Etiologi belum diketahui secara pasti namun faktor yang dikemukaan adalah hormonal, yaitu
kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan sehingga kepekaan
uterus terhadap oksitosin berkurang. Faktor lain seperti herediter, karena postmaturitas sering
dijumpai pada suatu keluarga tertentu (Rustam, 1998).
Menjelang persalinan terdapat penurunan progesteron, peningkatan oksitosin tubuh dan reseptor
terhadap oksitosin sehingga otot rahim semakin sensitif terhadap rangsangan. Pada kehamilan
lewat waktu terjadi sebaliknya, otot rahim tidak sensitif terhadap rangsangan, karena ketegangan
psikologis atau kelainan pada rahim (Manuaba, 1998).
Menurut Sujiyatini (2009), etiologinya yaitu penurunan kadar esterogen pada kehamilan normal
umumnya tinggi. Factor hormonal yaitu kadar progesterone tidak cepat turun walaupun
kehamilan telah cukup bulan, sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang. Factor lain
adalah hereditas, karena post matur sering dijumpai pada suatu keluarga tertentu.
Patofisiologi Serotinus
Pada kehamilan lewat waktu terjadi penurunan oksitosin sehingga tidak menyebabkan adanya
his, dan terjadi penundaan persalinan. Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta
tidak sanggup memberikan nutrisi dan pertukaran CO2/O2 sehingga janin mempunyai resiko
asfiksia sampai kematian dalam rahim ( Manuaba, 1998).
Sindroma postmaturitas yaitu : kulit keriput dan telapak tangan terkelupas, tubuh panjang dan
kurus, vernic caseosa menghilang, wajah seperti orang tua, kuku panjang, tali pusat selaput
ketuban berwarna kehijauan. Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 34 36
minggu dan setelah itu terus mengalami penurunan. Pada kehamilan post term dapat terjadi
penurunan fungsi plasenta sehingga bisa menyebabkan gawat janin. Bila keadaan plasenta tidak
mengalami insufisiensi maka janin post term dapat tumbuh terus namun tubuh anak akan
menjadi besar (makrosomia) dan dapat menyebabkan distosia bahu
( reproduksiumj.blogspot.com/2009/09).
detak jantung janin, dengan pemeriksaan auskultasi maupun kardiotokografi (KTG). Air ketuban
berkurang dengan atau tanpa pengapuran (klasifikasi) plasenta diketahui dengan pemeriksaan
USG.
Pemeriksaan Penunjang
Menurut Sujiyatini dkk (2009), pemeriksaan penunjang yaitu USG untuk menilai usia
kehamilan, oligohidramnion, derajat maturitas plasenta. KTG untuk menilai ada atau tidaknya
gawat janin. Penilaian warna air ketuban dengan amnioskopi atau amniotomi (tes tanpa tekanan
dinilai apakah reaktif atau tidak ada dan tes tekanan oksitosin). Pemeriksaan sitologi vagina
dengan indeks kariopiknotik.
Menurut Mochtar (1998), pemeriksaan penunjang sangat penting dilakukan, seperti pemeriksaan
berat badan ibu, diikuti kapan berkurangnya berat badan, lingkaran perut dan jumlah air ketuban.
Pemeriksaan yang dilakukan seperti:
a). Bila wanita hamil tidak tahu atau lupa dengan haid terakhir setelah persalinan yang lalu, dan
ibu menjadi hamil maka ibu harus memeriksakan kehamilannya dengan teratur, dapat diikuti
dengan tinggi fundus uteri, mulainya gerakan janin dan besarnya janin dapat membantu
diagnosis.
b). Pemeriksaan Ultrasonografi dilakukan untuk memeriksa ukuran diameter biparietal, gerakan
janin dan jumlah air ketuban.
c). Pemeriksaan berat badan ibu, dengan memantau kenaikan berat badan setiap kali periksa,
terjadi penurunan atau kenaikan berat badan ibu.
d). Pemeriksaan Amnioskopi dilakukan untuk melihat derajat kekeruhan air ketuban menurut
warnanya yaitu bila keruh dan kehitaman berarti air ketuban bercampur mekonium dan bisa
mengakibatkan gawat janin (Prawirohardjo, 2005).
Pengaruh Serotinus
Menurut Muchtar (1998), pengaruh dari serotinus adalah :
a). Terhadap Ibu :
Pengaruh postmatur dapat menyebabkan distosia karena aksi uterus tidak terkoordinir, maka
akan sering dijumpai patus lama, inersia uteri, dan perdarahan postpartum.
b). Terhadap Bayi :
Jumlah kematian janin/bayi pada kehamilan 43 minggu 3 kali lebih besar dari kehamilan 40
minggu, karena postmaturitas akan menambah bahaya pada janin. Pengaruh postmaturitas pada
janin bervariasi seperti berat badan janin dapat bertambah besar, tetap dan ada yang berkurang
sesudah kehamilan 42 minggu. Ada pula yang terjadi kematian janin dalam kandungan,
kesalahan letak, distosia bahu, janin besar, moulage.
Komplikasi
a). Menurut Mochtar (1998), komplikasi yang terjadi pada kehamilan serotinus yaitu:
(1) Komplikasi pada Ibu
Komplikasi yang terjadi pada ibu dapat menyebabkan partus lama, inersia uteri, atonia uteri dan
perdarahan postpartum.
(2) Komplikasi pada Janin
Komplikasi yang terjadi pada bayi seperti berat badan janin bertambah besar, tetap atau
berkurang, serta dapat terjadi kematian janin dalam kandungan.
b). Menurut Prawirohardjo (2006), komplikasi yang terjadi pada kehamilan serotinus yaitu
komplikasi pada Janin. Komplikasi yang terjadi pada bayi seperti gawat janin, gerakan janin
berkurang, kematian janin, asfiksia neonaturum dan kelainan letak.
c). Menurut Achdiat (2004), komplikasi yang terjadi pada kehamilan serotinus yaitu komplikasi
pada janin. Komplikasi yang terjadi seperti : kelainan kongenital, sindroma aspirasi mekonium,
gawat janin dalam persalinan, bayi besar (makrosomia) atau pertumbuhan janin terlambat,
kelainan jangka pangjang pada bayi.
Penatalaksanaan Serotinus
Menurut Mochtar (1998), setelah usia kehamilan lebih dari 40 42 minggu adalah monitoring
janin sebaik baiknya. Apabila tidak ada tanda tanda insufisiensi plasenta, persalinan spontan
dapat ditunggu dengan pengawasan ketat. Apabila ada insufisiensi plasenta dengan keadaan
serviks belum matang, pembukaan belum lengkap, persalinan lama, ada tanda-tanda gawat janin,
kematian janin dalam kandungan, pre-eklamsi, hipertensi menahun dan pada primi tua makan
dapat dilakukan operasi seksio sesarea. Keadaan yang mendukung bahwa janin masih dalam
keadaan baik, memungkinkan untuk menunda 1 minggu dengan menilai gerakan janin.
Persalinan anjuran atau induksi persalinan dapat dilakukan dengan metode :
a). Persalinan anjuran dengan infus pituitrin (sintosinon)
Persalinan anjuran dengan infus oksitosin, pituitrin, sintosinon 5 unit dalam 500 cc glukosa 5%,
banyal digunakan. Teknik induksi dengan infus glukosa lebih sederhanan dan mulai dengan 8
tetes dengan maksimal 40 tetes/menit. Kenaikan tetesan 4 hingga 8 tetes setiap 5 menit sampai
kontraksi optimal. bila dengan 30 tetes kontraksi maksimal telah tercapai, maka tetesan tersebut
dipertahankan sampai terjadi persalinan. Apabila terjadi kegagalan, ulangi persalinan anjuran
dengan selang waktu sampai 48 jam.
b). Memecahkan ketuban
Memecahkan ketuban merupakan salah satu metode untuk mempercepat persalinan. setelah
ketuban pecah, ditunggu sekitar 4 sampai 6 jam dengan harapan kontraksi otot rahim akan
berlangsung. Apabila belaum berlangsung kontraksi otot rahim dapa diikuti induksi persalinan
dengan infus glukosa yang mengandung 5 unit oksitosin.
c). Persalinan anjuran yang menggunakan protaglandin
Prostaglandin berfungsi untuk merangsang kontraksi otot rahim. pemakaian prostaglandin
sebagai induksi persalinan dapat dalam bendtuk infus intravena dan perwaginam (prostaglandin
vagina suppositoria).
Menurut Achadiat (2004), tata laksana kehamilan post term tanpa patologi lain, yaitu :
(1) Pasien dirawat
(2) Pemeriksaan laboratorium Non Stres Test (NST) dan USG
(3) NST reaktif periksa keadaan servik
(4) Servik matang (BS) lebih dari 9 dapat langsung diinduksi
(5) Jika servik belum matang, perlu dimatangkan dulu
(6) Bila terdapat patologi lain (misalnya preeklamsi berat, bekas SC, dsb)
(7) maka dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan dengan SC.
(8) Jika induksi gagal/terjadi gawat janin dilakukan SC
Persalinan anjuran bertujuan untuk dapat merangsang otot rahim berkontraksi, sehingga
persalinan bisa berlangsung. Membuktikan ketidakseimbangan antara kepala janin dengan jalan
lahir.
Bishop telah menetapkan beberapa penilaian agar persalinan induksi dapat berhasil. Dengan
menggunakan kriteria Bishop sudah dapat diperkirakan keberhasilan persalinan ajuran. Pada
nilai total Bishop rendah, sebaiknya langsung dilakukan seksio sesarea, karena induksi
persalinan tidak akan berhasil. Induksi persalinan yang dipaksakan akan menambah keadaan
gawat janin dalam rahim. Dengan demikian pertimbangan untuk melakukan persalinan anjuran
di Polindes perlu dilakukan dengan baik (Manuaba, 1998).
Kriteria Bishop
Keadaan fisik
Pembukaan serviks 0 cm
Nilai
Perlunakan 0-30%
Konsistensi servik kaku
Total nilai