klinik merupakan bagian dari Pelayanan Kefarmasian yang langsung
dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan obat dan bahan medis habis pakai
dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Tujuan dari pelayanan farmasi klinik anatara lain : menyediakan informasi mengenai obat
kepada tenaga kesehatan lain di lingkungan Puskesmas, pasien dan masyarakat; menyediakan
informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan obat (contoh: kebijakan
permintaan obat oleh jaringan dengan mempertimbangkan stabilitas, harus memiliki alat
penyimpanan yang memadai); menunjang penggunaan obat yang rasional. Pelayanan farmasi
klinik di puskesmas meliputi:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
D.
1.
oleh 1 orang tenaga Apotekr sebagai penanggung jawab yang dapat dibantu oleh Tenaga
Teknis Kefarmasian sesuai kebutuhan. Jumlah kebutuhan Apoteker di Puskesmas dihitung
berdasarkan rasio kunjungan pasien, baik rawat inap maupun rawat jalan serta
memperhatikan pengembangan Puskesmas. Rasio untuk menentukan jumlah Apoteker di
Puskesmas adalah 1 Apoteker untuk 50 pasien perhari.
Adapun kompetensi Apoteker adalah sebagai berikut:
1) Sebagai Penanggung Jawab
a. Mempunyai kemampuan untuk memimpin
b. Mempunyai kemampuan dan kemauan untuk mengelola dan mengembangkan
Pelayanan Kefarmasian
c. Mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri
d. Mempunyai kemampuan untuk bekerja sama dengan pihak lain; dan
e. Mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasi, mencegah, menganalisis dan
memecahkan masalah
2) Sebagai Tenaga Fungsional
a. Mampu memberikan pelayanan kefarmasian
b. Mampu melakukan akuntabilitas praktek kefarmasian
c. Mampu mengelola manajemen praktis farmasi
d. Mampu berkomunikasi tentang kefarmasian
e. Mampu melaksanakan pendidikan dan pelatihan; dan
f. Mampu melaksanakan penelitian dan pengembangan
peningkatan
pengetahuan dan keterampilan di bidang kefarmasian atau bidang yang berkaitan dengan
kefarmasian secara berkesinambungan untuk mengembangkan potensi dan produktivitas
tenaga kefarmasian secara optimal. Puskesmas dapat menjadi tempat pelaksanaan program
pendidikan, pelatihan serta penelitian dan pengembangan bagi calon tenaga kefarmasian dan
tenaga kefarmasian unit lain.
Tujuan Umum:
a. Tersedianya tenaga kefarmasian di Puskesmas yang mampu melaksanakan rencana
strategi Puskesmas.
b. Terfasilitasinya program pendidikan dan pelatihan bagi calon tenaga kefarmasian
dan tenaga kefarmasian unit lain.
c. Terfasilitasinya program penelitian dan pengembangan bagi calon
tenaga
penyimpanan
harus
memperhatikan
kondisi
sanitasi,
temperatur,
kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan petugas.
Selain itu juga memungkinkan masuknya cahaya yang cukup. Ruang penyimpanan
yang baik perlu dilengkapi dengan rak/lemari obat, pallet, pendingin ruangan (AC),
lemari pendingin, lemari penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika, lemari
penyimpanan obat khusus, pengukur suhu dan kartu suhu.
6) Ruang arsip
Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan dngan
pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dan Pelayanan Kefarmasian dalam
jangka waktu tertentu. Ruang arsip memerlukan ruangan khusus yang memadai dan
aman untuk memelihara dan menyimpan dokumen dalam rangka menjamin
penyimpanan sesuai hukum, aturan, persyaratan dan teknik manajemen yang baik.
Istilah ruang disini tidak harus diartikan sebagai wujud ruangan secara fisik,
namun lebih kepada fungsi yang dilakukan. Bila memungkinkan, setiap fungsi tersebut
disediakan ruang secara tersendiri. Jika tidak, maka dapat digabungkan lebih dari 1
fungsi, namun harus terdapat pemisahan yang jelas antar fungsi.
TINJAUAN KHUSUS
A.
dalam
format
Microsoft
Excel
setiap
bulannya.
Puskesmas
kecamatan
Kesehatan Provinsi DKI Jakarta setiap tiga bulan untuk dilaporkan ke Kementrian Kesehatan
RI per enam bulan.
Informasi yang dapat diperoleh dari LPLPO adalah jenis dan jumlah sisa stok atau stok
awal obat, jenis dan jumlah erseiaan obat, perbandingan antara jumlah persediaan dengan
jumlah pemakaian obat per bulan, perbandingan antara pemakaian obat dengan resep, dan
perbandingan antara jumlah persediaan dengan jumlah pemakaian obat per bulan. Data dan
informasi yang diperoleh dari LPLPO ini sangat dibutuhkan untuk perencanaan kebutuhan
obat, pendistribusian obat, serta kegiatan pengendalian obat, khususnya di Puskesmas.
B.
diberikan dan dijual dengan cara yang tidak tepat dan separuh dari pasien menggunakan obat
secara tidak tepat. Penggunaan obat rasional ditujukan untuk menjamin pasien mendapatkan
pengobatan yang sesuai dengan kebutuhannya, untuk periode waktu yang adekuat dengan
harga yang terjangkau.
Secara praktis, penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria:
1.
Tepat Diagnosis
Penggunaan obat disebut rasional jika diberikan untuk diagnosis yang tepat. Jika
diagnosis tidak ditegakkan dengan benar, maka pemilihan obat akan terpaksa mengacu pada
diagnosis yang keliru tersebut. Akibatnya obat yang diberikan juga tidak akan sesuai dengan
indikasi yang seharusnya.
2.
untuk infeksi bakteri. Dengan demikian, pemberian obat ini hanya dianjurkan untuk pasien
yang member gejala adanya infeksi bakteri.
3.
benar. Dengan demikian, obat yang dipilih harus yang memiliki efek terapi sesuai dengan
spektrum penyakit.
Contoh: Gejala demam terjadi pada hampir semua kasus infeksi dan inflamasi. Untuk
sebagian besar demam, pemberian parasetamol lebih dianjurkan, karena disamping efek
antipiretiknya, obat ini relatif paling aman dibandingkan dengan antipiretik yang lain.
Pemberian antiinfl amasi non steroid (misalnya ibuprofen) hanya dianjurkan untuk demam
yang terjadi akibat proses peradangan atau inflamasi.
4.
Tepat Dosis
Dosis, cara dan lama pemberian obat sangat berpengaruh terhadap efek terapi obat.
Pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat yang dengan rentang terapi yang
sempit, akan sangat beresiko timbulnya efek samping. Sebaliknya dosis yang terlalu kecil
tidak akan menjamin tercapainya kadar terapi yang diharapkan.
5.
boleh dicampur dengan susu, karena akan membentuk ikatan, sehingga menjadi tidak dapat
diabsorpsi dan menurunkan efektivtasnya.
6.
ditaati oleh pasien. Makin sering frekuensi pemberian obat per hari (misalnya 4 kali sehari),
semakin rendah tingkat ketaatan minum obat. Obat yang harus diminum 3 x sehari harus
diartikan bahwa obat tersebut harus diminum dengan interval setiap 8 jam.
7.
Tuberkulosis dan Kusta, lama pemberian paling singkat adalah 6 bulan. Lama pemberian
kloramfenikol pada demam tifoid adalah 10-14 hari. Pemberian obat yang terlalu singkat atau
terlalu lama dari yang seharusnya akan berpengaruh terhadap hasil pengobatan.
8.
timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi, karena itu muka merah setelah pemberian
atropin bukan alergi, tetapi efek samping sehubungan vasodilatasi pembuluh darah di wajah.
Pemberian tetrasiklin tidak boleh dilakukan pada anak kurang dari 12 tahun, karena
menimbulkan kelainan pada gigi dan tulang yang sedang tumbuh.
9.
beberapa jenis obat seperti teofilin dan aminoglikosida. Pada penderita dengan kelainan
ginjal, pemberian aminoglikosida sebaiknya dihindarkan, karena resiko terjadinya
nefrotoksisitas pada kelompok ini meningkat secara bermakna.
10.
Obat yang diberikan harus efektif dan aman dengan mutu terjamin, serta
tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau
Untuk efektif dan aman serta terjangkau, digunakan obat-obat dalam daftar obat
esensial. Pemilihan obat dalam daftar obat esensial didahulukan dengan mempertimbangkan
efektivitas, keamanan dan harganya oleh para pakar di bidang pengobatan dan klinis. Untuk
jaminan mutu, obat perlu diproduksi oleh produsen yang menerapkan CPOB (Cara
Pembuatan Obat yang Baik) dan dibeli melalui jalur resmi. Semua produsen obat di Indonesia
harus dan telah menerapkan CPOB.
11.
Tepat informasi
Informasi yang tepat dan benar dalam penggunaan obat sangat penting dalam
lanjut yang diperlukan, misalnya jika pasien tidak sembuh atau mengalami efek samping.
2.
sendiri sebagai konsumen. Pada saat resep dibawa ke apotek atau tempat penyerahan obat di
Puskesmas, apoteker/asisten apoteker menyiapkan obat yang dituliskan peresep pada lembar
resep untuk kemudian diberikan kepada pasien. Proses penyiapan dan penyerahan harus
dilakukan secara tepat, agar pasien mendapatkan obat sebagaimana harusnya. Dalam
menyerahkan obat juga petugas harus memberikan informasi yang tepat kepada pasien.
3.
Pasien patuh
Pasien patuh terhadap perintah pengobatan yang dibutuhkan, ketidaktaatan minum obat
umumnya terjadi pada keadaan berikut:
a. Jenis dan/atau jumlah obat yang diberikan terlalu banyak
b. Frekuensi pemberian obat per hari terlalu sering
c. Jenis sediaan obat terlalu beragam
d. Pemberian obat dalam jangka panjang tanpa informasi
e. Pasien tidak mendapatkan informasi/penjelasan yang cukup mengenai cara
minum/menggunakan obat
f. Timbulnya efek samping (misalnya ruam kulit dan nyeri lambung), atau efek ikutan
(urine menjadi merah karena minum rifampisin) tanpa diberikan penjelasan terlebih
dahulu.
(Kemenkes RI, 2011)
C.
pelayanan
kefarmasian,
yang
dimulai
dari perencanaan,
permintaan,
penerimaan,
untuk menentukan jenis dan jumlah Obat dalam rangka pemenuhan kebutuhan Puskesmas.
Tujuan perencanaan adalah untuk mendapatkan:
a. Perkiraan jenis dan jumlah Obat dan Bahan Medis Habis Pakai yang mendekati
kebutuhan,
b. Meningkatkan penggunaan Obat secara rasional, dan
c. Meningkatkan efisiensi penggunaan Obat.
Perencanaan kebutuhan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai di Puskesmas setiap
periode dilaksanakan oleh Ruang Farmasi di Puskesmas. Proses seleksi Obat dan Bahan
Medis Habis Pakai dilakukan dengan mempertimbangkan pola penyakit, pola konsumsi Obat
periode sebelumnya, data mutasi Obat, dan rencana pengembangan. Proses seleksi Obat dan
Bahan Medis Habis Pakai juga harus mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN)
dan Formularium Nasional. Proses seleksi ini harus melibatkan tenaga kesehatan yang ada di
Puskesmas seperti dokter, dokter gigi, bidan, dan perawat, serta pengelola program yang
berkaitan dengan pengobatan.
Proses perencanaan kebutuhan Obat per tahun dilakukan secara berjenjang (bottom-up).
Puskesmas diminta menyediakan data pemakaian Obat dengan menggunakan Laporan
Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO). Selanjutnya Instalasi Farmasi
Kabupaten/Kota akan melakukan kompilasi dan analisa terhadap kebutuhan Obat Puskesmas
di wilayah kerjanya, menyesuaikan pada anggaran yang tersedia dan memperhitungkan
waktu kekosongan Obat, buffer stock, serta menghindari stok berlebih.
2.
Obat dan Bahan Medis Habis Pakai di Puskesmas, sesuai dengan perencanaan kebutuhan
yang telah dibuat. Permintaan diajukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah daerah setempat.
3.
Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota sesuai dengan
permintaan yang telah diajukan. Tujuannya adalah agar Obat yang diterima sesuai dengan
kebutuhan berdasarkan permintaan yang diajukan oleh Puskesmas. Semua petugas yang
terlibat dalam kegiatan pengelolaan bertanggung jawab atas ketertiban penyimpanan,
pemindahan, pemeliharaan dan penggunaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai berikut
kelengkapan catatan yang menyertainya.
Petugas penerimaan wajib melakukan pengecekan terhadap Obat dan Bahan Medis
Habis Pakai yang diserahkan, mencakup jumlah kemasan/peti, jenis dan jumlah Obat, bentuk
Obat sesuai dengan isi dokumen (LPLPO), ditandatangani oleh petugas penerima, dan
diketahui oleh Kepala Puskesmas. Bila tidak memenuhi syarat, maka petugas penerima dapat
mengajukan keberatan. Masa kedaluwarsa minimal dari Obat yang diterima disesuaikan
dengan periode pengelolaan di Puskesmas ditambah satu bulan.
4.
kegiatan
pengaturan terhadap Obat yang diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan
fisik maupun kimia dan mutunya tetap terjamin, sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
Tujuannya adalah agar mutu obat yang tersedia di puskesmas dapat dipertahankan sesuai
dengan persyaratan yang ditetapkan.
Penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dengan mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut:
a. Bentuk dan jenis sediaan;
b. Stabilitas (suhu, cahaya, kelembaban);
c. Mudah atau tidaknya meledak/terbakar; dan
d. Narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus.
5.
dan penyerahan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai secara merata dan teratur untuk
memenuhi kebutuhan sub unit/satelit farmasi Puskesmas dan jaringannya. Tujuannya adalah
untuk memenuhi kebutuhan Obat sub unit pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja
Puskesmas dengan jenis, mutu, jumlah dan waktu yang tepat.
Sub-sub unit di Puskesmas dan jaringannya antara lain:
a. Sub unit pelayanan kesehatan di dalam lingkungan Puskesmas;
b. Puskesmas Pembantu;
c. Puskesmas Keliling;
d. Posyandu; dan
e. Polindes.
Pendistribusian ke sub unit (ruang rawat inap, UGD, dan lain-lain) dilakukan dengan
cara pemberian Obat sesuai resep yang diterima (floor stock), pemberian Obat per sekali
minum (dispensing dosis unit) atau kombinasi, sedangkan pendistribusian ke jaringan
Puskesmas dilakukan dengan cara penyerahan Obat sesuai dengan kebutuhan (floor stock).
6.
memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang
telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan Obat di unit
pelayanan kesehatan dasar. Tujuannya adalah agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan
Obat di unit pelayanan kesehatan dasar. Pengendalian Obat terdiri dari:
a. Pengendalian persediaan;
b. Pengendalian penggunaan; dan
c. Penanganan Obat hilang, rusak, dan kadaluwarsa.
7.
penatalaksanaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai secara tertib, baik Obat dan Bahan
Medis Habis Pakai yang diterima, disimpan, didistribusikan dan digunakan di Puskesmas
atau unit pelayanan lainnya. Tujuan pencatatan, pelaporan dan pengarsipan adalah:
a. Bukti bahwa pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai telah dilakukan
b. Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian, dan
c. Sumber data untuk pembuatan laporan.
8.
Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan
secara periodik dengan tujuan untuk:
a. Mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam pengelolaan Obat dan
Bahan Medis Habis Pakai sehingga dapat menjaga kualitas maupun pemerataan
pelayanan;
b. Memperbaiki secara terus-menerus pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai;
dan
c. Memberikan penilaian terhadap capaian kinerja pengelolaan.
D.
dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Pelayanan farmasi klinik bertujuan untuk:
a. Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan Pelayanan Kefarmasian
di
Puskesmas.
b. Memberikan Pelayanan Kefarmasian yang dapat menjamin efektivitas, keamanan
dan efisiensi Obat dan Bahan Medis Habis Pakai.
c. Meningkatkan kerjasama dengan profesi kesehatan lain dan kepatuhan pasien yang
terkait dalam Pelayanan Kefarmasian.
d. Melaksanakan kebijakan Obat di Puskesmas dalam rangka meningkatkan
penggunaan Obat secara rasional.
Pelayanan farmasi klinik meliputi:
1.
farmasetik dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.
Persyaratan administrasi meliputi:
a. Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien.
b. Nama, dan paraf dokter.
c. Tanggal resep.
d. Ruangan/unit asal resep.
Persyaratan farmasetik meliputi:
a. Bentuk dan kekuatan sediaan.
b. Dosis dan jumlah Obat.
c. Stabilitas dan ketersediaan.
d. Aturan dan cara penggunaan.
informasi secara akurat, jelas dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan
lainnya dan pasien.
Tujuan:
a. Menyediakan informasi mengenai Obat kepada tenaga kesehatan lain di lingkungan
Puskesmas, pasien dan masyarakat.
b. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan Obat
(contoh: kebijakan permintaan Obat oleh jaringan dengan mempertimbangkan
stabilitas, harus memiliki alat penyimpanan yang memadai).
c. Menunjang penggunaan Obat yang rasional.
Kegiatan:
a. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara pro aktif dan
pasif.
b. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon, surat
atau tatap muka.
c. Membuat buletin, leaflet, label Obat, poster, majalah dinding dan lain-lain.
d. Melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap, serta
masyarakat.
e. Melakukan pendidikan dan/atau pelatihan bagi tenaga kefarmasian
dan tenaga
kesehatan lainnya terkait dengan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai.
f. Mengoordinasikan penelitian terkait Obat dan kegiatan Pelayanan Kefarmasian.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan:
a.
b.
c.
d.
3.
Konseling
Merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan penyelesaian masalah pasien yang
berkaitan dengan penggunaan Obat pasien rawat jalan dan rawat inap, serta keluarga pasien.
Tujuan dilakukannya konseling adalah memberikan pemahaman yang benar mengenai Obat
kepada pasien/keluarga pasien antara lain tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara dan
lama penggunaan Obat, efek samping, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan dan
penggunaan Obat.
Kegiatan:
a. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien.
b. Menanyakan hal-hal yang menyangkut Obat yang dikatakan oleh dokter kepada
pasien dengan metode pertanyaan terbuka (open- ended question), misalnya apa
yang dikatakan dokter mengenai Obat, bagaimana cara pemakaian, apa efek yang
diharapkan dari Obat tersebut, dan lain-lain.
c. Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan Obat
d. Verifikasi akhir, yaitu mengecek pemahaman pasien,
mengidentifikasi dan
perlu dilakukan pelayanan kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care) yang bertujuan
tercapainya keberhasilan terapi Obat.
4.
Ronde/Visite Pasien
Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan secara mandiri
atau bersama tim profesi kesehatan lainnya terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi, dan lainlain. Tujuan:
a. Memeriksa Obat pasien.
b. Memberikan rekomendasi kepada dokter dalam pemilihan Obat
dengan
dan/atau keluarga
terputusnya
kelanjutan terapi dan kurangnya kepatuhan penggunaan Obat. Untuk itu, perlu juga dilakukan
pelayanan kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care) agar terwujud komitmen,
keterlibatan, dan kemandirian pasien dalam penggunaan Obat sehingga tercapai keberhasilan
terapi Obat.
5.
tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan
profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.
Tujuan:
a. Menemukan efek samping Obat sedini mungkin terutama yang berat, tidak dikenal
dan frekuensinya jarang.
b. Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping Obat yang sudah sangat dikenal
atau yang baru saja ditemukan.
Kegiatan:
a. Menganalisis laporan efek samping Obat.
b. Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami efek
samping Obat.
c. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
d. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional.
Faktor yang perlu diperhatikan:
a. Kerja sama dengan tim kesehatan lain.
b. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.
6.
yang efektif, terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.
Tujuan:
a. Mendeteksi masalah yang terkait dengan Obat.
b. Memberikan rekomendasi penyelesaian masalah yang terkait dengan Obat.
Kriteria pasien:
a. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.
b. Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis.
c. Adanya multidiagnosis.
d. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.
e. Menerima Obat dengan indeks terapi sempit.
f. Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi Obat yang merugikan.
Kegiatan:
a. Memilih pasien yang memenuhi kriteria.
b. Membuat catatan awal.
c. Memperkenalkan diri pada pasien.
d. Memberikan penjelasan pada pasien.
e. Mengambil data yang dibutuhkan.
f. Melakukan evaluasi.
g. Memberikan rekomendasi.
7.
berkesinambungan untuk menjamin Obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan
terjangkau (rasional).
Tujuan:
a. Mendapatkan gambaran pola penggunaan Obat pada kasus tertentu.
b. Melakukan evaluasi secara berkala untuk penggunaan Obat tertentu.
b.
c.
d.
e.
f.
Kecamatan
Petugas membuat laporan seperti Laporan Penerimaan dan Lembar Permintaan Obat
(LPLPO), Laporan Penggunaan Obat Rassional (POR), Laporan penggunaan narkotika
g.
Perencanaan
Proses perencanaan dan pengadaan obat pada keempat Puskesmas dilakukan setiap
satu tahun sekali. Perencanaan dan pengadaan obat dilakukan dengan berdasarkan metode
konsumsi yaitu dengan melihat pemakaian atau konsumsi obat dan di puskesmas Ciracas juga
berdasarkan epidemiologi penyakit. Pemakaian obat pada tahun sebelumnya diperoleh
berdasarkan data pemakaian obat di Puskesmas Kecamatan dan kelurahan masing-masing
puskesmas yang terdapat pada LPLPO ditambah dengan sisa stok dan lead time untuk
mencegah kekosongan obat. Apotek di Puskesmas Kecamatan dan setiap Puskesmas
Kelurahan mencatat obat yang dibutuhkan dan obat-obat tersebut kemudian dikumpulkan
dalam rencana kebutuhan obat (RKO) beserta spesifikasinya seperti nama obat, satuan,
jumlah kebutuhan, dan harga yang akan diserahkan oleh asisten apoteker penanggung jawab
gudang obat ke bagian tim perencanaan. Tim perencanaan akan mendata dan menyesuaikan
daftar obat yang ada dengan sistem e-budgetting. Setelah itu dari tim perencanaan,
menyerahkan data permintaan obat tersebut kepada bagian pengadaan barang yang
selanjutnya akan di serahkan kepada tim pengadaan.
- Pengadaan
Pengadaan obat dilakukan ketika telah menerima data kebutuhan barang yang
diserahkan oleh bagian pengadaan barang. Tim pengadaan akan mengelompokkan obat yang
sudah termasuk dalam daftar E-budgeting untuk didata obat tersebut termasuk ke dalam
daftar obat yang ada dalam E-Catalogue atau tidak. Jika obat tersebut tidak termasuk dalam
daftar obat yang ada dalam E-Catalogue maka pengadaan dilakukan dengan sistem lelang.
Lelang ini dapat dilakukan sendiri oleh puskesmas atau melalui Unit Layanan Pengadaan
(ULP) jika pembelian bernilai >200 juta. Tim pengadaan kemudian melakukan pemesanan
sesuai dengan RKO beserta spesifikasinya.
Pengadaan di keempat Puskesmas Kecamatan untuk barang/obat yang tertera dalam
daftar obat yang ada dalam E-catalogue disubsidi pemerintah bersumber dari dana Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sedangkan untuk obat yang tidak termasuk obat
program (asam mefenamat, ambroxol, domperidon dll) dan alat kesehatan habis pakai
sebelum memasuki periode pengadaan berikutnya, pengadaan dilakukan dengan pembelian
langsung oleh pihak Puskesmas dengan menggunakan dana BLUD (Badan Layanan Umum
Daerah).
- Penerimaan
Pada saat obat datang, obat diterima dan dilakukan pengecekan oleh tenaga
kefarmasian bagian gudang obat. Pengecekan dilakukan dengan menyesuaikan barang yang
datang dengan barang yang telah dipesan dengan melihat faktur pemesanan obat untuk obat
yang tidak masuk dalam E-catalogue yang meliputi tanggal terima, distributor, nama obat,
satuan, jumlah obat, kekuatan/dosis obat, tanggal kadaluarsa dan nomor batch serta dilihat
juga mutu/kualitas obat yang datang. Jika obat yang datang tidak sesuai dengan spesifikasi
yang diminta tersebut maka dapat dilakukan retur. Obat yang telah sesuai selanjutnya
dilakukan penyimpanan di gudang induk oleh asisten apoteker penanggung jawab gudang
obat.
-
Penyimpanan
Penyimpanan obat yang telah diterima ditempatkan di gudang induk. Gudang induk
obat merupakan tempat penyimpanan obat untuk keperluan puskesmas kecamatan dan
puskesmas kelurahan masing-masing. Setiap ada penambahan obat maka asisten apoteker
penanggung jawab gudang akan mencatat pada buku penerimaan obat dan kartu stock
gudang. Fasilitas yang ada pada gudang induk obat masing- masing kecamatan adalah
pendingin ruangan/AC, termometer suhu ruang, pallet dan lemari serta ruangannyadikelilingi
oleh teralis. Untuk obat narkotik dan psikotropika obat disimpan dalam lemari terpisah.
Penyimpanan dilakukan sebelum obat didistribusikan.
Penyusunan obat di gudang induk obat dan gudang apotik berdasarkan bentuk sediaan,
alfabetis, sistem FIFO dan FEFO (First In First Out dan First Expired First Out) dan
dilengkapi dengan kartu stok obat. Obat-obatan yang tidak tahan panas atau harus di simpan
pada suhu dingin diletakkan di dalam kulkas seperti obat-obat injeksi, obat suppositoria, dan
lain-lain. Obat-obatan yang terdapat di Apotek merupakan obat dalam kemasan lepas dan
sering digunakan, biasanya obat disiapkan dengan dimasukkan ke dalam plastik obat dalam
jumlah untuk 3 hari. Namun untuk antibiotik biasanya untuk 5 hari. Hal ini dilakukan untuk
mempercepat penyerahan obat kepada pasien.
Setiap awal tahun petugas akan melakukan pelabelan tanggal kadaluarsa obat sebagai
salah satu kegiatan pemeliharaan mutu dan pelayanan obat. Parameter pelabelan di
puskesmas masing- masing kecamatan adalah warna merah jika obat akan kadaluarsa dalam
jangka waktu setahun (tahun 2015), warna kuning jika obat akan kadaluarsa dalam jangka
waktu 1 tahun (tahun 2016), dan warna hijau jika obat akan kadaluarsa lebih dari 2 tahun (>
tahun 2017). Petugas akan melakukan pengecekan/pemantauan untuk obat-obat yang akan
kadaluarsa setiap bulannya saat stok opname. Jika ada obat-obatan yang kadaluarsa akan di
simpan terpisah dari obat lain dan akan dilakukan pemusnahan. Pemusnahan dilakukan
dengan cara mengumpulkan obat yang akan dimusnahkan kemudian diserahkan kebagian
Kesehatan Lingkungan dan dibuat berita acara pemusnahan yang berisi nama obat dan
jumlahnya. Untuk obat-obatan narkotik dan psikotropik pemusnahan dilakukan dengan
dilarutkan dalam air yang dilakukan oleh apoteker penanggung jawab apotek dengan
berkoordinasi dengan Sudin Jakarta Timur dan Balai Besar POM.
- Distribusi
Distribusi obat di masing-masing Puskesmas Kecamatan
dilakukan ke beberapa
tempat yaitu gudang apotik yang selanjutnya akan didistribusikan ke sub unit di Puskesmas
seperti bagian Poli Umum, Poli Gigi, KIA, Poli TB, Poli, IMS, MTBS, Poli Haji dan Poli
Gizi. Selain didistribusikan ke gudang apotik, obat juga diditribusikan ke IGD.
Pendistribusian dilakukan setiap 3 (tiga) bulan sekali ke masing-masing puskesmas kelurahan
tetapi untuk puskesmas Kecamatan Cipayung pendistirbusian dilakukan setiap bulan.
Puskesmas kelurahan akan mengirimkan bon permintaan obat yang meliputi nama, jumlah,
dan bentuk sediaan obat yang dibutuhkan kepada asisten apoteker penanggung jawab gudang
Puskesmas Kecamatan. Bon permintaan obat ini ditanda tangani oleh petugas gudang
puskesmas kelurahan dan kepala puskesmas kelurahan.
- Pencatatan dan Pelaporan
kemudian
petugas loket pendaftaran akan memanggil nomor antrian dan pasien akan diberi kertas
pandaftaran dan nomor antrian untuk pelayanan
dipersilahkan untuk menunggu antrian pemeriksaan oleh dokter. Setelah pemeriksaan oleh
dokter selesai, pasien yang tidak dirujuk untuk cek laboratorium dan tidak dirujuk ke Rumah
Sakit untuk kasus yang tidak dapat ditangani di Puskesmas maka pasien langsung
mendapatkan resep obat dan dapat langsung menyerahkannya ke apotek.
Resep yang sampai di apotek dari berbagai poli diletakkan dikeranjang penyimpanan
resep dan pasien dipersilahkan untuk menunggu. Resep yang diterima kemudian dilayani oleh
apoteker maupun tenaga teknis kefarmasian yang bertugas. Petugas akan memeriksa
kelengkapan resep dan melakukan skrinning resep meliputi skrining administrasi, farmasetik,
dan farmakologi. Jika terdapat keraguan dalam penulisan resep, ketidaksesuaian nama dan
usia pasien, ketidaksesuaian dosis obat dan sediaan obat maka petugas harus menanyakan dan
mengkonfirmasikan kepada dokter yang bertanggung jawab atas resep tersebut. Konfirmasi
dilakukan biasanya dengan menelepon dokter penulis resep, konfirmasi obat juga biasa
dilakukan apabila obat yang dituliskan oleh dokter tidak ada. Setelah itu, petugas akan
membuatkan etiket lalu menyiapkan obat atau melakukan peracikan obat sesuai dengan
permintaan dokter. Resep obat yang berbentuk racikan dokter, diperiksa komposisinya
dengan dilakukan perhitungan dosis sebelumnya.
Obat yang telah disiapkan dan etiket yang berisi informasi tentang aturan pakai masingmasing obat dimasukkan ke dalam plastik pengemas obat. Setelah itu, pasien akan dipanggil
dan sebelum diserahkan, petugas akan
disiapkan dengan yang tertera di resep. Hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahan dalam
penyerahan obat. Setelah sesuai, obat diberikan kepada pasien disertai dengan pemberian
informasi obat meliputi nama obat, indikasi, aturan pemakaian, dan cara penggunaan obat.
Untuk pelayanan konseling belum dilakukan karena belum tersedianya ruangan yang
memadai untuk melakukan konseling obat di keempat puskesmas ini.
Resep-resep yang masuk akan dipisah berdasarkan pasien umum dan gratis. Hal ini
bertujuan untuk mengetahui jumlah kunjungan dan resep yang masuk. Untuk resep yang
mengandung obat narkotika dan psikotropika disimpan terpisah dari resep lainnya. Resepresep tersebut disimpan selama tiga tahun untuk kemudian akan dilakukan pemusnahan resep.
Pemusnahan resep dilakukan oleh apoteker penanggung jawab dan disaksikan oleh
perwakilan dari suku dinas kesehatan wilayah Jakarta timur dan petugas puskesmas. Tata cara
pemusnahan resep adalah dengan mengumpulkan resep selama tiap tahun sedangkan resep
obat narkotika dan psikotropika dipisahkan dengan resep biasa. Resep obat biasa ditimbang
sedangkan untuk resep obat narkotika dan psikotropika dihitung perlembarnya. Resep yang
telah ditimbang kemudian dibakar dan dibuat berita acara pemusnahan resep dan dilaporkan
ke suku dinas kesehatan wilayah jakarta timur dan Balai Besar POM.
Referensi :
1) Menteri Kesehatan RI. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
2) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas.