Anda di halaman 1dari 35

GANGGUAN MENTAL ORGANIK DAN

GANGGUAN AKIBAT ZAT PSIKOAKTIF


A. GANGGUAN MENTAL ORGANIK
Gangguan mental organik adalah gangguan mental yang berkaitan
dengan penyakit atau gangguan sistemik atau otak yang dapat didiagnosis
tersendiri. Termasuk ke dalam gangguan mental simtomatik dimana
pengaruh terhadap otak merupakan akibat sekunder dari penyakit atau
gangguan sistemik di luar otak (extracerebral). Gambaran umum yang
dapat tampak seperti:
1. Gangguan fungsi kognitif, misalnya daya ingat (memori), daya pikir
(intellect), dan daya belajar (learning).
2. Gangguan sensorium, misalnya gangguan kesadaran (consciousness),
dan perhatian (attention).
3. Sindrom dengan manifestasi yang menonjol dalam bidang persepsi
(halusinasi), isi pikiran (waham/delusi), dan suasana perasaan dan
emosi (depresi, gembira, cemas).1
Menurut PPDGJ III, klasifikasi gangguan mental organik adalah
sebagai berikut1:
F00. Demensia pada penyakit Alzheimer
F00.0 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan onset dini.
F00.1 Demensia pada penvakit Alzheimer dengan onset lambat.
F00.2 Demensia pada penyakit Alzheimer, tipe tak khas atau tipe
campuran.
F00.9 Demensia pada penyakit Alzheimer Yang tidak tergolongkan (YTT).
F01. Demensia Vaskular
F01.0 Demensia Vaskular onset akut.
F01.1 Demensia multi-infark
F01.2 Demensia Vaskular subkortikal
F01.3 Demensia Vaskular campuran kortikal dan subkortikal
F01.4 Demensia Vaskular lainnya
F01.8 Demensia Vaskular YTT

F02 Demensia pada penyakit lain yang diklasifikasikan di tempat lain


(YDK)
F02.0 Demensia pada penyakit Pick.
F02.1 Demensia pada penyakit Creutzfeldt Jakob.
F02.2 Demensia pada penyakit huntington.
F02.3 Demensia pada penyakit Parkinson.
F02.4 Demensia pada penyakit human immunodeciency virus (HIV)
F02.8 emensia pada penyakit lain yang ditentukan (YDT) dan YDK
F03 Demensia YTT.
Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan demensia pada F00
F03 sebagai berikut:
.X0 Tanpa gejala tambahan.
.X1 Gejala lain, terutama waham.
.X2 Gejala lain, terutama halusinasi
.X3 Gejala lain, terutama depresi
.X4 Gejala campuran lain.
F04

Sindrom amnestik organik bukan akibat alkohol dan zat

psikoaktif lainnya
F05 Delirium bukan akibat alkohol dan psikoaktif lain nya
F05.0 Delirium, tak bertumpang tindih dengan demensia
F05.1 Delirium, bertumpang tindih dengan demensia
F05.8 Delirium lainya.
F05.9 Delirium YTT.
F06 Gangguan mental lainnya akibat kerusakan dan disfungsi otak
dan penyakit fisik.
F06.0 Halusinosis organik.
F06.1 Gangguan katatonik organik.
F06.2 Gangguan waham organik (lir-skizofrenia)
F06.3 Gangguan suasana perasaan (mood, afektif) organik.
F06.3.0 Gangguan manik organik.
F06.3.1 Gangguan bipolar organik.

F06.3.2 Gangguan depresif organik.


F06.3.3 Gangguan afektif organik campuran.
F06.4 Gangguan anxietas organik
F06.5 Gangguan disosiatif organik
F06.6 Gangguan astenik organik
F06.7 Gangguan kognitif ringan.
F06.8 Gangguan mental akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit
fisik lain YDT.
F06.9 Gangguan mental akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit
fisik YTT.
F07 Gangguan keperibadian dan prilaku akibat penyakit, kerusakan
dan fungsi otak
F07.0 Gangguan keperibadian organik
F07.1 Sindrom pasca-ensefalitis
F07.2 Sindrom pasca-kontusio
F07.8 Gangguan kepribadian dan perilaku organik akibat penyakit,
kerusakan dan disfungsi otak lainnya.
F07.9 Gangguan kepribadian dan perilaku organik akibat penyakit,
kerusakan dan disfungsi otak YTT.
F09 Gangguan mental organik atau simtomatik YTT
Menurut DSM IV-TR, klasifikasi gangguan mental organik sebagai
berikut2:
1. Delirium
1.1 Delirium akibat kondisi medis umum.
1.2 Delirium terinduksi zat.
1.3 Delirium akibat etiologi multipel
1.4 Delirium yang tak tergolongkan

2. Demensia.
2.1 Demensia tipe Alzheimer.
2.2 Demensia vaskular.
2.3 Demensia karena kondisi umum.
2.3.1 Demensia karena penyakit HIV.

2.3.2 Demensia karena penyakit trauma kepala.


2.3.3 Demensia karena penyakit Parkinson.
2.3.4 Demensia karena penyakit Huntington.
2.3.5 Demensia karena penyakit Pick
2.3.6 Demensia karena penyakit Creutzfeldt Jakob
2.3.7 Demensia akibat kondisi medis umum lain
2.4 Demensia persisten terinduksi zat
2.5 Demensia akibat etiologi multipel
2.6 Demensia yang tak tergolongkan
3. Gangguan amnestik
3.1 Gangguan amnestik akibat kondisi medis umum.
3.2 Gangguan amnestik persisten terinduksi zat
3.3 Gangguan amnestik yang tak tergolongkan
3.4 Gangguan kognitif yang tak tergolongkan
A.1

Delirium
Definisi delirium menurut Diagnostic Statistical Manual of Mental
Disorder (DSM-IV-TR) adalah sindrom yang memiliki banyak penyebab
dan berhubungan dengan derajat kesadaran serta gangguan kognitif.
Delirium adalah kejadian akut atau subakut neuropsikiatri berupa penurunan
fungsi kognitif dengan gangguan irama sirkardian dan bersifat reversibel.
Delirium menunjuk kepada sindrom otak organik karena gangguan fungsi
atau metabolisme otak secara umum atau karena keracunan yang
menghambat

metabolisme

otak.

Gejala

utama

ialah

kesadaran

menurun.Tanda yang khas adalah penurunan kesadaran dan gangguan


kognitif. Adanya gangguan mood (suasana hati), persepsi dan perilaku
merupakan gejala dari defisit kejiwaan. Tremor, nistagmus, inkoordinasi dan
inkontinensia urin merupakan gejala defisit neurologis. Gejala-gejala lain
ialah penderita tidak mampu mengenal orang dan berkomunikasi dengan
baik, ada yang bingung atau cemas, gelisah dan panik, ada pasien yang
terutama berhalusinasi dan ada yang hanya berbicara komat-kamit dan
inkohoren.4,5
A.1.a Epidemiologi
Delirium merupakan gangguan yang lazim dijumpai. Prevalensi
delirium pada satu titik waktu pada populasi umum adalah 0,4% untuk orang

yang berusia 18 tahun ke atas dan 1,1% pada usia 55 tahun ke atas. Delirium
timbul pada 80% pasien yang mengalami stadium penyakit terminal. Kausa
delirium pasca operasi meliputi stress pembedahan, nyeri pascaoperasi,
insomnia, pengobatan nyeri, ketidakseimbangan elektrolit, infeksi, demam,
dan kehilangan darah.2
Usia lanjut merupakan faktor resiko utama timbulnya delirium.
Sekitar 30-40% pasien rawat inap yang berusia di atas 65 tahun mengalami
satu episode delirium, dan 10-15% usia lanjut lainnya mengalami delirium
saat masuk rumah sakit. Enam puluh persen penghuni panti jompo yang
berusia di atas 75 tahun mengalami episode delirium berulang. Faktor
predisposisi lain timbulnya delirium adalah usia muda (anak), kerusakan
otak

yang

telah

ada

sebelumnya

(contohnya

demensia,

penyakit

serebrovaskular, tumor), riwayat delirium, ketergantungan alkohol, diabetes,


kanker, gangguan sensorik (kebutaan), dan malnutrisi. Adanya delirium
merupakan tanda prognostik yang buruk.2
A.1.b Etiologi
Delirium mempunyai berbagai macam penyebab. Semuanya
mempunyai pola gejala serupa yang berhubungan dengan tingkat kesadaran
dan kognitif pasien. Penyebab utama delirium adalah penyakit system saraf
pusat (sebagai contoh, epilepsi), penyakit sistemik (sebagai contoh, gagal
jantung), dan intoksikasi maupun putus dari agen farmakologis atau toksik.
Penyebab delirium terbanyak terletak di luar sistem pusat, misalnya gagal
ginjal dan hati.2,5
Penyebab Delirium:
-

Penyakit intrakranial
1. Epilepsi atau keadaan pasca kejang
2. Trauma otak (terutama gegar otak)
3. Infeksi (meningitis ensefalitis).
4. Neoplasma.
5. Gangguan vaskular
Penyebab ekstrakranial
1. Obat-obatan (di telan atau putus),

Obat

antikolinergik,

antikonvulsan,

obat

antihipertensi,

obat

antiparkinson. obat antipsikotik, cimetidine, klonidine. Disulfiram,


insulin, opiat, fensiklidine, fenitoin, ranitidin, sedatif (termasuk
alkohol) dan hipnotik, steroid.
2. Racun
Karbon monoksida, logam berat dan racun industri lain.
3. Disfungsi endokrin (hipofungsi atau hiperfungsi)
Hipofisis, pankreas, adrenal, paratiroid, tiroid
4. Penyakit organ nonendokrin.
Hati (ensefalopati hepatik), Ginjal dan saluran kemih (ensefalopati
uremik), Paru-paru (narkosis karbon dioksida, hipoksia), Sistem
kardiovaskular (gagal jantung, aritmia, hipotensi).
5. Penyakit defisiensi (defisiensi tiamin, asam nikotinik, B12 atau asam
folat)
6. Infeksi sistemik dengan demam dan sepsis.
7. Ketidakseimbangan elektrolit dengan penyebab apapun
8. Keadaan pasca operatif
9. Trauma (kepala atau seluruh tubuh)
10. Karbohidrat: hipoglikemi.1,6,7
Jika memeriksa seorang pasien delirium, dokter harus menganggap
bahwa tiap obat yang digunakan oleh pasien mungkin secara kausatif
berhubungan dengan delirium.5
A.1.c Gambaran Klinis
1. Kesadaran (Arousal)
Dua pola umum kelainan kesadaran telah ditemukan pada pasien
dengan delirium. Satu pola ditandai oleh hiperaktivitas

yang

berhubungan dengan peningkatan kesiagaan. Pola lain ditandai oleh


penurunan kesiagaan. Pasien dengan delirium yang berhubungan dengan
putus zat sering kali mempunyai delirium yang hiperaktif, yang juga
dapat disertai dengan tanda otonomik, seperti kemerahan, kulit pucat,
berkeringat, takikardia, pupil berdilatasi, mual muntah dan hipertermia.
Pasien dengan gejala hipoaktif kadang-kadang diklasifikasikan sebagai
depresi, katatonik, atau mengalami demensia. Pasien dengan pola gejala
campuran hipoaktivitas dan hiperaktivitas juga ditemukan dalam klinis.6
2. Orientasi

Terhadap waktu, tempat, dan orang harus diuji pada pasien


dengan delirium. Orientasi terhadap waktu seringkali hilang, bahkan
pada kasus delirium yang ringan. Orientasi terhadap tempat dan
kemampuan untuk mengenali orang lain mungkin juga terganggu pada
kasus yang berat. Pasein delirium jarang kehilangan orientasi terhadap
dirinya sendiri.6
3. Bahasa dan kognisi
Pasien dengan delirium sering kali mempunyai kelainan dalam
bahasa. Kelainan dapat berupa bicara yang ngelantur, tidak relevan, atau
membingungkan

(inkoheren)

dan

gangguan

untuk

mengerti

pembicaraan.6
Fungsi kognitif lainnya yang mungkin terganggu pada pasien
delirium adalah fungsi ingatan dan kognitif umum. Kemampuan untuk
menyusun
terganggu,

mempertahankan,
walaupun

dan

ingatan

mengingat

kenangan

kenangan

yang

jauh

mungkin
mungkin

dipertahankan. Di samping penurunan kognitif yang dramatis, sebagai


suatu gejala ipoaktif delirium yang karakteristik. Pasien delirium juga
mempunyai gangguan kemampuan memecahkan masalah dan mungkin
mempunyai waham yang tidak sistematik, kadang paranoid.6
4. Persepsi
Pasien dengan delirium seringkali mempunyai ketidakmampuan
umum untuk membedakan stimuli sensorik dan untuk mengintegrasikan
persepsi sekarang dengan pengalaman masa lalu mereka, akibatnya
pasien sering kali tertarik oleh stimuli yang yang tidak relevan atau
menjadi teragitasi jika dihadapkan dengan informasi baru. Halusinasi
juga relatif sering pada pasien delirium. Halusinansi yang paling sering
adalah visual dan auditoris, walaupun halusinansi dapat juga taktil atau
olfaktoris. Halusinasi visual dapat terentang dari gambar geometrik
sederhana atau pola berwarna orang yang berbentuk lengkap dengan
pemandangan. Ilusi visual dan auditoris adalah sering pada delirium.6
5. Mood

Pasien dengan delirium juga mempunyai kelainan dalam


pengaturan mood. Gejala yang paling sering adalah kemarahan,
kegusaran, dan rasa takut yang tidak beralasan. Kelainan mood lain yang
sering ditemukan pada pasien delirium adalah apatis, depresi, dan
euforia. Beberapa pasien dengan cepat berpindah di antara emosi
tersebut dalam perjalanan sehari.6
A.1.d Diagnosis
Pedoman diagnostik dalam PPDGJ III :1
-

Gangguan kesadaran dan perhatian

Gangguan kognitif

Gangguan psikomotor

Gangguan siklus tidur-bangun

Gangguan emosional

Onset biasanya cepat, perjalanan penyakit hilang timbul sepanjang


hari, dan keadaan itu berlangsung kurang dari 6 bulan.

Kriteria diagnostik yang untuk delirium karena kondisi medis umum:2


1. Gangguan kesadaran (yaitu, penurunan kejernihan kesadaran terhadap
lingkungan) dengan penurunan kemampuan untuk memusatkan,
mempertahankan, atau mengalihkan perhatian.
2. Gangguan timbul setelah suatu periode waktu yang singkat (biasanya
beberapa jam sampai hari dan cenderung berfluktuasi selama perjalanan
hari.
3. Perubahan kognisi (seperti defisit daya ingat disorientasi, gangguan
bahasa) atau perkembangan gangguan persepsi yang tidak lebih baik
diterangkan demensia yang telah ada sebelumnya, yang telah ditegakkan
atau yang sedang timbul.
4. Terdapat bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau
temuan laboratorium bahwa gangguan adalah disebabkan oleh akibat
fisiologis langsung dan kondisi medis umum.

A.1.e Pemeriksaan fisik dan Labolatorium


Delirium biasanya didiagnosis pada sisi tempat tidur dan ditandai
oleh onset gejala yang tiba-tiba. Penggunaan status pemeriksaan mental
bedside seperti-Mini Mental State Examination (MMSE) pemeriksaan fisik
sering kali mengungkapkan petunjuk adanya penyebab delirium. Adanya
penyakit

fisik

yang

diketahui

atau

riwayat

trauma

kepala

atau

ketergantungan alkohol atau zat lain meningkatkan kemungkinan diagnosis.


2,6

Pemeriksaan laboratorium untuk seorang pasien dengan delirium


harus

termasuk

tes-tes

standar

dan

pemeriksaan

tambahan

yang

diindikasikan oleh situasi klinis. EEG pada delirium secara karakteristik


menunjukkan perlambatan umum pada aktivitas dan dapat berguna dalam
membedakan delirium dari depresi atau psikosis. EEG dari seorang pasien
yang delirium sering kali menunjukkan daerah fokal hiperaktivitas. Pada
kasus yang jarang, mungkin sulit membedakan delirium yang berhubungan
dengan epilepsi dari delirium yang berhubungan dengan penyebab lain.2,6
A.1.f Diagnosis Banding

Demensia
Penting untuk membedakan delirium dari demensia, dan
sejumlah gambaan klinis membantu membedakannya. Berbeda dengan
onset delirium yang tiba-tiba, onset demensia biasanya perlahan.
Walaupun kedua kondisi

melibatkan gangguan kognitif, perubahan

demensia adalah lebih stabil dengan berjalannya waktu dan tidak


berfluktuasi selama perjalanan sehari. Kadang-kadang delirium terjadi
pada pesien yang menderita demensia, suatu keadaan yang dikenal
sebagai pengaburan demensia (beclouded dementia). Suatu diagnosis
delirium dapat dibuat jika terdapat riwayat definitif tentang demensia
yang ada sebelumnya.2,6

Skizofrenia atau Depresi

Delirium juga harus dibedakan dengan skizofrenia dan gangguan


depresif. Pasien dengan gangguan buatan mungkin berusaha untuk
menstimulasi gejala delirium. Pasien dengan gejala hipoaktif dari
delirium mungkin tampak agak mirip dengan pasien yang depresi berat
tapi dapat dibedakan atas dasar EEG. Beberapa pasien dengan gangguan
psikotik, biasanya skizofrenia atau episode manik, mungkin mengalami
periode perilaku sangat kacau yang sulit diedakan dari derilium. Namun,
umumnya halusinasi dan waham pada pasien skizofrenia lebih konstan
dan lebih teratur disbanding pada pasien delirium. Pasien skizofrenia
biasanya tidak mengalami perubahan tingkat kesadaran atau orientasi.
A.1.f Terapi
Tujuan utama adalah untuk mengobati gangguan dasar yang
menyebabkan delirium. Jika kondisinya adalah toksisitas antikolinergik,
penggunaan physostigmine salicylate (Antrilirium) 1-2 mg intravena (IV)
atau intramuscular (IM) dengan dosis ulang dalam 15 sampai 30 menit,
dapat diindikasikan. Tujuan pengobatan yang penting lainnya adalah
memberikan bantuan fisik, sensorik, dan lingkungan. Bantuan fisik adalah
diperlukan sehingga pasien delirium tidak masuk ke dalam situasi dimana
mereka mungkin mengalami kecelakaan. Pasien dengan delirium tidak boleh
dalam lingkungan tanpa stimulasi sensorik atau dengan stimulasi yang
berlebihan. Delirium kadang dapat terjadi pada pasien lanjut usia dengan
penutup mata setelah pembedahan katarak. (black-patch delirium).2,6
Prinsip terapi pada pasien dengan delirium yaitu mengobati gejalagejala klinis yang timbul (medikasi) dan melakukan intervensi personal dan
lingkungan terhadap pasien agar timbul fungsi kognitif yang optimal.3
Intervensi personal dan lingkungan terhadap pasien delirium juga sangat
berguna untuk membina hubungan yang erat terhadap pasien dengan
lingkungan sekitar untuk dapat berinteraksi serta dapat mempermudah
pasien untuk melakukan ADL (activity of daily living) sendirinya tanpa
tergantung orang lain.2,6

10

Dua gejala utama dari delirium yang mungkin memerlukan


pengobatan farmakologis adalah psikosis dan insomnia. Obat yang terpilih
dari psikosis misalnya haloperidol, suatu obat antipsikotik golongan
butyrophenone atau olanzapine (golongan dibenzodiazepin), risperidon
(benzisoxazole). Tergantung pada usia, berat badan, dan kondisi fisik pasien,
dosis awal antara 2-10 mg IM, dapat diulang dalam satu jam jika pasien
tetap teragitasi. Segera setelah pasien tenang, medikasi oral dapat dimulai.
Dua dosis oral harian harus mencukupi, dengan dua pertiga dosis diberikan
sebelum tidur. Untuk mencapai efek terapeutik yang sama, dosis oral harus
kira-kira 1,5 kali lebih tinggi dari dosis parenteral. Dosis harian efektif total
dari haloperidol mungkin terentang dari 5 sampai 50 mg untuk sebagian
besar pasien delirium. Golongan phenothiazine harus dihindari pada pasien
delirium, karena obat tersebut disertai dengan aktivitas antikolinergik yang
bermakna. Insomnia paling baik diobati dengan golongan benzodiazepine
dengan waktu paruh pendek atau dengan hydroxyzine 25 sampai 100 mg.
Golongan benzodiazepine dengan waktu paruh panjang dan barbiturate
harus dihindari kecuali obat tersebut telah digunakan sebagai bagian dari
pengobatan untuk gangguan dasar.2
A.1.g Prognosis
Setelah identifikasi dilakukan dan faktor kausatif dihilangkan, gejala
delirium biasanya akan surut dalam 3 7 hari meski beberapa gejala akan
memakan waktu hingga 2 minggu sebelum benar-benar menghilang.
Semakin lanjut usia pasien, dan semakin lama pasien mengalami delirium,
semakin lama waktu yang diperlukan bagi delirium untuk mereda.
A.2 Demensia
Demensia merupakan suatu gangguan mental organik yang biasanya
diakibatkan oleh proses degeneratif yang progresif yang mengenai fungsi
kognitif. Demensia merupakan sindroma yang ditandai oleh berbagai
gangguan fungsi kognitif (biasanya tanpa gangguan kesadaran) yang
mempengaruhi kepribadian pasien. Fungsi kognitif yang dapat dipengaruhi

11

pada demensia adalah inteligensia umum, belajar dan ingatan, bahasa,


memecahkan masalah, orientasi, persepsi, perhatian, dan konsentrasi,
pertimbangan, dan kemampuan sosial.6,8
A.2.a Epidemiologi
Demensia sebenarnya adalah penyakit penuaan. Di antara orang
Amerika yang berusia 65 tahun, kira-kira 5% menderita demensia berat, dan
15% menderita demensia ringan. Di antara orang Amerika yang berusia 80
tahun, kira-kira 20% menderita demensia berat. Dari semua pasien dengan
demensia, 5060% menderita demensia tipe Alzheimer, yang merupakan
tipe demensia yang paling sering. Kira-kira 5% dari semua orang yang
mencapai usia 65 tahun menderita demensia tipe Alzheimer, dibanding
dengan 1525% dari semua orang yang berusia 85 tahun atau lebih.6
Tipe demensia yang paling sering kedua adalah demensia vaskuler,
yang berjumlah kira-kira 1530% dari semua kasus demensia. Demensia
vaskuler paling sering ditemukan pada orang yang berusia antara 6070
tahun dan lebih sering pada laki-laki dibanding wanita. Hipertensi
merupakan predisposisi seseorang terhadap penyakit. Kira-kira 10 sampai 15
persen pasien menderita demensia vascular dan demensia tipe Alzheimer
yang terjadi bersama-sama. Masing-masing 15% kasus adalah demensia
yang berhubungan dengan trauma kepala, berhubungan dengan alkohol, dan
berbagai demensia yang berhubungan dengan pergerakan (misalnya
penyakit Huntington dan penyakit parkinson).6
A.2.b Etiologi
Demensia dapat disebabkan oleh penyakit alzheimer dengan
kemungkinan 60%, dapat juga disebabkan karena gangguan neurologis
(seperti chorea huntington, parkinsonism, multiple sklerosis), gangguan
toksik metabolik (anemia pernisiosa, defisiensi asam folat, hipotiroidime,
intoksikasi bromida), trauma (cedera kepala), dan obat toksin (termasuk
12

demensia alkoholik kronis). Demensia yang masih mungkin disembuhkan


(reversible) adalah yang disebabkan oleh gangguan kelebihan atau
kekurangan hormon tiroid, dan vitamin B12.8
A.2.c Gambaran Klinik
Pasien penderita demensia menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut2,6 :
a. Gangguan Daya Ingat
Gangguan ingatan biasanya merupakan ciri yang awal dan
menonjol pada demensia, khususnya pada demensia yang mengenai
korteks, seperti demensia tipe Alzheimer. Pada awal perjalanan
demensia, gangguan daya ingat terjadi secara ringan dan paling jelas
untuk peristiwa yang baru terjadi. Selama perjalanan penyakit demensia,
pasien terganggu dalam orientasi terhadap orang, waktu, maupun tempat.
Sebagai contoh, pasien dengan demensia mungkin lupa bagaimana
kembali ke ruangannya setelah pergi ke kamar mandi. Tetapi, pasien
tidak menunjukkan gangguan pada tingkat kesadaran.

b. Gangguan Bahasa
Proses demensia dapat mempengaruhi kemampuan berbahasa
pasien. Kesulitan berbahasa ditandai oleh cara berkata yang samarsamar, stereotipik tidak tepat, atau berputar-putar.
c. Perubahan Kepribadian
Perubahan kepribadian merupakan gambaran yang paling
mengganggu bagi keluarga pasien, hal ini dikarenakan pasien demensia
mempunyai waham paranoid. Gangguan yang terjadi pada lobus frontal
dan temporal dimungkinan menjadi penyebab perubahan kepribadian
pasien. Pasien jadi lebih mudah marah dan emosinya meledak-ledak.
Pasien demensia juga menunjukkan tertawa atau menangis yang
patologis yaitu, emosi yang ekstrim tanpa penyebab yang terlihat.

13

d. Psikosis
Diperkirakan 20-30% pasien demensia tipe Alzheimer mengalami
halusinasi, dan 30-40% mengalami waham, terutama dengan sifat
paranoid.
A.2.d Diagnosis
Pedoman diagnostik dalam PPDGJ III:
-

Adanya penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir, yang sampai
mengganggu kegiatan

harian seseorang seperti mandi, makan,

berpakaian kebersihan diri, buang air kecil dan buang air besar.
-

Tidak ada gangguan kesadaran (clear conciousness)

Gejala dan disabilitas sudah nyata untuk paling sedikit 6 bulan

A.2.e Diagnosis Banding


a. Delirium
Perbedaan antara delirium dan demensia lebih sulit dilakukan.
Secara umum, delirium di bedakan dengan onset yang cepat, durasi yang
singkat, kerusakan fungsi kognitif yang fluktuatif dalam keseharian,
gangguan pola tidur, gangguan pada atensi dan persepsi.

b. Penuaan normal
Penuaan tidak selalu disertai dengan penurunan fungsi kognitif,
tetapi masalah minor dari memori sudah biasa terjadi dalam penuaan. Hal
ini tidak secara signifikan mengganggu pekerjaan dan kehidupan sosial
pada penuaan.
A.2.f Terapi
Pendekatan pengobatan pada pasien demensia secara umum adalah
memberikan pelayanan medis suportif, dukungan emosional untuk pasien
dan keluarga, serta terapi farmakologis untuk gejala spesifik, termasuk
perilaku yang mengganggu. Klinisi dapat meresepkan benzodiazepin
14

untukinsomnia dan ansietas, antidepresan untuk depresi, dan obat


antipsikotik untuk waham dan halusinasi, namun mereka harus waspada
akan kemungknan efek idiosinkrasi obat pada lansia.
A.2.g Prognosis
Perjalanan penyakit demensia yang klasik adalah onset pada pasien
berusia 50-an atau 60-an tahun, dengan perburukan bertahap selama 5 10
tahun, yang akhirnya berujungpada kematian. Rata-rata ekspektasi angka
harapan hidup pada pasien dengan demensia tipe Alzheimer adalah sekitar 8
tahun dengan kisaran 1 20 tahun. Penderita demensia dengan onset dini
atau adanya riwayat keluarga demensia cenderung mengalami perjalanan
penyakit yang cepat.
A.3 Gangguan Amnestik
Gangguan amnestik adalah terganggunya kemampuan mempelajari
dan mengingat informasi baru secara didapat, disertai ketidakmampuan
mengingat pengetahuan yang telah dipelajari sebelumnya atau peristiwa
masa lalu. Gangguan semacam ini bila sudah berat dapat mempengaruhi
fungsi personal, sosial dan okupasial.

A.3.a Epidemiologi
Tidak ada data pasti mengenai gangguan amnestik ini, beberapa
penelitian melaporkan adanya insidensi atau prevelensi gangguan ingatan
pada penggunaan alkohol dan cedera kepala.2,6
A.3.b Etiologi
1.
2.
3.
4.

Kondisi medis sistemik


Defisiensi tiamin, hipoglikemia
Kondisi otak primer
Kejang, trauma kepala, tumor serebral, penyakit serbrovaskular,
prosedur bedah pada otak, ensefalitis, hipoksia, amnesia global transien,

terapi elektrokonvulsif, sclerosis multiple.


5. Penyebab berhubungan dengan zat
15

6. Gangguan penggunaan alcohol, neurotoksin, benzodiazepine 2,6


A.3.c Diagnostik
Berikut table diagnosis berdasarkan DSM-IV9
1. Perkembangan gangguan daya ingat seperti yang dimanifestasikan oleh
gangguan

kemampuan untuk

mempelajari informasi baru atau

ketidakmampuan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari


sebelumnya.
2. Gangguan daya ingat menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi
sosial atau pekerjaan dan merupakan penurunan bermakna dari tingkat
fungsi sebelumnya
3. Gangguan daya ingat tidak terjadi semata-mata selama perjalanan suatu
delirium atau suatu demensia
4. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan
laboratorium bahwa gangguan adalah akibat fisiologis langsung dari
kondisi medis umum termasuk trauma fisik.

A.3.d Diagnosis Banding


1. Demensia dan Delirium
Gangguan daya ingat sering ditemukan pada pasien demensia tetapi
disertai dengan defisit kognitif lainnya. Gangguan daya ingat juga sering
ditemukan pada delirium tetapi tejadi pada keadaan gangguan atensi dan
kesadaran terganggu.2,6
2. Penuaan normal
Beberapa gangguan ringan pada daya ingat dapat menyetai penuaan
nomal. DSM-IV mengharuskan bahwa gangguan bermakna pada fungsi
social dan pekerjaan harus menyingkirkan pasien yang mengalami
penuaan nomal dari diagnosis. 2,6
3. Gangguan Disosiatif

16

Gangguan disosiatif kadang-kadang sulit dibedakan dari gangguan


amnestik. Tetapi pasien dengan gangguan disosiatif adalah lebih
mungkin mengalami kehilangan orientasi pada dirinya sendiri dan
mungkin menderita defisit daya ingat yang lebih selektif dibandingkan
pasien dengan gangguan amnestik. Gangguan disosiatif juga sering
disertai

dengan

peristiwa

kehidupan

yang

secara

emosional

menyebabkan stress yang melibatkan uang, sistem hukum, atau


hubungan yang terganggu. 2,6
4. Gangguan buatan
Pasien dengan gangguan buatan

yang menyerupai suatu gangguan

amnestik sering kali mempunyai hasil tes daya ingat yang tidak
konsisten dan tidak mempunyai bukti-bukti suatu penyebab yang dapat
diidentifikasi. 2,6
A.3.e Prognosis
Penyebab spesifik gangguan amnestik menentukan perjalanan dan
prognosisnya bagi pasien. Gangguan amnestik sementara dengan pemulihan
sempurna sering pada epilepsi lobus temporalis, ECT, penggunaan obat
tertentu seperti benzodiazepine dan barbiturate dan resusitasi jantung paru.
Sindrom amnestik permanen dapat terjadi setelah trauma kepala, keracunan
monoksida, infarks serebral, perdarahan subarachnoid, dan ensefalitis herpes
simpleks. 2,6
A.3.f Terapi
Pendekatan utama adalah mengobati penyebab dasar dari gangguan
amnestik. Setelah resolusi episode amnestik, suatu jenis psikoterapi dapat
membantu pasien menerima pengalaman ke dalam kehidupannya. Intervensi
psikodinamika mungkin mempunyai nilai yang baik bagi pasien yang
menderita gangguan amnestik yang disebabkan oleh kerusakan pada otak.
Sebagian besar pasien yang amnestik akibat cedera otak terlibat
dalam penyangkalan. Untuk itu diperlukan empati dan pendekatan yagn
sensitive kepada pasien. Selain itu diperlukan juga suatu pemeriksaan

17

gangguan kepribadian sebelumnya, dimana ciri kepribadian tersebut dapat


menjadi bagian penting dari psikoterapi psikodinamika.

B. GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENGGUNAAN


ZAT PSIKOAKTIF
Gangguan penggunaan zat adalah suatu gangguan jiwa berupa
penyimpangan perilaku yang berhubungan dengan pemakaian zat yang
dapat mempengaruhi sususan saraf pusat secara kurang lebih teratur
sehingga menimbulkan gangguan fungsi sosial.15
Klasifikasi gangguan penggunaan zat dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu:
1. Penyalahgunaan zat
Merupakan suatu pola penggunaan zat yang bersifat patologik,
paling sedikit satu bulan lamanya, sehingga menimbulkan gangguan
fungsi sosial atau okupasional. Pola penggunaan zat yang bersifat
patologik dapat berupa intoksikasi sepanjang hari, terus menggunakan zat

18

tersebut walaupun penderita mengetahui dirinya sedang menderita sakit


fisik berat akibat zat tersebut, atau adanya kenyataan bahwa ia tidak dapat
berfungsi dengan baik tanpa menggunakan zat tersebut. Gangguan yang
dapat terjadi adalah gangguaan fungsi sosial yang berupa ketidakmampuan
memenuhi kewajiban terhadap keluarga atau kawan-kawannya karena
perilakunya yang tidak wajar, impulsif, atau karena ekspresi perasaan
agresif yang tidak wajar. Dapat pula berupa pelanggaran lalu lintas dan
kecelakaan lalu lintas akibat intoksikasi, serta perbuatan kriminal lainnya
karena motivasi memperoleh uang
2. Ketergantungan zat
Merupakan suatu bentuk gangguan penggunaan zat yang pada
umunya lebih berat. Terdapat ketergantungan fisik yang ditandai dengan
adanya toleransi atau sindroma putus zat.16
Identifikasi dari zat psikoaktif yang digunakan dapat dilakukan
berdasarkan :
1.
2.
3.

Data laporan individu


Analisis objektif dari spesimen urin, darah, dan sebagainya
Bukti lain(adanya sampel obat yang ditemukan pada pasein, tanda dan
gejala klinis, atau dari laporan pihak ketiga)
Selalu dianjurkan untuk mencari bukti yang menguatkan lebih dari
satu sumber, yang berkaitan dengan penggunaan zat. Analisis objektif
memberikan bukti yang paling dapat diandalkan perihal adanya
pengguanaan akhir-akhir ini. Banyak pengguna menggunakan lebih dari
satu jenis obat namun bila mungkin diagnosis gangguan

harus

diklasifikasikan sesuai dengan zat tunggal yang paling penting yang


digunakannya. (DepKes, 1993)

Faktor Penyebab

19

Penyebab penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif


(NAPZA) sangat kompleks akibat interaksi antara faktor yang terkait dengan
individu, faktor lingkungan dan faktor tersedianya zat (NAPZA). Tidak terdapat
adanya penyebab tunggal (single cause) Faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya penyalagunaan NAPZA adalah sebagian berikut:15
1. Faktor Individu
Kebanyakan penyalahgunaan NAPZA dimulai atau terdapat pada masa
remaja, sebab remaja yang sedang mengalami perubahan biologik, psikologik
maupun sosial yang pesat merupakan individu yang rentan untuk
menyalahgunakan NAPZA. Anak atau remaja dengan ciri-ciri tertentu
mempunyai risiko lebih besar untuk menjadi penyalahguna NAPZA. Ciri-ciri
tersebut antara lain :
-

Cenderung membrontak dan menolak otoritas


Cenderung memiliki gangguan jiwa lain (komorbiditas) seperti Depresi,

Cemas, Psikotik, keperibadian dissosial


Perilaku menyimpang dari aturan atau norma yang berlaku
Rasa kurang percaya diri (low selw-confidence), rendah diri dan

memiliki citra diri negatif (low self-esteem)


Sifat mudah kecewa, cenderung agresif dan destruktif
Mudah murung, pemalu, pendiam
Mudah merasa bosan dan jenuh
Keingintahuan yang besar untuk mencoba atau penasaran
Keinginan untuk bersenang-senang (just for fun)
Keinginan untuk mengikuti mode,karena dianggap sebagai lambang

keperkasaan dan kehidupan modern.


Keinginan untuk diterima dalam pergaulan.
Identitas diri yang kabur, sehingga merasa diri kurang jantan
Tidak siap mental untuk menghadapi tekanan pergaulan sehingga sulit

mengambil keputusan untuk menolak tawaran NAPZA dengan tegas


Kemampuan komunikasi rendah
Melarikan diri sesuatu (kebosanan,kegagalan, kekecewaan,ketidak

mampuan, kesepianan kegetiran hidup,malu dan lain-lain)


Putus sekolah
Kurang menghayati iman kepercayaannya
Faktor kepribadian seseorang cenderung mempengaruhi apakah ia

akan tergantung pada suatu obat atau tidak. Orang yang merasa mantap serta

20

mempunyai

sifat

tergantung

dan

pasif

lebih

cenderung

menjadi

ketergantungan pada obat.5


2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan meliputi faktor keluarga dan lingkungan pergaulan
baik disekitar rumah, sekolah, teman sebaya maupun masyarakat.5 Faktor
keluarga,terutama faktor orang tua yang ikut menjadi penyebab seorang anak
atau remaja menjadi penyalahguna NAPZA antara lain adalah :
a. Lingkungan Keluarga
-

Kominikasi orang tua-anak kurang baik/efektif


Hubungan dalam keluarga kurang harmonis/disfungsi dalam keluarga
Orang tua bercerai,berselingkuh atau kawin lagi
Orang tua terlalu sibuk atau tidak acuh
Orang tua otoriter atau serba melarang
Orang tua yang serba membolehkan (permisif)
Kurangnya orang yang dapat dijadikan model atau teladan
Orang tua kurang peduli dan tidak tahu dengan masalah NAPZA
Tata tertib atau disiplin keluarga yang selalu berubah (kurang konsisten)
Kurangnya kehidupan beragama atau menjalankan ibadah dalam

keluarga
Orang tua atau anggota keluarga yang menjadi penyalahduna NAPZA

b. Lingkungan Sekolah
-

Sekolah yang kurang disiplin


Sekolah yang terletak dekat tempat hiburan dan penjual NAPZA
Sekolah yang kurang memberi kesempatan pada siswa untuk

mengembangkan diri secara kreatif dan positif


Adanya murid pengguna NAPZA

c. Lingkungan Teman Sebaya


-

Berteman dengan penyalahguna


Tekanan atau ancaman teman kelompok atau pengedar

d. Lingkungan masyarakat/sosial
-

Lemahnya penegakan hukum


Situasi politik, sosial dan ekonomi yang kurang mendukung

3. Faktor NAPZA
- Mudahnya NAPZA didapat dimana-mana dengan harga terjangkau

21

Banyaknya iklan minuman beralkohol dan rokok yang menarik untuk

dicoba
Khasiat farakologik NAPZA yang menenangkan, menghilangkan
nyeri,menidur-kan, membuat euforia/fly/stone/high/teler dan lain-lain.

Jenis NAPZA yang Disalahgunakan


Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. (menurut Undang-Undang RI
Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika). NARKOTIKA dibedakan ke dalam
golongan-golongan berikut :
a) Narkotika Golongan I :
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan, dan
tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan
ketergantungan, (Contoh : heroin/putauw, kokain, ganja).
b) Narkotika Golongan II :
Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir
dan dapat digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan (Contoh :
morfin,petidin)
c) Narkotika Golongan III :
Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi
atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan ketergantungan (Contoh : kodein)
Narkotika yang sering disalahgunakan adalah Narkotika Golongan I : (1)
Opiat : morfin, herion (putauw), petidin, candu, dan lain-lain (2) Ganja atau

22

kanabis, marihuana, hashis (3) Kokain, yaitu serbuk kokain, pasta kokain, daun
koka.
Psikotropika
Menurut Undang-undang RI No.5 tahun 1997 tentang Psikotropik. Yang
dimaksud dengan psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis
bukan Narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku.
Zat Adiktif Lain
Zat adiktif yang dimaksud disini adalah bahan/zat yang berpengaruh
psikoaktif diluar Narkotika dan Psikotropika, meliputi :
a. Minuman berakohol, Mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh
menekan susunan syaraf pusat,dan sering menjadi bagian dari kehidupan
manusia sehari-hari dalam kebudayaan tertentu. Jika digunakan sebagai
campuran dengan narkotika atau psikotropika, memperkuat pengaruh obat/zat
itu dalam tubuh manusia.
Ada 3 golongan minuman berakohol, yaitu :
-

Golongan A : kadar etanol 1-5%, (Bir)


Golongan B : kadar etanol 5-20%, (Berbagai jenis minuman anggur)
Golongan C : kadar etanol 20-45 %, (Whiskey, Vodca, TKW, Manson

House,Johny Walker, Kamput)


b. Inhalansia (gas yang dihirup) dan solven (zat pelarut) mudah menguap berupa
senyawa organik, yang terdapat pada berbagai barang keperluan rumah
tangga, kantor dan sebagai pelumas mesin. Yang sering disalah gunakan,
antara lain : Lem, thinner, penghapus cat kuku, bensin.
c. Tembakau : Pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas di
masyarakat. Pada upaya penanggulangan NAPZA di masyarakat, pemakaian
rokok dan alkohol terutama pada remaja, harus menjadi bagian dari upaya
pencegahan, karena rokok dan alkohol sering menjadi pintu masuk
penyalahgunaan NAPZA lain yang lebih berbahaya.

23

Bahan/ obat/zat yang disalahgunakan dapat juga diklasifikasikan sebagai berikut :


-

Sama sekali dilarang : Narkotika golongan I dan Psikotropika Golongan I.


Penggunaan dengan resep dokter : amfetamin, sedatif hipnotika.
Diperjual belikan secara bebas : lem, thinner dan lain-lain.
Ada batas umur dalam penggunannya : alkohol, rokok.

Berdasarkan efeknya terhadap perilaku yang ditimbulkan NAPZA dapat


digolongkan menjadi tiga golongan :
1. Golongan Depresan (Downer)
Adalah jenis NAPZA yang berfungsi mengurangi aktifitas fungsional tubuh.
Jenis ini membuat pemakaiannya merasa tenang, pendiam dan bahkan
membuatnya tertidur dan tidak sadarkan diri. Golongan ini termasuk Opioida
(morfin, heroin/putauw, kodein), Sedatif (penenang), hipnotik (otot tidur), dan
tranquilizer (anti cemas) dan lain-lain.
2. Golongan Stimulan (Upper)
Adalah jenis NAPZA yang dapat merangsang fungsi tubuh dan
meningkatkan kegairahan kerja. Jenis ini membuat pemakainya menjadi aktif,
segar dan bersemangat. Zat yang termasuk golongan ini adalah : Amfetamin
(shabu,esktasi), Kafein, Kokain
3. Golongan Halusinogen
Adalah jenis NAPZA yang dapat menimbulkan efek halusinasi yang bersifat
merubah perasaan dan pikiran dan seringkali menciptakan daya pandang yang
berbeda sehingga seluruh perasaan dapat terganggu. Golongan ini tidak digunakan
dalam terapi medis. Golongan ini termasuk : Kanabis (ganja), LSD, Mescalin.

Macam-macam bahan Narkotika dan Psikotropika yang terdapat di


masyarakat serta akibat pemakaiannya :
a) Opioida

24

Opioida dibagi dalam tiga golongan besar yaitu :


-

Opioida alamiah (opiat): morfin, opium, kodein


Opioida semi sintetik : heroin/putauw, hidromorfin
Opioida sintetik : meperidin, propoksipen, metadon
Nama lainnya adalah putauw, putaw, black heroin, brown sugar. Heroin yang

murni berbentuk bubuk putih, sedangkan heroin yang tidak murni berwarna putih
keabuan. Golongan ini dihasilkan dari cairan getah opium poppy yang diolah
menjadi morfin kemudian dengan proses tertentu menghasil putauw, dimana
putauw mempunyai kekuatan 10 kali melebihi morfin. Opioid sintetik yang
mempunyai kekuatan 400 kali lebih kuat dari morfin.6
Opiat atau opioid biasanya digunakan dokter untuk menghilangkan rasa
sakit yang sangat (analgetika kuat). Berupa pethidin, methadon, Talwin, kodein
dan lain-lain. Reaksi dari pemakaian ini sangat cepat yang kemudian timbul rasa
ingin menyendiri untuk menikmati efek rasanya dan pada taraf kecanduan
sipemakai akan kehilangan rasa percaya diri hingga tak mempunyai keinginan
untuk bersosialisasi. Mereka mulai membentuk dunia mereka sendiri. Mereka
merasa bahwa lingkungannya adalah musuh. Mulai sering melakukan manipulasi
dan akhirnya menderita kesulitan keuangan yang mengakibatkan mereka
melakukan pencurian atau tindak kriminal lainnya.6
Kriteria diagnosis intoksikasi opioid:
- Pemakaian opioid yang belum lama
- Perilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang bermakna secara
klinis (misalnya euforia awal diikuti oleh apati, disforia, agitasi, atau
retardasi psikomotor, gangguan pertimbangan, atau gangguan fungsi
sosial atau pekerjaan) yang berkembang selama, atau segera setelah
-

pemakaian opioid
Konstriksi pupil (atau dilatasi pupil karena anoksia akibat overdosis
berat) dan satu (atau lebih) tanda berikut, yang berkembang selama, atau
segera setelah, pemakaian opioid:
o Mengantuk atau koma
o Bicara cadel
o Gangguan atensi atau daya ingat

25

Gejala bukan karena kondisi medis umum dan tidak lebih baik
diterangkan oleh gangguan mental lain

Kriteria diagnosis untuk putus opioid:


-

Salah satu berikut ini:


o Penghentian (atau penurunan) pemakaian opioid yang telah lama dan

berat (beberapa minggu atau lebih)


o Pemberian antagonis opioid setelah suatu periode pemakaian opioid
Tiga (atau lebih) berikut ini, yang berkembang dalam beberapa menit

sampai beberapa hari setelah kriteria a:


o Mood disforik
o Mual atau muntah
o Nyeri otot
o Lakrimasi atau rinorrhea
o Dilatasi pupil, piloereksi, atau berkeringat
o Diare
o Menguap
o Demam
o Insomnia
Gejala dalam kriteria b menyebabkan penderitaan yang bermakna secara
klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting

lain.
Gejala bukan karena kondisi medis umum dan tidak lebih baik
diterangkan oleh gangguan mental lain
Sindrom putus morfin dan heroin dimulai dalam 6-8 jam setelah dosis

terakhir, biasanya setelah suatu periode 1-2 minggu pemakaian kontinu atau
pemberian antagonis narkotik. Sindrom putus zat mencapai puncak intensitasnya
selama hari ke 2 atau 3 dan menghilang selama 7-10 hari setelahnya.
Sindrom putus zat meperidine dimulai dengan cepat, mencapai puncak
dalam 8-12 jam, dan selesai dalam 4-5 hari. Putus metadon biasanya dimulai 1-3
hari setelah dosis terakhir dan selesai dalam 10-14 hari.
Pengobatan dengan metadon, narkotik sintetik yang menggantikan heroin
dan dapat digunakan peroral (20-80 mg sehari). Untuk menggantikan zat yang
biasa disalahgunakan dan menekan gejala putus obat. Pasien juga perlu
didetoksifikasi dari metadon yang juga menimbulkan ketergantungan, dengan
clonidine ),1-0,3 mg 3-4 kali sehari. Juga terdapat Levo-acethylmethadol, dan

26

buprenorphine. Antagonis opiate menghambat atau mengantagonis efek opiate dan


opioid. Contohnya naloxon dan naltrexon. Juga diperlukan psikoterapi dan
komunitas terapeutik.
b) Kokain
Kokain mempunyai dua bentuk yaitu : kokain hidroklorid dan free base.
Kokain berupa kristal putih. Rasa sedikit pahit dan lebih mudah larut dari free
base. Free base tidak berwarna/putih, tidak berbau dan rasanya pahit. Nama
jalanan dari kokain adalah koka, coke, happy dust, charlie, srepet, snow salju,
putih. Biasanya dalam bentuk bubuk putih.15
Cara pemakaiannya dengan membagi setumpuk kokain menjadi beberapa
bagian berbaris lurus diatas permukaan kaca atau benda-benda yang mempunyai
permukaan datar kemudian dihirup dengan menggunakan penyedot seperti
sedotan. Atau dengan cara dibakar bersama tembakau yang sering disebut
cocopuff. Ada juga yang melalui suatu proses menjadi bentuk padat untuk dihirup
asapnya yang populer disebut freebasing. Penggunaan dengan cara dihirup akan
berisiko kering dan luka pada sekitar lubang hidung bagian dalam. Efek rasa dari
pemakaian kokain ini membuat pemakai merasa segar, kehilangan nafsu makan,
menambah rasa percaya diri, juga dapat menghilangkan rasa sakit dan lelah.15
Kokain digunakan karena secara karakteristik kokain menyebabkan elasi,
euforia, peningkatan harga diri, dan perasaan perbaikan pada tugas mental dan
fisik. Pada kokain dosis tinggi, gejala intoksikasi adalah agitasi, iritabilitas,
gangguan pertimbangan, perilaku seksual yang impulsif dan kemungkinan
berbahaya, agresi, dan peningkatan aktivitas psikomotor berlebihan, dan
kemungkinan gejala mania. Gejala fisik penyerta seperti takikaardi, hipertensi,
dan midriasis.
Suatu depresi pasca intoksikasi ditandai oleh disforia, anhedonia,
kecemasan, iritabilitas, kelelahan, hipersomnolensi, dan kadang-kadang agitasi.
Pada pemakaian kokain ringan-sedang, gejala putus kokain menghilang dalam 18
jam. Pada pemakaian berat, dapat berlangsung sampai satu minggu. Juga dapat
disertai gagasan bunuh diri. Orang yang putus kokain sering berusaha mengatasi
sendiri gejalanya dengan alkohol, sedatif, hipnotik, atau antiansietas.

27

Strategi farmakologis antara lain agonis dopamine dan obat trisiklik. Agonis
dopaminergik yang paling sering digunakan adalah amantadine (100 mg dua kali
sehari) dan bromocriptine (2,5 mg dua kali sehari), keduanya menurunkan
kecanduan pasien, meningkatkan energi, dan menormalkan tidur. Carbamazepine
diketahui efektif dalam menurunkan kecanduan.

c) Kanabis
Nama jalanan yang sering digunakan ialah : grass cimeng, ganja dan
gelek, hasish, marijuana, bhang. Ganja berasal dari tanaman kanabis sativa dan
kanabis indica. Pada tanaman ganja terkandung tiga zat utama yaitu tetrehidro
kanabinol, kanabinol dan kanabidio. Cara penggunaannya adalah dihisap dengan
cara dipadatkan mempunyai rokok atau dengan menggunakan pipa rokok. Efek
rasa dari kanabis tergolong cepat, cenderung merasa lebih santai, rasa gembira
berlebih (euforia), sering berfantasi. Aktif berkomunikasi, selera makan tinggi,
sensitif, kering pada mulut dan tenggorokan.17
Gangguan Psikotik Akibat Kanabis
Dosis tinggi kanabis membangkitkan gejala psikotik singka seperti waham
kejar atau halusinasi pendengaran dan penglihatan, khususnya orang dengan
gangguan psikiatrik yang mendasarinya. Jika gangguan psikotik akibat kanabis
memang terjadi, keadaan ini mungkin berhubungan dengan gangguan kepribadian
yang telah ada sebelumnya pada orang yang terkena.
Gangguan Kecemasan Akibat Kanabis
Gangguan kecemasan akibat kanabis adalah suatu diagnosis umum untuk
intoksikasi kanabis akut, dimana banyak orang yang mengalami keadaan
kecemasan singkat seringkali dicetuskan oleh pikiran paranoid. Beberapa
pengguna kanabis melaporkan pengalaman ada akalanya tidak menyenangkan,
paling banyak sering menggambarkan sebagai reaksi cemas dari intensitas ringan
sampai sedang.

28

Tampaknya gejala kecemasan berhubungan dengan dosis dan merupakan


efek merugikan yang paling sering terhadap pemakaian sedang kanabis yang
diisap seperti rokok.
Terapi pada gangguan terkait kanabis:
Pengobatan pemakaian kanabis terletak pada prinsip yang sama dengan
pengobatan penyalahgunaan substansi lain-abstinensia dan dukungan. Obat
antiansietas mungkin berguna untuk menghilangkan gejala putus zat jangka
pendek. Terapi antidepresan spesifik untuk gangguan depresi dasar.
d) Amphetamines
Nama generik amfetamin adalah D-pseudo epinefrin berhasil disintesa
tahun 1887, dan dipasarkan tahun 1932 sebagai obat. Nama jalannya : seed, meth,
crystal, uppers, whizz dan sulphate. Bentuknya ada yang berbentuk bubuk warna
putih dan keabuan, digunakan dengan cara dihirup. Sedangkan yang berbentuk
tablet biasanya diminum dengan air. Ada dua jenis amfetamin17 :
-

MDMA (methylene dioxy methamphetamin), mulai dikenal sekitar tahun


1980 dengan nama Ekstasi atau Ecstacy. Nama lain : xtc, fantacy pils, inex,
cece, cein. Terdiri dari berbagai macam jenis antara lain : white doft, pink

heart, snow white, petir yang dikemas dalam bentuk pil atau kapsul
Methamfetamin ice, dikenal sebagai SHABU. Nama lainnya shabu-shabu.SS,
ice, crystal, crank. Cara penggunaan : dibakar dengan menggunakan kertas
alumunium foil dan asapnya dihisap, atau dibakar dengan menggunakan botol
kaca yang dirancang khusus (bong).

Keadaan Putus Amfetamin


Keadaan setelah intoksikasi amfetamin dapat disertai dengan kecemasan,
gemetar, mood disforik, letargi, fatigue, mimpi menakutkan (disertai oleh
rebound tidur REM), nyeri kepala, keringat banyak, kram otot, kram lambung,
dan rasa lapar yang tidak pernah kenyang. Gejala putus biasanya memuncak
dalam 2-4 hari dan menghilang dalam 1 minggu. Gejala putus amfetamin yang

29

paling serius adalah depresi, yang dapat berat setelah penggunaan amfetamin
dosis tinggi secara terus-menerus dan dapat disertai ide atau usaha bunuh diri.
Gangguan Psikotik Terinduksi Amfetamin
Tanda gangguan psikotik terinduksi amfetamin adalah adanya paranoid.
Gangguan psikotik terinduksi amfetamin dapat dibedakan dengan skizofrenia
paranoid dengan sejumlah karakteristik pembeda yang ditemukan pada gangguan
psikotik terinduksi amfetamin, yaitu adanya predominasi halusinasi visual, afek
yang secara umum serasi, hiperaktivitas, hiperseksualitas, kebingungan dan
inkohorensi, serta sedikit bukti gangguan proses piker (seperti asosiasi longgar).
Gangguan psikotik terinduksi amfetamin tidak memiliki afek mendatar dan alogia
seperti pada skizofrenia. Diagnosis ini bisa juga ditegakkan dengan temuan positif
pada urin. Terapi pilihan untuk gangguan psikotik terinduk amfetamin adalah
penggunaan jangka pendek obat antipsikotik yaitu haloperidol.
Gangguan Mood Terinduksi Amfetamin
Awitan gangguan mood terinduksi amfetamin dapat terjadi saat intoksikasi
atau putus zat. Umumnya, intoksikasi menimbulkan gambaran manic atau mood
campuran, sementara keadaan putus zat menimbulkan gambaran mood depresi.
Gangguan Ansietas Terinduksi Amfetamin
Amfetamin, seperti kokain, dapat menginduksi gejala yang serupa dengan
yang terlihat pada gangguan obsesif-kompulsif dan gangguan panik. Awitan
gangguan ansietas terinduksi amfetamin juga dapat terjadi saat intoksikasi atau
putus zat.
Gangguan Tidur Terinduksi Amfetamin
Intoksikasi amfetamin dapat menimbulkan insomnia dan deprivasi tidur,
sementara orang yang sedang mengalami keadaan putus amfetamin dapat
mengalami hipersomnolen dan mimpi buruk.

30

Terapi gangguan terkait amfetamin:


Pengobatan gangguan berhubungan amfetamin (atau mirip amfetamin)
memerlukan lingkungan rawat inap dan penggunaan cara pengobatan yang
bermacam-macam (psikoterapi individual, keluarga, dan kelompok) untuk
mencapai abstinensi zat yang berlangsung selamanya. Pengobatan gangguan
spesifik akibat amfetamin (gangguan psikotik dan gangguan kecemasan akibat
amfetamin) dengan obat spesifik (antipsikotik dan sedative) mungkin diperlukan
dalam jangka waktu pendek. Phenothiazine atau haloperidol dapat diresepkan
pada beberapa hari pertama. Tanpa adanya psikosis, diazepam berguna untuk
mengatasi agitasi dan hiperaktivitas pasien.17
e) Alkohol
Merupakan salah satu zat psikoaktif yang sering digunakan manusia.
Diperoleh dari proses fermentasi madu, gula, sari buah dan umbi-umbian. Dari
proses fermentasi diperoleh alkohol dengan kadar tidak lebih dari 15%, dengan
proses penyulingan di pabrik dapat dihasilkan kadar alkohol yang lebih tinggi
bahkan mencapai 100%. Nama jalanan alkohol : booze, drink. Konsentrasi
maksimum alkohol dicapai 30-90 menit setelah tegukan terakhir.11 Sekali
diabsorbsi, etanol didistribusikan keseluruh jaringan tubuh dan cairan tubuh.
Sering dengan peningkatan kadar alkohol dalam darah maka orang akan menjadi
euforia, namun sering dengan penurunannya pula orang menjadi depresi.6
Terapi intoksikasi alkohol:
Penggunaan antipsikotik dipilih pada kasus intoksikasi alkohol. Haloperidol
dengan dosis 2-10 mg diberikan pada pasien yang mengalami agitasi dengan
intoksikasi alkohol. Haloperidol memiliki keamanan dan efektivitas yang baik
serta memiliki efek samping minimal terhadap pernapasan.18
Terapi putus alkohol:
Tanda klasik dari putus alkohol adalah gemetar, walau spectrum gejala
dapat meluas sampai termasuk gejala psikotik dan persepsi (seperti waham dan
halusinasi), kejang, dan gejala delirium tremens (DTs). Gemetar (berguncang atau

31

kegugupan) berkembang 6-8 jam setelah dihentikannya minum, gejala psikotik


dan persepsi muncul dalam 8-12 jam, kejang dalam 12-24 jam, dan DTs dalam 72
jam. Kejang yang berhubungan dengan putus alkohol adalah berkarakter
stereotipik, menyeluruh, dan tonik-klonik. Pasien seringkali mengalami lebih dari
satu kejang dalam 3-6 jam setelah kejang pertama.6
Medikasi utama untuk mengendalikan gejala putus alkohol adalah
benzodiazepine.

Benzodiazepine

membantu

mengontrol

aktivitas

kejang,

delirium, kecemasan, takikardia, hipertensi, diaphoresis, dan tremor yang


berhubungan dengan putus alkohol. Benzodiazepine dapat diberikan oral maupun
parenteral; tetapi baik diazepam (valium) atau chlordiazepoxide (Librium) tidak
boleh diberikan IM karena adanya absorpsi yang tidak menentu dari obat jika
diberikan dengan cara tersebut. Dosis benzodiazepine harus dititrasi, dengan dosis
tinggi di awal dan menurunkan dosis saat pasien pulih. Carbamazepine 800 mg
sehari sama efektifnya dengan benzodiazepine dan manfaat tambahan
kemungkinan penyalahgunaan yang minimal.6

f) Inhalan
Di dalam DSM-IV, kategori gangguan berhubungan dengan inhalan
memasukkan sindrom psikiatrik yang disebabkan oleh penggunaan pelarut, lem,
perekat, bahan pembakar aerosol, pengencer cat, dan bahan bakar. Senyawa aktif
di dalam inhalan tersebut adalah toluene, acetone, benzene, trichloretane,
perchlorethylene,

trichloloethylene,

1,2,-dichloropropane

dan

hidrokarbon

berhalogen.6
Inhalan sangat cepat diserap malalui paru-paru dan cepat dikirim ke otak.
Efeknya tampak dalam 5 menit dan dapat berlangsung selama 30 menit sampai
beberapa jam, tergantung pada zat inhalan dan dosisnya. Efek farmakodinamik
spesifiknya tidak dimengerti dengan baik. Karena efeknya biasanya mirip dengan
dan menambahkan pada efek depresan sistem saraf pusat lainnya, beberapa
peneliti telah menyatakan bahwa inhalan bekerja melalui suatu peningkatan

32

GABA. Peneliti lain menyatakan bahwa inhalan mempunyai efeknya melalui


fluidisasi membran.
Gambaran klinis
Dalam dosis awal yang kecil inhalan dapat menginhibisi dan
menyebabkan perasaan euphoria, kegembiraan dan sensai mengambang yang
menyenangkan; obat kemungkinan digunakan untuk mendapatkan efek tersebut.
Gejala psikologis lain pada dosis tinggi dapat termasuk rasa ketakutan, ilusi
sensorik, halusinasi auditoris dan visual, dan distorsi ukuran tubuh. Gejala
neurologis dapat termasuk bicara yang tidak jelas, penurunan kecepatan bicara,
dan ataksia. Penggunaan dalam periode lama dapat disertai dengan iritabilitas,
labilitas emosi, dan gangguan ingatan.
Kriteria diagnosis Intoksikasi Inhalan :
1. Penggunaan secara sengaja baru-baru ini atau jangka pendek, atau pajanan
dosis tinggi dalam jangka pendek inhalan yang mudah menguap (tidak
termasuk gas anestetik dan vasodilator jangka singkat).
2. Perubahan psikologis atau perilaku maladaftif yang secara klinis signifikan,
contohnya : perkelahian, penyerangan, apati, daya nilai terganggu, fungsi
sosial atau okupasional terganggu, yang timbul selama atau segera setelah,
penggunaan atau pajanan terhadap inhalan yang mudah menguap.
3. Dua (atau lebih) tanda berikut : pusing, nistagmus, inkoordinasi, bicara cadel,
cara berjalan tidak stabil, letargi, refleks terdepresi, retardasi psikomotor,
tremor, kelemahan otot menyeluruh, pandangan kabur atau diplopia, stupor
atau koma, euforia.
4. Gejala tidak disebabkan kondisi medis umum dan tidak lebih baik
diterangkan oleh gangguan mental lain.
Pengobatan
Intoksikasi inhalan, seperti halnya intoksikasi alkohol, biasanya tidak
memerlukan perhatian medis dan sembuh spontan. Namun, efek intoksikasi
seperti koma, bronkospasme, laringospasme, aritmia jantung, trauma, atau luka
bakar memerlukan penanganan. Bila tidak, perawatan utamanya mencakup
penentraman, dukungan dalam diam (quite support), dan perhatian pada tanda
vital dan tingkat kesadaran.
Perjalanan penyakit dan penanganan gangguan psikotik terinduksi inhalan
penyakit dan penangan gangguan psikotik terinduksi inhalan menyerupai

33

intoksikasi inhalan. Gangguan berlangsung singkat selama beberapa jam sampai


(paling lama) beberapa minggu setelah intoksikasi. Penanganan agresif terhadap
penyulit yang mengancam nyawa seperti henti jantung atau napas, bersama
dengan penatalaksanaan konservatif intoksikasi, sudah memadai. Kebingungan,
panik, dan psikosis mengharuskan perhatian khusus terhadap keamanan pasien.
Agitasi berat mungkin memerlukan pengendalian ketat dengan haloperidol (5 mg
secara intramuskular per 70 kg berat badan). Obat sedatif sebaiknya dihindari
karena dapat memperparah psikosis. Gangguan ansietas dan mood terinduksi
inhalan dapat mempresipitasi ide bunuh diri dan pasien sebaiknya dievaluasi
dengan cermat terhadap adanya kemungkinan tersebut. Antiansietas dan
antisepresamn tidak berguna pada fase akut gangguan tersebut, kedua agen
tersebut dapat digunakan jika terdapat penyakit depresi atau ansietas yang terjadi
bersamaan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Maslim, Rusdi, 2013, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Jakarta: Bagian
Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.
2. Sadock, B.J dan Sadock, V.A., 2012, Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi II,
Jakarta:EGC.
3. Caine ED, Lyness JM, 2000, Delirium, Dementia and Amnestic and Other
Cogntive Disorders, Lippincott and William.
4. Dewanto, George et al., 2009, Panduan Praktis Diagnosis dan Tatalaksana
Penyakit Saraf, Jakarta: EGC.
5. Maramis, W. F., 2009, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Edisi 2, Surabaya :
Airlangga University Press.
6. Kaplan.H.I dan Sadock. B.J, 2010, Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan
Perilak Psikiatri Klinis, Edisi ketujuh, Jilid satu, Jakarta : Binarupa Aksara.
7. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, Jilid 1, Penerbit Media Aesculapsius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2008.
8. Kemenkes RI. Pedoman Pengenalan Dini Demensia. 2002. Jakarta:Dirjen
Bina Kesehatan Masyarakat
9. American Psychiatri Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders. Edisi 4. 2000. Washington DC: American Psychiatry Association.
10. Rochmah, W., Harimurti, K., 2007, Demensia dalam Ilmu Penyakit Dalam,
Pusat Penerbitan FKUI: Jakarta.
11. Ferri CP dan Ames D. BPSD in developing countries. International
Physchogeriatrics 2004. hal 441-59.
12. Lawlor B. Managing BPSD. British Journal of Psychiatry 2002; 181: 463-5

34

13. Tampi RP, et al. Behavioural and psychological symptoms of dementia, part I:
epidemiology, neurobiology, heritability, and evaluation. Clinical Geriatrics
2011; hal. 2-3.
14. NSW Government Health. Assesment and management of people with
behavioural and psychological symptoms of dementia (BPSD). NSW Ministry
of Health and The Royal Australian and New Zealand College of Psychiatrists
2013; hal. 10.
15. Sulistyaningsih. Psikologi Abnormal dan Psikopatologi. 2002. Malang: STIT
Malang
16. Davidson, Gerald C. Abnormal Psychology 9th edition. 2006. California:Wiley
17. Elvira SD dan Hadisukanto G. Buku ajar psikiatri. Edisi III. 2007. Badan
Penerbit FKUI. Jakarta.
18. Vonghia L, et al. Acute alcohol intoxication. European Journal of Internal
Medicine 2008; 19:563

35

Anda mungkin juga menyukai