Acara
Judul
Pembimbing
Penyaji
Waktu
I.
II.
III.
:
:
:
:
:
Presentasi Referat
Reaksi Lepra
Dr. Fitriani, SpKK
Ira Dwi Novriyanti, S.Ked
Kamis, 13 Agustus 2015, pukul 07.30 WIB
hipersensitivitas tipe IV dan antibodi IgG pada reaksi tipe 2 menimbulkan reaksi
hipersensitivitas tipe III yang bermanifestasi pada kulit, saraf, dan multi organ.
Keluhan sistemik terutama terjadi pada reaksi lepra tipe 2 dan jarang pada reaksi
lepra tipe 1. Pemeriksaan fisik didapatkan lesi kulit menjadi eritem akibat respon
peradangan, makula berubah menjadi plak pada reaksi tipe 1 dan nodul pada reaksi
tipe 2. Selain itu ditemukan lesi baru, neuritis (pembesaran saraf) dengan penurunan
fungsi saraf, dan atau tanpa limfadenopati atau splenomegali. Pemeriksaan
penunjang didapatkan BTA (+) pada pemeriksaan slit skin smear dengan pewarnaan
Ziehl Neelsen.
Tanya: Sonia: Bagaimana kompetensi dokter umum pada reaksi lepra?
Jawab: Kompetensi dokter umum untuk reaksi lepra adalah 3A, yaitu mampu
mendiagnosis dan menatalaksana awal lalu dirujuk ke dokter spesialis kulit dan
kelamin. Penatalaksanaan awal yang diberikan meliputi nonmedikamentosa berupa
imobilisasi untuk mencegah cacat dan medikamentosa berupa pengobatan
simptomatik, seperti pemberian analgetik dan antiinflamasi. Obat yang diberikan
berupa kombinasi aspirin dan klorokuin, atau NSAIDs seperti ibuprofen dan asam
mefenamat untuk mengatasi nyeri dan peradangan.
Tanya: Zhazha: Apakah cacat pada pasien lepra bersifat permanen?
Jawab: Saraf perifer yang terkena akan mengalami beberapa tingkat kerusakan yaitu
stage of involvement, stage of damage, dan stage of destruction. Pada stage of
involvement saraf menjadi lebih tebal dari normal dan mungkin disertai nyeri tekan
dan nyeri spontan tanpa disertai gangguan fungsi saraf. Pada stage of damage saraf
telah menjadi rusak dan fungsi saraf telah terganggu. Kerusakan fungsi saraf
meliputi sensorik, motorik, dan otonom. Cacat pada fungsi sensorik, misalnya
anestesi; fungsi saraf motorik, misalnya drop wrist, claw hands, drop foot, claw toes,
dan lagoftlamus; fungsi saraf otonom, misalnya anhidrosis. Penting sekali untuk
mengenali tingkat damage ini karena dengan pengobatan kerusakan saraf permanen
dapat dihindari. Pada stage of destruction saraf telah rusak secara lengkap.
Kelumpuhan motorik menyebabkan kontraktur sehingga dapat menimbulkan
gangguan menggegam atau berjalan. Manifestasi pada mata dapat berakhir pada
kebutaan. Diagnosis ditegakkan bila kerusakan secara lengkap lebih dari satu tahun.
Pada tingkat ini walaupun dengan pengobatan, fungsi saraf tidak dapat diperbaiki.
Pembimbing,