Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Nefritis lupus adalah proses inflamasi pada ginjal yang disebabkan
oleh lupus eritematosus sistemik, merupakan penyakit system imun (18).

B. EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian nefritis lupus adalah 3 per 10.000 orang. Namun,
frekuensi yang lebih tinggi terjadi di Asia, Afrika Amerika, Hispanics dan
native Amerika (3,18,20). Pada anak-anak dengan LES, hampir setengahnya
dapat mengalami nefritis lupus. Sebagian pasien tidak menunjukkan gejala
LES saat didiagnosis nefritis lupus (19). Nefritis lupus 80% ditemukan pada
anak perempuan. Umumnya ditemukan pada usia 11-12 tahun, jarang pada
usia kurang dari 5 tahun (15,21).

C. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis nefritis lupus sangat bervariasi, pada anak gejala yang
muncul lebih berat daripada dewasa dengan morbiditas yang lebih tinggi dan
survival rate yang rendah (22). Frekuensi NL pada pasien LES sangat tinggi,
sehingga bila ditemukan seorang penderita LES, namun belum ditemukan
kelainan pada urinalisis maka disebut sebagai silent NL.

Lokasi kelainan patologi anatomik pada ginjal (glomerulus, tubulus,


pembuluh darah) mempengaruhi manifestasi klinisnya. Yang paling banyak
dijumpai adalah nefritis lupus yang bersifat kelainan glomeruler.
Manifestasi renal pada LES (23):
1. Hipertensi

6. Glomerulonefritis

2. Hematuria & proteinuria


simtomatik

progresif cepat
7. Gagal ginjal akut

3. Gross hematuria

8. Gagal ginjal kronik

4. Sindrom nefrotik

9. Nefritis interstitial

5. Glomerulonefritis akut

10. Asidosis tubular ginjal

D. DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis NL maka kita harus menemukan adanya
LES terlebih dahulu. Diagnosis ditegakkan jika pasien dapat memenuhi 4 dari
11 kriteria American College of Rheumatology yang telah direvisi terutama
bagian imunologik. Kriteria yang ada ini mencakup kriteria klinis dan
laboratoris (2).

Sedangkan pada nefritis lupus, pada pemeriksaan urinalisis dapat


ditemukan hematuria, proteinuria, dan macam-macam silinder, antara lain: sel
darah merah, sel darah putih, hemoglobin, tubulus granular atau campuran (18).
Pemeriksaan laboratorium pada NL (13):
1. Urinalisis
2. Darah tepi termasuk LED
3. Proteinuria kuantitatif
4. Pemeriksaan fungsi ginjal
5. Kimia darah: albumin, globulin, kolesterol
6. Pemeriksaan khusus: sel LE, komplemen darah (C3, C4, CH50), CRP, ANA
test, uji Coombs, uji serologi sifilis, Ig G, krioglobulin.
7. Biopsi ginjal
5

E. GAMBARAN PATOLOGI ANATOMI


International Society of Nephrology and the Renal Pathology Society telah
merevisi klasifikasi WHO mengenai derajat keparahan keterlibatan renal
berdasarkan biopsinya. Klasifikasi dapat dilihat pada tabel 2 (2).
Tabel 2. Derajat Keparahan Keterlibatan Renal Akibat LES

Derajat satu merupakan derajat yang paling ringan dimana urinalisis dan
kreatinin anak masih normal. Derajat ini tidak perlu pengobatan spesifik dan
prognosisnya baik. Kebanyakan anak dengan LES mengidap klasifikasi renal
nomor 2 dimana ditandai dengan mikroskopik hematuri atau proteiunuria.

Pengobatan dilakukan dengan pemberian kortikosteroid dosis sedang selama


beberapa bulan (2).
Derajat 3 terjadi pada 41% anak dengan LES ditandai dengan hematuria,
proteinuria. Terkadang juga dapat muncul sindrom nefrotik, hipertensi, dan nilai
ureum yang abnormal. Derajat 4 terjadi pada 65% anak dengan LES ditandai
dengan hematuria, proteinuria, hipertensi, kadar C3 dan C4 yang rendah dan
peningkatan kadar anti dsDNA. Pengobata derajat 3 dan 4 meliputi dosis tinggi
kortikosteroid oral (2mg/kgBB) atau dengan metilprednisolon intravena dengan
dosis 30mg/kg, maksimal 1 gram ditambah agent imunosupresif (2).
Pasien dengan derajat 5 sering datang sebagai sindrom nefrotik saja atau
djuga dengan nefritis lupus. Nefritis lupus tipe 6 merupakan stadium akhir dari
kerusakan ginjal, tidak dapat diobati kembali (2).

F. IMUNOPATOLOGI
Kompleks imun yang ditemukan di sirkulasi seperti kompleks DNAanti DNA, IgG (paling sering), IgM, IgA, C1, C3, dan properdin ternyata juga
berdeposit di membran basal glomerulus, interstisium, tubulus, dan pembuluh
darah dengan derajat keparahan yang berbeda-beda. Selain itu, kompleks imun
dapat pula terbentuk in situ di glomerulus yaitu karena adanya DNA dalam
sirkulasi yang mengendap di glomerulus kemudian terbentuk antibodi antiDNA. Setelah terjadi endapan kompleks imun, terjadi aktivasi sistem
komplemen dan menarik sel-sel inflamasi seperti limfosit, makrofag, dan

netrofil yang mengakibatkan kerusakan jaringan glomerulus dan timbul


gejala-gejala nefritis (20,24).

G. PENGOBATAN
Di bagian anak FKUI dibuat protokol untuk setiap pasien NL
dilakukan biopsi ginjal bila memungkinkan. Pada NL tipe I (normal), tipe II
(mesangial), dan tipe III (proliferatif fokal) diberikan prednison 60 mg/m 2/hari
dibagi 3 dosis (maksimum 80 mg) selama 8 minggu. Bila membaik dosis
diturunkan 5 mg setiap 2 minggu sampai mencapai dosis awal. Kemudian
dilanjutkan dosis selang sehari dengan penurunan dosis hingga 10 mg/hari dan
dipertahankan 1-2 tahun kemudian dihentikan (13,18,25).
Pada NL tipe IV (proliferatif difus) dan tipe V (membranosa) diberi
kombinasi prednison dan siklofosfamid 2 mg/kgbb. Efek samping
siklofosfamid biasanya leukopenia. Jika leukosit 3000/ul obat dihentikan
sampai leukosit naik menjadi 5000/ul dan dilanjutkan dengan dosis 1
mg/kgbb/hari. Adanya penurunan fungsi ginjal yang progresif diberikan terapi
pulse metil prednisolon setiap 1-2 hari selama 1 minggu dan bila perlu sekali
dipertimbangkan untuk melakukan plasmaferesis (13,18,25).

H. PROGNOSIS
Setelah pengobatan kortikosteroid dan sitostatik prognosis NL
mengalami perbaikan. Angka harapan hidup 1 tahun adalah 90%, pada 10
tahun 85%, dan pada 15 tahun 77% (25).
Penyebab kematian pada NL yang sering adalah gagal ginjal, sepsis
dan kelainan susunan saraf pusat. Timbulnya infeksi karena adanya defek
imunologik dan pemakaian kortikosteroid dan imunosupresif. Pada pasien
dengan infeksi virus varisela dapat diberikan asiklovir untuk profilaksis
meningitis dan diseminasi. Pada gagal ginjal terminal bila memungkinkan
dilakukan dialisis dan transplantasi (13).

Anda mungkin juga menyukai