Skoliosis Rehab
Skoliosis Rehab
PENDAHULUAN
Skoliosis berasal dari bahasa Yunani yaitu Crookednes atau kebengkokan.
Skoliosis mempengaruhi ikatan sendi dan otot yang mengenai tulang belakang, yang
menyebabkan tulang belakang, tulang rusuk dan tulang panggul bengkok. Banyak penyebab
yang berbeda dari scoliosis. Sebagian besar deformitas skoliosis adalah idiopatik (penyebab
tidak diketahui). Namun yang lain dapat kongenital disertai dengan gangguan atau sindroma
neuromuscular, atau kompensator dari ketidakcocokan panjang kaki atau kelainan intraspinal.
Seringkali seseorang dengan skoliosis telah mengalami kondisi ini sejak masa kanak-kanak,
namun karena skoliosis berkembang sangat cepat, kebanyakan kasus skoliosis tidak
terdiagnosa sampai usia 10-14 tahun. Pada skoliosis, tulang belakang melengkung abnormal
dari sisi ke sisi menyerupai bentuk S, dapat dilihat ketika kelengkungannya semakin parah
dan juga mengakibatkan ketidaknyamanan. Jika kelengkungannya sudah menjadi sangat
parah akhirnya dapat menganggu fungsi pernafasan dan jantung. Juga dapat merusak
persendian tulang belakang serta rasa sakit di masa tua. Kebanyakan pasien dengan skoliosis
diobati tanpa melalui tindakan operasi, walaupun terkadang operasi dibutuhkan. Pengobatan
skoliosis lebih efektif bila penyebab diketahui lebih dini.
II. DEFINISI
Skoliosis adalah kelengkungan tulang belakang di bidang frontal yang abnormal ke
arah samping yang dapat terjadi pada segmen cervical (leher), thoracal (punggung), maupun
lumbal (pinggang). Kurva yang terbentuk mungkin cembung ke kanan (lebih sering pada
kurva level dada) atau ke kiri (lebih umum pada kurva punggung bawah). Tulang belakang
mungkin berputar sekitar sumbunya, merusak bentuk tulang iga. Skoliosis sering
diasosiasikan dengan kifosis dan punggung melengkung.
Secara sederhana, skoliosis terbagi menjadi 2 jenis, yaitu :
1)
Skoliosis Struktural :
Terjadi kelengkungan atau rotasi tulang belakang ke arah samping pada satu sisi dan
Skoliosis Fungsional :
Terjadi kelengkungan namun tidak terfiksasi dan tidak progresif. Skoliosis fungsional
ini adalah skoliosis sekunder terhadap ketidaksesuaian panjang lengan. Skoliosis dapat diukur
dari derajat kelengkungannya. Orang yang menderita skoliosis dengan kelengkungan < 25
diperkirakan hanya akan mengalami asimetri pada arah tulang belakang saja. Pada anak-anak
yang mengalami kelengkungan dengan derajat yang cukup besar maka dapat mengalami
kelengkungan antara 25-40 dan dapat mengalami kelainan bentuk selama masa
pertumbuhannya. Penderita skoliosis dengan kelengkungan sebesar 30 0 pada masa remaja
dapat mengalami kelengkungan yang semakin meningkat hingga mencapai 60 0. Itulah
sebabnya penderita skoliosis harus segera menjalani terapi-terapi pengobatan atau treatment
lainnya yang cukup bermanfaat untuk menghindari prognosa yang buruk
III. EPIDEMIOLOGI
Pada suatu populasi, hampir 2%nya mengalami kelainan tulang belakang, yaitu
skoliosis. Kelainan tulang belakang ini, skoliosis, juga dapat disebabkan secara kongenital.
Jika ada salah satu anggota keluarga mengalami skoliosis, kemungkinan akan terjadinya
skoliosis pada anggota keluarga lain akan semakin besar (sekitar 20%). Dari seluruh kasus
skoliosis yang terjadi, 85% di antaranya berupa skoliosis non reversible, yang penyebabnya
tidak diketahui atau disebut juga dengan skoliosis idiopatik. Skoliosis idiopatik terbagi
dalam empat kelompok, yaitu: jenis infantile yang muncul pada bayi sejak lahir hingga usia 3
tahun, jenis juvenile yang terdapat pada anak usia 3 tahun hingga usia awal pubertas, jenis
adolescent yang terdapat pada remaja usia pubertas hingga akhir pubertas (akhir masa
pertumbuhan), dan jenis adult yang terdapat pada usia di atas 20 tahun. Sekitar 4% dari
seluruh anak-anak usia 10 tahun hingga 14 tahun mengalami skoliosis. Dan 40 % sampai
60% di antaranya ditemukan pada anak perempuan. Pada remaja wanita juga sering terjadi
skoliosis yang menyebabkan nyeri dan radang sendi punggung.
V. PENYEBAB
Skoliosis terlihat sebagai komplikasi dari banyak penyakit neuromuskular. Kelainan
bentuk skoliosis dapat terjadi secara struktural atau fungsional.
Terdapat 3 penyebab terjadinya skoliosis :
1) Congenital (bawaan) :
Biasanya berhubungan dengan suatu kelainan pembentukan tulang belakang atau
tulang rusuk yang menyatu. Skoliosis congenital sekunder terhadap perkembangan
vertebra yang abnormal. Anomali dapat disebabkan oleh kegagalan pembentukan vertebra
parsial. Anomali yang paling lazim dari kategori ini adalah hemivertebra. Malformasi
vertebra juga bisa disebabkan oleh kegagalan segmentasi, yang paling jelas adalah batang
unilateral yang tidak bersegmen. Anomali-anomali vertebra ini dapat menyebabkan
skoliosis struktural nyata sejak kehidupan dini. Batang unilateral yang tidak berseragam,
terutama mempunyai resiko progresivitas lengkung yang cepat. Skoliosis congenital dapat
berhubungan dengan anomali congenital dari sistem organ-organ lain terutama ginjal dan
jantung.
2) Neuromuskuler
Pengendalian otot yang buruk atau kelemahan / kelumpuhan akibat beberapa penyakit
berikut :
a) Cerebral Palsy
b) Distrofi otot
c) Polio
d) Osteoporosis juvenile
V. GAMBARAN ANATOMI
Secara Anatomis, penderita skoliosis menderita berbagai kelainan, seperti :
1. Tulang belakang melengkung secara abnormal ke arah samping.
2. Bahu dan atau pinggul kiri dan kanan tidak sama tingginya.
3. Mengalami nyeri punggung
4. Kelelahan pada tulang belakang setelah duduk atau berdiri lama
Skoliosis yang berat (dengan kelengkungan lebih besar) dapat menyebabkan
gangguan pernafasan. Lokasi terjadinya skoliosis pada umumnya di daerah sekitar rongga
dada atau pada rongga dada hingga daerah pinggang. Kebanyakan pada punggung bagian
atas, tulang belakang membengkok dan pada tulang punggung bagian bawah, tulang belakang
melengkung ke kiri, sehingga bahu kanan tampak lebih tinggi dari bahu kiri. Pinggul kanan
juga mungkin lebih tinggi dari pinggul kiri.
lebih tinggi dari bahu kiri. Pinggul kanan juga mungkin lebih tinggi dari pinggul kiri.
Selain itu pada inspeksi dapat dilihat bila penderita disuruh membungkuk maka akan
terlihat perbedaan secara nyata ketinggian walaupun dalam keadaan tegap bisa dalam
keadaan normal.
C. Palpasi
The Adams Forward Bending test
Pemeriksaan dilakukan dengan melihat pasien dari belakang yaitu dengan
menyuruhnya membungkuk 90 ke depan dengan lengan menjuntai ke bawah dan telapak
tangan berada pada lutut.. Temuan abnormal berupa asimetri ketinggian iga atau otot-otot
paravertebra pada satu sisi, menunjukan rotasi badan yang berkaitan dengan kurvatura
lateral. Skoliosis torakalis kanan akan menunjukkan lengkung konveks ke kiri pada daerah
torak yang merupakan tipe kurva idiopatik yang umum. Deformitas tulang iga dan asimetri
garis pinggang tampak jelas pada kelengkungan 30 atau lebih. Jika pasien dilihat dari
depan asimetri payudara dan dinding dada mungkin terlihat. Tes ini sangat sederhana,
hanya dapat mendeteksi kebengkokannya saja tetapi tidak dapat menentukan secara tepat
kelainan bentuk tulang belakang. Pemeriksaan neurologis (saraf) dilakukan untuk menilai
kekuatan, sensasi atau reflex.
D. Pemeriksaan Penunjang
Test
a. Metode Cobb
Test ini digunakan untuk mengukur sudut kelengkungan dari tulang belakang .
Caranya:
- Mengukur sudut Cobb dengan menggambar garis tegak lurus dari lempeng
ujung
superior dari vertebra paling atas pada lengkungan (mengukur dari puncak T9 )
- Dan garis tegak lurus dari lempeng akhir inferior vertebra paling bawah dari
lengkungan (mengukur dari alas L3 )
- Perpotongan dari kedua garis ini membentuk suatu sudut yang diukur.
Gambar. Alat penyangga Milwaukee untuk meluruskan tulang belakang pada anak yang
Bertumbuh
Penyangga Boston
Suatu penyangga ketiak sempit yang memberikan sokongan lumbal atau torakolumbal
yang rendah. Penyangga ini digunakan selama 16-23 jam sehari sampai skeletalnya matur.
Terapi ini bertujuan untuk mencegah dan memperbaiki deformitas yang tidak dikehendaki
oleh pasien.
Gambar. Alat penyangga Boston dapat digunakan pada skoliosis bagian lumbal atau
torakolumbal.
3. Terapi Stimulasi Otot-Otot Skoliosis
Kunci dari terapi ini adalah rehabilitasi dari otot dan ligamen yang menyangga tulang
belakang. Rehabilitasi otot harus melalui sistem saraf pusat dengan tujuan agar pasien
dapat meningkatkan kekuatan otot sehingga otot dapat menyangga tulang belakang
dengan posisi yang benar tanpa bantuan alat penyangga.
C. Tindakan Pembedahan
Umumnya, jika kelengkungan lebih dari 40 derajat dan pasien skeletalnya imatur,
operasi direkomendasikan. Lengkung dengan sudut besar tersebut, progresivitasnya
meningkat secara bertahap, bahkan pada masa dewasa. Tujuan terapi bedah dari skoliosis
adalah memperbaiki deformitas dan mempertahankan perbaikan tersebut sampai terjadi
fusi vertebra. Beberapa tindakan pembedahan untuk terapi skoliosis antara lain :
1. Penanaman Harrington rods (batangan Harrington)
Batangan Harrington adalah bentuk peralatan spinal yang dipasang melalui
pembedahan yang terdiri dari satu atau sepasang batangan logam untuk meluruskan atau
menstabilkan tulang belakang dengan fiksasi internal. Peralatan yang kaku ini terdiri dari
pengait yang terpasang pada daerah mendatar pada kedua sisi tulang vertebrata yang
letaknya di atas dan di bawah lengkungan tulang belakang. Keuntungan utama dari
penggunaan batangan Harrington adalah dapat mengurangi kelengkungan tulang belakang
ke arah samping (lateral), pemasangannya relatif sederhana dan komplikasinya rendah.
Kerugian utamanya adalah setelah pembedahan memerlukan pemasangan gips yang lama.
Seperti pemasangan pada spinal lainnya , batangan Harrington tidak dapat dipasang pada
penderita osteoporosis yang signifikan.
2.
D.
Larangan
Latihan pernapasan
Yoga
DAFTAR PUSTAKA
David J Dandy MA MD FRCS Essential Othopaedics and Trauma, Second Edition. 1993
Sabiston. Buku Ajar Bedah, 1994. Bagian 2, 392-396
Nelson. Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15. 1996. 2360-2364, 689-692, EGC
Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2; Editor R. Sjamsuhidayat, 832-834, EGC
Sylvia A Price, Lorraine M Wilson . Patofisiologi, Edisi 6, EGC
Sylvia A Price, Lorraine M Wilson. Patofisiologi, Edisi 2 Bagian 2, 391-392, EGC
Gerald B Merenstein, David W Kaplan. Buku Pegangan Pediatri, Edisi 17, 685-687
Priguna Sidharta M D Phd. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum, 211-213, Dian Rakyat