Anda di halaman 1dari 26

7

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.

Konsep Dasar
1.

Pengertian
Menurut Barbara C. Long (1996 ; 228) apendisitis adalah :
Suatu peradangan pada apendiks yang berbentuk cacing, yang
berlokasi dekat katup Ileocecal. Peradangan mungkin disebabkan
oleh obstruksi dari Fekalit (suatu massa seperti batu yang
berbentuk dari Feses) atau infeksi bacterial.
Menurut Bruunner and Suddarth (2000 ; 45) bahwa :
Apendisitis merupakan penyebab yang paling umum dari
inflamasi akut kuadran kanan bawah rongga abdomen dan
penyebab yang paling umum dari pembedahan abdomen darurat.
Kapita Selekta Kedokteran

edisi ke tiga (2000 ; 307)

menyatakan apendisitis adalah :


Peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering.
Selanjutnya Brunner and Suddarth ( 2002 : 1099) memberikan
pengertian apendiktomi adalah sebagai berikut :
Apendektomi

adalah

suatu

tindakan

pembedahan

untuk

mengangkat Apendiks yang dilakukan sesegera mungkin untuk


menurunkan resiko perforasi.

8
Penulis mengambil kesimpulan dari peryataan di atas bahwa
Apendisitis akut adalah peradangan pada apendiks, merupakan
salah

satu

penyakit

saluran

pencernaan

dan

paling

sering

memberikan keluhan abdomen yang akut, yang memerlukan


tindakan apendiktomi sesegera mungkin untuk mencegah resiko
terjadinya perforasi.
2.

Anatomi Fisiologi Apendiks


a.

Anatomi Apendiks
Menurut R. Sjamsuhidajat dan Wim de Jong, (1997 ; 865) :
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya
kira-kira 10 cm (beranjak 3-15 cm) dan berpangkal di sekum.
Pada posisinya yang normal apendiks terletak pada dinding
abdomen di bawah titik Mc Burney. Titik Mc Burney dicari dengan
menarik garis dari spina iliaka. Superior kanan ke Umbilikus. Titik
tengan garis ini merupakan tempat pangkal dari apendiks.
Gambar 2.1.

Titk Mc. Burney dan beberapa dan posisi


apendiks yang sering ditemukan.
Sumber : Sylvia A. Price, Patofisiologi

Lumen apendiks sempit di bagian proksimal dan melebar di


bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk
kerucut dan lebar pada daerah pangkalnya dan menyempit ke
arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya
insiden apendisitis pada usia itu.
Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan
itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya
bergantung pada panjang meso apendiks penggantungnya. (R.
Sjamsuhidajat dan Wim de Jong, 1997 ; 866).
Pada kasus kasus selebihnya apendiks terletak retropeneal,
yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens, atau di tepi
lateral kolon asendens. Adapun gejala klinik dari Apendisitis
ditentukan oleh letak apendiks.
Gambar 2.2

Posisi Apendiks
Sumber : Buku Ajar Ilmu Bedah, R. Sjamsuhidajat dan Wim de Jong.

10
b. Fisiologi Apendiks
Apendiks vermiforms merupakan sisa apeks sekum yang pada
manusia

fungsinya

mempunyaiperanan

tidak
dalam

diketahui.

Diperkirakan

mekanisme

Imulogik.

apendiks
Imuglobin

sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid


Tissue) terdapat disepanjang saluran cerna termasuk salah
satunya apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin (IgA) itu sangat efektif
sebagai pelindung terhadap infeksi.
Pengangkatan pada apendiks tidak mempengaruhi sistem imun
tubuh sebab jumlah jaringan limfoid di daerah apendiks kecil
sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna yang lain
dan seluruh tubuh.
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara
normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke
sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya
berperan pada patogenesis apendiksitis.
3.

Etiologi
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. Timbul tanpa sebab
yang jelas, bebagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya.
Sumbatan pada lumen apendiks merupakan faktor yang dianjurkan
sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfoid,
obstruksi apendiks oleh tinja (Fekalit), terpelintirnya apendiks atau
pembuluh darah, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula

11
menyebabkan

sumbatan

penyebab

lain

yang

diduga

dapat

menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena


parasit seperti E. Histolytica.
Pola kebiasaan makan-makanan yang rendah serat dan pengaruh
konstipasi dapat pula menimbulkan apendisitis kontisipasi akan
menaikan tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan
fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora
kolon biasa. Hal itu dapat mempermudah timbulnya apendisitis akut.

4.

Patofisiologi
Apendisitis

mula-mula

disebabkan

oleh

sumbatan

lumen.

Obstruksi lumen apendiks disebabkan oleh penyempitan lumen


akibat hiperplasia jaringan limfoid sub mukosa.
Feses yang terperangkap dalam lumen apendiks mengalami
penyebaran

fekalit

yang

akhirnya

sebagai

kausa

sumbatan.

Penyebab obstruksi yang lebih jarang adalah batu, tumor, cacing


atau parasit lain. Infeksi virus atau benda asing lain yang
mengakibatkan pembengkakan jaringan limfoid. Sumbatan lumen
apendiks

menyebabkan

keluhan

sakit

disekitar

umbilikus,

epigastrium, nausea dan muntah.


Sekresi mukus yang terus-menerus menyebabkan apendiks
teregang sehingga bila tegangan intra luminal melebihi tekanan vena
(+ 85 mmHg) apendiks menjadi hipoksia, dan dinding apendiks

12
menjadi mudah diserang oleh invasi kuman dan multiplikasi bakteri
dan kuman ke lapisan mukosa, sub mukosa, lapisan muskularis dan
akhirnya ke peritoneum parietalis terjadilah peritonitis lokal ke
bawah. Suhu tubuh mulai baik, infeksi ini akan menambah
pembengkakan dan iskemis akibat trombosit vena intramural.
Gangren dinding apendiks disebabkan oleh okulasi pembuluh
darah dinding apendiks akibat distensi kuman apendiks, bila tekanan
intralumen terus meningkat terjadi perforasi dengan ditandai oleh
kenaikan suhu tubuh dan menetap tinggi. Sering kali ganggren dan
perforasi terjadi dalam 24-36 jam.
Bila proses ini berjalan dengan lambat, organ-oragan sekitar ileum
terminal, sekum dan omertum akan membentuk dinding mengintari
apendiks sehingga berbentuk abses yang terlokalisasi.
5.

Klasifikasi Apendiks
Menurut R. Sjamsuhidajat dan Wim de Jong (1997 ; 866)
apendiks terdiri dari :
a.

Apendiks Akut
Apendiks Akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari
oleh radang mendadak lumbai cacing yang memberikan tanda
setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum
lokal.

13
b.

Apendisitis Rekurens
Diagnosis apendisitis rekurens baru dapat dipikirkan jika ada
riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah yang
mendorong

dilakukannya

apendektomi

dan

hasil

patologi

menunjukan peradangan akut.


c.

Apendisitis Kronis
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakan jika dipenuhi
semua syarat : Riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua
minggu, radang kronik apendiks secara makroskopis dan
mikroskopi dan keluhan menghilang setelah apendektomi

6.

Manifestasi Klinik
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari
oleh radang mendadak umbai cacing. Gejala klasik apendisitis
adalah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral
di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai
mual dan kadang ada muntah. Umunya nafsu makan menurun
dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ketitik
Mc Burnney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas
letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat, kadang tidak
ada nyeri epigastrium tetapi terdapat konstipasi bila terdapat
rangsangan peritoneum biasanya pasien mengeluh sakit perut bila
berjalan, batuk dan mengedan.

14
Bila letak apendiks retrosekal di luar rongga perut, karena
letaknya terlindung sekum maka tanda nyeri perut kanan bawah
tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa
nyeri lebih kearah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat
berjalan, karena kontraksi otot psoas mayor yang menegang dari
dorsal.
Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat
menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum
sehingga peristaltik meningkat, pengosongan rektum akan menjadi
lebih cepat dan berulang-ulang. Pada beberapa keadaan apendisitis
agak sulit di diagnosis, sehingga tidak ditangani pada waktunya dan
terjadi komplikasi (Perforasi). Gambaran Klienik Apendisitis
Nyeri mulai di epigastrium atau regio umbilikus di sertai mual dan
anoreksi.
Nyeri pindah kekanan bawah dan menunjukan tanda rangsangan
peritoneum lokal di titik Mc Burney
- Nyeri tekan
- Nyeri lepas
Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
- Nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsing)
- Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan
(Blumberg)

15
- Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti napas
dalam, berjalan, batuk, dan mengeden.
Gambar 2.3.

Sumber Buku Ajar Ilmu Bedah, R. Sjamsuhidajat dan Wim de Jong


7.

Manajemen Medik Secara Umum


Bila diagnosis klinik apendisitis sudah jelas maka tindakan yang
paling tepat adalah apendektomi dan merupakan satu-satunya
pilihan yang baik. Penundaan tidak bedah sambil pemberian
antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pembedahan
dikerjakan bila rehidrasi dan usaha penurunan suhu tubuh sudah
tercapai.
Suhu tubuh tidak melebihi 38 0C, produksi urine berkisar 1-2
ml/kg/jam. Nadi di bawah 120 x/menit, pembedahan dilakukan
sebelum ruptura dan tanda-tanda perioritas terjadi apabila apendiks
pecah sebelum pembedahan, maka diperlukan pemberian antibiotik
untuk

mengurangi

resiko

peritonitis

dan

sepsis,

selanjutnya

apendektomi dapat dilakukan dengan aman 3 bulan kemudian.

16
Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan.
Analgesik diberikan setelah diagnoosa ditegakan. Apendektomi
dilakukan di bawah anastesi umum dengan insisi abdomen bawah
atau dengan laporoskopi. Perjalanan pasca bedah umumnya tanpa
komplikasi dan penderita pulang dari rumah sakit dalam beberapa
hari.

8.

Dampak Terhadap Sistem Tubuh Lain


a.

Sistem Pencernaan
Penyebaran infeksi dari apendisitis menyebabkan komplikasi yaitu
berupa peradangan pada peritoneum. Dengan perkebangan
peritonitis umum, aktivitas persitaltik berkurang samapi timbul
ileus paralitik, kemudian menjadi atoni dan meregang. Perlekatan
dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang
dan

dapat

mengganggu

pulihnya

pergerakan

usus

dan

mengakibatkan obstruksi usus.


b.

Sistem Pernafasan
Infeksi pada apendiks yang kemudian menyebar luas ke
peritoneum

menyebabkan

peritonitis,

maka

akan

terjadi

penurunan peristaltik, menyebabkan penetrasi gas dan cairan


hingga terjadi peningkatan tekanan abdomen yang kemudian
akan menekan diafragma yang akan menimbulkan gangguan pola
nafas (Sylvia A. Price, 1994 ; 403).

17
c.

Sistem Persyarafan
Prosedur pembedahan akan mempengaruhi serabut saraf dengan
pengeluaran zat kimia seperti serotinin, histamin, bradikinin, untuk
merangsang thalamus dan korteks serebri mempersepsikan
sebagai respon nyeri.

B.

Tinjauan Teoritis Asuhan Keperawatan


Proses keperawatan adalah suatu pendekatan sistematis untuk
mengenal masalah-masalah yang dinamis dalam memperbaiki dan
meningkatkan kesehatan pasien yang terdiri dari empat tahap yaitu :
pengkajian : Pengakajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
(Drs. Nasrul Effendy, 1995)
1.

Pengkajian
Menurut Nasrul Effendy (1995 ; 18), Pengkajian adalah pemikiran
dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan
informasi atau data tentang pasien, agar dapat mengidentifikasi,
mengenali

masalah-masalah.

Kebutuhan

kesehatan

dan

keperawatan pasien baik fisik, mental dan lingkungan.


a.

Pengumpulan Data
Merupakan pengumpulan informasi tentang pasien yang dilakukan
secara sistematis untuk menentukan masalah-masalah serta
kebutuhan-kebutuhan keperawatan dan kesehatan pasien.

18
1)

Identitas Klien
Robert Priharjo (1996 ; 12) mengemukakan tentang biografi
pasien meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan,
pendidikan, status perkawinan, suku, kebangsaan.

2)

Penanggung jawab
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, hubungan
dengan klien.

3)

Riwayat keluahan utama


a)

Keluhan Utama
Klien

dengan

apendisitis

yang

dilakukan

tindakan

apendektomi akan mengeluh rasa nyeri.


b)

Riwayat Kesehan Sekarang


Pada riwayat sekarang kaji sejak kapan keluhan dirasakan,
keluhan nyeri demam dan tindakan apa yang telah dilakukan
untuk mengatasi keluhan tersebut. Untuk memudahkan
pengkajian gunakan pendekatan PQRST
P

: Pailiatif/provocatif, apa yang penyebabnya dan apa


yang membuat lebih baik atau lebih buruk apa yang
membuat lebih baik atau lebih buruk.

Q : Qulitas/Quantitas, bagaimana keluhan dirasakan.


R

: Region/radiasi, daerah mana yang dirasakan dan


bagaimana penyebabnya.

19
S

: Scala/severity, tingkat beratnya masalah, bagaimana


aktivitas sehari-hari dipengaruhi oleh sakitnya.

: Timing, kapan terjadi, bagaimana kejadiannya, tibatiba atau bertahap.

c)

Riwayat Kesehatan Dahulu


Pada data riwayat kesehatan dahulu ajukan pertanyaan
apakah klien pernah mempunyai penyakit pada saluran
pencernaan, kebiasaan mengkosumsi jenis makanan serta
riwayat sakit atau pernah di operasi sebelumnya. Kaji faktor
predisposisi terjadinya apendisitis seperti riwayat konstipasi.

4)

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik digunakan teknis pengkajian fisik
meliputi inspeksi, perkusi, palpasi dan auskultasi untuk
mengetahui gangguan yang terjadi pada sistem tubuh.
a)

Kaji Pernafasan
Kaji fungsi pengembangan paru saat inspirasi dan ekspirasi,
adanya akumulasi sekret pada jalan nafas dan adanya suara
nafas tambahan.

b)

Sistem Kardiovaskuler
Inpeksi

: Konjungtiva anemis atau tidak, mukosa bibir


merah atau sionosis, pada leher apakah ada
peningkatan vena jugalaris.

20
Palapasi

: Adakah oedema pada ekstremitas pada pasien


post apendektomi biasanya teraba denyut nadi
lemah.

Auskultasi : Mendengar bunyi jantung di daerah aorta,


pulmonalis, katup trikuspidalis, katup miytral,
apakah bunyi jantung tambahan.
c)

Sistem pencernaan
Pada kasus apendisitis dapat ditemukan adanya nyeri tekan
pada abdomen kuadran kanan bawah, post apendektomi
dapat ditemukan daerah luka operasi, nyeri pada daerah
luka operasi, bising usus negatif akibat adanya pengaruh
dari anetesi umum.

d)

Sistem Persyarafan
Kaji tentang tingkat kesadaran klien dengan skala Glascow
Comascale, tes fungsi nervus cranialis, fungsi sensorik dan
motorik serta fungsi reflek, sensasi nyeri sebagai akibat
adanya luka insisi operasi apendiks.

e)

Sistem Perkemihan
Kaji adanya retensi urine sebagai akibat dari efek anestesi
dan keadaan imobil pada klien dengan apendektomi.

21
f)

Sistem Muskuloskeletal
Kaji bagaimana kemampuan klien untuk melaklukan rentang
gerak

sendi

(Fleksi,

ekstensi,

hiperekstensi,

pronasi,

supinasi, abduksi, adduksi, rotasi) dan mobilisasi serta


ambulasi dini pada pasien post apendektomi.
g)

Sistem Endokrin
Kaji tentang keadaan kelenjar tiroid, adakah pembesaran.
Tekstur lesi, keadaan kuku dan rambut. Pada pasien post
apendektomi terdapat luka operasi pada abdomen kuadran
kanan bawah yang dapat membentuk jaringan parut.

h)

Pola kebiasaan sehari-hari


Kaji bagaimana keadaan kulit, turgor, kebersihan, tekstur,
lesi,

keadaan

kuku

dan

rambut.

Pada

pasien

post

apendektomi terdapat luka operasi pada abdomen kuadran


kanan bawah yang dapat membentuk jaringan parut.]]
5)

Pola Kebiasaan Sehari-hari


Klien dengan apendektomi perlu dikaji tentang keabiasaan
sehari-hari

yang

dilakukannya

meliputi

kebiasaan

makan/minum, demininasi, istirahat dan tidur, aktivitas serta


personal Hygiene yang biasanya akan mengalami gangguan
seperti gangguan mobilisasi, istirahat terganggu karena nyeri
dan ketidakmampuan melakukan perawatan diri.

22
6)

Data Psikososial
Klien sering kali merasa ketakutan khawatir lukanya tidak
sembuh dan infeksi. Kaji tingkat kecemasan yang dialami klien
apakah ringan, sedang, berat atau panik.

7)

Data Spiritual
Kaji

keyakinan

klien

tentang

penyakitnya

harapan

dan

ibadatnya sesuai dengan agama kepercayaannya.


8)

Data Penunjang
a)

Laboratorium
Darah

: Leukositosis (Lebih dari 10.000/mm3)

Urine

: Kadang-kadang hemturia (bila apendiks yang


meradang menempel pada ureter dan vesika
urinaria).

b) Pemerikasaan sinar-X

dan ultrasorografi menunjukan

desitas pada kuadran kanan bawah atau tingkat aliran udara


stempat.
9) Therapi
Tindakan apendiktomi darurat (secepat mungkin) jika diagnosa
sudah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai
pembedahan dilakukan

23
2.

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu peryataan yang jelas, pada
dan pesti tentang status dan masalah kesehatan pasien yang dapat
ditanggulangi oleh tindakan keperawatan (Cristines Ibrahim,
dikutip Nasrul Effendi, 1995 ; 27).
Beberapa diagnosa yang mungkin timbul pada kasus apendisitis
pasca operasi adalah :
a. Nyeri burhubungan dengan adanya insisi bedah
b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pasca
operasi
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan mobilitas
fisik sekunder terhadap pembedahan.
d. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur
invasif, insisi bedah.
e. Resiko tinggi kekurangan voleme cairan berhubungan dengan
pembatasan pasca operasi (contoh puasa), status hipermetabolik
(contoh demam, proses penyembuhan).
f. Resiko tinggi kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan di rumah
berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang perawatan
diri saat pasien pulang.

24
3.

Perencanaan
Menurut Nasrul Effendy (1995 : 34) perencanaan adalah :
Petunjuk tertulis yang

menggambarkan secara tepat mengenai

rencana tindakan yang dilakukan terhadap pasien sesuai dengan


kebutuhannya berdasarkan diagnosa keperawtan.

Rencana tindakan yang dapat dirumuskan pada klien post


apendiktomi antara lain :
a. Diagnosa Keperawatan : Nyeri
Tujuan

Nyeri Teratasi atau hilang

Kriteria

Klien mengatakan tidak nyeri, intensitas nyeri


berkurang, tanda-tanda vital stabil, ekspresi muka
dan potur tubuh rileks

Intervensi :
-

Kaji nyeri, catat lokasi, beratnya (skala 0-10), selidiki dan catat
setiap perubahan nyeri dengan tepat.

Pertahankan istirahat dengan semi Fowler

Dorong ambulasi dini

Berikan aktivitas hiburan

Pantau tekanan darah, nadi, pernafasan setiap 4 jam dan


tingkat kesadaran.

Berikan analgetik sesuai indikasi

Bantu pasien untuk mengambil posisi yang nyaman

25
Rasionalisasi :
-

Berguna dalam pengawasaan keefektifan obat, kemajuan


penyembuhan,

perubahan

pada

karakteristik

nyeri

menunjukkan terjadinya abses/peritonis, memerlukan upaya


evaluasi medik dan intervensi.
-

Gravitasi melokalisasi eksudat implementasi dalam abdomen


bawah, menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah
dengan posisi terlentang.

Meningkatkan normalisasi fungsi organ, contoh merangsang


peristaltic

dan

kelancaran

flatus,

menurunkan

ketidak

nyamanan abdomen.
-

Fokus perhatian kembali, meningkatkab relaksasi dan dapat


meningkatkan kemmapuan koping

Untuk mengenal kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang


diharapkan

Menghilangkan nyeri, mempermudah kerja sama dengan


intervensi terapi lain, contoh ambulasi, batuk

Tempatkan tubuh pada posisi yang nyaman untuk mengurangi


penekanan dan mencegah otot-otot tegang membantu
menurunkan rasa tidak nyaman

26
b. Diagnosa Keperawatan : Kerusakan mobilitas fisik
Tujuan

: gangguan mobilitas fisik teratasi

Kriteria

: Klien dapat melakukan aktivitas secara mandiri

Intervensi

Bantu derajat mobilisasi

Bantu dalam mobilisasi

Instruksikan latihan gerak aktif

Ajarkan teknik mobilisasi

Rasioralisasi

Mengetahui batas toleransi tingkat aktivitas

Mobilisasi

dini menurunkan komplikasi tirah barring dan

meningkatkan penyembuhan luka dan fungsi organ


-

Meningkatkan aliran darah, memeprtahankan gerak sendi

Klien tertarik untuk melakukan mobilisasi

c. Diagnosa keperawatan : Defisit perawatan diri


Tujuan

: Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi

Kriteri

: Klien mampu mengidentifikasikan area kebutuhan


dan mengungkapkan perawatan diri terpenuhi

Intervensi
-

Tentukan tingkatan bantuan yang diperlukan, berikan bantuan


dengan aktivitas sesuai keperluan

27
-

Berikan waktu yang cukup bagi pasien untuk melakukan


aktivitas.

Instruksikan pasien adaptasi yang diperlukan yang dimulai


dengan tugas yang mudah dilakukan sampai tugas yang sulit,
berikan pujian untuk kerhasilan tersebut.

Menaruh bel ditempat yang mudah dijangkau.

Rasionalisasi :
-

Untuk mendorong kemandirian

Membebani pasien dengan aktivitas menyebabkan frustasi

Untuk mendorong kemandirian, pujian memotivasi untuk terus


belajar.

Untuk memberikan rasa aman

d. Diagnosa Keperawatan : Resiko Tinggi Infeksi


Tujuan

: Tidak terjadi infeksi

Kriteria

: Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar,


bebas tand infeksi, drainase purulen, eritema dan
demam

Intervensi
-

Awasi

:
tanda

vital,

perhatikan

demam,

menggigil,

meningkatkan nyeri abdomen, berkirangat, perubahan mental.

28
-

Melakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka


aseptik

Lihat insisi dan balutan catat karakteristik drainase luka/drein.

Berikan informasi yang tepat, jujur pada pasien/orang terdekat

Berikan antibiotik sesuai indikasi.

Rasionalisasi
-

Dugaan adanya infeksi atau terjadinya sepsis, abses,


peritonitis

Menurunkan resiko penyebaran bakteri

Memberikan deteksi diri terjadinya proses infeksi dan


pengawasan

penyembuhan

peritonitis

yang

telah

ada

sebelumnya
-

Pengetahuan

tentang

kemajuan

situasi

memberikan

dukungan emosi dan membantu penurunan ansietas.


-

Mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan jumlah


organisme

untuk

menurunkan

penyebaran

dan

pertumbuhannya pada rongga abdomen

e. Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi terhadap kekurangan


volume cairan
Tujuan

: Mempertahankan keseimbangan cairan

29
Kriteria

: Menunjukkan

perbaikan

keseibangan

cairan,

dibuktikan oleh haluaran urine dengan berat jenis


normal,

tanda-tanda

vital

stabil,

membrane

mukosa lembab, turgor kulit baik


Intervensi
-

Pantau tanda vital, catat adanya hipotensi, takikardia,,


takipnea, demam

Pertahankan masukan dan haluaran yang akurat dan


hubungkan dengan berat badan harian

Observasi kulit/membrane mukosa untuk kekeringan, turgor,


catat pedema perifer/sacral

Ubah posisi dengan sering, berikan perawatan kulit dan


pertahankan tepat tidur kering dengan bebas lipatan

Rasionalisasi
-

Membantu dalam evaluasi derajat defisit cairan/keefektifan


penggantian terapi cairan dan respons terhadap pengobatan.

Menunjukkan status dehidrasi keseluruhan

Hivolemia,

perpindahan

cairan

dan

kekurangan

nutrisi

memperburuk turgor kulit, menambah oedema jaringan


-

Jaringan oedema dan adanya gangguan sirkulasi cenderung


merusak kulit.

30
f.Diagnosa Perawatan : Resiko tinggi kerusakan penatalaksanaan
pemeliharaan di rumah
Tujuan

: Mendemontrasikan

kemampuan

untuk

melaksanakan aktivitas perawatan diri saat pasien


pulang
Kriteria

: Mengatakan
melaksanakan

mengerti

tentang

dengan

instruksi,

tepat keterampilan

perawatan diri yang diperlukan.


Intervensi

Pastikan pasien memiliki instruksi tentang perawatan diri

Ajar dan biarkan pasien merawat luka jika penggantian


verband perlu dilakukan di rumah dan tekankan pentingnya
cuci tangan sebelum dan sesudah merawat luka.

Evalausi kebutuhan bantuan perawatan di rumah dan


tersedianya system pendukung pasien yang memadai untuk
memberikan bantuan yang diperlukan

Instruksikan pasien untuk memberitahukan dokter jika terjadi


infeksi luka : kemerahan, nyeri tekan, drainase, demam.

Pastikan pasien mempunyai persediaan yang cukup untuk


perawatan luka dan resep untuk analgetik

31
Rasioralisasi

Instruksi verbal akan mudah terlupakan

Praktek akan membantu pasien mengembangkan keyakinan


dalam perawatan diri.

Layanan
berfungsi

sosial

atau

sebagai

perencanaan

penghubung

pemulangan

yang

penting

pasien
untuk

pemindahan pasien ke lingkungan rumah atau fasilitas


perawatan luar untuk memastikan kelanjutan penyembuhan
atau rehabilitasi.
-

Diperlukan antibiotic untuk mengatasi infeksi.

Persediaan penting untuk mengurangi kecemasan yang pada


umunya berhubungan dengan pemulangan pasien.

4. Implementasi
Pada tahap implementasi, perawat melakukan tindakan yang telah
ditetapkan pada rencana keperawatan untuk menanggulangi atau
mengatasi masalah yang muncul.

5. Evaluasi
Pada tahap ini dilakukan evaluasi dari tindakan yang telah diberikan
dan dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan, apakah
masalah teratasi seluruhnya, masalah teratasi sebagian atau
masalah tidak teratasi.

32
6. Catatan Perkembangan
Pada tahap ini dilakukan untuk mengetahui perkembangan klien
setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan menggunakan
catatan SOAPIER.
S : Subjektif

= Data Keluhan dari klien

O : Objektif

= Data hasil observasi

A : Analisis

= Menganalisa masalah

P : Planing

= Perencanaan

= Pelaksanaan

: Implementasi

C : Evaluasi
R : Reassesment

= Evalusai hasil tindakan

Anda mungkin juga menyukai