Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

KELENTURAN HUKUM ISLAM

Oleh :

NAMA : HAFIES DESRI


NPM : 1910003600367
KELAS : 2 H7
JURUSAN : ILMU HUKUM
MK : HUKUM ISLAM
DOSEN : PROF.Dr ASASRIWARNI, M.Hu

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS EKA SAKTI
1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil ‘Alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan
nikmat serta hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini dalam mata kuliah
Hukum Islam yang berjudul “ Kelenturan Hukum Islam ”.

Terima kasih yang sebesar – besarnya kepada Bapak Prof.Dr Asasriwarni, M.Hu
selaku dosen mata kuliah Hukum Islam.

Kekurangan – kekurangan dalam penulisan ini sangatlah saya sadari, oleh karena itu
kritik dan saran yang sifatnya konstruktif sangatlah saya harapkan dari pembaca dan teman –
teman mahasiswa demi kesempurnaan . Terima kasih dan semoga tulisan dan pembahasan
materi yang ada didalamnya dapat memberikan manfaat yang positif bagi kita semua.

2
DAFTAR ISI

KATA
PENGANTAR…………………………………………………………………………………………………………………………2

DAFTAR
ISI…………………………………………………………………………………………………………………….………………….3

BAB I

PENDAHULUAN…………………………………………………………………………………………….……………….……4

BAB II
PEMBAHASAN………………………………………………………………………………………………………………….…5

Kelenturan Hukum Islam Dalam Perubahan Sosial…………………………………………………….….……7

BAB III

PENUTUP……………………………………………………………………………………………………………………………10

3
BAB I

PENDAHULUAN

Secara sosiologis diakui bahwa masyarakat senantiasa akan mengalami


perubahan, perkembangan zaman yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi
pola piker dan tata nilai yang ada dalam masyarakat, semakin maju cara berpikir
masyarakat maka akan semakin terbuka untuk menerima kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Kenyataan ini tentunya dapat menimbulkan masalah –
masalah baru yang timbul di maysarakat, terutama jika dikaitkan dengan norma –
norma agama.

Islam merupakan agama yang universal dan berlaku sepanjang masa, yang
ajarannya dituntut untuk selalu sesuai dengan kondisi zaman dan tempat. Pemecahan
atas masalah – masalah sangatlah diperlukan. Sehingga Hukum Islam dapat dibuktikan
tidak bertentangan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus
berkembang.

4
BAB II
PEMBAHASAN

Kelenturan mempunyai arti mudah menyesuaikan diri dengan unsur lain, fleksibel.
Kelenturan Hukum Islam berarti kelenturan atau fleksibelnya Hukum Islam dalam
mengahadapi berbagai permasalahan yang ada di masyarakat. Kondisi masyarakat yang terus
berubah menjadikan Hukum Islam harus mampu menjawab berbagai persoalan yang muncul,
terutama berkaitan dengan masalah – masalah kontemporer yang belum pernah terjadi
sebelumnya. Selain itujuga dihadapkan dengan berbagai permasalahan baru yang dihadapi
oleh hukum Islam karena kondisi waktu dan tempat yang berbeda-beda.

Pada awal kemunculannya Hukum Islam, hukum Islam dihadapkan pada adat
kebiasaan masyarakat Arab, maka ketika Islam menyebar keseluruh penjuru dunia, adat
kebiasaan yang berlaku dimasyarakat menguji bagaimana sifat hukum Islam yang fleksibel,
yang lentur, dan mampu menyesuaikan diri dengan keadaandisekitarnya.

Beberapa kaidah yang telah dirumuskan oleh ahli Hukum Islam menunjukkan
bagaimana sifat dari hukum Islam yang fleksibel, diantaranya adalah :

‫لحكم يرؤر مع علته وخؤدا وعدما‬

Alhukmu yaduuru ma’a illatihi wujuudan wa’adamaa…

“ Hukum itu berputar bersama illat ( sebab )nya, ada dan tidaknya “

5
Hukum itu akan senantiasa ada bersama dengan adanya sebab, jika sebab itu
sudah tidak ada, maka hukum tersebut tidak lagi ada. Ini berkaitan dengan hukum yang
berkaitan dengan sebab musabab suatu kejadian entah itu waktu ataupun tempat.

Kaidah fiqhiyah lainnya menyebutkan

‫الينكر تغيرر االحكامبتغير االزمان‬

Laa yunkaru taghoiyyurul ahkaami bitaghoyyuril azmaani

( Tidak dapat diingkari adanya perubahan hukum lantaran berubahnya masa.)

Kaidah ini sebagai penguat dari kaidah sebelumnya bahwa perubahan waktu itu
akan mempengaruhi perubahan hukum. Selain hukum , fatwa pun bias berubah dengan
perubahan zaman, sebagai mana disebutkan dalam kaidah

‫ال ينكر تغر االزمانير الفتوي بتغي‬

Laa yunkaru taghoyyurul fatuu bataghoiyyurol azmaani

( Tidak dapat diingkari adanya perubahan fatwa lantaran berubahnya masa )

Fatwa sebagai hasil dari ijtihad seorang mufti untuk menjawab suatu
permasalahan umat dihasilkan dari istidlal al ahkam dari Nash Al-qur’an dan al-hadist. Jika
tidak ditemukan pada keduanya, maka didasarkan pada metode ijtihadnya, dalam hal ini yang
menjadi pertimbangan adalah waktu, tempat, keadaan dan adat kebiasaan diwilayah
tersebut.Sebagaimana dalam sebuah kaidah dirumuskan :

‫تَغيَّر الفتوي بتغير الزمان والمكان واألحوال والعادات‬

6
( Perubahan fatwa terjadi dengan berubahnya zaman, tempat, keadaan, dan adat
kebiasaan.)

Berdasarkan kaidah tersebut maka sejatinya hukum Islam akan fleksibel dalam
menghadapi berbagai keadaan masyarakat. Selain adanya nash-nash hukum yang
menunjukkan kelenturan hukum Islam, perkembangan fiqh dibeberapa wilayah juga
menunjukkan bahwa hukum Islam sangat fleksibel dengan keadaan masyarakat. Sebagai
contoh corak hukum Islam di Saudi Arabia akan berbeda dengan corak hukum Islam di Mesir,
Sudan, Afganistan, Pakistan, Indonesia.

Adanya perbedaan hukum bukan menunjukkan bahwa hukum Islam tidak


konsisten, sebaliknya dalam ranah fiqh maka Islam memberi toleransi yang tinggi untuk
dilaksanakan sesuai dengan keadaan masyarakat dimana hukum Islam dilaksanakan. Jika
selama ini muncul suatu opini bahwa antara Hukum Islam dan adat kebiasaan masyarakat
selalu bertentangan, maka berdasarkan karakteristik dari hukum Islam yang fleksibel
seharusnya hal tersebut bisa diminimalisir.

Kelenturan Hukum Islam Dalam Perubahan Sosial

Hukum Islam dapat menyesuaikan dengan kondisi yang ada di sekitarnya dalam
menghadapi persoalan – persoalan yang muncul ditengah – tengah masyarakat. Kondisi
masyarakay yang terus berkembang dan berubah, menuntut hukuk Islam untuk mampu
menjawab berbagai permasalahan – permasalahan yang timbul. Selain itu juga factor kondisi
dan adat kebiasaan masyarakat disetiap tempat tentunya berbeda – beda. Hal ini menguji
bagaimana sifat Hukum Islam yang fleksibel mampu menyesuaikan dengan keadaan
disekitarnya.

7
Kelenturan Hukum Islam ini lebih banyak Nampak dalam persoalan – persoalan
duniawi, seperti dalam persoalan teknis, praktis dan seni yang lebih banyak menyangkut
sarana dan metodenya. Hal inilah yang dikataka Rasulullah dalam sabdanya ; “ Kalian lebih
mengetahui urusan dunia kalian sendiri “ , Begitu pula dengan para sahabat setelahnya,
Mereka menbuat peraturan – peraturan dan pekerjaan – pekerjaan yang tidak pernah ada
dimasa Rasulullah Saw. Seperti membuat kantor – kantor, membuat batas wilayah,
mengumpulkan Al-Quran dan Mushaf kemudian menyebarkannya keseluruh wilayah,
menunjuk orang khusus untuk menjabat Qodhi, yaitu seorang hakim yang membuat
keputusan berdasarkan syariat Islam, sehingga Qodhi berperan dalam penegakan aturan bagi
setiap muslim. Dan lain sebagainya yang banyak manfaatnya dan tidak diragukan lagi
kemaslahatannya, bahkan kemunculannya pun tidak dihalangi oleh agama.

Sifat kelenturan dari Hukum Islam tersebut terbukti dengan dirumuskannya


beberapa kaidah oleh ahli Hukum Islam, yaitu “ Al Hukmu Yaduuru ma’a ‘Illatihi wujuudan
wa’adamaa “, yang artinya Hukum berputar ( berlaku ) bersama ada atau tidaknya Illat,
maknanya adalah bahwa jika Illahnya ada, maka hukumnya pun ada, sebaliknya jika Illah nya
tidak ada, maka hukumnya pun tidak ada. Jika Illahnya kuat, maka hukumnya pun kuat,
sebaliknya jika Illah nya lemah, maka hukumnya pun lemah. Kaidah tersebut mengisyaratkan
bahwa hal yang patut diperhatikan dari fatwa ilaha factor – factor perubahan hokum itu
sendiri, yaitu sesuai dengan perubahan zaman , tempat , keadaan , niat , dan kebiasaan. Hal
ini mengisyaratkan bahwa sejatinya Hukum Islam itu bersifat lentur dan fleksibel dalam
menghadapi berbagai keadaan dan juga persoalan yang terjadi di masyarakat.

Bahkan jauh sebelum kaidah tersebut dibuat oleh ahli hukum Islam, sifat hokum
islam yang lentur dan fleksibel itu sudah ada pada masa Nabi dan Sahabat, dikisahkan bahwa
ada seorang laki – laki yang bertanya kepada Nabi tentang bolehkan mencium istri ketika
sedang berpuasa, pada waktu itu dating seorang pemuda, ia berkata “ Wahai Rasulullah,
bolehkah saya mencium istri ketika sedang shaum ? ”. Rasulullah menjawab “ Tidak ”,
kemudian dating orang tua, dia bertanya “ Wahai Rasulullah, bolehka saya mencium istri
ketika sedang shaum ? ”, Rasulullah menjawab “ Ya ”. Orang yang diizinkan adalah orang tua,

8
sedangkan orang yang dilarang adala pemuda, kemudian Nabi berkata “ sesungguhnya orang
tua bias menahan syahwatnya ”. Selanjutnya pada masa Abu Bakar, ia menetapkan hukuman
peminum Khamer sebanyak 40 kali cambukan , yang pada masa Rasulullah tidak ada batas
tertentu, sampai Rasulullah berkata “ cukup ”. Hal itu karena orang – orang peminum khamer
pada masa Khalifah Abu Bakar lebih banyak pada masa Nabi waktu itu. Kemudian pada masa
Umar Bin Khattab yaitu tidak diterapkannya hukuman potong tangan bagi pencuri
dikarenakan kondisi paceklik, hal ini menunjukkan kedalam ilmu Umar ra. Yang hukumnya
mengikuti perubahan keadaan dan kondisi masyarakat yang dikenal dengan yaumul maja’ah
( hari kelaparan ), banyak orang yang mencuri karena keadaan terpaksa.

Kemudian fatwa Ibnu Abbas tentang taubatnta seorang pembunuh, yakni seorang
laki – laki bertanya kepada Ibnu Abbas, “ apaka orang yang membunuh seorang mukmin itu
mendapat taubat ? ”, Ia menjawab “ Tidak, ia masuk neraka ” , setelah lelaki itu pergi kawan
– kawan Ibnu Abbas menegur “ mengapa anda berfatwa seperti itu ?, berbeda denga fatwamu
terdahulu bahwa pembunuh berhak mendapatkan taubat ”, maka Ibnu Abbas ra. Menjawab
“ karena tampak kulihat ia sedang membenci seseorang dan ia ingin membunuh ”, lalu
mereka diutus untuk memantau lelaki itu, ternyata memang betul ia membunuh. Kisah
tersebut menunjukkan bahwa Hukum Islam bersifat lentur dan fleksibel, dengan melihat
kondisi orangnya , apakah ia orang yang telah menyesal membunuh dan dengan tulus berniat
untuk bertaubat, sehingga ia berhak mendapat pintu taubat, ataukah orang yang dalam
kondisi marah dan berniat membunuh orang lain, sehingga Ibnu Abbas mengatakan ia masuk
neraka.

Contoh lainnya yaitu Majlis Fatwa dan Riset Eropa pernah megeluarkan fatwa
tentang bolehnya membeli rumah dari bank riba bagi masyarakat minoritas muslim yang
tinggal dinegara mayoritas non muslim,. Biaya bulanan yang dibayar untuk rumah dianggap
sebagai kredit bulanan. Landasan syari’at majlis adalah kebutuhan umat Islam yang sangat
penting. Para ahli fiqh menganggap kebutuhan tersebut sebagai kondisi darurat, kaidah yang
digunakan oleh mereka adalah “ Al-hajatu tanzilu manzilat al- dharurah khassah kanat au
amah ”. (kebutuhan menduduki posisi darurat baik khusus ataupun umum).

9
Dari beberapa kasus tersebut diatas, ini merupakan bukti bahwa Hukum Islam
bersifat lentur dan fleksibel , kelenturan ini bisa dimaknai bahwa Hukum Islam senantiasa
relevan pada setiap zaman dan setiap tempat. Meskipun terkadang ada pertentangan
diantara umat islam dalam menerima fleksibilitas dan kelenturan hukum islam itu sendiri.

BAB III

PENUTUP

Islam beradaptasi, menyesuaikan, atau bahkan mengubah hukum – hukumya agar


selaras dengan tuntutan zaman. Hukum Islam itu bersifat moderat, fleksibel, tidak kaku, tidak
ekstrim, luwes dan selalu bersifat kompromistis dengan realitas yang ada. Bahkan sifat lentur
dan fleksibel itu sudah ada pada masa nabi, sahabat, dan seterusnya. Selain itu munculnya
kaidah ushul fiqh tentang perubahan hokum adalah merupakan bentuk yang lentur dan
fleksibilitas hukum Islam. Dengan sifat lentur dan fleksibilitas itu, maka segala permasalahan
– permasalahan baru dan problematika sosial yang muncul tentunya akan dapat diselesaikan.
Sebagai agama yang sempurna, Islam dituntut untuk mampu menjawab tantangan zaman,
dan setiap masalah yang muncul itu tentu dapat diselesaikan oleh para Mujtahid dengan jalan
ijtihad. Sehingga Islam sebagai agama yang mempunyai misi Rahmatan lilalamin dapat
terwujud.

10

Anda mungkin juga menyukai