Anda di halaman 1dari 19

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Disproporsi Kepala Panggul
2.2
Penanganan Disproporsi Kepala Panggul
2.3
FPD
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

1
2
3
3
15

BAB I
PENDAHULUAN

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Disproporsi Kepala Panggul

Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarkan ketidaksesuaian antara kepala


janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar melalui vagina. Disproporsi
sefalopelvik disebabkan oleh panggul sempit, janin yang besar ataupun kombinasi keduanya.
Ukuran Panggul :
-

Pintu Atas Panggul


Pintu atas panggul dibentuk oleh promontorium corpus vertebra sacrum 1, linea
innominata, serta pinggir atas simfisis. Konjugata diagonalis adalah jarak dari pinggir
bawah simfisis ke promontorium, Secara klinis, konjugata diagonalis dapat diukur
dengan memasukkan jari telunjuk dan jari tengah yang dirapatkan menyusur naik ke
seluruh permukaan anterior sacrum, promontorium teraba sebagai penonjolan tulang.
Dengan jari tetap menempel pada promontorium, tangan di vagina diangkat sampai
menyentuh arcus pubis dan ditandai dengan jari telunjuk tangan kiri. Jarak antara
ujung jari pada promontorium sampai titik yang ditandai oleh jari telunjuk merupakan
panjang konjugata diagonalis.
Konjugata vera yaitu jarak dari pinggir atas simfisis ke promontorium yang dihitung
dengan mengurangi konjugata diagonalis 1,5 cm, panjangnya lebih kurang 11 cm.
Konjugata obstetrika merupakan konjugata yang paling penting yaitu jarak antara
bagian tengah dalam simfisis dengan promontorium, Selisih antara konjugata vera
dengan konjugata obstetrika sedikit sekali.

Gambar 1. Diameter pada Pintu Atas Panggul

Panggul Tengah (Pelvic Cavity)


Ruang panggul ini memiliki ukuran yang paling luas. Pengukuran klinis panggul
tengah tidak dapat diperoleh secara langsung. Terdapat penyempitan setinggi spina
isciadika, sehingga bermakna penting pada distosia setelah kepala engagement. Jarak
antara kedua spina ini yang biasa disebut distansia interspinarum merupakan jarak
panggul terkecil yaitu sebesar 10,5 cm. Diameter anteroposterior setinggi spina
isciadica berukuran 11,5 cm. Diameter sagital posterior, jarak antara sacrum dengan
garis diameter interspinarum berukuran 4,5 cm.

Pintu Bawah Panggul


Pintu bawah panggul bukanlah suatu bidang datar namun terdiri dari dua segitiga
dengan dasar yang sama yaitu garis yang menghubungkan tuber isciadikum kiri dan
kanan. Pintu bawah panggul yang dapat diperoleh melalui pengukuran klinis adalah
jarak antara kedua tuberositas iscii atau distansia tuberum (10,5 cm), jarak dari ujung
sacrum ke tengah-tengah distensia tuberum atau diameter sagitalis posterior (7,5 cm),
dan jarak antara pinggir bawah simpisis ke ujung sacrum (11,5 cm).

Istilah cephalopelvic disproportion mulai digunakan pada abad 20 untuk menggambarkan


adanya hambatan persalinan akibat ketidakseimbangan ukuran kepala bayi dengan pelvis ibu.
Penyebab dari cephalopelvic disproportion:
1. Janin yang besar
2. Kelainan posisi dan presentasi
4

3. Panggul sempit
1. Janin yang Besar
Janin yang besar ialah janin yang beratnya lebih dari 4000 gram. Menurut
kepustakaan lain, anak yang besar dapat menimbulkan kesulitan dalam persalinan jika

beratnya lebih dari 4500 gram.


Penyebab anak besar yaitu:
Diabetes mellitus
Herediter
Multiparitas
Kesukaran yang ditimbulkan dalam persalinan karena besarnya kepala atau besarnya
bahu. Karena regangan dinding rahim oleh anak yang sangat besar, dapat timbul
inersia uteri dan kemungkinan perdarahan postpartum akibat atonia uteri juga lebih
besar.
Jika panggul normal biasanya diusahakan persalinan pervaginam karena penentuan
besarnya anak dengan palpasi Leopold sangat sulit. Pemeriksaan USG dapat
membantu diagnosis bila anak letak kepala dan kepala belum masuk pintu atas
panggul.

2. Kelainan Posisi dan Presentasi


Yang termasuk kelainan posisi dan presentasi yaitu :
a. Presentasi muka
Presentasi muka adalah presentasi kepala dengan defleksi maksimal hingga
oksiput mengenai punggung dan muka terarah ke bawah (kaudal terhadap ibu).
Presentasi muka dapat disebabkan:
o Panggul sempit
o Bayi besar
o Multiparitas
o Lilitan tali pusat di leher
o Anencephal
Presentasi muka kadang-kadang dapat dicurigai dalam kehamilan jika dari
pemeriksaan luar ditemukan:
o Tonjolan kepala sepihak dengan punggung
o Ditemukan sudut fabre
o BJJ sepihak dengan bagian kecil.
5

Sedangkan dalam persalinan yaitu dengan pemeriksaan dalam, pada pembukaan yang
cukup besar, akan teraba pinggir orbita, hidung, tulang pipi, mulut, dan dagu.

Gambar 2. Presentasi Muka


Pengelolaan pada presentasi muka:
Kala I : observasi sampai pembukaan lengkap
Kala II : Bila dagu di depan, persalinan pervaginam atau ekstraksi forceps. Tetapi, bila
dagu tetap di belakang, dilakukan seksio sesarea.
b. Presentasi Dahi
Presentasi dahi adalah presentasi kepala dengan defleksi yang sedang. Etiologinya
hampir sama dengan presentasi muka. Biasanya merupakan keadaan sementara
dan sering berubah menjadi presentasi muka atau belakang kepala.
Presentasi dahi jarang dapat diketahui dalam kehamilan. Namun dapat dicurigai
keadaan tersebut bila dengan pemeriksaan luar ditemukan:
o Tonjolan kepala teraba sepihak dengan punggung anak.
o BJJ sepihak dengan bagian kecil.
Biasanya presentasi dahi baru didiagnosis saat persalinan yaitu dengan pemeriksaan
dalam. Pada pembukaan yang cukup besar, akan teraba sutura frontalis, ubun-ubun
besar, pinggir orbita, dan pangkal hidung.
6

Pada presentasi dahi yang bersifat sementara, anak dapat lahir spontan sebagai
presentasi belakang kepala atau muka. Jika presentasi dahi menetap, janin tidak
mungkin lahir pervaginam sehingga persalinan diakhiri dengan seksio sesarea, kecuali
bila janin sangat kecil (TBBJ < 1800 gram).

Gambar 3. Presentasi Dahi


c. Letak Lintang
Pada letak lintang, sumbu panjang anak tegak lurus atau hampir tegak lurus pada
sumbu panjang ibu. Pada letak lintang, bahu menjadi bagian terendah, yang
disebut presentasi bahu, atau presentasi akromion. Jika pungung terdapat di depan

disebut dorsoanterior, jika di belakang disebut dorsoposterior.


Penyebab letak lintang ialah:
Dinding perut yang kendur, seperti pada multiparitas
Kesempitan panggul
Plasenta previa
Prematuritas
Kelainan bentuk rahim
Mioma uteri

Kehamilan ganda

Gambar 4. Letak Lintang


Pada inspeksi, tampak bahwa perut melebar ke samping dan pada kehamilan
cukup bulan, fundus uteri lebih rendah dari biasanya, hanya beberapa jari di atas
pusat.
Pada palpasi, fundus uteri maupun bagian bawah rahim kosong, sedangkan
bagian-bagian besar teraba di samping kiri atau kanan fossa illiaca.
Jika tahanan terbesar ada di sebelah depan, punggung ada di sebelah depan.
Sebaliknya, jika teraba tonjolan-tonjolan, ini disebabkan oleh bagian-bagian kecil
sehingga punggung terdapat di sebelah belakang.
Dalam persalinan, pada pemeriksaan dalam dapat diraba sisi toraks sebagai
susunan tulang-tulang yang sejajar dan jika pembukaan sudah besar akan teraba
scapula, dan pada pihak yang bertentangan dengan scapula akan teraba klavikula.
Ada kalanya, anak yang pada permulaan persalianan dalam letak lintang,
berputar sendiri menjadi letak memanjang. Kejadian ini disebut versio spontanea,
yang hanya mungkin jika ketuban masih utuh.
Pengelolaan letak lintang diawali saat kehamilan, yaitu dengan melakukan
versi luar pada usia kehamilan 37 minggu atau lebih. Bila versi luar berhasil,
persalinan dilakukan pervaginam.
Bila versi luar tidak berhasil, pada janin hidup dilakukan partus pervaginam
bila usia kehamilan < 28 minggu, dan seksio sesarea bila usia kehamilan > 28
minggu. Sedangkan pada janin mati:
-

TBBJ < 1700 gr : persalinan spontan dengan cara konduplikasio korpore dan
evolusi spontan. Bisa dibantu dengan traksi beban.

TBBJ > 1700 gr : dilakukan embriotomi bila syarat terpenuhi dan harus dilakukan
eksplorasi jalan lahir.
8

TBBJ > 2500 gr dan bagian terendah janin masih tinggi dilakukan seksio sesarea.

Letak lintang kasip dilakukan embriotomi.

d. Kelainan Posisi (Positio Occipito Posterior Persistent)


Keadaan Positio Occipito Posterior Persistent atau presentasi ubun-ubun kecil di
belakang adalah suatu keadaan yang disebabkan kegagalan rotasi interna.
Etiologinya yaitu kelainan panggul, kesempitan panggul tengah, KPD, fleksi
kepala kurang serta inersia uteri.
Adakalanya oksiput berputar ke belakang dan anak lahir dengan muka di bawah
simfisis. Ini terutama terjadi bila fleksi kepala kurang. Untuk menghindari rupture
perinei totalis, episiotomi harus dibuat lebih lebar karena dalam hal ini perineum
diregang oleh sirkumferensia oksipito frontalis. Hanya sebagian kecil (4%) dari
posisi oksipito posterior yang memerlukan pertolongan pembedahan.
Penyulit yang timbul dalam persalinan yaitu kala II yang lebih panjang. Umumnya
dapat lahir spontan, namun bila ada indikasi dapat dipilih antara vakum atau
forceps.
3. Panggul Sempit
Batasan panggul sempit menurut Pedoman diagnosis dan Terapi Obstetri dan
Ginekologi RSHS yaitu setiap kelainan pada diameter panggul yang mengurangi
kapasitas panggul, sehingga dapat menimbulkan distosia pada persalinan.
Pengaruh panggul sempit pada kehamilan :
1. Retroflexi uteri gravidi incarcerate
2. Kepala tidak dapat turun pada bulan terakhir
3. Fundus menonjol ke depan hingga perut menggantung
4. Abdomen pendulum pada primi gravid
5. Biasanya anak lebih kecil dari ukuran bayi rata-rata

Gambar 5. Abdomen Pendulum dengan Kehamilan.


Pengaruh pada persalinan :
1. Persalinan lebih lama dari biasanya, karena gangguan pembukaan ataupun banyaknya
waktu yang diperlukan untuk moulage kepala anak. Kelainan pembukaan dapat terjadi
karena ketuban belum pecah sebelum waktunya karena bagian depan kurang menutup
pintu atas panggul, selanjutnya setelah ketuban pecah kepala tidak dapat menekan
pada serviks karena tertahan pada pintu atas panggul.
2. Sering terjadi kelainan presentasi atau posisi
3. Ruptur uteri, jika his menjadi telalu kuat dalam usaha mengatasi rintangan yang
ditimbulkan panggul sempit.
4. Sebaliknya, jika otot rahim menjadi lelah karena rintangan oleh pangul sempit, dapat
terjadi infeksi intrapartum.
5. Fistel vesikovaginal dan rektovaginal, akibat tekanan lama pada jaringan yang dapat
menimbulkan iskemi yang menyebabkan nekrosis.
6. Ruptur simfisis (simfisiolisis), pasien merakan nyeri di daerah simfisis dan tidak dapat
mengangkat tungkainya.
7. Paresis kaki ibu akibat tekanan dari kepala pada urat-urat saraf di dalam rongga
panggul. Yang paling sering terjadi adalah kelumpuhan nervus peroneus.
Pengaruh pada anak :
1. Kematian perinatal meningkat pada partus yang lama.
2. Prolapsus foeniculi
3. Perdarahan otak karena moulage yang kuat, terutama jika diameter biparietal
berkurang lebih dari 0,5 cm.
Pola Persalinan Kriteria Diagnostik Penanganan yang dianjurkan Penanganan Khusus

10

Panggul dengan ukuran normal tidak akan mengalami kesukaran kelahiran pervaginam pada
janin dengan berat badan yang normal. Ukuran panggul dapat menjadi lebih kecil karena
pengaruh gizi, lingkungan atau hal lain sehingga menimbulkan kesulitan pada persalinan
pervaginam. Panggul sempit yang penting pada obstetric bukan sempit secara anatomis
namun panggul sempit secara fungsional artinya perbandingan antara kepala dan panggul.
Selain panggul sempit dengan ukuran yang kurang dari normal, juga terdapat panggul sempit
lainnya.
Panggul ini digolongkan menjadi empat, yaitu:
1. Kelainan karena gangguan pertumbuhan intrauterine: panggul Naegele, panggul
Robert, split pelvis, panggul asimilasi.
2. Kelainan karena kelainan tulang dan/ sendi: rakitis, osteomalasia, neoplasma, fraktur,
atrofi, nekrosis, penyakit pada sendi sakroiliaka dan sendi sakrokoksigea.
3. Kelainan panggul karena kelainan tulang belakang: kifosis, skoliosis, spondilolistesis.
4. Kelainan panggul karena kelainan pada kaki: koksitis, luksasio koksa, atrofi atau
kelumpuhan satu kaki.
Setiap penyempitan pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas panggul dapat
menyebabkan distosia saat persalinan. penyempitan dapat terjadi pada pintu atas panggul,
pintu tengah panggul, pintu bawah panggul, atau panggul yang menyempit seluruhnya
Klasifikasi panggul sempit :
a. Kesempitan pintu atas panggul
11

b. Kesempitan bidang tengah


c. Kesempitan pintu bawah panggul
Kriteria diagnosis :
a. Kesempitan pintu atas pangul
Panggul sempit relatif

: Jika konjugata vera > 8,5-10 cm

Panggul sempit absolut

: Jika konjugata vera < 8,5 cm

b. Kesempitan panggul tengah


Bidang tengah panggul terbentang antara pinggir bawah simfisis dan spina os ischii
dan memotong sacrum kira-kira pada pertemuan ruas sacral ke-4 dan ke-5.
Ukuran yang terpenting dari bidang ini ialah:
1. Diameter transversa (diameter antara kedua spina) 10,5 cm.
2. Diameter anteroposterior dari pinggir bawah simfisis ke pertemuan ruas sakral ke4 dan ke-5 11,5 cm.
3. Diameter sagitalis posterior dari pertengahan garis antara kedua spina ke
pertemuan sacral ke-4 dan ke-5 5 cm.
Dikatakan bahwa bidang tengah panggul itu sempit jika :
1. Jumlah diameter transversa dan diameter sagitalis posterior 13,5 cm atau
kurang (10,5 cm + 5 cm = 15,5 cm).
2. Diameter antara spina kurang dari 9 cm .
Ukuran-ukuran bidang tengah panggul tidak dapat diperoleh secara klinis
harus diukur secara rontgenologis, tetapi jika dapat juga menduga adanya
kesempitan bidang tengah panggul jika:
1. Spina ischiadica sangat menonjol.
2. Dinding samping panggul konvergen.
3. Diameter antara tuber ischii 8,5 cm atau kurang.
c. Kesempitan pintu bawah panggul
Bila jarak antara tuber os ischii 8 cm atau kurang.

12

Gambar 6. Bidang Panggul


Kecurigaan panggul sempit muncul jika:
a. Pada primipara, kepala anak belum turun setelah minggu ke 36.
b. Pada primipara ada perut menggantung.
c. Pada multipara, persalinan yang dulu-dulu sulit.
d. Ada kelainan letak pada hamil tua.
e. Terdapat kelainan bentuk badan ibu (cebol, skoliosis, pincang, dll.)
f. Tanda Osborn positif
Teknik perasat Osborn:
1. Pasien terlentang, tungkai sedikit fleksi.
2. Kepala janin dipegang oleh tangan kiri pemeriksa.
3. Dua jari lainnya di atas simfisus, permukaan jari berada pada permukaan anterior dari
simfisis.
4. Tentukan derajat tumpang tindih ketika kepala janin ditekan ke bawah dan ke
belakang.
Interpretasi perasat Osborn:
-

Kepala dapat ditekan ke dalam panggul, tidak terdapat tumpang tindih dari tulang
parietal, berarti CPD (-).

Kepala dapat ditekan sedikit, terdapat sedikit tumpang tindih dari tulang parietal,
sekitar 0,5 cm, berarti CPD sedang. Pemeriksaan dilanjutkan dengan perasat
Muller.

13

Kepala tidak dapat dimasukkan ke dalam tulang panggul, tulang parietal


menggantung di atas simfisis dengan dibatasi jari, berarti CPD positif.

Teknik perasat Muller:


1. Pasien terlentang, tungkai sedikit fleksi.
2. Satu tangan memegang kepala dari luar di atas simfisis.
3. Dua jari dari tangan yang lain masuk ke dalam vagina, sampai pintu atas panggul.
4. Tangan luar mendorong kepala anak ke arah simfisis.
Interpretasi perasat Muller:
-

Kepala anak teraba oleh kedua jari, berarti CPD (-).

Kepala anak tidak teraba oleh kedua jari, berarti CPD (+).

Prognosis persalinan dengan panggul sempit tergantung pada berbagai factor, diantaranya:
1. Bentuk Panggul
2. Ukuran panggulm jadi derajat kesempitan.
3. Kemungkinan pergerakan dalam sendi-sendi panggul.
4. Besarnya kepala dan kesanggupan moulage kepala.
5. Presentasi dan posisi kepala.
6. His.
Diantara faktor-faktor tersebut, yang dapat diukur secara pasti dan sebelum persalinan
berlangsung hanya ukuran-ukuran panggul. Oleh karena itu, ukuran tersebut sering menjadi
dasar untuk memperkirakan jalannya persalinan.
Pada panggul sempit absolute, yaitu CV < 8,5 cm, dilakukan seksio sesarea. Berdasarkan
literatur, tidak ada anak yang cukup bulan yang dapat lahir pervaginam dengan selamat jika
CV < 8,5 cm.
Pada kesempitan pintu atas panggul, banyak faktor yang mempengaruhi hasil persalinan
pada panggul dengan CV antara 8,5-10 cm (panggul sempit relatif), antara lain:
-

Riwayat persalinan yang lampau

Besarnya presentasi dan posisi anak

Pecahnya ketuban sebelum waktunya memperburuk prognosis

His

Lancarnya pembukaan
14

Adanya infeksi intrapartum

Bentuk panggul dan derajat kesempitannya.

Karena banyaknya faktor tersebut, pada panggul sempit relatif dilakukan partus
percobaan.
2.2 Penanganan disproporsi kepala panggul
Penanganan pada disproporsi kepala panggul yaitu :
1. Partus percobaan
Partus percobaan adalah percobaan untuk melakukan persalinan per vaginam pada
wanita-wanita dengan pangul relatif sempit. Partus percobaan hanya dilakukan pada
letak belakang kepala.
Partus percobaan dimulai pada permulaan persalinan dan berakhir setelah kita
mendapat keyakinan bahwa persalinan tidak dapat berlangsung per vaginam atau
setelah anak lahir per vaginam. Partus percobaan dikatakan berhasil jika anak lahir
per vaginam secara spontan atau dibantu dengan ekstraksi (forceps atau vakum) dan
anak serta ibu dalam keadaan baik
Kita hentikan partus percobaan jika:
o Pembukaan tidak atau kurang sekali kemajuannya.
o Keadaaan ibu atau anak menjadi kurang baik.
o Adanya lingkaran retraksi yang patologis.
o Setelah pembukaan lengkap dan ketuban pecah walaupun his cukup baik
dan dilakukan pimpinan persalinan dengan baik, bagian kepala dengan
diameter terbesar dalam 1 jam tetap tidak mau melewati pintu atas
panggul.
o Forseps atau vakum gagal.
Dalam keadaan keadaan tersebut, dilakukan seksio sesarea, Jika seksio sesarea
dilakukan pada saat pembukaan sudah lengkap dan atas indikasi sebab-sebab yang
menetap(patus percobaan lengkap dan gagal), pada persalinan berikutnya tidak ada
gunanya untuk melakukan persalinan percobaan lagi.

2. Seksio sesarea

15

Seksio sesarea elektif dilakukan pada kesempitan panggul berat dengan


kehamilan aterm, atau disproporsi sephalopelvik yang nyata. Seksio juga dapat
dilakukan pada kesempitan panggul ringan apabila ada komplikasi seperti
primigravida tua dan kelainan letak janin yang tak dapat diperbaiki.
Seksio sesarea sekunder (sesudah persalinan selama beberapa waktu)
dilakukan karena peralinan perobaan dianggap gagal atau ada indikasi untuk
menyelesaikan persalinan selekas mungkin sedangkan syarat persalinan per vaginam
belum dipenuhi
Bila seksio sesarea dilakukan pada saat pembukaan belum lengkap atas
indikasi ibu atau anak yang kurang baik (partus percobaan belum lengkap/gagal),
persalinan percobaan yang dipersingkat dapat dicoba lagi pada persalinan berikutnya.
Dalam hal ini, pimpinan persalinan berikutnya mengikuti protocol yang berlaku bagi
persalinan pada bekas seksio sesarea.
Pada kesempitan bidang tengah panggul, dapat timbul gangguan putaran paksi
jika diameter antara kedua spina <9 cm sehingga kadang-kadang diperlukan seksio
sesarea.
Jika persalinan terhenti karena kesempitan bidang tengah panggul, baiknya
dipergunakan ekstraktor vakum karena ekstraksi dengan forceps memperkecil
ruangan jalan lahir. Upaya ini dapat digolongkan ekstraksi vakum percobaan, yang
berarti tidak bolah dipaksakan.
Pintu bawah panggul dikatakan sempit jika jarak antara tuber os ischii < 8 cm.
Jika jarak ini berkurang, dengan sendirinya arkus pubis meruncing. Oleh karena itu,
biasanya arkus pubis dapat dipergunakan untuk menentukan kesempitan pintu bawah
panggul.
Menurut Thoms, distosia dapat terjadi jika jumlah ukuran antar kedua tuber
ischii dan diameter sagitalis posterior <15 cm (normal 11 cm + 7,5 cm = 18,5 cm).
Jika pintu bawah panggul sempit, biasanya bidang tengah panggul juga
sempit. Kesempitan pintu bawah panggul jarang memaksa kita melakukan seksio
sesarea, yang biasanya dapat diselesaikan dengan forceps dan dengan episiotomy
yang cukup luas.
3. Simfisiotomi
Tindakan ini dilakukan dengan memisahkan panggul kiri dan kanan pada simfisis.
Tindakan ini sudah tidak dilakukan lagi.
16

4. Kraniotomi dan Kleidotomi


Pada janin yang telah mati dapat dilakukan kraniotomi atau kleidotomi. Apabila
panggul sangat sempit sehingga janin tetap tidak dapat dilahirkan, maka dilakukan
seksio sesarea

BAB III
17

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
18

1. Cunningham FG, Gant FN, Leveno KJ, dkk. Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta:
EGC, 2005.
2. Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Bandung. Obstetri Fisiologi. Bandung: Elemen, 1983.
3. Israr YA, Irwan M, Lestari, dkk. Arrest of Decent- Cephalopelvc Disproportion
(CPD).

2008.

[Online]

Hyperlink:

http://72.14.235.132/search?

q=cache:RqVXzDPzkgIJ:yayanakhyar.wordpress.com/2008/09/05/arrest-of-decentcephalopelvic-disproportion-cpd/+Cephalopelvic+disproportion&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id, 20 Mei 2009.


4. Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Bandung. Obstetri Patologi. Bandung: Elstar, 1982.
5. Sofie Rifayani, dkk. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi RSHS,
Bagian Pertama (Obstetri). Edisi 2. Bagian Obgin RSHS. 2005.
6. Sulaiman Sastrawinata, dkk. Obstetri Patologi. Cetakan Pertama. EGC: Jakarta.
2005.

19

Anda mungkin juga menyukai