Anda di halaman 1dari 10

BAB II

STUDI LITERATUR
A. Pemahaman Relasional
Cara terbaik untuk belajar adalah dengan memahami konsep, arti,
dan hubungan melalui intuitif untuk selanjutnya sampai pada kesimpulan.
Pemahaman berasal dari kata dasar paham. Dalam kamus besar bahasa
Indonesia paham memiliki arti mengerti benar, tahu benar (Depdiknas,
2002).
Penguasaan atau pemahaman konsep dapat diartikan sebagai
kemampuan siswa untuk memahami makna matematika secara ilmiah,
baik konsep secara teori maupun penerapannya dalam kehidupan seharihari (Dahar, 1996). Sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa dengan
tingkat pemahaman konsep yang baik akan dapat mengerjakan soal-soal
dalam bentuk apapun dengan konsep yang sama.
Menurut Benjamin S. Bloom (dalam Wahyudi, untuk dapat
mencapai tahap pemahaman terhadap suatu konsep jenjang kognitif tahap
pemahaman meliputi: (1) Pemahaman konsep, (2) pemahaman prinsip
aturan dan generalisasi, (3) pemahaman terhadap struktur, (4) kemampuan
untuk membuat transformasi, (5) kemampuan untuk mengikuti pola
berpikir dan kemampuan untuk membaca dan menginterpretasi data.
Skemp (dalam Sumarmo, 1987: 24) membedakan tingkatan
pemahaman

siswa

terhadap

matematika

menjadi

dua

tingkatan.

Pemahaman instrumental yaitu kemampuan seseorang menggunakan suatu


prosedur matematik untuk menyelesaikan masalah tanpa mengetahui
mengapa prosedur itu boleh digunakan untuk menyelesaikan masalah
(rules without reasons) dan pemahaman instrumental lebih menekankan
9

10

pada kemampuan seseorang untuk melaksanakan prosedur yang berkaitan


dengan suatu masalah matematik. Bagaimanapun, Skemp (Wahyudi: 2007)
telah menegaskan bahwa, pemahaman instrumental tidak boleh dianggap
sebagai suatu pemahaman yang sebenarnya.
Sedangkan pemahaman relasional Skemp (Sumarmo, 1987: 24)
menjabarkannya sebagai kemampuan seseorang menggunakan suatu
prosedur matematis yang berasal dari hasil menghubungkan berbagai
konsep matematis yang relevan dalam menyelesaikan suatu masalah dan
mengetahui mengapa prosedur tersebut dapat dipergunakan (knowing what
to do and why). Pemahaman relasional dapat mengaitkan sesuatu dengan
hal lainnya secara benar dan menyadari proses yang dilakukan. Siswa yang
berusaha memahami secara relasional akan mencoba mengaitkan konsep
baru dengan konsep-konsep yang dipahami untuk dikaitkan dan kemudian
merefleksi keserupaan dan perbedaan antara konsep baru dengan
pemahaman sebelumnya. Pemahaman relasional penting untuk belajar
matematika secara bermakna, karena tentunya para guru mengharapkan
pemahaman yang dicapai para siswa tidak terbatas pada pemahaman yang
bersifat pada menghubungkan saja.
Pemahaman relasional juga melibatkan kemampuan seseorang
merumuskan aturan atau prosedur khusus yaitu keterkaitan matematik
yang umum (knowing what to do and why). Keterkaitan matematik yang
terlihat dalam setiap prosedur dapat dijelaskan dengan baik, misalnya
bagaimana suatu hukum matematik itu boleh berlaku serta kaitannya
dengan prosedur yang perlu dilaksanakan untuk menyelesaikan sesuatu

11

masalah matematik. Selinger (dalam Ruspiani, 2000: 24) mengatakan


bahwa pengertian relasional dapat dikembangkan untuk membantu siswa
membuat koneksi dan juga dapat digunakan untuk membantu mengerti
konsep.
Pemahaman relasional sifat pemakaiannya lebih bermakna, termuat
suatu skema atau struktur yang dapat digunakan untuk menyelesaikan
masalah yang lebih luas. Siswa yang berusaha memahami secara relasional
akan mencoba mengaitkan konsep baru dengan konsep-konsep yang
dipahami untuk dikaitkan dan kemudian merefleksi keserupaan dan
perbedaan antara konsep baru dengan pemahaman sebelumnya.
Dari segi kegiatan pembelajaran, Michener (Sumarmo, 1987: 24)
memberikan suatu gambaran bahwa untuk memahami suatu objek secara
mendalam, seseorang harus mengetahui: 1) Objek itu sendiri, 2) Relasinya
dengan objek lainnya sejenis, 3) Relasinya dengan objek lain yang tidak
sejenis, 4) Relasi dual dengan objek lainnya yang sejenis, 5) Relasi dengan
objek dalam teori lainnya. Michener (dalah Wahyudi: 2007) mengaitkan
pemahaman relasional dengan aktivitas semantik (semantic) seperti
mencari sebab, membuat induksi, membuat deduksi, mencari prosedur
alternatif, membuat anggaran jawaban, memikirkan tentang logik atau
rasionalnya sesuatu jawaban yang diperoleh dan sebagainya.
Indikator dari pemahaman relasional menurut Skemp, mengacu
pada indikator pemahaman konsep menurut Kilpatrick dan Findell (Dasari,
2002: 71), yaitu:
1. Kemampuan menyatakan ulang konsep yang telah dipelajari.

12

2. Kemampuan mengklarifikasi objek-objek berdasarkan dipenuhi atau


tidaknya persyaratan yang membentuk konsep tersebut.
3. Kemampuan menerapkan konsep secara algoritma.
4. Kemampuan memberikan contoh dan counter example dari konsep
yang dipelajari.
5. Kemampuan menyajikan konsep dalam berbagai macam bentuk
representasi matematika.
6. Kemampuan mengaitkan berbagai konsep (internal dan eksternal
matematika).
7.

Kemampuan mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu


konsep.
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan di atas, dapat

disimpulkan bahwa pemahaman yang diteliti adalah berdasarkan gagasan


dari Skemp, yaitu pemahaman relasional adalah menghubungkan satu
konsep dengan konsep lainnya, membuktikan kebenaran, dan mencari
sebab tentang logik atau rasionalnya sesuatu jawaban yang diperoleh.
B. Model Course Review Horay
Model Course Review

Horay

(CRH)

merupakan

model

pembelajaran yang dapat menciptakan suasana kelas menjadi meriah dan


menyenangkan. Model CRH merupakan suatu model pembelajaran dengan
permainan yang menggunakan kotak yang diisi dengan soal dan diberi nomor
untuk menuliskan jawabannya. Siswa yang paling dahulu mendapatkan tanda
benar langsung berteriak horay atau yel-yel lainnya. CRH adalah salah satu
model pembelajaran yang dapat mendorong siswa untuk ikut aktif dalam

13

belajar matematika. Melalui pembelajaran CRH diharapkan dapat melatih


siswa dalam menyelesaikan masalah dengan pembentukkan kelompok kecil.
Menurut Ernawati (2009: 2) model CRH merupakan salah satu model
pembelajaran kooperatif yaitu kegiatan belajar mengajar dengan cara
pengelompokkan siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil. Selain itu, CRH
menjadi salah satu alternatif pembelajaran yang mengarah pada pemahaman
konsep.
Model pembelajaran ini merupakan cara belajar-mengajar yang lebih
menekankan pada pemahaman materi yang diajarkan guru dengan
menyelesaikan soal-soal. Dalam aplikasinya model pembelajaran CRH tidak
hanya menginginkan siswa untuk belajar keterampilan dan isi akademik.
Pembelajaran dengan CRH juga melatih siswa untuk mencapai tujuan-tujuan
hubungan sosial yang pada akhirnya mempengaruhi prestasi akademik siswa.
Pembelajaran melalui CRH dicirikan oleh struktur tugas, tujuan, dan
penghargaan kooperatif yang melahirkan sikap ketergantungan yang positif di
antara sesama siswa, penerimaan terhadap perbedaan individu dan
mengembangkan keterampilan bekerjasama antar kelompok. Kondisi seperti
ini akan memberikan kontribusi yang cukup berarti untuk membantu siswa
yang kesulitan dalam mempelajari konsep-konsep pada matematika, pada
akhirnya setiap siswa dalam kelas dapat mencapai hasil belajar yang
maksimal.
Pada pembelajaran CRH aktifitas belajar lebih banyak berpusat pada
siswa. Dalam hal ini pada proses pembelajaran guru hanya bertindak sebagai
penyampai informasi, fasilitator dan pembimbing. Suasana belajar dan
interaksi yang menyenangkan membuat siswa tidak mudah bosan untuk

14

belajar. Hal ini dapat memupuk minat dan perhatian siswa dalam mempelajari
matematika, yang pada akhirnya dapat berpengaruh baik terhadap prestasi
belajar siswa.
Kiranawati (2007) menjabarkan langkah-langkah dalam penerapan
pembelajaran CRH, yaitu sebagai berikut:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
2. Untuk memulai model pembelajaran ini, siswa disuruh membuat kotak
berjumlah 9 atau 16 atau 25 buah sesuai dengan kebutuhan dan tiap kotak
diisi angka sesuai dengan selera masing-masing.
3. Guru membaca soal secara acak dan siswa menulis jawaban di dalam
kotak yang nomornya disebutkan guru langsung di diskusikan, kalau benar
diisi tanda benar () dan salah diisi tanda silang (x).
4. Siswa yang sudah mendapat tanda () vertikal atau horisontal, atau
diagonal harus segera berteriak horay atau yel-yel lainnya.
5. Nilai siswa dihitung dari jawaban benar dan jumlah horay yang
diperoleh.
6. Penutup
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan di atas, penulis dapat
menarik kesimpulan bahwa CRH merupakan suatu model pembelajaran
menggunakan permainan dengan berkelompok, di mana siswa dapat
meluapkan ekspresi kegembiraanya dalam menyelesaikan soal-soal yang
diberikan. Hal ini dapat memicu siswa lain untuk berusaha lebih keras dalam
mengerjakan soal sehingga mereka dapat merasakan kepuasan yang sama.
Dalam penelitian kali ini, terdapat modifikasi dalam cara penentuan
kelompok yang menang. Modifikasi dilakukan untuk lebih mengefisienkan
waktu jam pelajaran yang singkat dan soal yang digunakan, sehingga setiap
kelompok dapat mengerjakan setiap soal yang diberikan dan seluruh siswa

15

memperoleh pengalaman yang sama. Modifikasi tersebut (Anggara, 2010: 18)


adalah sebagai berikut:
1. Setiap kelompok akan memperoleh empat sampai dengan lima soal yang
sama. Soal-soal tersebut bersifat pemecahan masalah.
2. Setiap kelompok yang menyelesaikan satu

soal,

secepatnya

memeriksakannya pada guru.


3. Guru memeriksa hasil pekerjaan tersebut dan memberikan skor untuk soal
tersebut.
4. Kelompok yang mencapai total skor yang telah ditetapkan sebelumnya
dari keseluruhan soal adalah yang menjadi pemenang dan harus segera
berteriak horay atau yel-yel lainnya.
Pada akhirnya pembelajaran matematika dengan CRH diharapkan
dapat menimbulkan sikap positif dengan prestasi belajar matematika,
sehingga dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa secara optimal.
Dengan demikian, selain dapat meningkatkan hasil belajar matematika ranah
kognitif (prestasi belajar matematika siswa), pembelajaran matematika
dengan CRH juga dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa pada
ranah afektif (sikap siswa terhadap matematika).
C. Metode Ekspositori
Metode ekspositori adalah metode pembelajaran yang digunakan
dengan memberikan keterangan terlebih dahulu definisi, prinsip dan konsep
materi pelajaran serta memberikan contoh-contoh latihan pemecahan masalah
dalam bentuk ceramah, demonstrasi, tanya jawab dan penugasan. Penggunaan
metode ekspositori merupakan metode pembelajaran mengarah kepada
tersampaikannya isi pelajaran kepada siswa secara langsung.
Penggunaan metode ini siswa tidak perlu mencari dan menemukan
sendiri fakta-fakta, konsep dan prinsip karena telah disajikan secara jelas oleh

16

guru. Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode ekspositori


cenderung berpusat pada guru. Guru aktif memberikan penjelasan atau
informasi pembelajaran secara terperinci tentang materi pembelajaran.
Metode ekspositori sering dianalogikan dengan metode ceramah, karena
sifatnya sama-sama memberikan informasi. Pada umumnya guru lebih suka
menggunakan metode ceramah dikombinasikan dengan metode tanya jawab.
Metode ceramah banyak dipilih karena mudah dilaksanakan dengan persiapan
sederhana, hemat waktu dan tenaga, dengan satu langkah langsung bisa
menjangkau semua siswa dan dapat dilakukan cukup di dalam kelas.
Suherman, dkk (2003: 33) menjelaskan kesamaan metode ceramah
dengan ekspositori yaitu terletak pada terpusatnya kegiatan kepada guru
sebagai informasi (bahan pelajaran). Pada metode ini siswa masih cenderung
menggunakan informasi terhadap guru tetapi guru tidak terlalu mendominasi
seperti pada metode ceramah. Pada metode ini, guru memberikan informasi
hanya pada saat-saat atau bagian-bagian yang diperlukan. Misalnya, pada
awal pembelajaran, pada saat memulai topik baru, pemberian contoh soal dan
sebagainya. Sedangkan pada metode ceramah, guru benar-benar menerangkan
konsep dan siswa sebagai pendengar. Menurut Hadoyo (Rusmiati, 2010: 16),
strategi ekspositori meliputi gabungan metode ceramah, metode tanya jawab,
metode penemuan, dan metode peragaan. Pada metode ekspositori, siswa
sedikit terlihat atau aktif dalam kegiatan pembelajaran. Contohnya, siswa
yang mengerjakan latihan dalam suatu pembelajaran dari gurunya, berarti
guru tersebut telah menggunakan metode ekspositori. Jadi kegiatan guru yang

17

utama adalah menerangkan dan siswa mendengarkan atau mencatat apa yang
disampaikan guru.
Menurut Russefendi (2006: 290), ada beberapa tahapan-tahapan dalam
metode ekspositori, antara lain:
a. Guru menjelaskan konsep pada awal pengajaran
b. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya
c. Guru memberikan soal-soal aplikasi konsep tersebut dan meminta siswa
untuk menyelesaikan soal-soal tersebut di papan tulis atau di mejanya
d. Siswa bekerja individual atau bekerja sama dengan teman sebangkunya
dalam menyelesaikan soal-soal latihan dan sedikit melaksanakan tanya
jawab.
e. Kegiatan terakhir adalah siswa mencatat materi yang telah dijelaskan, yang
sering kali dilengkapi dengan soal-soal pekerjaan rumah.
Jadi tidak berarti bahwa metode ekpositori ini merupakan satu-satunya
metode baik, banyak metode lain yang baik. Setiap metode mengajar akan
menjadi metode mengajar yang lebih baik bila ditepatgunakan (Russefendi,
2006: 292).
D. SIKAP
Salah satu aspek yang diinginkan dalam pelaksanaan kurikulum KTSP
adalah ranah afektif. Karateristik afektif yang penting meliputi 4 tipe yaitu,
sikap, minat, konsep diri dan nilai. Aspek afektif yang penting untuk
dikembangkan adalah minat dan sikap. Sikap siswa merupakan bagian dari
ranah afektif yang dievaluasi untuk mengukur sejauh mana pembelajaran
benar-benar memiliki makna dan berpengaruh terhadap perilaku siswa.
Menurut Syah (Yunita, 2009: 30) dalam arti sempit, sikap adalah
pandangan atau kecenderungan mental. Dengan demikian, pada prinsipnya
sikap itu bisa kita anggap suatu kecenderungan siswa untuk bertindak dengan
cara tertentu. Gordon W. Al Port (Hermawati, 2009) mendefinisikan sikap

18

sebagai kesiapan untuk bereaksi terhadap objek dengan cara tertentu. Jika
dikaitkan dengan pendidikan, objek yang berpengaruh terhadap sikap siswa
adalah pembelajaran yang dijalaninya. Selain itu menurut Ruseffendi (1991:
234) sikap seseorang terhadap sesuatu itu erat kaitannya dengan minat. Jika
seorang siswa berminat pada matematika, maka siswa tersebut akan bersikap
positif terhadap pelajaran matematika.
Sikap dapat kita lihat dari perilaku yang ditunjukkan siswa pada saat
pembelajaran baik berupa tanggapan pada saat menerima pelajaran maupun
dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan dan tingkah laku selama belajar
dalam kelas.
Untuk mengetahui sikap siswa terhadap matematika terdapat tiga faktor
yang perlu diperhatikan (Russefendi 2006: 571): ada-tidaknya minat, arahnya
(bila ada, apa arahnya positif atau negatif), dan besarnya. Guru yang mampu
membentuk suasana pendukung aspek kognitif siswa dapat membangkitkan
sikap positif dari siswanya. Selain memperoleh pengetahuan, di dalam diri
siswa juga akan terbentuk sikap yang berkaitan dengan pengetahuan yang
diperolehnya.
Sikap dapat memberikan pengaruh terhadap pembelajaran dan hasil
belajar. Oleh sebab itu, guru harus memberi rasa nyaman kepada siswa untuk
belajar supaya siswa bersikap positif terhadap pelajaran yang diberikan.
Dengan begitu siswa merasa senang dengan pelajaran yang guru berikan, siswa
tidak akan terbebani dengan tugas-tugas yang diberikan. Jika seorang siswa
mempunyai pikiran yang negatif terhadap pelajaran matematika, maka ia tidak
akan menguasai pelajaran matematika dengan baik, walaupun ia mempunyai
kemampuan yang tinggi.

Anda mungkin juga menyukai