PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Thanatologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari perubahanperubahan pada tubuh seseorang yang telah meninggal. Perubahan perubahan
yang terjadi setelah kematian dibedakan menjadi dua yaitu perubahan yang terjadi
secara cepat (early) dan perubahan yang terjadi secara lambat (late). 1
Ilmu thanatologi merupakan ilmu yang paling dasar dan paling penting dalam
ilmu kedokteran kehakiman terutama dalam hal pemeriksaan jenazah (visum et
repertum). Kepentingan mempelajari thanatologi adalah untuk menentukan
apakah seseorang benar-benar sudah meningal atau belum, menetapkan waktu
kematian, sebab kematian, cara kematian, dan mengangkat atau mengambil organ
untuk kepentingan donor atau transplantasi dan untuk membedakan perubahanperubahan yang terjadi post mortal dengan kelainan-kelainan yang terjadi pada
waktu korban masih hidup, serta untuk mengetahui saat waktu kematian. 1
1.2. Tujuan
1. Menentukan apakah seseorang benar-benar telah meninggal atau belum
2. Menentukan berapa lama seseorang telah meninggal
3. Membedakan perubahan-perubahan post mortal dengan kelainan-kelainan
yang terjadi pada waktu korban masih hidup
4. Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan post mortal
1.2. Manfaat
Manfaat dari tinjauan kepustakaan ini adalah :
1. Untuk dapat menentukan apakah korban masih hidup atau sudah
2.
3.
meninggal
Untuk dapat memperkirakan lama kematian korban
Untuk dapat menentukan wajar atau tidak wajar kematian korban sehingga
ilmu thanatologi ini dapat diterapkan untuk pemecahan kasus
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Thanatologi berasal dari kata thanatos (yang beerhubungan dengan kematian)
dan logos (ilmu). Thanatologi adalah bagian dari Ilmu Kedokteran Forensik yang
mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan kematian yaittu definisi atau batasan
mati, perubahan yang terjadi pada tubuh setelah terjadi kematian dan faktor-faktor
yang mempengaruhi perubahan tersebut.1
Mati menurut ilmu kedokteran didefinisikan sebagai berhentinya fungsi
sirkulasi dan respirasi secara permanen (mati klinis). Dengan adanya
perkembangan teknlogi ada alat menggantikan fungsi sirkulasi dan respirasi
seecara buatan. Oleh karena itu definisi kematian berkembang menjadi kematian
batang otak. Brain death is death. Mati adalah kematian batang otak.1
Ada tiga manfaat thanatologi ini, antara lain untuk dapat menetapkan hidup
atau matinya korban, memperkirakan lama kematian korban, dan menentukan
wajar atau tidak wajarnya kematian korban.1
Menetapkan apakah korban masih hidup atau telah mati dapat kita ketahui
dari masih adanya tanda kehidupan dan tanda-tanda kematian. Tanda kehidupan
dapat kita nilai dari masih aktifnya siklus oksigen yang berlangsung dalam tubuh
korban. Sebaliknya tidak aktifnya siklus oksigen menjadi tanda kematian.1
2.2. Jenis Kematian
Agar suatu kehidupan seseorang dapat berlangsung, terdapat tiga sistem yang
mempengaruhinya. Ketiga sistem utama tersebut antara lain sistem persarafan,
sistem kardiovaskuler dan sistem pernapasan. Ketiga sistem itu sangat
mempengaruhi satu sama lainnya, ketika terjadi gangguan pada satu sistem, maka
sistem-sistem yang lainnya juga akan ikut berpengaruh.1
Mati menurut ilmu kedokteran didefinisikan sebagai berhentinya fungsi
sirkulasi dan respirasi secara permanen (mati klinis). Dengan adanya
perkembangan teknologi ada alat yang bisa menggantikan fungsi sirkulasi dan
respirasi secara buatan. Oleh karena itu definisi kematian berkembang menjadi
kematian batang otak. Brain death is death. Mati adalah kematian batang otak.1
Dalam thanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu mati somatis
(mati klinis), mati suri, mati seluler, mati serebral dan mati otak (mati batang
otak).1
2.2.1. Mati Somatis
Mati somatis (mati klinis) ialah suatu keadaan dimana oleh karena
sesuatu sebab terjadi gangguan pada ketiga sistem utama tersebut yang bersifat
menetap.1 Pada kejadian mati somatis ini secara klinis tidak ditemukan adanya
refleks, elektro ensefalografi (EEG) mendatar, nadi tidak teraba, denyut
jantung tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan dan suara napas tidak
terdengar saat auskultasi.1
2.2.2. Mati Suri
Mati suri (apparent death) ialah suatu keadaan yang mirip dengan
kematian somatis, akan tetapi gangguan yang terdapat pada ketiga sistem
bersifat sementara. Kasus seperti ini sering ditemukan pada kasus keracunan
obat tidur, tersengat aliran listrik dan tenggelam.1
2.2.3. Mati Seluler
Mati seluler (mati molekuler) ialah suatu kematian organ atau jaringan
tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian somatis. Daya tahan hidup
masing-masing organ atau jaringan berbeda-beda, sehingga terjadinya
kematian seluler pada tiap organ tidak bersamaan. 1
2.2.4. Mati Serebral
Mati serebral ialah suatu kematian akibat kerusakan kedua hemisfer otak
yang irreversible kecuali batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem
lainnya yaitu sistem pernapasan dan kardiovaskuler masih berfungsi dengan
bantuan alat. 1
2.2.5. Mati Otak
Mati otak (mati batang otak) ialah kematian dimana bila telah terjadi
kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang irreversible, termasuk batang
otak dan serebelum. Dengan diketahuinya mati otak (mati batang otak) maka
dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup
lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan. 1
Areflex
2.
Relaksasi
3.
4.
5.
2. Kulit wajah:
Kulit wajah tampak memucat, ini dikarnakan sirkulasi darah berhenti, akan
terjadi pengendapan darah terutama pembuluh darah besar.
3. Relaksasi primer :
Relaksasi primer terjadi akibat menghilangnya tonus otot, ini akan tampak
jelas terlihat pada otot yang menyokong organ melawan gravitasi, seperti
pada rahang bawah yang tampak melorot.
4. Perubahan pada mata :
Perubahan pada mata setelah kematian dapat dipakai sebagai penentuan saat
mati. Perubahan ini meliputi :
a. Hilangnya reflek kornea dan reflek cahaya yang menyebabkan kornea
menjadi tidak sensitif dan reaksi pupil yang negative, hilangnya reflek
cahaya pada kornea ini disebabkan karena kegagalan kelenjar lakrimal
untuk membasahi bola mata.
b. Kekeruhan pada kornea akan timbul beberapa jam setelah kematian,
kekeruhan pada lapisan dalam kornea ini tidak dapat dihilangkan atau
diubah kembali walaupun digunakan air untuk membasahinya. Bila
kelopak mata dalam keadaan terbuka , kekeruhan pada kornea secara
keseluruhan akan tampak jelas dalam waktu 10-20 jam setelah kematian.
c. Penurunan tekanan intra okuler, tekanan intra okuler yang turun ini
mudah menyebabkan kelainan bentuk pupil sehingga pupil kehilangan
bentuk sirkuler setelah mati dan ukurannya pun menjadi tidak sama ,
pupil dapat berkontraksi dengan diameter 2 mm atau berdilatasi sampai 9
mm dengan rata-rata 4-5 mm oleh karena pupil mempunyai sifat tidak
tergantung dengan pupil lainnya maka sering terdapat perbedaan sampai
3 mm. Nicati (1894) telah melakukan pengukuran terhadap tekanan bola
mata posmortem dimana tekanan normal pada bola mata pada waktu
hidup adalah 14g - 25g akan tetapi begitu sirkulasi terhenti maka
penurunan tekanan bola mata menjadi sangat rendah (tidak sampai
Sebagai contoh, daerah pucat yang tidak rata akibat penekanan daerah tubuh
mayat oleh tepi sprei, tekanan oleh ikat pinggang yang ketat,bahkan kaos kaki.
Pada korban yang terkena arus listrik, yang mengambil tempat di air (biasanya
bak mandi) lebam mayat terbatas dalam bentuk horisontal menurut batas air. 2
Lebam mayat sering berwarna merah padam, tetapi bervariasi, tergantung
oksigenasi sewaktu korban meninggal. Bila terjadi bendungan atau hipoksia,
mayat memiliki warna lebam yang lebih gelap karena adanya hemoglobin
tereduksi dalam pembuluh darah kulit. Lebam mayat merupakan indikator
kurang akurat dalam menentukan mekanisme kematian, dimana tidak ada
hubungan antara tingkat kegelapan lebam mayat dengan kematian yang
disebabkan oleh asfiksia. Kematian dengan sebab wajar oleh karena gangguan
koroner atau penyakit lain memiliki lebam yang lebih gelap. Terkadang area
lebam mayat berwarna terang dan dilanjutkan dengan area lebam mayat yang
lebih gelap. Hal ini akan berubah seiring dengan memanjangnya interval
posterior mortem. Sering kali warna lebam mayat merah terang atau merah
muda. Kematian yang disebabkan oleh hipotermi atau terpapar udara dingin
selama beberapa waktu seperti tenggelam, dimana warna lebam mayat dapat
menentukan penyebab kematian tetapi relatif tidak spesifik oleh karena mayat
yang terpapar udara dingin setelah mati (terutama bila mayat yang berada
dalam lemari es mayat) dapat terjadi perubahan lebam dari merah padam
menjadi merah muda. 2
Mekanismenya belum pasti, tetapi sangatlah jelas merupakan hasil dari
perubahan hemoglobin tereduksi menjadi oksihemoglobin. Hal ini dapat
dimengerti pada kasus hipotermi, dimana metabolisme reduksi dari jaringan
gagal mengambil oksigen dari sirkulasi darah. 2
Korban meninggal maka peredaran darah berhenti (stagnasi) dan sesuai
dengan arah gravitasi maka darah akan mencari tempat yang terendah hingga
terlihat bintik-bintik merah kebiruan. Timbul : 30 menit setelah kematian
somatis dan intensitas maksimal (menjadi lengkap) setelah 8-12 jam post
mortal. Sebelum waktu ini, lebam mayat masih dapat berpindah-pindah, jika
posisi mayat diubah, misalnya dari terlentang menjadi tengkurap. Namun
setelahnya, lebam mayat sudah tidak dapat hilang (fenomena kopi tubruk).2
10
Tidak hilangnya lebam mayat pada saat itu, dikarenakan telah terjadinya
perembesan darah kedalam jaringan sekitar akibat rusaknya pembuluh darah
akibat tertimbunnya sel sel darah dalam jumlah yang banyak, adanya proses
hemolisa sel-sel darah dan kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah.
Dengan demikian penekanan pada daerah lebam yang dilakukan setelah 8 12
jam tidak akan menghilang. Hilangnya lebam pada penekanan dengan ibu jari
dapat memberi indikasi bahwa suatu lebam belum terfiksasi secara sempurna.
Atas dasar keadaan tersebut, maka dari sifat-sifat serta distribusi lebam mayat
dapat diperkirakan apakah pada tubuh korban telah terjadi manipulasi merubah
posisi korban.2
Diketahui bahwa warna lebam mayat yang merah padam berubah menjadi
merah muda pad batas horisontal anggota tubuh bagian atas, warna lebam pada
anggota tubuh bagian bawah tetap gelap, sehingga perubahan secara kuantitatif
lebam dapat ditentukan, dimana hemoglobin lebih mudah mengalami
reoksigenasi karena eritrosit kurang mengendap pada bagian lebam. 2
Perubahan lainnya pada warna lebam lebih berguna. Yang paling sering
adalah merah terang (Cherry pink), oleh karena karboksihemoglobin (CO-Hb)
terletak pada seluruh jaringan, warna ini khas dan sering merupakan indikasi
pertama adanya keracunan karbonmonoksida (CO). Keracunan sianida (CN)
memiliki ciri khas tertentu, yaitu warna lebam mayat merah kebiruan yang
disebabkan terjadinya bendungan dan sianosis (kurang O2, karena pelepasan O2
ke jaringan dihambat). Bila ahli forensik tidak teliti terhadap penyebab dari
riwayat dan bau sianida (CN-bau amandel), sangatlah susah menggunakan
lebam mayat sebagai satu-satunya indikasi penyebab kematian. Lebam mayat
yang berwarna merah kecoklatan pada methemoglobinemia dan dapat memiliki
warna yang bervariasi pada keracunan anilin dan klor. Kematian yang
disebabkan oleh sepsis akibat Clostridium perfringens sebagai agen infeksi,
bercak berwarna pucat keabuan dapat terkadang terlihat pada kulit, walaupun
hal ini tidak timbul pada lebam. 2
Warna lebam mayat:
- Normal
: Merah kebiruan
11
- Keracunan CO
: Cherry red
- Keracunan CN
: Bright red
- Keracunan nitrobenzena
: Chocolate brown
- Asfiksia
: Dark red
12
listrik. Tahapan kedua, yaitu onset rigiditas otot yang disebut kaku mayat.
Tidak ada lagi respon terhadap rangsang kimia dan listrik. Terakhir, fase flaksid
sekunder, ketika kaku mayat hilang dan terjadi pembusukan, terbentuk kaku
mayat karena kombinasi aktin dan myosin otot akibat kurangnya ekstensibilitas
otot.5
Pada otot orang hidup terdapat cadangan glikogen. Glikogen oleh
enzim diubah menjadi asam laktat dengan berupa energi dalam ikatan senyawa
fosfat. Energi ini kemudian berikatan dengan
Suhu sekitar
Bila suhu sekitarnya tinggi, rigor mortis akan cepat timbul dan cepat hilang,
sebaliknya bila suhu sekitarnya rendah, rigor mortis lebih lama serta lebih
lama hilang. Pada suhu di bawah 100C tidak akan terbentuk rigor mortis.
2.
3.
13
b.
Kaku mayat timbul dengan intensitas sangat kuat tanpa didahului oleh
relaksasi primer, mayat langsung mengalami kekakuan secara terusmenerus sampai terjadi relaksasi sekunder
c.
Terlihat pada kasus : bunuh diri dengan pistol atau senjata tajam, mati
tenggelam, mati mendaki gunung, pembunuhan dimana korban
menggenggam robekan pakaian pembunuh.
Rigor Mortis
Dua jam setelah
Cadaveric Spasm
Sesaat sebelum meninggal
meninggal.
14
Etiologi
Habisnya cadangan
ketegangan, dll.
Habisnya cadangan
glikogen secara
general.
Sentripetal, dari otot-
setempat.
Kepentingan medikolegal
Pembeda
Suhu mayat
Kematian sel.
Relaksasi primer
Timbulnya
Rigor Mortis
Dingin.
Ada.
Ada
Lambat
Lamanya
Cepat hilang
Koordinasi otot
Lokasi otot
Rangsangan sel.
Dapat dilawan
Kaku otot.
dengan sedikit
Kurang
Menyeluruh
Tidak ada respon otot.
tenaga.
15
2. Heat stiffening :
a.
b.
3. Cold stiffening
Terjadi pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan sendi, pemadatan
jaringan lemak subkutan dan otot.
4. Pembusukan / Decomposition
Pembusukan adalah proses degradasi jaringan pada tubuh mayat yang
terjadi sebagai akibat proses autolisis dan aktivitas mikroorganisme. Di Maio
mengatakan autolisis adalah perlunakan dan pencairan jaringan yang terjadi
dalam keadaan steril melalui proses kimia yang disebabkan oleh enzim-enzim
intraseluler, sehingga organ-organ yang kaya dengan enzim-enzim akan
mengalami proses autolisis lebih cepat daripada organ-organ yang tidak
16
17
yang sering menyebabkan destruktif ini sebagian besar berasal dari usus dan
yang paling utama adalah Cl. Welchii. Bakteri ini berkembang biak dengan
cepat sekali menuju ke jaringan ikat dinding perut yang menyebabkan
perubahan warna. Perubahan warna ini terjadi oleh karena reaksi antara H2S
(gas pembusukan yang terjadi dalam usus besar) dengan Hb menjadi SulfMeth-Hb. 6
Tanda pertama pembusukan baru dapat dilihat kira-kira 24 jam - 48 jam
pasca mati berupa warna kehijauan pada dinding abdomen bagian bawah,
lebih sering pada fosa iliaka kanan dimana isinya lebih cair, mengandung
lebih banyak bakteri dan letaknya yang lebih superfisial. Perubahan warna
ini secara bertahap akan meluas ke seluruh dinding abdomen sampai ke dada
dan bau busukpun mulai tercium. 6
Perubahan warna ini juga dapat dilihat pada permukaan organ dalam
seperti hepar, dimana hepar merupakan organ yang langsung kontak dengan
kolon transversum. 6
Bakteri ini kemudian masuk kedalam pembuluh darah dan berkembang
biak di dalamnya yang menyebabkan hemolisa yang kemudian mewarnai
dinding pembuluh darah dan jaringan sekitarnya. Bakteri ini memproduksi
gas-gas pembusukan yang mengisi pembuluh darah yang menyebabkan
pelebaran pembuluh darah superfisial tanpa merusak dinding pembuluh
darahnya sehingga pembuluh darah beserta cabang-cabangnya tampak lebih
jelas seperti pohon gundul (arborescent pattern atau arborescent mark) yang
sering disebut marbling.
Selain bakteri pembusukan ini banyak terdapat dalam intestinal dan
paru bakteri-bakteri ini cenderung berkumpul dalam sistem vena, maka
gambaran marbling ini jelas terlihat pada bahu, dada bagian atas, abdomen
bagian bawah dan paha. 6
Bila Cl.Welchii mulai tumbuh pada satu organ parenchim, maka
sitoplasma dari organ sel itu akan mengalami desintegrasi dan nukleusnya
akan dirusak sehingga sel menjadi lisis atau rhexis. Kemudian sel-sel menjadi
lepas sehingga jaringan kehilangan strukturnya. Secara mikroskopis bakteri
dapat dilihat menggumpal pada rongga-rongga jaringan dimana bakteri
18
19
rongga dada, ini harus dibedakan dengan hematotorak dan biasanya cairan
pembusukan ini tidak lebih dari 200 cc. Pengeluaran urine dan feaces dapat
terjadi oleh karena tekanan intra abdominal yang meningkat. Pada wanita,
uterus dapat menjadi prolaps dan fetus dapat lahir dari uterus yang pregnan. 6
Pada anak-anak adanya gas pembusukan dalam tengkorak dan otak
menyebabkan sutura-sutura kepala menjadi mudah terlepas. Organ-organ
dalam mempunyai kecepatan pembusukan yang berbeda-beda, dalam jaringan
intestinal, medula adrenal dan pancreas akan mengalami autolisis dalam
beberapa jam setelah kematian. Organ-organ dalam lain seperti hati, ginjal
dan limpa merupakan organ yang cepat mengalami pembusukan. Perubahan
warna pada dinding lambung terutama di fundus dapat dilihat dalam 24 jam
pertama setelah kematian. Difusi cairan dari kandung empedu ke jaringan
sekitarnya menyebabkan perubahan warna pada jaringan sekitarnya menjadi
coklat kehijauan. Pada hati dapat dilihat gambaran honey combs appearance,
limpa menjadi sangat lunak dan mudah robek, dan otak menjadi lunak. 6
Organ dalam seperti paru, otot polos, otot lurik dan jantung mempunyai
kecendrungan untuk lambat mengalami pembusukan. Sedangkan uterus non
gravid, dan prostat merupakan organ yang lebih tahan terhadap pembusukan
karena strukturnya yang berbeda dengan jaringan yang lain yaitu jaringan
fibrousa. Organ-organ ini cukup mudah dikenali walaupun organ-organ lain
sudah mengalami pembusukan lanjut. Ini sangat membantu dalam penentuan
identifikasi jenis kelamin. 6
Yang menarik pada pembusukan lanjut dari organ dalam ini adalah
pembentukan granula-granula milliary atau milliary plaques yang
berukuran kecil dengan diameter 1-3 mm yang terdapat pada permukaan
serosa yang terletak pada endotelial dari tubuh seperti pleura, peritoneum,
pericardium dan endocardium. Milliary plaques ini pertama kali ditemukan
oleh Gonzales yang secara mikroskopis berisi kalsium pospat, kalsium
karbonat, sel-sel endotelial, massa seperti sabun dan bakteri, yang secara
medikolegal sering dikacaukan dengan proses peradangan atau keracunan. 6
Pada orang yang obese, lemak-lemak tubuh terutama perirenal,
omentum dan mesenterium dapat mencair menjadi cairan kuning yang
20
21
Pada bayi yang baru lahir hilangnya panas tubuh yang cepat
menghambat pertumbuhan bakteri disamping pada tubuh bayi yang baru lahir
memang terdapat sedikit bakteri sehingga proses pembusukan berlangsung
lebih lambat. 6
Proses pembusukan juga dapat dipercepat dengan adanya septikemia
yang terjadi sebelum kematian seperti peritonitis fekalis, aborsi septik, dan
infeksi paru. Disini gas pembusukan dapat terjadi walaupun kulit masih terasa
hangat. 6
Media di mana mayat berada juga memegang peranan penting dalam
kecepatan pembusukan mayat. Kecepatan pembusukan ini digambarkan
dalam rumus klasik Casper dengan perbandingan tanah : air : udara = 1 : 2 : 8
artinya mayat yang dikubur di tanah umumnya membusuk 8 x lebih lama dari
pada mayat yang terdapat di udara terbuka. 6
Ini disebabkan karena suhu di dalam tanah yang lebih rendah terutama
bila dikubur di tempat yang dalam, terlindung dari predators seperti binatang
dan insekta, dan rendahnya oksigen menghambat berkembang biaknya
organisme aerobik. 6
Bila mayat dikubur di dalam pasir dengan kelembaban yang kurang
dan iklim yang panas maka jaringan tubuh mayat akan menjadi kering
sebelum terjadi pembusukan. Penyimpangan dari proses pembusukan ini
disebut mumifikasi. 6
Pada mayat yang tenggelam di dalam air pengaruh gravitasi tidaklah
lebih besar dibandingkan dengan daya tahan air akibatnya walaupun mayat
tenggelam diperlukan daya apung untuk mengapungkan tubuh di dalam air,
sehingga mayat berada dalam posisi karakteristik yaitu kepala dan kedua
anggota gerak berada di bawah sedangkan badab cenderung berada di atas
akibatnya lebam mayat lebih banyak terdapat di daerah kepala sehingga
kepala menjadi lebih busuk dibandingkan dengan anggota badan yang lain. 6
Pada mayat yang tenggelam di dalam air proses pembusukan
umumnya berlangsung lebih lambat dari pada yang di udara terbuka.
Pembusukan di dalam air terutama dipengaruhi oleh temperatur air,
22
kandungan bakteri di dalam air. Kadar garam di dalamnya dan binatang air
sebagai predator. 6
Degradasi dari sisa-sisa tulang yang dikubur juga cukup bervariasi.
Penghancuran tulang terjadi oleh karena demineralisasi, perusakan oleh akar
tumbuhan. Derajat keasaman yang terdapat pada tanah juga berpengaruh
terhadap kecepatan penghancuran tulang. Sisa-sisa tulang yang dikubur pada
tanah yang mempunyai derajat keasaman yang tinggi lebih cepat terjadi
penghancuran daripada tulang yang dikubur di tanah yang bersifat basa. 6
Faktor-faktor yang mempengaruhi cepat-lambatnya pembusukan mayat,
yaitu:6
a. dari luar
1)
Mikroorganisme/sterilitas.
2) Suhu optimal yaitu 21-380C (70-1000F) mempercepat pembusukan.
Berhenti pada suhu 2120F
3)
1) Umur. Bayi yang belum makan apa-apa paling lambat terjadi pembusukan.
2) Konstitusi tubuh. Tubuh gemuk lebih cepat membusuk daripada tubuh
kurus.
3) Keadaan saat mati. Udem, infeksi dan sepsis mempercepat pembusukan.
Dehidrasi memperlambat pembusukan.
4) Seks. Wanita baru melahirkan (uterus post partum) lebih cepat mengalami
pembusukan.
Golongan alat tubuh berdasarkan kecepatan terjadi pembusukan :
a. Cepat : otak, lambung, usus, uterus hamil/post partum
b. Lambat : jantung, paru, ginjal, diafragma
c. Paling lambat : prostate, uterus yang tidak hamil.
Tabel 2. Perbedaan Bulla Intravital Pada Luka Bakar dan Bulla Pembusukan
23
Bulla Intravital
Perbedaan
Bulla Pembusukan
Kuning
Rendah atau tidak ada
Merah pembusukan
Antara epidermis & dermis
Tidak ada
Pada Luka
Bakar
Kecoklatan
Tinggi
Hiperemis
Intraepidermal
Ada
5. Mummifikasi
Mummifikasi adalah proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang
cukup cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat
menghentikan pembusukan. Jaringan berubah menjadi keras dan kering, berwarna
gelap, berkeriput dan tidak membusuk karena kuman tidak dapat berkembang
pada lingkungan yang kering. Mummifikasi terjadi bila suhu hangat, kelembaban
rendah, aliran udara yang baik, tubuh yang dehidrasi dan waktu yang lama (12-14
minggu). Mummifikasi jarang dijumpai pada cuaca yang normal.1
6. Adipocera
Adipocera adalah terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak atau
berminyak, berbau tengik yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh pasca mati.
Faktor-faktor yang mempermudah terbentuknya adipocera adalah kelembaban dan
lemak tubuh yang cukup, sedangkan yang menghambat adalah air yang mengalir
yang membuang elektrolit. Udara yang dingin menghambat pembentukan,
24
sedangkan suhu yang hangat akan mempercepat. Invasi bakteri endogen ke dalam
jaringan pasca mati juga akan mempercepat pembentukkannya.1
Temuan lain saat otopsi yang dapat membantu untuk menentukan saat
terjadinya kematian :
1. Perubahan pada mata
Kekeruhan menyeluruh pada kornea terjadi kira-kira 10-12 jam pasca
mati
2. Perubahan dalam lambung / stomach content
Pengosongan lambung yang terjadi dalam 3-5 jam setelah makan
terakhir, misalnya sandwich akan dicerna dalam waktu 1 jam sedangkan
makan besar membtuhkan waktu 3 sampai 5 jam untuk dicerna.
Kecepatan pengosongan lambung ini dipengaruhi oleh penyakit-penyakit
saluran cerna, konsistensi makanan dan kandungan lemaknya. 2
Bila ditemukan lambung tak berisi makanan, rectum penuh dengan feces
dan kandung seni penuh , berarti korban meninggal waktu masih pagi
sebelum bangun. Jadi bila lambung berisi makanan kasar berarti korban
25
meninggal dalam waktu kurang lebih 6 jam setelah makan terakhir. Bila
ditemukan lambung tak berisi makananm duodenum dan ujung atas usus
halus berisi makanan yang telah tercerna, berarti korban meninggal
dalam waktu lebih kurang 6 jam setelah makan terakhir. 2
3. Perubahan Rambut dan jenggot
Panjang rambut kumis dan jenggot dapat dipergunakan untuk
memperkirakan saat kematian, kecepatan tumbuh rambut rata-rata 0,4
mm/hari. Dapat mengetahui saat kematian dalam hubungan dengan saat
terakhir korban mencukur jenggotnya. Rambut pada orang hidup
mempunyai kecepatan tumbuh 0,5mm/hari dan setelah meninggal tidak
tumbuh lagi. Pemeriksaan rambut jenggot ini harus dilakukan dalam 24
jam pertama sebab lebih dari 24 jam kulit mengkerut dan rambut dapat
lebih muncul diatas kulit sehingga seolah-olah rambut masih tumbuh.
Rambut lepas setelah 14 hari.2
4. Pertumbuhan kuku
Pertumbuhan kuku yang diperkirakan sekitar 0,1 mm/hari. Kuku akan
lepas setelah 21 hari. 2
5. Perubahan dalam cairan serebrospinal
Kadar nitrogen asam amino kurang dari 14 mg% menunjukkan kematian
belum lewat 10 jam, Kadar nitrogen non protein kurang 80 mg%
menunjukkan kematian belum 24 jam
6. Metode Entomologik / Larva lalat / insect activity
Ini dipakai untuk memperkirakan saat kematian dengan jalan
menentukan siklus hidupnya.
Siklus : Telur (8-14 jam) (larva (9-12 hari) (kepompong 12 hari) lalat
dewasa)
Syarat : tidak boleh ada kepompong & dicari larva lalat yang paling
besar.
Bila sudah ada kepompong, maka penentuan saat kematian berdasarkan
umur larva tidak dapat dipakai. Karena kepompong itu statis (besarnya
selalu tetap meskipun isinya bertambah). Bila belum ada kepompong,
26
hanya ada larva lalat dapat dipakai untuk menentukan umurnya karena
larva lalat bila tumbuh akan menjadi bertambah besar. 2
Larva Musca domestica mencapai panjang 8 mm pada hari ke-7, berubah
menjadi kepompong pada hari ke-8, menjadi lalat pada hari ke-14. Larva
Sarcophaga cranaria mencapai panjang 20 mm pada hari ke-9, menjadi
kepompong pada hari ke-10 dan menjadi lalat pada hari ke-18.
Necrophagus species akan memakan jaringan tubuh jenazah. Sedangkan
predator dan parasit akan memakan serangga Necrophagus. Omnivorus
species akan memakan keduanya baik jaringan tubuh maupun serangga.
Telur lalat biasanya akan mulai ditemukan pada jenazah sesudah 1-2 hari
postmortem. Larva ditemukan pada 6-10 hari postmortem. Sedangkan
larva dewasa yang akan berubah menjadi pupa ditemukan pada 12-18
hari. 2
7. Reaksi supravital
Reaksi jaringan tubuh sesaat pasca mati klinis yang masih sama seperti
reaksi jaringan tubuh pada seseorang yang hidup. Rangsang listrik dapat
menimbulkan kontraksi otot mayat hingga 90-120 menit pasca mati,
mengakibatkan sekresi kelenjar sampai 60-90 menit pasca mati, trauma
masih dapat menimbulkan perdarahan bawah kulit sampai 1 jam pasca
mati.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan
Thanatologi merupakan ilmu yang sangat berperan penting dalam
ilmu kedokteran kehakiman terutama dalam hal pemeriksaan jenazah dan
pembuatan visum et repertum. Dengan mengetahui dan memahami ilmu
27
28