Anda di halaman 1dari 5

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian


Semen ionomer kaca pertama kali diperkenalkan oleh Wilson dan Kent tahun
1971 (Van Noort, 2002 : 124). Semen ionomer kaca digunakan secara luas dibidang
Kedokteran Gigi. Semen ionomer kaca terdiri dari bubuk kaca kalsium
fluoroaluminosilikat dan larutan asam poliakrilat, dikenal dengan nama semen
ionomer kaca konvensional (Anusavice, 2003 : 471).
Penggunaan klinis semen ionomer kaca konvensional terbatas. Hal ini
disebabkan beberapa hal, yaitu sifatnya yang rapuh, ketahanan

rendah terhadap

abrasi, sensitif terhadap kelembaban pada awal pengerasan, sehingga membutuhkan


proteksi pada permukaan, segera setelah penempatan bahan restorasi, waktu kerja
yang pendek, waktu pengerasan asam-basa

lambat, sehingga membutuhkan

kunjungan kedua, untuk penyelesaian dan pemulasan. Semen ionomer kaca


modifikasi resin telah dikembangkan, untuk mengatasi keterbatasan dari semen
ionomer kaca konvensional tersebut (Van Noort, 2002, dalam Ratri, 2011 : 26).
Semen ionomer kaca modifikasi resin merupakan bahan gabungan, yang
terdiri dari 80% semen ionomer kaca konvensional, dan 20% resin komposit
fotopolimerisasi (Vaikuntam, 1997, dalam Hayati, 2003: 4). Bahan tumpatan ini
terdiri dari serbuk kaca fluoroaluminosilikat
merakrilat),

air

serta

asam

poliakrilik.
1

dan cairan HEMA (Hidroksi etil


Beberapa

gugus

fungsional

yang

terpolimerisasi ditambahkan dalam formula semen untuk mempercepat proses


pematangan, sehingga semen ini dapat mengatasi sifat sensitivitas terhadap
kelembaban, waktu kerja yang pendek serta waktu pengerasan asam-basa yang
lambat (Annusavice, 2003, dalam Ratri, 2011 : 27). Polimerisasi terjadi karena
senyawa vinyl pada asam poliakrilik dapat diaktivasi sinar, dengan adanya
fotoinisiator yaitu champoroquinone (Mount, 2002, dalam Hayati, 2003 : 6).
Perbedan utama semen ionomer kaca konvensional, dengan semen ionomer
kaca modifikasi resin adalah penambahan resin dan fotoinisiator, ke dalam bahan
konvensional, sehingga bahan semen ionomer kaca yang telah dimodifikasi tersebut,
dapat disinar segera setelah penumpatan kavitas. Penyinaran ini akan memberikan
daya tahan bahan terhadap penyerapan air, dan mempermudah penanganan secara
klinis, karena restorasi akan cukup stabil keseimbangan airnya, sehingga restorasi
dapat dibentuk dan dipoles segera setelah mengeras. Adanya kopolimer HEMA
memberikan karakter hidrogel pada semen ionomer kaca modifikasi resin. Hal ini
menyebabkan bahan ini cenderung untuk menyerap air (Czarnecka, 2006, dalam
Ratri, 2011 : 30).
Berdasarkan sifat semen ionomer kaca tersebut di atas, ketika suatu bahan
tumpatan sudah berada dalam rongga mulut, maka akan berkontak dengan cairan
yang berada dalam rongga

mulut, baik berupa saliva maupun

minuman yang

dikonsumsi. Hal ini akan berpengaruh terhadap sifat mekanis, yang dimiliki oleh
bahan tumpatan tersebut, salah satu sifat mekanis yang terpengaruh adalah kekerasan
permukaannya. Kekerasan permukaan merupakan salah satu faktor penting, yang

perlu dipertimbangkan sehubungan dengan beban yang akan menimpa permukaan


tumpatan dan umur restorasi (Soetojo, 2000 : 10).
Kekerasan didefinisikan sebagai ketahanan suatu material terhadap indentasi,
merupakan sifat mekanik penting yang memprediksi tingkat ketahanan material
restorasi. Kekerasan juga telah digunakan untuk memprediksi ketahanan aus material
dan kemampuannya untuk mengikis dengan melawan struktur gigi atau material
restorasi. Kekerasan yang tidak benar dapat mengakibatkan goresan. Goresan ini
dapat membahayakan kekuatan lelah restorasi (fatigue) dan menyebabkan kegagalan
restorasi (Yazici, dkk., 2010 : 51).
Kefir merupakan minuman susu berfermentasi yang memiliki rasa, warna, dan
konsistensi menyerupai yoghurt, serta memiliki aroma khas yeasty (seperti tape).
Kefir banyak dikonsumsi karena dipercaya oleh sebagian masyarakat dapat
menyembuhkan berbagai penyakit seperti asma, TBC, menjaga stamina tubuh dan
lain sebagainya (Burhan, 2008 : 61). Minuman susu berfermentasi khas Kaukasus
ini, memang tidak sepopuler yogurt, rasanya yang manis asam dan menyegarkan.
Enak diminum dingin. Karena manfaatnya tersebut, walaupun belum banyak dikenal
kefir sudah banyak dikonsumsi di Indonesia (Wahyuningsih, 2011, 1,
http://food.detik.com, diperoleh tanggal 16 Maret 2015). Ada beberapa komunitas
pecinta kefir di Indonesia seperti Indonesian kefir society atau komunitas kefir
Indonesia. Di Kota-kota besar di Indonesia juga terdapat komunitas-komunitas
pecinta kefir, seperti di Jakarta, Bandung, Yogjakarta, dan Surabaya.

Kefir disebut juga The Champagne of Cultural Milk atau minuman yang
paling bernilai dari berbagai jenis susu fermentasi. Bakteri probiotik yang terkandung
dalam kefir berperan menghasilkan asam laktat (Burhan, 2008 : 26), yang dapat
menurunkan pH kefir hingga 3,6 - 4,6 sehingga kefir bercita rasa asam (Pangkalan,
2008 : 107). pH yang rendah berpengaruh pada sifat dari bahan restorasi (Sadaghiani,
dkk., 2007 : 326).
Aturan minum kefir menurut produsen adalah dua kali sehari. Potensial erosif
awal dari minuman ringan terjadi dalam tiga menit pertama, yaitu ketika minuman
ringan mulai masuk ke dalam rongga mulut dan berkontak dengan saliva (Jensdottir,
dkk., 2006 : 227).
Menurut Fitriyana dan Pangemanan (2014), semakin lama semen ionomer
kaca di rendam dalam minuman asam, maka akan semakin banyak menyerap asam
dan semakin banyak terjadi degradasi matriks. Lepasnya ion dan degradasi matriks
tersebut akan menurunkan kekerasan permukaan, dari semen ionomer kaca. Semen
ionomer kaca modifikasi resin akan mengalami pelepasan partikel Sr, Al, Si, Na, P,
dan Ca ketika direndam dalam larutan asam laktat, dikarenakan pH asam laktat yang
asam (Czarnecka, dkk., 2006, dalam Ratri, 2011 : 30). Selain itu menurut Koin, dkk.,
(2008) dalam Putriyanti, (2012 : 44), proses degradasi dapat terjadi pada matriks
resin. Degradasi ini dapat terjadi melalui mekanisme, perubahan struktur mikro
matriks resin dengan membentuk pori, sehingga sejumlah monomer residual keluar
dari pori tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin meneliti tentang kekerasan


permukaan semen ionomer kaca modifikasi resin pada perendaman dalam susu
fermentasi kefir.
1.2 Rumusan Masalah
Berapakah nilai kekerasan permukaan semen ionomer kaca modifikasi resin
setelah perendaman pada susu fermentasi kefir dalam waktu yang berbeda.
1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pengaruh lama


perendaman terhadap kekerasan permukaan semen ionomer kaca modifikasi resin
pada perendaman dalam susu fermentasi kefir.

1.3 Manfaat Penelitian

1) Memberikan Informasi mengenai susu fermentasi kefir dan pengaruhnya


terhadap kekerasan permukaan semen ionomer kaca modifikasi resin, sehingga
dapat dijadikan kajian untuk penelitian selanjutnya.
2) Dapat dijadikan sebagai referensi dalam praktik Kedokteran Gigi, untuk
pertimbangan pemberian informasi kepada pasien, yang memakai bahan restorasi
semen ionomer kaca modifikasi resin.

Anda mungkin juga menyukai