Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

Asam dan basa merupakan dua golongan zat kimia yang sangat penting di
dalam kehidupan sehari- hari. Sifat asam basa suatu larutan dapat diketahui
dengan mengukur pH-nya. Larutan asam memiliki pH kurang dari 7 sedangkan
larutan basa memiliki pH lebih dari 7.

(1,2)

Keseimbangan asam basa adalah suatu

keadaan dimana konsentrasi ion hidrogen yang diproduksi setara dengan


konsentrasi ion hidrogen yang dikeluarkan oleh sel. Pengaturan keseimbangan
asam basa terjadi melalui koordinasi 3 sistem yaitu sistem buffer, sistem
pernafasan, dan sistem ginjal. (3,4)
Penilaian adanya gangguan terhadap keseimbangan asam basa
tubuh telah dikenal formula Hendersen-Hasselbach. Formula ini dimulai dengan
persamaan reaksi hidrasi CO2 ,selanjutnya agar persamaan hidrasi CO2 tersebut
dapat diaplikasikan maka persamaan dikonversi menjadi persamaan yang selama
ini dikenal sebagai persamaan Henderson-Hasselbach dan digunakan di mesin
analisa gas darah saat ini. Persamaan tersebut hanya dapat menyebutkan
komponen mana yang menyebabkan perubahan pada pH darah, sedangkan efek,
penyebab serta mekanisme terjadinya tidak dapat dijelaskan. (5)
Pada tahun 1981 Peter Stewart berhasil menemukan suatu metode baru
dalam

menilai

status

asam

basa

tubuh

yang

disebut

metode

kuantitatif/matematika. Metode ini lebih akurat serta mampu menjelaskan secara


rinci mekanisme patofisiologi yang terjadi pada gangguan keseimbangan asam
basa. Stewart mengatakan bahwa persamaan-persamaan seperti menghitung
standard bikarbonat (SBE) dan anion gap, buffer base (BB) dan base excess (BE)
jelas tidak mampu menjelaskan mekanisme atau proses dari gangguan
keseimbangan asam basa yang terjadi, sehingga mengaburkan keputusan dalam
membuat terapi. (6)

BAB II
KESEIMBANGAN ASAM BASA

A. Teori Asam Basa (1,2)


1. Teori Arrhenius
Teori asam basa pertama kali dirumuskan pada tahun 1884 oleh Svante
Arrhenius. Menurut Arrhenius, asam dan basa adalah elektrolit yang
apabila dilarutkan ke dalam air, maka keduanya akan mengalami proses
peruaraian menjadi ion-ion.
Asam ; ialah zat yang rumusnya mengandung hidrogen dan dalam air
dapat melepas ion hidrogen (H+)
Misalnya : HCl

H+ + Cl-

H2SO4 2H+ + SO42Basa ; ialah zat yang rumusnya mengandung OH dan dalam air dapat
melepas ion hidroksida (OH-)
Misalnya : NaOH, Ca(OH)2 dsb.
NaOH Na+ + OHReaksi asam-basa menurut Arrhenius disebut netralisasi ;
H+ (asam) + OH- (basa) H2O
a. Jenis Senyawa Asam Basa
1) Jenis senyawa asam dikelompokkan sebagai berikut :

Senyawa molekul yang bereaksi dengan air membentuk ion


hidrogen (H+). Jenis senyawa ini dibedakan menjadi:
Asam biner (asam non-oksi), yakni asam yang
mengandung unsur H dan unsur non-logam lainnya
(hidrida non lgam). Contoh: HCl
Asam oksi, yakni asam yang mengandung unsur H,
O, dan unsur lainnya. Contoh: HClO4
Asam organik, yakni asam yang tergolong senyawa
organik. Contoh: CH3COOH.
2

Senyawa molekul berupa oksida non-logam


Oksida non logam akan melepas ion H+ setelah bereaksi
dengan air membentuk asamnya. Oleh karena itu, oksida
non logam disebut juga oksida asam atau anhidrida asam
(tidak mengandung air). Contoh: Cl2O7
Berdasarkan jumlah ion H+ yang dilepas, asam dibedakan
menjadi:
Asam

monoprotik,

yakni

asam

yang

dapat

menghasilkan 1 ion H+. Contohnya: HCl, HNO3


Asam

poliprotik,

yakni

asam

yang

dapat

menghasilkan lebih dari 1 ion H+. Asam ini


dibedakan menjadi:
Asam diprotik yang dapat melepas 2 ion H+.
Contohnya: H2S
Asam triprotik yang dapat melepas 3 ion H+.
Contohnya: H3PO4
2) Jenis senyawa basa
Senyawa basa dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis, yakni:

Senyawa ion yang mengandung ion hidroksida (OH-)


contohnya: NaOH

Senyawa ion yang berupa oksida logam. Oksida logam


akan melepas ion OH- sewaktu bereaksi dengan air
membentuk basanya. Oksida logam disebut juga oksida
basa atau anhidrida basa. Contoh: Na2O

Senyawa molekul yang beraksi dengan air membentuk


ion hidroksida (OH-) contoh: NH3

b. Sifat Senyawa Asam Basa


Kemiripan sifat berbagai senyawa asam dan basa terkait dengan
adanya ion H+ dan OH-. Hal ini dapat dijadikan dasar untuk
mengidentifikasi apakah suatu senyawa termasuk asam atau basa.
Cara yang aman adalah dengan mengggunakan zat kimia yang
3

mempunyai warna berbeda dalam larutan bersifat asam dan basa


yang disebut indikator asam basa. Contohnya: kol merah, bunga
mawar dll.
Daalam prakteknya spesies lumut kerak telah dimanfaatkan untuk
membuat indikator asam basa, yakni lakmus. Lakus dapat berbentuk
larutan dan ketas. Bentuk kertas lebih banyak digunakan karena
sukar teroksidasi sehingga dapat disimpan lama dan perubahan
warna yang diberikan cukup jelas. Ada dua jenis lakmus yaitu
lakmus merah dan biru
Kertas
Lakmus
Merah
Biru

Kondisi
Asam
Tetap Merah
Menjadi Merah

Basa
Menjadi Biru
Tetap Biru

2. Teori Bronsted-Lowry (J.N. Bronsted dan T.H. Lowry ; 1923).


Asam : Zat (molekul/ion) yang dapat memberi proton (H+) atau disebut
proton donor.
contoh H2SO4 H+ + HSO4HCO3- H+ + CO32Basa : ialah zat (molekul/ion) yang dapat menerima proton, H+ ;
disebut proton aseptor.
contoh : NH3 + H+ NH4+
HCO3- + H+ H2CO3
Reaksi asam-basa pada Bronsted-Lowry adalah proses transfer proton (dari
asam ke basa).
HCl + NH3

Cl- + NH4+

Melepas H+ (asam)

Menerima H+ (basa)

Pasangan Asam-Basa Konjugasi


Ialah dua zat ( molekul / ion ) yang rumus keduanya berbeda 1 H+
Misalnya NH3 dengan NH4+ ; HSO4- dengan SO42-

Asam kunjugasi ialah zat yang kelebihan 1 H+ terhadap pasangannya.


Basa konjugasi ialah zat yang kekurangan 1 H+ dari pasangannya.
(1) NH3 adalah basa konjugasi dari NH4+, atau

Contoh :

NH4+ : asam konjugasi dari NH3


(2) HSO4- adalah asam kunjugasi dari SO4- tapi
HSO4- adalah basa kunjugas7i dari H2SO4
Karena HSO4- dapat berupa asam dan basa maka zat-zat seperti itu disebut
AMFOLIT.
Reaksi asam-basa Bronsted-Lowry dapat dituliskan sebagai berikut
H2O +
(as.1)

OH- + NH4+

NH3
(bs.2)

(bs.1)

(as.2)

3. Teori Lewis (G.N. Lewis)


Asam ; ialah zat (gugus) yang menerima pasangan elektron bebas
Basa ; ialah zat (gugus) yang memberi pasangan elektron bebas
Reaksi asam-basa menurut Lewis akan menghasilkan ikatan koordinasi.
Contoh :
(1) BCl3 + NH3 BCl3-NH3
(elektron valensi : B = 3 , Cl = 7, N = 5 dan H = 1)

Cl

Cl

x x

x x

Cl
H

Cl

(asam)

(basa)

Cl B : N
Cl

(2) H2O + H2O H3O+ + OHH


H

x x

x x

x x

+ OH-

H
5

(basa)

(asam)

B. Fisiologi Keseimbangan Asam Basa (3,4)


Mekanisme homeostatik bekerja guna mempertahankan pH
plasma, suatu indikator konsentrasi ion hidrogen (H +) dalam rentang
normal yang sempit antara 7,35-7,45. Mekanisme ini mencakup aktivitas
bufer kimia, ginjal, dan paru-paru. Pada tinjauan ulang, pH didefinisikan
sebagai konsentrasi H+, makin banyak ion hidrogen, makin asam suatu
larutan dan makin rendah pH. Rentang pH yang sesuai dengan kebutuhan
hidup (6,8-7,8) menggambarkan perbedaan sebesar sepuluh kali lipat pada
konsentrasi ion hidrogen dalam plasma.
1. Bufer Kimia
Bufer kimia merupakan substansi yang mencegah perubahan
besar dalam pH cairan tubuh dengan membuang atau melepaskan ion-ion
hidrogen. Bufer dapat bekerja dengan cepat untuk mencegah perubahan
yang berlebihan dalam konsentrasi ion hidrogen.
Sistem bufer utama tubuh adalah sistem bufer bikarbonat- asam
karbonik. Normalnya ada 20 bagian bikarbonat(HCO 3-) untuk satu bagian
asam karbonik (H2CO3). Jika rasio ini berubah, maka nilai pH akan
berubah. Rasio inilah yang penting dalam mempertahankan ph, bukan nilai
absolutnya. Perawat harus mengingat bahwa karbondioksida merupakan
asam potensial, jika CO2 dilarutkan dalam air, ia akan berubah menjadi
asam karbonik (CO2 + H2O = H2CO3). Karena itu, ketika karbondioksida
ditingkatkan, kandungan asam karbonat juga meningkat dan sebaliknya.
Sistem bufer lain yang kurang penting adalah cairan
ekstraseluler termasuk fosfat anorganik dan protein plasma. Bufer
intraseluler termasuk protein, fosfat organik dan anorganik, dan dalam sel
darah merah, hemoglobin.
2. Ginjal
Ginjal mengatur kadar bikarbonat dalam cairan ekstraseluler,
serta mampu meregenerasi ion-ion bikarbonat dan juga mereabsorbsi ionion ini dari sel-sel tubulus ginjal. Dalam keadaan asidosis respiratorik, dan

kebanyakan kasus asidosis metabolik, ginjal mengeksresikan ion-ion


hidrogen

dan

menyimpan

ion-ion

bikarbonat

untuk

membantu

mempertahankan keseimbangan. Dalam keadaan alkalosis metabolik dan


respiratorik, ginjal mempertahankan ion-ion bikarbonat untuk membantu
mempertahankan keseimbangan. Ginjal jelas tidak dapat mengkompensasi
asidosis metabolik yang diakibatkan oleh gagal ginjal. Kompensasi ginjal
untuk ketidakseimbangan relatif lambat (dalam beberapa jam atau hari).
3. Paru-paru
Paru-paru mengendalikan karbondioksida, dan karena itu juga
mengendalikan kandungan asam karbonik dari cairan ekstraseluler. Paruparu melakukan hal ini dengan menyesuaikan ventilasi sebagai respons
terhadap jumlah karbon dioksida dalam darah. Kenaikan dari tekanan
parsial karbondioksida dalam darah arteri (PaCO2) merupakan stimulan
yang kuat untuk respirasi. Tentu saja, tekanan parsial karbondioksida
dalam darah arteri (PaCO2) juga mempengaruhi respirasi. Meskipun
demikian, efeknya tidak sejelas efek yang dihasilkan oleh PaCO2.
Pada keadaan asidosis metabolik, frekuensi pernapasan
meningkat sehingga menyebabkan eliminasi karbon dioksida yang lebih
besar (untuk mengurangi kelebihan asam). Pada keadaan alkalosis
metabolik frekuensi pernapasan diturunkan, dan menyebabkan penahanan
karbondioksida ( untuk meningkatkan beban asam).

BAB III
GANGGUAN KESEIMBANGAN ASAM BASA
7

Adanya kelainan pada satu atau lebih mekanisme pengendalian ph


tersebut, bisa menyebabkan salah satu dari 2 kelainan utama dalam keseimbangan
asam basa, yaitu asidosis atau alkalosis.(5)
Asidosis adalah suatu keadaan pada saat darah terlalu banyak mengandung
asam (atau terlalu sedikit mengandung basa) dan sering menyebabkan
menurunnya pH darah.(5)
Alkalosis adalah suatu keadaan pada saat darah terlalu banyak
mengandung basa (atau terlalu sedikit mengandung asam) dan kadang
menyebabkan meningkatnya pH darah.(3)
Alkalosis meningkatkan afinitas Hb terhadap oksigen dan pergeseran
kurva disosiasi ke kiri, menyebabkan Hb lebih sulit melepaskan oksigen ke
jaringan. Pertukaran H+ keluar sel dengan K+ ekstraseluler yang masuk ke dalam
sel menyebabkan hipokalemia. Alkalosis meningkatkan jumlah binding site
kalsium

pada

protein

plasma,

menurunkan

ionisasi

plasma,

sehingga

menyebabkan depresi sirkulasi dan iritabilitas neuromuscular. Alkalosis respiratori


menurunkan cerebral blood flow, meningkatkan resistensi vascular sistemik dan
presipitasi

vasospasme

koroner.

Pada

pulmonal,

alkalosis

respiratori

meningkatkan tonus otot polos bronkus (bronkokonstriksi) namun menurunkan


rsistensi vascular pulmonal.(1)
Asidosis dan alkalosis bukan merupakan suatu penyakit tetapi lebih
merupakan suatu akibat dari sejumlah penyakit. Terjadinya asidosis dan alkalosis
merupakan petunjuk penting dari adanya masalah metabolisme yang serius.
Kedua

keadaan

ini

dikelompokkan

menjadi metabolik atau respiratorik,

tergantung kepada penyebab utamanya. Asidosis metabolik dan alkalosis


metabolik disebabkan oleh ketidakseimbangan dalam pembentukan dan
pembuangan asam atau basa oleh ginjal. Asidosis respiratorik atau alkalosis
respiratorik terutama disebabkan oleh penyakit paru-paru atau kelainan
pernafasan.(1)

1. Asidosis Metabolik ( Kekurangan Basa Bikarbonat) (1)


A.

Definisi
Asidosis metabolik adalah gangguan klinis yang ditandai oleh rendahnya

pH (peningkatan konsentrasi hidrogen) dan rendahnya konsentrasi bikarbonat


plasma. Hal ini dapat diakibatkan oleh penambahan ion hidrogen atau kehilangan
bikarbonat. Asidosis metabolik secara klinis dapat dibagi menjadi dua bentuk
berdasarkan pada nilai - nilai gap anion (AG), yaitu asidosis gap anion tinggi dan
asidosis gap anion normal. Gap anion mencerminkan anion yang tidak terukur
yang normal dalam plasma (fosfst, sulfat, dan protein). Dengan mengukur gap
anion sangat membantu dalam diagnosisi banding asidosis metabolik. Gap anion
dapat dihitung dengan membagi jumlah konsentrasi bikarbonat dan klorida serum
(anion atau elektrolit bermuatan negatu elektrolit bermuatan negatif) darif) dari
kadar natrium serum (kati kadar natrium serum (kation atau elektrolit yang
bermuatan positif)
Gap anion = Na+ - (Cl- + HCO3-)
Nilai normal untuk gap anion adalah 8-16 mEq/L. anion tidak terukur
dalam serum normalnya berjumlah kurang dari 16 mEq/L dari pembentukan
anion. Nilai gap anion yang melebihi 16 mEq/L, menendakan penumpukan
berlebih anion tidak terukur.
Asidosis gap anion tinggi terjadi akibat penumpukan berlebih asam terikat.
Hal ini terjadi dalam ketoasidosis, asidosis laktat, fase lanjut keracunan salisilat,
uremia, toksisitas metanol atau etilen glikol, dan ketoasidosis akibat kelaparan.
Pada semua contoh ini,secara abnormal kadar anion yang tinggi membanjiri
sistem, sehingga meningkatkan gap anion diatas batas normal.
Asidosis gap anion normal terjadi akibat kehilangan langsung bikarbonat,
seperti pada diare, fistula usus, dan ureterostomi, pemberian klorida berlebih dan
pemberian nutrisi parenteral tanpa bikarbonat atau zat terlarut yang menghasilkan
bikarbonat.
B.

Etiologi
Penyebab utama dari asidois metabolik adalah gagal ginjal, asidosis

tubulus renalis (kelainan bentuk ginjal), ketoasidosis diabetikum, asidosis laktat

(bertambahnya asam laktat), bahan beracun seperti etilen glikol, overdosis


salisilat, metanol, paraldehid, asetazolamid atau amonium klorida serta kehilangan
basa

(misalnya

bikarbonat)

melalui

saluran

pencernaan

karena

diare, ileostomi atau kolostomi.


C.

Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala asidosis metabolik beragam bergantung pada

keperawatan asidosis. Tanda dan gejala ini dapaat mencakup sakit kepala, kelam
pikir, mengatuk, peningkatan frekuensi dan kedalaman pernapasan,mual dan
muntah. Vasodilatasi perifer dan penurunan curah jantung terjadi ketika pH turun
di bawah 7. Temuan pengkajian fisik tambahan termasuk penurunan tekanan
darah, kulit dingin dan kusam, adanya distrimia, dan manifestasi syok.
D.

Evaluasi Diagnostik
Pengukuran gas darah arteri sangat berguna dalam mendiagnosis asidosis

metabolik. Peubahan nilai-nilai gas darah yang diperkirakan termasuk kadar


bikarbonat yang rendah (kurang dari 22 mEq/L) dan pH yang rendah (kurang dari
7,35). Hiperkalemia dapat menyertai asidosis metabolik, sebagai akibat dari
perpindahan kalium keluar dari sel-sel. Nantinya, sejalan dengan dikoreksinya
asidosis, kalium berpindah kembali kedalam sel-sel dan hipokalemia dapat terjadi.
Hiperventilasi penurunan kadar karbondioksida sebagai mekanisme kompensasi.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, perhitungan gap anion penting dalam
menetukan penyebab asidosis metabolik. Pemeriksaan elektrokardiogram akan
mendeteksi distrimia yang disebabkan oleh peningkatan kalium.
2. Alkalosis Metabolik (Kelebihan Basa Bikarbonat) (3)
A. Definisi
Alkalosis metabolik adalah gangguan klinis yang ditandai oleh pH yang
tinggi (penurunan konsentrasi ion hidrogen) dan konsentrasi bikarbonat plasma
yang tinggi. Kondisi ini diakibatkan oleh penambahan bikarbonat atau kehilangan
ion hidrogen.

10

B. Etiologi
Alkalosis metabolik terjadi jika tubuh kehilangan terlalu banyak asam.
Sebagai contoh adalah kehilangan sejumlah asam lambung selama periode muntah
yang berkepanjangan atau bila asam lambung disedot dengan selang lambung
(seperti yang kadang-kadang dilakukan di rumah sakit, terutama setelah
pembedahan perut).
Pada kasus yang jarang, alkalosis metabolik terjadi pada seseorang yang
mengkonsumsi terlalu banyak basa dari bahan-bahan seperti soda bikarbonat.
Selain itu, alkalosis metabolik dapat terjadi bila kehilangan natrium atau kalium
dalam

jumlah

yang

banyak

mempengaruhi

kemampuan

ginjal

dalam

mengendalikan keseimbangan asam basa darah.


Penyebab utama akalosis metabolik:
1. Penggunaan diuretik (tiazid, furosemid, asam etakrinat)
2. Kehilangan asam karena muntah atau pengosongan lambung
3. Kelenjar adrenal yang terlalu aktif (sindroma Cushing atau akibat penggunaan
kortikosteroid).
C. Manifestasi Klinik
Alkalosis

secara

primer

dimanifestasikan

oleh

gejala-gejal

yang

berhubungan dengan penurunan ionisasi kalsium, seperti kesemutan pada jari-jari


tangan dan kaki, pusing, dan hipertonik otot. Fraksi terionisasi kalsium serum
menurun pada adanya alkalosis karena lebih banyak kalsium berkaitan dengan
protein serum. Karena fraksi kalsium terionisasi yang mempengaruhi aktivitas
neuromuskular, gejala-gejala hipokalsemia sering merupakan gejala-gejala yang
menonjol pada alkalosis. Pernapasan terdepresi sebagian akibat aksi kompensatori
oleh paru-paru. Takikardia atrium dapat terjadi, dengan meningkatnya pH diatas
7,6 dan terjadi hipokalemia, dapat terjadi ganguan ventrikel. Penurunan motilitas
dan paralisis ileus juga dapat terjadi.
D. Evaluasi Diagnostik
Evaluasi gas-gas darah menunjukan pH yang lebih tinggi dari 7,45 dan
konsentrasi bikarbonat serum lebih besar dari 2,6 mEq/L. Tekanan parsial

11

karbondioksida

akan

mengkompensasi

meningkat

kelebihan

karena

bikarbonat

paru-paru

dengan

menahan

berupaya

untuk

karbondioksida.

Hipoventilasi ini lebih menonjol pada pasien-pasien semi-sadar, tidak sadar, atau
lemah dibanding dengan pasien yang sadar. Pasien semi-sadar dapat mengalami
hipoksemia jelas sebagai akibat hipoventilasi. Hipokalemia dapat menyertai
alkalosis metabolik. Kadar klorida urin dapat membantu dalam mengidentifikasi
penyebab alkalosis metabolik jika riwayat pasien tidak memberi informasi yang
adekurat. Alkalosis metabolik adalah suatu situsi dimana konsentrasi klorida urin
mungkin perkiraan yang lebih akurat dibanding dengan konsentrasi natrium urin.
Konsentrasi klorida urin membantu untuk membedakan antara muntah-muntah
atau

mengkonsumsi

diuretik

atau

salah

satu

penyebab

kelebihan

mineralokortikoid hipovolemia dan hipokloremia pada pasien muntah-muntah


atau kristik fibrosis, pasien yang diberi makan kembali, atau mereka yang
menggunakan diuretik menghasilkan konsentrasi klorida urin kurang dari 25
mEq/L. Tanda-tanda hipovolemia tidak ada konsentrasi klorida urin melebihi 40
mEq/L pada pasien dengan kelebihan mineralokortikoid untuk kebanjiran alkali;
pasien ini biasanya mempunyai volume yang lebih banyak. Konsentrasi klorida
urin harus kurang dari 15 mEq/L bila terdapat penurunan kadar klorida dan
hipovolemia.
3. Asidosis Respiratorik ( Kelebihan Asam Karbonat ) (5)
A. Definisi
Asidosis respiratori adalah ganguan klinik di mana pH kurang dari7,35
dan tekanan parsial karbondioksida arteri(PaCO2) lebih besar dari 42 mm Hg.
Kondisi ini dapat akut atau kronis. Asidosis respiratori terjadi akibat tidak
adekuratnya ekskresi karbon dioksida dengan tidak adekuratnya ventilasi,
sehingga mengakibatkan kenaikan kadar karbon dioksida plasma. Selain
peningkatan

PaCO2,

hipoventilasi

biasanya

menyebabkan penuraunan

PaCO2.Asidosis respiratori akut merupakan kondisi kedaruratan, seperti edema


pulmonal akut, aspirasi benda asing,atelektasis,pneumotoraks,takar lajak sedatif,
sindom tidur apnea,pemberian oksigen pada pasien dengan hiperkapnea
kronis(kelebihan kadar karbondioksida dalam darah), apneumonia berat, dan

12

ARDS. Asidosis respiratorik dapat juga terjadi pada penyakit yang merusak otootot pernapasan yakni distrofi muskular, miastenia grafis, dan syndrome guillianbare. Ventilasi mekanik dapat berkaitan dengan hiperkapnea jika frekuensi
ventilasi alveolar yang efektif tidak adekurat. Ventilasi terpaku pada pasien ini dan
CO2 meningkat.
B. Etiologi
Over dosis obat, trauma dada dan kepala, edema paru- paru, obstruksi
jalan nafas dan PPOK.
C. Manifestasi Klinik
1. Pada keadaan hipoventilasi CO2 tertahan dan akan berikatan
dengan H2O menyebabkan meningkatnya HCO3.
2. H2CO3 akan berdisosiasi menjadi H+ dan HOO sehingga dalam
analisa gas darah didapatkan PaCO2 meningkat dan PH turun.
3. pH yang rendah disertai meningkat 2.3 DPG intra seluler sel darah
sehingga mempermudah pelepasan O2 ke jaringan sehingga
saturasi turun.
4. PCO2 meningkat,

CO2 jaringan

dan

otak

juga

meningkat.

CO2 akan bereaksi dengan H2O membentuk H2CO3.


5. Meningkatnya PaCO2 dan H+ akan menstimulasi pusat pernafasan
di medulla Oblongata sehingga timbul hiperventilasi. Secara klinis
akan tampak respirasi cepat dan dalam Analisa Gas Darah (AGD):
PaCO2 turun.
6. Pusing, bingung, letargi, muntah sebagai akibat dari penurunan
CO2 dan H+akan mengakibatkan pembuluh darah cerebral.
7. Aliran darah cerebral meningkat sehingga terjadi oedema otak dan
mendepresi Susunan Saraf Pusat
8. Gagalnya mekanisme pernafasan dan meningkatnya PaCO 2 akan
menstimulasi ginjal untuk meningkatkan NaHCO3 yang berfungsi
sebagai sistem buffer mejadi lebih asam. Hal ini urin menjadi asam
dan HCO3meningkat, pernafasan dangkal dan lambat.
9. Meningkatnya ion H+ mempengaruhi mekanisme kompensasi
sehingga H+masuk intrasel dan Kalium (K) intrasel masuk ke
dalam plasma.

13

10. Ketidakseimbangan elektrolit dan asidosis yang kritis akan


mendepresi otak dan fungsi jantung. Secara klinis akan tampak:
PaCO2 menurun, pH turun, hiperkalemia, penurunan kesadaran dan
aritmia.
Bila PaCO2 secara kronis diatas nilai 50 mmHg, pusat pernapasan menjadi
sensitif secara relatif terhadap karbondioksida sebagai stimulan perbapasan
menyisakan hipoksemia sebagai doronganutama pernapasan. Pemberian oksigen
dapat menghilangkan stimulus hipoksemia, dan pasien mengalami nekrosis
karbondioksida, kecuali situasi ini diatasi dengan cepat. Karenanya, oksigen
harus diberikan dengan sangat waspada.
D. Evaluasi Diagnostik
Evaluasi gas darah arteri menunjukan pH kurang dari 7,35 dan
PaCO2 lebih besar dari 42 mmHg pada asidosis akut. Bila kompensasi telah terjadi
secara sempurna (retensi bikarbonat oleh ginjal), pH arteri mungkin dalam batasan
normal lebih rendah. Bergantung pada etiologi dari asidosis respiratorik tindakan
diagnostik lain dapat mencakup evaluasi elektrolit serum, rontgen dada untuk
menentukan segala penyakit pernapasan, dan skrin obat jika diduga terjadi takar
lajak obat. Pemeriksaan EKG untuk mengidentifikasi segala keterlibatan jantung
sebagai akibat PPOK mungkin juga tampak.
4. Alkalosis Respiratorik (Kekurangan Asam Bikarbonat) (5)
A. Definisi
Alkalosis respiratorik adalah kondisi klinis dimana pH arterial lebih tinggi
dari 7.45 dan PaCO2 kurang dari 38 mmHg. Seperti halnya pada asidosis
respiratorik, kondisi akut dan kronis dapat terjadi pada alkalosis respiratorik.
Alkalosis respiratorik selalu dikarenakan oleh hiperventilasi,yang menyebabkan
kelebihan blowing off karbondioksida dan selanjutnya penurunan dalam
konsentrasi asam karbonik plasma. Penyebab dapat mencakup ansiestas yang
ekstrim, hipoksemia, intoksitkasi, salisilat, fase dini, bakterimia gram negatif dan
ventilasi berlebihan oleh ventilasi mekanik.

14

B. Etiologi
Pernafasan

yang

cepat

dan

dalam

disebut hiperventilasi,

yang

menyebabkan terlalu banyaknya jumlah karbondioksida yang dikeluarkan dari


aliran darah. Penyebab hiperventilasi yang paling sering ditemukan adalah
kecemasan. Penyebab lain dari alkalosis respiratorik adalah:
a.
b.
c.
d.
e.

rasa nyeri
sirosis hati
kadar oksigen darah yang rendah
demam
overdosis aspirin

C. Manifestasi Klinis
Tanda klinis terdiri dari rasa pusing karena vasokontriksi dan penurunan
aliran darah serebral, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi, kebas dan
kesemutan karena penurunan ionisasi kalsim, tinitus, dan kehilangan kesadaran.
1. Penurunan PaCO2 berakibat Penurunan H2CO3, penurunan H+ dan
HCO3 -, serta meningkatkan pH darah sehingga AGD: PH naik,
PaCO2 turun dan HCO3 turun
2. Meningkatnya K+ dalam serum, H+ intrasel keluar dan diganti K
yang ada dalam ekstrasel. H+ bergabung dengan HCO3- menjadi
H2CO3 yang berakibat pH semakin rendah. AGD: pH turun,
HCO3 naik dan K turun
3. Hipokapnia akan merangsang Carotik dan aortik dan aortic
bodiea----- frekuensi denyut jantung naik tanpa naiknya tekanan
darah, perubahan EKG dan kelelahan
4. Pada saat yang bersamaan, terjadi vasokonstriksi cerebral dan
tururnnya perfusi darah ke otak dengan gejala: Kecemasan,
dispnea, keringat dingin, pernafasan cheyne stokes, pusing dan
kesemutan.
5. Jika hipokapnia lebih dari 6 jam, ginjal akan meningkatkan sekresi
HCO3 dan menurunkan ekskresi H+
6. Keadaan PaCO2 yang turun terus

menerus

menyebabkan

vasokonstriksi --- meningkatkan hipoxia serebral dan perifer.

15

7. Alkalosis berat, Hambatan ionisasi Ca meningkatkan eksitasi


syaraf dan konstraksi otot dengan gejala: Kejang, hiperefleksi,
koma.
D.

Evaluasi Diagnostik
Analisis gas-gas darah arteri membantu dalam mendiagnosis alkalosis

respiratorik. Pada keadaan akut, pH naik diatas normal sebagai akibat rendahnya
PaCO2 dan kadar bikarbonat (ginjal tidak dapat merubah kadar bikarbonat dengan
cepat). Pada fase kompensasi, ginjal sudah mempunyai waktu yang cukup untuk
menurunkan kadar bikarbonat hingga mendekati kadar normal. Evaluasi elektrolit
serum di indikasikan untuk mengidentifikasi semua penurunan kalium karena
hidrogen ditarik keluar sel dalam pertukaran dengan kalium. Penurunan kalium,
karena alkalosis berat menghambat ionisasi kalsium sehingga mengakibatkan
spasme karkopedal dan tetani atau penurunan pospat karena alkalosis, sehingga
menyebabkan ambilan pospat oleh sel meningkat.

BAB IV
TEORI HENDERSON-HASSELBACH & TEORI STEWART
TEORI HENDERSON-HASSELBACH
Fungsi sel di dalam tubuh manusia akan berlangsung optimal jika pH
lingkungan sedikit alkalis, yaitu 7.40 atau konsentrasi ion hidrogen sebesar 10

16

mmol/l. Oleh sebab itu keseimbangan ion hidrogen diatur secara ketat (tightly
regulated) oleh tubuh. Sebagai contoh, meski sehari-hari produk metabolisme sel
tubuh menghasilkan kurang lebih 300 liter CO2 dan mengkonsumsi ratusan
mEq/liter asam dan basa kuat pada waktu yang bersamaan namun konsentrasi ion
hidrogen tubuh dapat dipertahankan diantara 36-44 mEq/liter.(6)
Regulasi terhadap keseimbangan asam basa dilakukan oleh paru sebagai
komponen respirasi dan ginjal sebagai komponen metabolik. Kedua komponen ini
berinteraksi secara simultan sehingga keseimbangan ion hidrogen selalu stabil.(7)
Penilaian adanya gangguan terhadap keseimbangan asam basa tubuh telah
dikenal formula Hendersen-Hasselbach. Formula ini dimulai dengan persamaan
reaksi hidrasi CO2 yaitu :
+
CO2(d) + H2O < = > H2CO3 < = > HCO3 + H

CO2(d) adalah gas CO2 yang terlarut (dissolved). Nilai CO2(d) dapat
diambil dari nilai tekanan parsial CO2 (PCO2) dengan mengalikannya dengan
konstanta kelarutan (0.03). Mengingat konsentrasi dari [H 2CO3] sangat kecil dan
proporsional terhadap CO2, maka persamaan tersebut dapat disederhanakan lagi
menjadi; (7)
+
pCO2 + H2O < = > [HCO3 ].[H ]

Selanjutnya agar persamaan hidrasi CO2 tersebut dapat diaplikasikan


maka persamaan dikonversi menjadi persamaan yang selama ini dikenal sebagai
persamaan Henderson-Hasselbach (H-H). Persamaan ini yang digunakan oleh
mesin analisa gas darah saat ini: (8)
pH = pK + log [HCO3-]
pCO2

17

+
Dari persamaan diatas terlihat nilai pH/[H ] semata-mata hanya
tergantung pada ion bikarbonat/[HCO3 ]. Selain itu H-H hanya mendeskripsikan
reaksi hidrasi CO2 pada kondisi pCO2 40 mmHg (normal), sehingga jika pCO 2
diluar normal, persamaan tersebut menjadi tidak relevan. Namun yang lebih
penting lagi adalah persamaan tersebut tidak dapat menemukan buffer lain
didalam plasma selain HCO3. (9)
Persamaan ini tidak bisa disebut metode kuantitatif, sebab yang disebut
metode kuantitatif harus mempunyai hubungan sebab akibat (cause and effect),
sedangkan persamaan H-H hanya didasari oleh hubungan empirik (relationship)
semata. Persamaan H-H memang dapat memprediksi nilai Y dari nilai X yang
sudah ada namun tidak dapat menjelaskan mekanisme yang mendasari hubungan
tersebut. Jadi secara umum dapat dikatakan bahwa persamaan tersebut hanya
dapat menyebutkan komponen mana yang menyebabkan perubahan pada pH
darah, sedangkan efek, penyebab serta mekanisme terjadinya tidak dapat
dijelaskan.(7)
Persamaan Henderson-Hasselbach digunakan berdasarkan anggapan
bahwa pada plasma normal, bikarbonat merupakan penyangga yang paling
penting. Menurut persamaan ini terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi
pH, yaitu konsentrasi bikarbonat dan pCO2. (8)
Persamaan ini menunjukkan hubungan antara variabel respirasi (pCO2),
variabel metabolik [HCO3-] dan pH sebagai resultan. Peningkatan pCO2 akan
menyebabkan peningkatan juga pada HCO3-. (8)
TEORI STEWART
Beberapa studi terbaru mengenai fisiologi asam basa saat ini tertuju pada
metode atau pendekatan secara fisika kimia kuantitatif. Analisa ini pertama kali
diperkenalkan oleh Peter Stewart pada tahun 1978, dalam tulisannya; Stewart,
P.A. Independent and Dependent variables of acid-base control. Resphyration
Physiology 33:9-26. Dilanjutkan dengan analisanya yang lebih rinci dalam

18

bukunya; How to Undestand Acid-base: a Quantitative Acid-base Primer for


Biology and Medicine.(9)
Stewart berhasil menemukan suatu konsep/paradigma baru dalam
memahami mekanisme patofisiologi terjadinya gangguan keseimbangan asam
basa yang begitu kompleks. Dampak dari analisa Stewart ini berkembang secara
perlahan tapi pasti, terutama karena Stewart mampu menjelaskan fenomena yang
sulit dijelaskan selama ini melalui cara lama yaitu, asidosis karena dilusi dan
gangguan asam basa akibat perubahan pada konsentrasi albumin plasma. (10)
Terminologi dan konsep ini mutlak diperlukan untuk memahami kerangka
berpikir tentang kimia asam basa dalam tubuh. Meski cairan biologis merupakan
suatu sistim yang dinamis dan kompleks, namun menurut Stewart analisa masih
dimungkinkan dengan memperhatikan keberadaan zat-zat yang terlibat dan
bagaimana interaksi kimia dari masing-masing zat tersebut terjadi. (7)
Ion hidrogen merupakan salah satu contoh dari beberapa zat yang
konsentrasinya sangat tergantung pada interaksi beberapa reaksi (keseimbangan)
kimia. Secara tradisional, meski formula yang digunakan untuk menghitung nilai
+
keseimbangan dari [H ] terlihat kompleks dan rumit, namun dengan
menggunakan komputer semua dapat diselesaikan. Hal ini telah dibuktikan oleh
Peter Stewart, orang pertama yang menghitung nilai keseimbangan ion hidrogen
tersebut dengan menggunakan komputer. (8)
Menurut Stewart, konsentrasi ion hidrogen di dalam suatu larutan biologis
dapat ditentukan dengan menetapkan dahulu 2 variabel yang saling berinteraksi: (8)
A. Variabel Independen, yang terdiri dari 3 variabel;
1.

pCO2

19

CO2 dihasilkan oleh sel tubuh sebagai sisa pembakaran. CO 2


sangat mudah melewati membran sel, kemudian ke interstitial dan
menembus membran kapiler masuk ke dalam darah. CO2 diekskresi
melalui paru dan sangat sensitif sebagai kontrol feedback melalui
kemoreseptor perifer dan sentral. Reseptor-reseptor ini akan merespon
setiap peningkatan pCO2 arteri untuk meningkatkan ventilasi sehingga
pCO2 kembali normal. Nilai pCO2 arteri dan cairan tubuh tergantung dari
suatu mekanisme dari suatu keseimbangan kimia di dalam cairan tubuh.
Karena nilainya ditentukan dan diatur oleh faktor eksternal yaitu ventilasi
dan sirkulasi maka pCO2 disebut sebagai variabel indepeden.

2. Perbedaan konsentrasi eletrolit kuat (kation-anion) yang disebut strong


ions difference = SID
SID = (jumlah total konsentrasi kation kuat) dalam larutan dikurangi
(jumlah total konsentrasi anion kuat) dalam larutan

Jika hanya ketiga ion-ion kuat (strong ion) ini yang ada dalam
suatu larutan, maka untuk mencapai keseimbangan netralitas elektron,
nilai SID harus sama dengan 0. Namun karena pada umumnya cairan
biologis juga mengandung asam lemah, maka SID tidak bisa 0, maka
dalam larutan tersebut terdapat ion lemah lain yang bermuatan.
Di dalam plasma, rumus untuk menentukan SID adalah:
+
+
++
++
SID = { [Na ] + [K ] + [Ca ] + [Mg ] } { [Cl ] + [anion kuat lain]

SID dianggap sebagai variabel independen sebab ion-ion kuat


+
(Na ,Cl) yang dipakai untuk menghitung SID tidak dipengaruhi oleh
sistim, atau dengan kata lain didalam suatu larutan encer (mengandung air)
ion-ion tersebut tidak bisa dipaksa untuk berkombinasi dengan ion-ion
20

lemah membentuk suatu molekul baru menjadi misalnya NaOH atau NaCl
namun ion-ion tersebut berdiri sendiri-sendiri sebagai bentuk ion
bermuatan. Karena sifatnya yang demikian maka ion-ion ini sangat kuat
mempengaruhi larutan (sistim) dimana ion tersebut berada dan regulasinya
diatur oleh mekanisme dari luar sistim, yaitu ginjal.
+ Ion-ion kuat in-organik seperti Na , Cl pada umumnya diabsorpsi
dari usus dan dikeluarkan melalui sistim ekskresi ginjal. Sedangkan ionion kuat organik (laktat, keto-anion) di produksi dan dimetabolisme di
jaringan dan dieksresi lewat urin. Konsentrasinyapun tidak ditentukan oleh
reaksi di dalam larutan (sistem) tersebut namun diatur sepenuhnya melalui
mekanisme dari luar sistem.
Jika dalam suatu larutan kita mempunyai nilai ion kuat tersebut
maka kita dapat menghitung SID yang juga disebut sebagai SIDa
(apparent SID) yaitu:
+
+
++
++
SIDa = { [Na ] + [K ] + [Ca ] + [Mg ] } {[Cl ] + [laktat ]

Nilai SID normal berkisar 40-42 mEq/l (didapat dari 140 100),
+
sebab hanya Na dan Cl yang konsentrasinya tinggi dibanding ion kuat
lain sehingga ion-ion ini dianggap mewakili. Bila nilai SID yang
didapatkan kurang dari 40 mEq/l maka disebut alkalosis, sedangkan bila
nilai SID didapatkan lebih dari 42 mEq/l maka disebut asidosis.
+
Lebih spesifik lagi dapat dikatakan bahwa karena [Na ] berperan
penting pada tonisitas maka peran [Cl ] menjadi lebih dominan dibanding
+
[Na ] dalam menentukan pH cairan ekstrasel (ECF).
Ion- ion kuat yang paling banyak dibahas dalam praktek klinis seharihari contohnya Na+, K dan Cl-. Ketidakseimbangan juga dapat terjadi pada
ion- ion tersebut. (11)
a. Ketidakseimbangan Natrium (Normal: 135 148 mmol/L)
HIPONATREMIA

21

Penyebab:
Diabetes insipidus; asidosis diabetikum
Muntah, diare gastrointestinal
Kehilangan cairan tubuh yang ekstrim (hyperhidrosis karena OR, demam,
luka bakar hebat, dermatitis eksfoliativa)
Tenggelam dalam air tawar
Terapi diuretik tinggi, nefrokalsinosis (miksi berkali kali)
Hiperglikemia sehingga terjadi diuresis (sering miksi)
Asupan Na yang kurang
Gambaran Klinis:
Tanda/gejala:
Na+ serum < 125 mEq/L
Anoreksia
Rasa pengecap terganggu
Kejang otot
Na+ serum = 115mEq/L 120 mEq/L

Sakit kepala dan perubahan kepribadian


Lemah dan lemas
Mual dan muntah
Kejang abdominal

Na+ serum < 115mEq/L

Kejang dan koma


Tidak ada atau berkurangnya reflek reflek
Tidak ada refleks Babinski
Edema papil

Temuan Laboratoris:
Na+ serum < 135 mEq/L
Osmolaritas serum < 287 mOsmol/kg
Hb, Hematokrit, Protein, dan Urea Plasma meningkat
Berat Jenis, Urea dan Kreatinin urine meningkat

22

HIPERNATREMIA
Penyebab:
Asupan air yang tidak cukup
Kehilangan air yang berlebihan (demam, luka bakar, diare, diabetes
insipidus, diuresis osmosis)
Bertambahnya natrium (tenggelam, pemberian garam natrium IV atau
absorbsi)
Terapeutik dengan garam hipertonik tidak sengaja

Tanda/gejala:
Neurologik:
Awal: lemah, lemas, iritabel
Berat: agitasi, delirium, kejang, koma reflek tendon dalam meningkat ,
kaku kuduk
Haus
Meningkatnya suhu tubuh
Kulit yang kemerah dan teraba panas
Mukosa mulut kering dan lengket
Lidah kasar, merah dan kering
Temuan Laboratoris:
Na+ serum > 145mEq/L
Osmolaritas serum >295 mOsmol/kg
b.

Ketidakseimbangan Kalium (Normal: 3,5 5,0 mmol/L)

HIPOKALEMIA
Penyebab :
Asupan K+ dari makanan yang menurun (alkoholisme, kelaparan)
Kehilangan K+ melalui saluran cerna (muntah, diare, ileostomy, fistula)
Kehilangan K+ melalui ginjal (obat diuretik: tiazid, furosemid, beberapa
penyakit ginjal, asidosis diabetik, luka bakar luas, antibiotic karbenisilin
dan aminoglikosida)

23

Kehilangan melalui peningkatan keringat


Berpindahnya K+ ke dalam sel (alkosis metabolik)
Gambaran Klinis
Tanda tanda/gejala:

Susunan saraf pusat dan neuromuskular


Gejala awal tidak jelas, lelah dan tidak enak badan
Parestesia
Refleks tendon dapat menghilang
Kelemahan otot seluruh tubuh
Pernafasan: otot pernafasan lemah, nafas dangkal
Saluran cerna: menurunnya motilitas usus besar, anoreksia, mual,
muntah
Kardiovaskular
Hipotensi, lelah
Disritmia jantung (aritmia jantung)
Ginjal: poliuria dan nokturia (kelainan pemekatan)

Temuan Laboratoris:
K+ serum < 3,5 mEq/L
pH serum > 7,45; peningkatan bikarbonat serum

Perhitungan estimasi defisit K:


Defisit K = ((K+) normal (K+) terukur) x 0.4 x BB mmol/hari

HIPERKALEMIA
Sebab-sebab terjadinya:
Asupan yang berlebihan (infus cepat yang mengandung kalium)
Berpindahnya K+ keluar dari sel menuju ECF (asidosis metabolik, luka
bakar luas)
Nefritis

24

Gambaran Klinis:
Tanda/gejala:
Neuromuskular (lemah otot, parestesia wajah, lidah, kaku, tangan)
Saluran cerna (mual, kolik usus, diare)
Ginjal (oligouria yang dapat berlanjut menjadi anuria)
Kardiovaskular (disritmia jantung, bradikardi, fibrilasi ventrikel sampai
dengan henti jantung)
Temuan Laboratoris :
Kadar K+ serum > 5,5 mEq/L

c.

Ketidakseimbangan Cl (Normal 98 108 mmol/L)

HIPOKLOREMIA
Penyebab: muntah, diare, demam, pneumonia, diabetes
Gejala: Kejang, nyeri lambung

HIPERKLOREMIA
Penyebab: Nefritis, hipertensi, gangguan jantung
Gejala: terjadi gangguang ginjal
3. Total konsentrasi asam lemah [ATot]
Menggambarkan jumlah total konsentrasi asam lemah non-volatile
dalam sistim. Secara kolektif semua asam-asam lemah dalam sistim
dipresentasikan sebagai HA. Reaksi disosiasinya adalah:
+
HA <=> H + A

25

Hukum kekekalan massa (the conservation of mass) berarti jumlah


total dari [ATot] di dalam sistim harus selalu konstan.Tidak ada satu
reaksipun di dalam yang dapat memproduksi atau mengkonsumsi A.
Konservasi dari A sbb:
[Atot] = [HA] + [A] (6,7)

Di dalam plasma, asam lemah non-volatile yang utama adalah:


1. Protein {[Pr Tot] = [Pr ] + [HPr]}
2. Posfat {[ Pi Tot] = [PO4

2-

] + [HPO4

] + [H2PO4 ] + [H3PO4]}

Albumin [Alb] dianggap mewakili unsur protein sebagai total asam


lemah [ATot] dibanding globulin karena globulin tidak berkontribusi
secara berarti terhadap total muatan negatif dari protein plasma. [Alb]
plasma dapat mempengaruhi sistim namun tidak diatur oleh sistim. Faktor
utama yang berperan untuk mengontrol kecepatan produksi albumin
adalah tekanan osmotik koloid dan osmolalitas di ruang ekstravaskular
hati.
Meski fosfat terdapat dalam berbagai bentuk, namun jumlah
totalnya adalah konstan. Kadarnya dalam plasma diatur bersamaan dengan
pengaturan ion calsium. Posfat hanya 5% merepresentasikan jumlah A

Tot.

Kontribusinya terhadap ATot hanya akan bermakna jika konsentrasinya


meningkat.
Sebagai kesimpulan dari ketiga variabel independen tersebut adalah:

26

1. pCO2 adalah variabel independent pertama yang diatur oleh kontrol sistim
respirasi
2. SID adalah variabel independen kedua yang diatur oleh ginjal, dan
+
diestimasi sebagai ([Na ] - [Cl ])
3. ATot adalah variabel independen ketiga yang diatur oleh hati dan diestimasi
sebagai [Alb].
B. Variabel dependen, yaitu H+, HCO3-,OH (disebut sebagai ion-ion lemah)
Variabel ini dipengaruhi oleh variabel indenpenden, dengan kata lain nilai
variabel ini tergantung perubahan pada variabel independen. Sebaliknya variabel
independen tidak terpengaruh oleh perubahan pada variabel dependen. Menurut Stewart
semua variabel dependen hanya dapat dihitung jika variabel independen diketahui, dan
+
+
karena [H ] merupakan variabel dependen, maka jelas [H ] dapat dihitung asalkan nilai
dari variabel independen diketahui.

namun Stewart dapat menemukan persamaan yang dapat digunakan untuk


+
mendeskripsikan sistim dan mencari nilai [H ].

Cairan tubuh adalah larutan encer yang mengandung beberapa ion-ion kuat
(inorganik dan organik) dan ion lemah (yang volatile; sistim CO 2/HCO3 dan
asam lemah non volatile HA). Seperti diketahui bahwa variabel independen yang
menentukan pH cairan tubuh adalah pCO2, SID dan [ATot], sedangkan variabel+
variabel seperti H , OH , HCO3 dan [A ] sangat tergantung pada nilai-nilai dari
ketiga variabel independen. Stewart menegaskan bahwa ada 6 persamaan yang
+
secara simultan dperlukan untuk menemukan [H ].
1. Keseimbangan disosiasi air;

27

+
a. [H ] x [OH ] = Kw
2. Persamaan elektro netraliti
+
2
a. [SID] + [H ] = [HCO3 ] + [A ] + [CO3 ] + [OH ]
3. Keseimbangan disosiasi asam lemah
+
a. [H ] x [A ] = KA x [HA]
4. Hukum kekekalan massa untuk A
a. [ATot] = [HA] + [A ]
5. Persamaan keseimbangan pembentukan ion bikarbonat
+
a. [H ] x [HCO3] = KC x pCO2
6. Keseimbangan pembentukan ion carbonat
+
2
a. [H ] x [CO3 ] = K3 x [HCO3 ]

Setiap perubahan pada variabel independen akan menyebabkan gangguan


pada keseimbangan asam basa tubuh: pertama, perubahan pada pCO 2 akan
menyebabkan asidosis respiratori, dan kedua, perubahan pada SID dan/atau ATot
akan menyebabkan asidosis metabolik. (12)
Perubahan pada pCO2 terjadi secara cepat oleh ventilasi, sedangkan
perubahan pada SID yang disebabkan oleh adanya perubahan pada konsentrasi
ion-ion kuat dalam tubuh berjalan lebih lambat. Regulasi dari ion-ion kuat diatur
oleh usus (absorpsi) dan ginjal (ekskresi). (13)
Kontribusi utama terhadap ATot dalam cairan tubuh adalah protein, dan
[Alb] penting untuk kompartemen ekstrasel. Pada umumnya protein disintesis
28

oleh hati, dan perubahan pada konsentrasi protein lebih lambat dibanding SID,
sehingga pada gangguan keseimbangan asam basa SID lebih banyak berperan.
Dengan kata lain, jika ATot konstan, maka perubahan pada SID dan pCO 2
merupakan penyebab gangguan keseimbangan asam basa. (11)

29

BAB V
KESIMPULAN

Pendekatan Stewart perlahan-lahan mulai diaplikasikan di beberapa jurnal


penelitian tentang keseimbangan asam basa tubuh. Pendekatan ini memberi suatu
pandangan baru ke dalam proses kimia yang menentukan pH cairan tubuh.
Perbedaan yang jelas terlihat antara teori Henderson-Hasselbach dengan
Stewart ini adalah jika pada pendekatan H-H perhatian tertuju pada ion
bikarbonat, maka pada pendekatan Stewart ion klorida merupakan anion
terpenting sebagai faktor kausatif. Teori Henderson-Hasselbach tidak dapat
dikatakan teori kuantitatif karena yang disebut metode kuantitative harus
mempunyai hubungan sebab akibat (cause and effect), sedangkan persamaan H-H
hanya didasari oleh hubungan empirik (relationship) semata. Persamaan H-H
memang dapat memprediksi nilai Y dari nilai X yang sudah ada namun tidak
dapat menjelaskan mekanisme yang mendasari hubungan tersebut. Jadi secara
umum dapat dikatakan bahwa persamaan tersebut hanya dapat menyebutkan
komponen mana yang menyebabkan perubahan pada pH darah, sedangkan efek,
penyebab serta mekanisme terjadinya tidak dapat dijelaskan Namun sekarang ini
pengaplikasian teori Henderson-Hasselbach masih lebih banyak digunakan dalam
kehidupan sehari- hari terutama pada mesin analisa gas darah.

30

BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
1. Chang, Raymond. 2003. Kimia Dasar: Konsep konsep Inti Jilid 2
Edisi Ketiga. Alih Bahasa: Suminar Setiati Achmadi. Jakarta:
Erlangga.
2. Permana, Irvan. 2009. Memahami Kimia 2 : SMA/MA Untuk Kelas
XI, Semester 1 dan 2 Program Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Pusat
Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.
3. Guyton A. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta : EGC,
2010.
4. Utama, Budi. 2009. Kimia 2 : Untuk SMA/MA Kelas XI, Program
Ilmu Alam.

Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan

Nasional.
5. Ganong, William F. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta :
EGC,2002.
6. Walden A. An Introduction to Acid Base Physiology. Available at :
http://www.frca.co.uk/article.aspx?articleid=100919.
7. Leblanc M, Kellum JA. Biochemical and Biophysical Principles of
Hydrogen Ion Regulation. In: Critical Care Nephrology. Kluwer
Academic Publishers, Dordrecht, The Netherlands, 1998. pp 261277.Ronco C, Bellomo R (eds).
8. Watkinson P. Acid Base: Stewart Hypothesis and Hyperchloremic
Acidosis.

Available

at

http://www.frca.co.uk/article.aspx?

articleid=100924.
9. Wilkes P. Acid-base lecture in Acid-base management. University of
Ottawa Departemen of Anesthesiology, Physics and Fluids Core
Program, october 11,2001.
10. Kellum JA. Determinants of Blood pH in Health and Disease. Critical
Care 2000;4:6-14.
11. Jones NL: A quantitative physciochemical approach to acid-base
physiology. Clin Biochem 1990; 23:89-195.
12. Schalkwyk JV. A Basic Approach to Body pH. Available on;
http://www.anaesthetist.com/icu/elec/ionz
13. Morfei J. Stewarts Strong Ions Difference Approach to Acid-Base
Analysis. Respir Care 1999;44(1):45-52.

31

32

Anda mungkin juga menyukai