Anda di halaman 1dari 64

0

Bahan Pelatihan
PEMBELAJARAN AKTIF, INOVATIF, KREATIF,
EFEKTIF DAN MENYENANGKAN (PAIKEM)
Oleh :
Dr. Muhibbin Syah, M.Ed.
Dr. Hj. Rahayu Kariadinata, M.Pd.

PENDIDIKAN DAN LATIHAN PROFESI GURU(PLPG)


RAYON FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2009

1. KONSEP DASAR PAIKEM


1.1 Pengertian PAIKEM
PAIKEM merupakan singkatan dari Pembelajaran
Aktif,

Inovatif,

Kreatif,

Selanjutnya,

PAIKEM

pendekatan

mengajar

Efektif,
dapat

dan

Menyenangkan.

didefinisikan

(approach

to

sebagai:

teaching)

yang

digunakan bersama metode tertentu dan pelbagai media


pengajaran yang disertai penataan lingkungan sedemikian
rupa agar proses pembelajaran menjadi aktif, inovatif, kreatif,
efektif, dan menyenangkan. Dengan demikian, para siswa
merasa tertarik dan mudah menyerap pengetahuan dan
keterampilan yang diajarkan. Selain itu, PAIKEM juga
memungkinkan siwa melakukan kegiatan yang beragam
untuk

mengembangkan

sikap,

pemahaman,

dan

keterampilannya sendiri dalam arti tidak semata-mata


disuapi guru. Di antara metode-metode mengajar yang
amat mungkin digunakan untuk mengimple- mentasikan
PAIKEM, ialah: 1) metode ceramah plus, 2) metode diskusi;
3) metode demonstrasi; 4) metode role-play; dan 5) metode
simulasi.
1.2 Peralihan yang mendasari PAIKEM
PAIKEM

dikembangkan

berdasarkan

beberapa

perubahan/peralihan:
a. Peralihan dari belajar perorangan (individual learning)
ke belajar bersama (cooperative learning);

(individual learning)

(cooperative learning)

b. Peralihan dari belajar dengan cara menghafal (rote


learning) ke belajar untuk memahami (learning for
understanding);
c. Peralihan

dari

teori

(knowledge-transmitted)

pemindahan
ke

pengetahuan

bentuk

interaktif,

keterampilan proses dan pemecahan masalah;


d. Peralihan paradigma dari guru mengajar

ke siswa

belajar;
e. Beralihnya bentuk evaluasi tradisional ke bentuk
authentic

assessment

seperti

portofolio,

proyek,

laporan siswa, atau penampilan siswa (Shadiq dalam


Setiawan, 2004)
Dasar peralihan tersebut di atas sesuai dengan PP No.
19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal
19, ayat (1) yang berbunyi:

Proses pembelajaran pada satuan pendidikan


diselenggarakan
secara
interaktif,
inspiratif,
menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta
didik untuk berpar- tisipasi aktif, serta memberikan
ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas dan
kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
1.3 Karakteristik PAIKEM
a. Berpusat pada siswa (student-centered );

Suasana Pembelajaran yang berpusat


pada siswa (Depdiknas, 2005)
Berpusat pada siswa :
o
Guru sebagai fasilitator, bukan
penceramah;
o
Fokus pembelajaran pada siswa
bukan pada guru;
o
Siswa belajar secara aktif;
o
Siswa mengontrol proses
belajar dan menghasilkan karyanya
sendiri, tidak hanya mengutip dari guru.

b. Belajar yang menyenangkan (joyfull


learning);
c. Belajar yang berorientasi pada tercapainya
kemampuan tertentu (competency-based
learning);
d. Belajar secara tuntas (mastery learning);
e. Belajar secara berkesinambungan
(continuous learning);
f. Belajar sesuai dengan ke-kini-an dan kedisini-an (contextual learning).
Sementara itu, pembelajaran saat ini masih lebih
cenderung berpusat pada guru.

Suasana pembelajaran yang berpusat pada guru


(Depdiknas, 2005)

5
Berpusat pada guru :
o
Pengajaran bersifat tradisional
dan siswa pasif;
o
Penyampaian melalui ceramah
tanpa modifikasi;
o
Guru menentukan secara
mutlak materi yang ia ajarkan dan
cara siswa mendapatkan informasi
mengenai materi yang mereka
pelajari.

1.4. Arti Penting PAIKEM


Mengapa pendekatan PAIKEM perlu diterapkan?
Sekurang-kurangnya ada dua alasan perlunya pendekatan
PAIKEM diterapkan di sekolah/madrasah kita, yakni:
a) PAIKEM lebih memungkinkan perserta didik dan guru
sama-sama aktif terlibat dalam pembelajaran. Selama
ini

kita

lebih

banyak

mengenal

pendekatan

pembelajaran konvensional. Hanya guru yang aktif


(monologis),

sementara

para

siswanya

pasif,

sehingga pembelajaran menjemukan, tidak menarik,


tidak

menyenangkan,

bahkan

kadang-kadang

menakutkan siswa.
b) PAIKEM lebih memungkinkan guru dan siswa berbuat
kreatif bersama. Guru mengupayakan segala cara
secara kreatif untuk melibatkan semua siswa dalam
proses pembelajaran. Sementara itu, peserta didik
juga didorong agar kreatif dalam berinteraksi dengan
sesama teman, guru, materi pelajaran dan segala alat

bantu belajar, sehingga hasil pembelajaran dapat


meningkat.
PAIKEM dilandasi oleh falsafah konstruktivisme yang
menekankan agar peserta didik mampu mengintegrasikan
gagasan baru dengan gagasan atau pengetahuan awal yang
telah dimilikinya, sehingga mereka mampu membangun
makna bagi fenomena yang berbeda. Falsafah pragmatisme
yang berorientasi pada tercapainya tujuan secara mudah
dan langsung juga menjadi landasan PAIKEM, sehingga
dalam pembelajaran peserta didik selalu menjadi subjek aktif
sedangkan guru menjadi fasilitator dan pembimbing belajar
mereka.
2. HAL-HAL PENTING YANG HARUS DIPERHATIKAN
DALAM IMPLEMENTASI PENDEKATAN PAIKEM
Dalam melaksanakan PAIKEM, guru perlu memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
2.1. Memahami sifat yang dimiliki siswa
Pada dasarnya anak memiliki imajinasi dan sifat ingin
tahu. Semua anak terlahir dengan membawa dua potensi ini.
Keduanya merupakan modal dasar bagi berkembangnya
sikap/pikiran kritis dan kreatif. Oleh karenanya, kegiatan
pembelajaran perlu dijadikan lahan yang kita olah agar
menjadi tempat yang subur bagi perkembangan kedua
potensi anugerah Tuhan itu. Suasana pembelajaran yang

diiringi dengan pujian guru terhadap hasil karya siswa, yang


disertai pertanyaan guru yang menantang dan dorongan
agar siswa melakukan percobaan, misalnya, merupakan
pembelajaran yang baik untuk mengembangkan potensi
siswa.
2.2 Memahami perkembangan kecerdasan
siswa
Menurut Jean Piaget dalam Syah (2008: 29-33),
perkembangan

kecerdasan

akal/perkembangan

kognitif manusia berlangsung dalam empat tahap,


yakni: Sensory-motor (Sensori-motor/0-2 tahun) Preoperational (Pra-operasional / 2-7 tahun) Concreteoperational

(Konkret-operasional

7-11tahun)

Formal-operational (Formal- operasional / 11 tahun ke


atas). Selama kurun waktu pendidikan dasar dan
menengah,

siswa

mengalami

tahap

Concrete-

operational dan Formal-operational.


Dalam

periode

konkret-operasional

yang

berlangsung hingga usia menjelang remaja, anak


memeroleh tambahan kemampuan yang disebut
system of operations

(satuan langkah berpikir).

Kemampuan satuan langkah berpikir ini berfaedah


bagi anak untuk mengkoordinasikan pemikiran dan
idenya dengan peristiwa tertentu ke dalam sistem
pemikirannya sendiri.

Selanjutnya,
tahap

dalam

perkembangan

Formal-operational

seorang

kognitif

remaja

telah

memiliki kemampuan mengkoordinasikan baik secara


serentak maupun berurutan dua ragam kemampuan
kognitif, yakni: 1) kapasitas menggunakan hipotesis;
2) kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak.
Dengan kapasitas menggunakan hipotesis (anggapan
dasar),

seorang

remaja

akan

mampu

berpikir

hipotetis, yakni berpikir mengenai sesuatu khususnya


dalam

hal

pemecahan

masalah

dengan

menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan


lingkungan yang ia respons. Selanjutnya, dengan
kapasitas

menggunakan

prinsip-prinsip

abstrak,

remaja tersebut akan mampu mempelajari materimateri pelajaran yang abstrak, misalnya ilmu tauhid,
ilmu

matematika

dan ilmu-ilmu abstrak lainnya

dengan luas dan mendalam.


Sebagai bukti bahwa seorang remaja pelajar
telah

memiliki

kedewasaan

dicontohkan

ketika

hipotesisnya

sewaktu

seorang
penggali

kawannya,

ia

menggunakan
mendengar

seperti:

peninggalan

berpikir,

pikiran

pernyataan

"Kemarin

purbakala

dapat

seorang

menemukan

kerangka manusia berkepala domba dan berkaki


empat yang telah berusia sejuta tahun". Apa yang

salah dalam pernyataan ini? Remaja pelajar tadi,


setelah

berpikir

sejenak

dengan

serta-merta

berkomentar: "Omong kosong!" Ungkapan "omong


kosong" ini merupakan hasil berpikir hipotetis remaja
pelajar

tersebut,

karena

mustahil

ada

manusia

berkepala domba dan berkaki empat betapapun


tuanya umur kerangka yang ditemukan penggali
benda purbakala itu (Syah, 2008: 33).
2.3 Mengenal siswa secara perorangan
Para siswa berasal dari lingkungan keluarga yang
bervariasi dan memiliki kemampuan yang berbeda. Dalam
PAIKEM perbedaan individual perlu diperhatikan dan harus
tecermin dalam kegiatan pembelajaran. Semua siswa dalam
kelas tidak selalu mengerjakan kegiatan yang sama,
melainkan berbeda sesuai dengan kecepatan belajarnya.
Siswa yang memiliki kemampuan lebih dapat dimanfaatkan
untuk membantu temannya yang lemah dengan cara tutor
sebaya. Dengan mengenal kemampuan siswa, apabila ia
mendapat kesulitan kita dapat membantunya sehingga
belajar siswa tersebut menjadi optimal.
2.4 Memanfaatkan perilaku siswa dalam
pengorganisasian belajar
Sebagai makhluk sosial, anak sejak kecil secara alami
bermain berpasangan atau berkelompok dalam bermain.
Perilaku ini dapat dimanfaatkan dalam pengorganisasian

10

belajar. Dalam melakukan tugas atau membahas sesuatu,


siswa dapat bekerja berpasangan atau dalam kelompok.
Berdasarkan pengalaman, siswa akan menyelesaikan tugas
dengan baik apabila mereka duduk berkelompok. Duduk
seperti ini memudahkan mereka untuk berinteraksi dan
bertukar

pikiran.

menyelesaikan

Namun

tugas

demikian,

secara

siswa

perorangan

perlu
agar

juga
bakat

individunya berkembang.
2.5 Mengembangkan kemampuan berpikir kritis,
kreatif, dan kemampuan memecahkan
masalah
Pada

dasarnya

belajar

yang

baik

adalah

memecahkan masalah karena dalam belajar sesungguhnya


kita

menghadapkan

siswa

pada

masalah.

Hal

ini

memerlukan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Kritis


untuk menganalisis masalah dan kreatif untuk melahirkan
alternatif pemecahan masalah. Berpikir kritis dan kreatif
berasal dari rasa ingin tahu dan imajinasi yang keduanya
ada pada diri anak sejak lahir. Oleh karena itu, tugas guru
adalah mengembangkannya, antara lain dengan sering
memberikan tugas atau mengajukan pertanyaan terbuka dan
memungkinkan siswa berpikir mencari alasan dan membuat
analisis

yang

kritis.

Pertanyaan

dengan

kata-kata

Mengapa?, Bagaimana kalau... dan Apa yang terjadi


jika lebih baik daripada pertanyaan dengan kata-kata
yang hanya berbunyi Apa?, Di mana?.

11

2.6 Mengembangkan ruang kelas sebagai


lingkungan belajar yang menarik
Ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat
disarankan dalam PAIKEM. Hasil pekerjaan siswa sebaiknya
dipajangkan untuk memenuhi ruang kelas. Selain itu, hasil
pekerjaan yang dipajangkan diharapkan memotivasi siswa
untuk bekerja lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi
siswa lain. Materi yang dipajangkan dapat berupa hasil kerja
perorangan, pasangan, atau kelompok. Pajangan dapat
berupa gambar, peta, diagram, model, benda asli, puisi,
karangan, dan sebagainya. Ruang kelas yang penuh dengan
pajangan hasil pekerjaan siswa, dan ditata dengan baik,
dapat membantu guru dalam kegiatan pembelajaran karena
dapat dijadikan rujukan ketika membahas sebuah masalah.
2. 7 Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber
belajar
Lingkungan (fisik, sosial, dan budaya) merupakan
sumber yang sarat dengan bahan belajar siswa. Lingkungan
dapat berperan sebagai media belajar dan objek kajian
(sumber belajar). Penggunaan lingkungan sebagai sumber
belajar sering membuat siswa merasa senang dalam belajar.
Belajar dengan menggunakan lingkungan tidak selalu harus
di luar kelas. Bahan dari lingkungan dapat dibawa ke ruang
kelas untuk menghemat biaya dan waktu. Pemanfaatan
lingkungan dapat mengembangkan sejumlah keterampilan
seperti mengamati (dengan seluruh indera), mencatat,

12

merumuskan

pertanyaan,

berhipotesis,

mengklasifikasi,

membuat tulisan, dan membuat gambar / diagram.

2.8 Memberikan umpan balik yang baik untuk


meningkatkan kegiatan belajar
Mutu hasil belajar akan meningkat apabila terjadi
interaksi dalam belajar. Pemberian umpan balik (feedback)
dari guru kepada siswa merupakan salah satu bentuk
interaksi antara guru dan siswa. Umpan balik hendaknya
lebih banyak mengungkapkan kekuatan daripada kelemahan
siswa. Selain itu, cara memberikan umpan balik pun harus
secara santun. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih percaya
diri dalam menghadapi tugas-tugas belajar selanjutnya. Guru
harus konsisten memeriksa hasil pekerjaan siswa dan
memberikan komentar dan catatan. Catatan guru berkaitan
dengan

pekerjaan

siswa

lebih

bermakna

bagi

pengembangan diri siswa daripada hanya sekedar angka.


2.9. Membedakan antara aktif fisik dengan aktif
mental
Banyak

guru

yang

cepat

merasa

puas

saat

menyaksikan para siswa sibuk bekerja dan bergerak, apalagi


jika bangku diatur berkelompok dan para siswa duduk
berhadapan. Situasi yang mencerminkan aktifitas fisik seperti
ini bukan ciri berlangsungnya PAIKEM yang sebenarnya,

13

karena aktif secara mental (mentally active) lebih berarti


daripada aktif secara fisik (phisically active). Sering bertanya,
mempertanyakan gagasan orang lain, dan mengungkapkan
gagasan merupakan tanda-tanda aktif secara mental. Syarat
berkembangnya aktif

mental adalah tumbuhnya perasaan

tidak takut, seperti: takut ditertawakan, takut disepelekan,


dan takut dimarahi jika salah. Oleh karena itu, guru
hendaknya menghilangkan penyebab rasa takut tersebut,
baik yang muncul dari temannya maupun dari guru itu
sendiri. Berkembangnya rasa takut sangat bertentangan
dengan prinsip PAIKEM.
3. PENJABARAN PAIKEM
3.1. Pembelajaran Aktif
Secara harfiah active artinya: in the habit of doing
things, energetic (Hornby, 1994:12), artinya terbiasa berbuat
segala

hal

Pembelajaran

dengan
yang

menggunakan

aktif

berarti

segala

pembelajaran

daya.
yang

memerlukan keaktifan semua siswa dan guru secara fisik,


mental, emosional, bahkan moral dan spiritual. Guru harus
menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif
bertanya, membangun gagasan, dan melakukan kegiatan
yang dapat memberikan pengalaman langsung, sehingga
belajar merupakan proses aktif siswa dalam membangun

14

pengetahuannya sendiri. Dengan demikian, siswa didorong


untuk bertanggung jawab terhaap proses belajarnya sendiri.
Dalam pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)
tentang sunnatullah atas alam semesta misalnya, siswa
dapat melakukan pengamatan tentang fenomena alam.
Siswa mengamati matahari bersinar di siang hari dan
berjalan pada porosnya, terbit di ufuk timur dan terbenam di
ufuk barat, bulan bersinar di malam hari dan beredar pada
porosnya. Siswa mengamati bintang-bintang berkelip di
malam hari dengan jarak yang sangat jauh dari bumi. Siswa
mengamati adanya laki-laki dan perempuan, adanya siang
dan malam, dan adanya panas dan dingin. Semua ini
merupakan

sunnatullah.

Dengan

adanya

sunnatullah,

manusia akan dapat mendorong dirinya untuk melakukan


penelitian terhadap benda-benda
secara

fisik

semua

indera

ciptaan Allah. Sehingga


aktif

terlibat,

berpikir,

menganalisis, dan menyimpulkan bahwa semua benda dan


fenomena itu terjadi karena kehendak Allah SWT.
Menurut Taslimuharrom (2008) sebuah proses belajar
dikatakan aktif (active learning) apabila mengandung:
1) Keterlekatan pada tugas (Commitment)
Dalam hal ini, materi, metode, dan strategi pembelajaran
hendaknya bermanfaat bagi siswa (meaningful), sesuai
dengan kebutuhan siswa (relevant), dan bersifat/memiliki
keterkaitan dengan kepentingan pribadi (personal);
2) Tanggung jawab (Responsibility)

15

Dalam hal ini, sebuah proses belajar perlu memberikan


wewenang kepada siswa untuk berpikir kritis secara
bertanggung jawab, sedangkan guru lebih banyak
mendengar

dan

menghormati

ide-ide

siswa,

serta

memberikan pilihan dan peluang kepada siswa untuk


mengambil keputusan sendiri.
3) Motivasi (Motivation)
Proses

belajar

hendaknya

lebih

mengembangkan

motivasi intrinsic siswa. Motivasi intrinsik adalah hal dan


keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang
dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar. Dalam
perspektif psikologi kognitif, motivasi yang lebih signifikan
bagi siswa adalah motivasi intrinsik (bukan ekstrinsik)
karena lebih murni dan langgeng serta tidak bergantung
pada dorongan atau pengaruh orang lain. Dorongan
mencapai

prestasi

dan

memiliki

pengetahuan

dan

keterampilan untuk masa depan, umpamanya, memberi


pengaruh lebih kuat dan relatif lebih langgeng dibandingkan

dengan

dorongan

hadiah

atau

dorongan

keharusan dari orangtua dan guru. Motivasi belajar siswa


akan meningkat apabila ditunjang oleh pendekatan yang
lebih berpusat pada siswa (student centered learning).
Guru mendorong siswa untuk aktif mencari, menemukan
dan memecahkan masalahnya sendiri. Ia tidak hanya
menyuapi

murid,

juga

tidak

menuangkan air ke dalam ember.

seperti

orang

yang

16

Alhasil, di satu sisi guru aktif:


memberikan umpan balik;
mengajukan pertanyaan yang menantang; dan
mendiskusikan gagasan siswa.

Di sisi lain, siswa aktif antara lain dalam hal:


bertanya / meminta penjelasan;
mengemukakan gagasan; dan
mendiskusikan gagasan orang lain dan gagasannya
sendiri.

3.2 Pembelajaran Inovatif


McLeod
sebagai:

(1989:520)

something

method or device.

newly

mengartikan
introduced

inovasi
such

as

Berdasarkan takrif ini, segala

aspek (metode, bahan, perangkat dan sebagainya)


dipandang baru atau bersifat inovatif apabila metode
dan sebagainya itu berbeda atau belum dilaksanakan
oleh seorang guru meskipun semua itu bukan barang
baru bagi guru lain.
Pembelajaran inovatif dapat menyeimbangkan fungsi
otak kiri dan kanan apabila dilakukan dengan cara mengintegrasikan media/alat bantu terutama yang berbasis
teknologi baru/maju ke dalam proses pembelajaran tersebut.
Sehingga, terjadi proses renovasi mental, di antaranya

17

membangun rasa pecaya diri siswa. Penggunaan bahan


pelajaran, software multimedia, dan microsoft power point
merupakan salah satu alternatif.
Pelajaran

bahasa

Inggris

di

sekolah

dan

madrasah misalnya, tidak perlu memakai materi asli


yang cenderung sekuler. Bahasa Inggris untuk MTs
bisa

dikembangkan

sendiri,

misalnya

dengan

menggunakan wacana-wacana ke-Islam-an tentang


salat,

puasa,

zakat/sedekah,

dan

pergi

haji.

Penggunaan wacana-wacana khas ini tidak berarti


harus mengabaikan wacana-wacana umum yang
lazim misalnya tentang interpersonal interaction,
tentang daily life dan tentang hospitality.
Namun, wacana-wacana umum itu disajikan
secara inovatif dalam arti menggunakan metode dan
bahan serta kosa kata yang berbeda dan dapat
dipandang

Islami.

Ketika

menjelaskan

struktur

kalimat the simple present tense yang menceritakan


kegiatan
guru

sehari-hari/kebiasaan

bahasa

Inggris

bisa

misalnya,

menggunakan

seorang
contoh

kalimat: I do the Jumah prayer in the grand mosque


every Friday (Setiap hari Jumat saya salat Jumat di
masjid agung) atau Laila always helps her mother in
the kitchen after praying the maghrib (Setelah salat
magrib, Laila selalu membantu ibunya di dapur), dan

18

sebagainya. Kalimat seperti ini tidak hanya Islami,


tetapi juga bersifat inovatif dan lebih bermanfaat
daripada kalimat yang bunyinya sekedar Birds fly in
the sky (Burung-burung terbang di angkasa) apalagi
kalimat yang berbunyi John goes to the beach with
Jane every Sunday (Setiap hari Ahad John pergi ke
pantai bersama Jane). Cobalah Anda pikirkan, apa
signifikansi kedua kalimat tadi? Tidak ada, karena
semua orang sudah tahu setiap burung kalau terbang
pasti di angkasa, dan kebiasaan John ke pantai
berduaan dengan Jane itu tidak Islami bahkan tidak
Indonesiani.
Membangun

sebuah

pembelajaran

inovatif

bisa

dilakukan dengan cara-cara yang di antaranya menampung


setiap karakteristik siswa dan mengukur kemampuan/daya
serap

setiap

siswa.

Sebagian

siswa

ada

yang

berkemampuan dalam menyerap ilmu dan keterampilan


dengan menggunakan daya visual (penglihatan) dan auditory
(pendengaran), sedang sebagian lainnya menyerap ilmu dan
keterampilan secara kinestetik (rangsangan/gerakan otot dan
raga). Dalam hal ini, penggunaan alat/perlengkapan (tools)
dan metode yang relevan dan alat bantu langsung dalam
proses pembelajaran merupakan kebutuhan dalam membangun proses pembelajaran inovatif.
Alhasil, di satu sisi guru bertindak inovatif dalam hal:

19

menggunakan bahan/materi baru yang bermanfaat


dan bermartabat;
menerapkan pelbagai pendekatan pembelajaran

dengan gaya baru;


memodifikasi pendekatan pembelajaran konvensional
menjadi pendekatan inovatif yang sesuai dengan
keadaan siswa, sekolah dan lingkungan;
melibatkan perangkat teknologi pembelajaran.

Di sisi lain, siswa pun bertindak inovatif dalam arti:


merngikuti pembelajaran inoavtif dengan aturan yang
berlaku;
berupaya mencari bahan/materi sendiri dari sumbersumber yang relevan;
menggunakan perangkat tekonologi maju dalam
proses belajar.
Selain itu, dalam menerapkan
inovatif

diperlukan

adanya

pembelajaran yang

beraneka

ragam

strategi

pembelajaran yang dapat diterapkan dalam berbagai bidang


studi. Adapun ragam strategi pembelajaran yang dapat
diterapkan dalam pembelajaran inovatif (Sukestyarno : 2007)
meliputi:
1) Examples

non-examples,

sebagai berikut:

dengan

langkah-langkah

20

a.

Guru

mempersiapkan

gambar-gambar

sesuai

dengan tujuan pembelajaran;


b.

Guru

menempelkan

gambar

di

papan

atau

ditayangkan melalui power point;


c.

Guru memberikan petunjuk dan peluang kepada


siswa

untuk

memperhatikan

menganalisis

gambar ;

d.

Kelompok yang terdiri atas 2-3 siswa melakukan


diskusi dan analisis mengenai bagian yang
merupakan

contoh

dan

bukan

contoh,

lalu

mencatat hasilnya;
e.

Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan


hasil diskusinya;

f.

Guru mengomentari dan memberi penjelasan


mengenai materi sesuai dengan sesuai tujuan
yang ingin dicapai;

g.

Simpulan.

2) Numbered heads together,


together, dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
a.

Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok, setiap


siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor;

b.

Guru

memberi

tugas

kelompok mengerjakannya;

dan

masing-masing

21

c.

Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar


dan memastikan tiap anggota kelompok dapat
mengerjakannya/mengetahui jawabannya;

d.

Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan


nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama
mereka;

e.

Tanggapan dari teman yang lain ditampung,


kemudian guru menunjuk nomor yang lain;

f.

Simpulan.

3) Cooperative script, dengan langkah-langkah sebagai


berikut:
a. Guru membagi siswa ke dalam sejumlah pasangan;
b. Guru

membagikan

wacana/materi

dan

siswa

membaca dan membuat ringkasannya;


c. Guru dan siswa menetapkan siswa yang pertama
berperan sebagai pembicara dan siswa-siswa lain
yang berperan sebagai pendengar;
d. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap
mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam
ringkasannya.
Sementara itu, para siswa pendengar: 1)
menyimak/mengoreksi/ menunjukkan ide-ide pokok
yang kurang lengkap; 2) membantu mengingat /
menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan
materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.

22

Bertukar peran, semula sebagai pembicara


ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya;
Simpulan dibuat oleh siswa bersama guru;
Penutup
4) Kepala bernomor struktur, dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Siswa dibagi ke dalam sejumlah kelompok, dan
setiap siswa anggota kelompok mendapat
nomor;
b. Penugasan diberikan kepada setiap siswa
berdasarkan
berangkai

nomor

misalnya:

terhadap
siswa

tugas

No.1

yang

bertugas

mencatat soal, siswa No. 2 mengerjakan soal,


dan siswa No. 3 melaporkan hasil pekerjaan
dan seterusnya;
c. Jika perlu, guru bisa menyuruh kerja sama
antar-kelompok. Siswa disuruh keluar dari
kelompoknya

dan

bergabung

bersama

beberapa siswa yang bernomor sama dari


kelompok lain. Dalam kesempatan ini siswa
dengan

tugas

yang

sama

bisa

saling

membantu atau mencocokkan hasil kerja sama


mereka;

23

Melaporkan

d.

hasil

dan

tanggapan

dari

kelompok yang lain;


e. Simpulan.
5) Student teams-achievement divisions (STAD), dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
a.

Membentuk kelompok yang anggotanya terdiri


atas 4-5 orang secara heterogen (campuran
menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll);

b.

Guru menyajikan pelajaran;

c.

Guru memberi tugas kepada kelompok untuk


dikerjakan

oleh

anggota-anggota

kelompok.

Anggota yang sudah paham dapat menjelaskan


kepada anggota lainnya sampai semua anggota
dalam kelompok itu paham;
d.

Guru

memberikan

kuis/pertanyaan

kepada

seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis para


siswa tidak diperbolehkan saling membantu;
e. Memberi evaluasi;
f.

Simpulan.

6) Jigsaw (Model Tim Ahli), dengan langkah-langkah


sebagai berikut:
a. Siswa dikelompokkan ke dalam tim-tim yang
terdiri atas 4 siswa;

24

b. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang


berbeda;
c. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang
ditugaskan;
d. Anggota dari tim yang berbeda yang telah
mempelajari bagian/sub bab yang sama bertemu
dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk
mendiskusikan subbab mereka;
e.

Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap


anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian
mengajar teman satu tim mereka tentang subbab
yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya
mendengarkan dengan sungguh-sungguh;

f.

Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi;

g.

Guru memberi evaluasi;

h.

Penutup.

7) Problem-based instructions (PBI), dengan langkahlangkah sebagai berikut:


a. Guru menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai
dan menyebutkan sarana atau alat pendukung
yang dibutuhkan. Memotivasi siswa untuk terlibat
dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih;
b. Guru

membantu

siswa

mendefinisikan

dan

mengorganisasikan tugas belajar yang berhu-

25

bungan dengan masalah tersebut (menetapkan


topik, tugas, jadual, dll.) ;
c. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan
informasi

yang

sesuai,

eksperimen

untuk

mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan


masalah ;
d. Guru membantu siswa dalam merencanakan
karya yang sesuai seperti laporan dan membantu
mereka berbagi tugas dengan temannya ;
e. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi
atau evaluasi terhadap eksperimen mereka dan
proses-proses yang mereka gunakan.
Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi
(TIK) dalam proses pembelajaran
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
(TIK) telah memberikan pengaruh terhadap dunia pendidikan
khususnya dalam proses pembelajaran. Komunikasi sebagai
media pendidikan dilakukan dengan menggunakan mediamedia komunikasi seperti telepon, komputer, internet, e-mail,
dsb. Interaksi antara guru dan siswa tidak hanya dilakukan
melalui hubungan tatap muka tetapi juga dilakukan dengan
menggunakan media-media tersebut.
Guru

dapat

memberikan

layanan

tanpa

harus

berhadapan langsung dengan siswa. Demikian pula siswa


dapat memperoleh informasi dalam lingkup yang luas dari

26

berbagai sumber melalui cyber space atau ruang maya


dengan menggunakan komputer atau internet. Hal yang
paling mutakhir adalah berkembangnya cyber teaching
atau pengajaran maya, yaitu proses pengajaran yang
dilakukan dengan menggunakan internet. Istilah lain yang
makin poluper saat ini ialah e-learning yaitu satu model
pembelajaran

dengan

menggunakan

media

teknologi

komunikasi dan informasi khususnya internet.


Penggunaan

komputer

menggabungkan unsur

dalam

pendidikan

dapat

inovasi, kreativitas dan hiburan,

menjadikan peserta didik memiliki rasa senang, tidak jenuh


menerima pelajaran dan memudahkan tenaga pendidik
dalam mempersiapkan materi pembelajaran. Apabila media
teknologi ini tersedia, maka dengan mudah siswa dapat
memfokuskan pengambilan keputusan, refleksi, penalaran,
dan problem solving. Hal ini akan mendorong daya pikir kritis
siswa dan berkeasi dengan bebas. Dengan memanfaatkan
kemajuan teknologi, proses belajar untuk menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi semakin cepat dan hemat waktu
dan prosesnya pun akan semakin individual sesuai dengan
kebutuhan setiap siswa tetapi sekaligus massal. (Centron,
dalam Supriadi, 2002:4)
Beberapa

ahli

berpendapat

bahwa

dalam

dunia

pendidikan teknologi komputer dianggap sebagai revolusi


ketiga. Revolusi pertama ditandai dengan ditemukannya
teknologi pencetakan buku. Revolusi kedua ditandai dengan

27

munculnya konsep perpustakaan dan teknologi komputer


yang dikembangkan pada awal tahun 1950-an yang telah
memberikan manfaat luar biasa bagi kehidupan manusia
(Heinich, 1996)
Kemajuan teknologi komputer membawa perubahan
besar dalam dunia pendidikan, tatkala inovasi dalam
perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software)
mulai tumbuh, dilakukan usaha-usaha untuk menerapkan
hasil-hasil inovasi teknologi tersebut dalam pendidikan
umumnya dan kegiatan pembelajaran khususnya yang
dikenal dengan pembelajaran dengan bantuan komputer
(Computer-Assited Learning / Instruction, disingkat CAL/CAI)
dimana belajar siswa tidak lagi hanya mengandalkan tatap
muka dengan guru, meskipun siapapun mengakui bahwa
bahwa peran guru dalam pendidikan tak tergantikan oleh
komputer (Supriadi, 2002 : 1 )
Alternatif CAI diimplementasikan dengan penggunaan
komputer

secara

langsung

dengan

siswa

untuk

menyampaikan isi pelajaran, memberikan latihan dan


mengukur kemajuan belajar siswa. CAI dapat sebagai tutor
yang menggantikan guru di dalam kelas. Bentuk CAI
bermacam-macam bergantung pada kecakapan pendesain
dan pengembang pembelajaran. Di antaranya ada yang
berbentuk permainan (games) untuk mengajarkan konsepkonsep abstrak yang dikonkretkan dalam bentuk visual dan
audio yang dianimasikan.

28

Ditinjau dari tujuan kognitif, komputer dapat mengajarkan konsep-konsep aturan, prinsip, langkah-langkah, proses,
dan

kalkulasi

yang

kompleks.

Komputer

juga

dapat

menjelaskan konsep tersebut dengan dengan sederhana


dengan penggabungan visual dan audio yang dianimasikan.
Sehingga cocok untuk kegiatan pembelajaran mandiri.
Ditinjau dari tujuan psikomotor, melalui pembelajaran yang
dikemas dalam bentuk games dan simulasi sangat bagus
digunakan untuk menciptakan kondisi dunia kerja. Beberapa
contoh program antara lain; simulasi pendaratan pesawat,
simulasi perang dalam medan yang paling berat dan
sebagainya, dan tujuan afektif. Bila program didesain secara
tepat dengan memberikan potongan clip suara atau video
yang

isinya

menggugah

perasaan,

pembelajaran

sikap/afektif pun dapat dilakukan mengunakan media


komputer.

Selain itu banyak keuntungan yang diperoleh,

karena komputer memiliki banyak keistimewaan diantaranya


(Dubin dan Clements dalam Munir, 2001:10) :
a. Adanya

hubungan

interaktif

yang

menyebabkan

terwujudnya hubungan antara rangsangan dengan


respons, juga dapat menumbuhkan inspirasi dan
meningkatkan minat;
b. Terjadinya pengulangan. Komputer memberi fasilitas
bagi pengguna untuk mengulang bila diperlukan, juga
untuk memperkuat proses belajar dan memperbaiki

29

ingatan. Hal ini memerlukan kebebasan kreativitas


dari para siswa;
c. Umpan balik. Komputer membantu siswa memeroleh
umpan balik (feed back) terhadap pelajaran secara
leluasa dan dapat memacu motivasi siswa.
Proses

pembelajaran

yang

berbasis

teknologi

komputer multimedia atau perangkat elektronik (e-learning),


dapat dilaksanakan dengan menggunakan beberapa model
sesuai dengan kemampuan sekolah dalam penyediaan
sarana perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak
(software)
Menurut Nuruddin (Suhada,2003), terdapat beberapa
model

pembelajaran

yang

dapat

digunakan

dengan

menggunakan e-learning, (dalam hal ini multimedia), yakni:


model selektif, model sequential, dan model laboratorium.
Berikut uraian rinci mengenal model-model tersebut.
1) Model Selektif
Apabila perangkat komputer yang tersedia di sekolah
sangat minim, model selektif menjadi alternatif bagi guru
untuk melaksanakan pembelajaran. Dengan menggunakan
komputer dan LCD, guru secara demonstratif menyampaikan
materi ajar yang telah dibuat dalam bentuk CD interaktif.
Jika ada lebih dari satu komputer, siswa diberi
peluang untuk

mendapatkan pengalaman hand on,

mengoperasikan sendiri, bahan ajar langsung diakses dan

30

ditampilkan dari CD interaktif, selain itu dapat melalui situssitus (web page) mata pelajaran, referensi lain seperti buku
atau bahan lain yang mendukung proses pembelajaran.
Gambaran model selektif tersaji pada Gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1. Model Selektif


b) Model Sequential
Apabila perangkat komputer yang tersedia di sekolah
cukup banyak, namun belum memungkinkan seluruh siswa
menggunakan komputer yang ada, maka hal tersebut dapat
diatur untuk setiap dua atau tiga siswa dapat mengakses
komputernya masing-masing bahan ajar matematika yang
telah diinstal pada server.
Dalam model ini para siswa secara bergantian
mendapat

kesempatan

menggunakan

komputer

untuk

mengeksplorasi informasi yang dilakukan secara berurutan.


Pembelajaran dilakukan secara berurutan (sequensial), yaitu

31

e-learning (multimedia), buku, tatap muka di kelas, diskusi


kelompok, diskusi kelas. Gambaran model sequential tersaji
pada Gambar 2 ini.

STAD
(Student Teams Achievement Divisions)

1. TAHAP PENYAJIAN MATERI

2. TAHAP KEGIATAN KELOMPOK

1. TAHAP PENYAJIAN MATERI

Gambar 2. Model Sequential


c) Model Laboratorium
Model

pembelajaran

laboratorium

adalah

model

3. TAHAP PELAKSANAAN TES INDIVIDU


4. TAHAP PENGHARGAAN KELOMPOK

pembelajaran e-learning yang paling ideal dimana setiap


siswa dapat menggunakan perangkat komputer untuk
mengakses materi ajar. Gambaran model laboartorium tersaji
pada Gambar 3 ini.

32

Gambar 3 . Model Laboratorium


Pengembangan

pembelajaran

berbasis

teknologi

multimedia dapat digambarkan sebagai berikut :


a. Guru membuat bahan ajar berkolaborasi dengan ahli
media, selanjutnya ahli media membuatnya dalam
bentuk CD pembelajaran interaktif.
b. Materi ajar tersebut selanjutnya di up-load pada
server, kemudian diakses oleh guru dan siswa. Dalam
materi tersebut tercantum referensi yang dapat
ditelusuri secara online.
c. Sistem

pembelajaran

kemungkinan

selalu

ini
dapat

dibangun

dengan

diperbaharui

serta

disesuaikan dengan kondisi sekolah.

3.3 Pembelajaran Kreatif


Kreatif (creative) berarti menggunakan hasil ciptaan /
kreasi baru atau yang berbeda dengan sebelumnya.
Pembelajaran yang kreatif mengandung makna tidak
sekedar

melaksanakan

dan

menerapkan

kurikulum.

Kurikulum memang merupakan dokumen dan rencana baku,


namun tetap perlu dikritisi dan dikembangkan secara kreatif.
Dengan

demikian,

ada

kreativitas

pengembangan

33

kompetensi dan kreativitas dalam pelaksanaan pembelajaran


di kelas termasuk pemanfaatan lingkungan sebagai sumber
bahan dan sarana untuk belajar. Pembelajaran kreatif juga
dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang
beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan
siswa dan tipe serta gaya belajar siswa.
Alhasil, di satu sisi guru bertindak kreatif dalam arti:
mengembangkan

kegiatan

pembelajaran

yang

beragam;
membuat alat bantu belajar yang berguna meskipun
sederhana;

Di sisi lain, siswa pun kreatif dalam hal:


merancang / membuat sesuatu;
menulis/mengarang.
3.4 Pembelajaran Efektif
Pembelajaran dapat dikatakan efektif (effective /
berhasil guna) jika mencapai sasaran atau minimal mencapai
kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Di samping itu,
yang juga penting adalah banyaknya pengalaman dan hal
baru yang didapat siswa. Guru pun diharapkan memeroleh
pengalaman baru sebagai hasil interaksi dua arah dengan
siswanya.

34

Untuk

mengetahui

keefektifan

sebuah

proses

pembelajaran, maka pada setiap akhir pembelajaran perlu


dilakukan evaluasi. Evaluasi yang dimaksud di sini bukan
sekedar

tes

untuk

siswa,

tetapi

semacam

refleksi,

perenungan yang dilakukan oleh guru dan siswa, serta


didukung oleh data catatan guru. Hal ini sejalan dengan
kebijakan penilian berbasis kelas atau penilaian authentic
yang lebih menekan- kan pada penilaian proses selain
penilaian hasil belajar (Warta MBS UNICEF : 2006)
Alhasil, di satu sisi guru menjadi pengajar yang
efektif, karena:
menguasai materi yang diajarkan;
mengajar dan mengarahkan dengan memberi contoh;
menghargai siswa dan memotivasi siswa;
memahami tujuan pembelajaran;
mengajarkan keterampilan pemecahan masalah;
menggunakan metode yang bervariasi;
mengembangkan

pengetahuan

pribadi

dengan

banyak membaca;
mengajarkan cara mempelajari sesuatu;
melaksanakan penilian yang tepat dan benar.
Di sisi lain, siswa menjadi pembelajar yang efektif
dalam arti:

35

menguasai

pengetahuan

dan

keterampilan

atau

kompetensi yang diperlukan;


mendapat pengalaman baru yang berharga.
3.5 Pembelajaran Menyenangkan
Pembelajaran yang menyenangkan (joyful) perlu
dipahami secara luas, bukan hanya berarti selalu diselingi
dengan lelucon, banyak bernyanyi atau tepuk tangan yang
meriah. Pembelajaran yang menyenangkan adalah pembelajaran yang dapat dinikmati siswa. Siswa merasa nyaman,
aman dan asyik. Perasaan yang mengasyikkan mengandung
unsur inner motivation, yaitu dorongan keingintahuan yang
disertai upaya mencari tahu sesuatu.
Selain itu pembelajaran perlu memberikan tantangan
kepada siswa untuk berpikir, mencoba dan belajar lebih
lanjut, penuh dengan percaya diri dan mandiri untuk
mengembangkan

potensi diri secara optimal. Dengan

demikian, diharapkan kelak siswa menjadi manusia yang


berkarakter penuh percaya diri, menjadi dirinya sendiri dan
mempunyai kemampuan yang kompetitif (berdaya saing).
Adapun

ciri-ciri

pokok

pembelajaran

yang

menyenangkan, ialah:
adanya lingkungan yang rileks, menyenangkan,

tidak membuat tegang (stress), aman, menarik, dan


tidak

membuat

siswa

ragu

melakukan

sesuatu

36

meskipun keliru untuk mencapai keberhasilan yang


tinggi;
terjaminnya ketersediaan materi pelajaran dan

metode yang relevan;


terlibatnya semua indera dan aktivitas otak kiri

dan kanan;
adanya

situasi

belajar

yang

menantang

(challenging) bagi peserta didik untuk berpikir jauh ke


depan dan mengeksplorasi materi yang sedang
dipelajari;
adanya situasi belajar emosional yang positif

ketika para siswa belajar bersama, dan ketika ada


humor, dorongan semangat, waktu istirahat, dan
dukungan yang enthusiast.
Alhasil, dalam pembelajaran yang menyenangkan guru tidak
membuat siswa:

takut salah dan dihukum;

takut ditertawakan teman-teman;

takut dianggap sepele oleh guru atau teman.

Di sisi lain, pembelajaran yang menyenangkan dapat


membuat siswa:

berani bertanya;

berani mencoba/berbuat;

berani mengemukakan pendapat/gagasan;

berani mempertanyakan gagasan orang lain.

37

4. CONTOH SITUASI PAIKEM


Berikut ini beberapa gambaran situasi PAIKEM.

Contoh ruang kelas yang menunjukkan ciri-ciri PAIKEM

4.1 Pada pembelajaran konvensional meja dan kursi


diatur menghadap ke papan tulis dan siswa duduk
berjajar, namun tidak demikian pada PAIKEM. Meja
dan kursi diatur sedemikian rupa sehingga dapat
memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja
dalam kelompok-kelompok.
Pembelajaran
konvensional

Pembelajaran
PAIKEM

38

4.2 Siswa

terlibat

mengembangkan

dalam

berbagai

pemahaman

kegiatan

dan

yang

kemampuan

mereka dengan penekanan pada belajar dengan cara


berbuat (learning by doing).

Belajar dengan cara berbuat/melakukan sesuatu/


learning by doing (Depdiknas (2005)

4.3

Guru menggunakan berbagai alat bantu dan berbagai


cara

menggunakan

lingkungan

sebagai

sumber

belajar untuk membuat pembelajaran menarik dan


menyenangkan.

39

Siswa menggunakan alat bantu dan lingkungan sebagai


sumber belajar (Depdiknas, 2005)

4.4

Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku


dan bahan belajar yang menarik dan menyediakan
pojok baca.

Pa
jan
ga
n

hasil karya untuk menghargai siswa dan menarik minat baca


(Depdiknas, 2005)

4.5

Guru

menerapkan

cara

mengajar

yang

lebih

kooperatif dan interaktif, termasuk cara belajar


kelompok yang mengoptimalkan tanggung jawab
seluruh anggota kelompok dalam berpartisipasi dan
memberikan kontribusi positif.

40

Kegiatan siswa bervariasi yakni: kerja kelompok, kerja


berpasangan, kerja perorangan, dan kegiatan belajar di
kelas (Depdiknas, 2005)

4.6

Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya


sendiri dalam pemecahan masalah dan untuk
mengungkapkan

gagasannya,

serta

mereka dalam lingkungan sekolahnya.

melibatkan

41

Guru mendorong siswa dalam kegiatan pembelajaran


(Depdiknas, 2005)

5.

ALTERNATIF CARA PENERAPAN PAIKEM


Cara melaksanakan PAIKEM mencakup berbagai

kegiatan yang terjadi selama proses pembelajaran. Pada


saat yang sama, kemampuan yang seyogianya dikuasai guru
untuk

menciptakan

keadaan

sebaik-baiknya

harus

ditunjukkan. Berikut ini disajikan tabel beberapa contoh


kegiatan

pembelajaran

dan

kemampuan

guru

bersesuaian.

Kemampuan Guru
Guru merancang dan
mengelolala kegiatan
pembelajaran yang
mendorong siswa untuk

Kegiatan Pembelajaran
Guru melaksanakan kegiatan
pembelajaran yang beragam,
misalnya
Percobaan

yang

42

berperan aktif dalam


pembelajaran

Guru menggunakan
alat bantu dan sumber
belajar yang beragam

Guru memberikan
peluang kepada siswa
untuk mengembangkan
keterampilannya

Guru memberikan
kesempatan kepada
siswa untuk
mengungkapkan
gagasannya sendiri
secara lisan atau
tulisan
Guru menyesuaikan
bahan dan kegiatan
belajar dengan
kemampuan siswa
sendiri
Guru mengaitkan
kegiatan pembelajaran

Diskusi kelompok
Memecahkan masalah
Mencari informasi
Menulis laporan/cerita/puisi
Berkunjung ke luar kelas
Sesuai mata pelajaran, guru
menggunakan, misalnya :
Alat yang tersedia atau yang
dibuat sendiri
Gambar
Studi kasus
Nara sumber
Lingkungan
Siswa :
Melakukan percobaan,
pengamatan, atau wawancara
Mengumpulkan data/jawaban dan
mengolahnya sendiri
Menarik simpulan
Memecahkan masalah, mencari
rumusan sendiri
Menulis laporan/hasil karya lain
dengan kata-kata sendiri

Melalui :

Diskusi

Lebih banyak pertanyaan


terbuka

Hasil karya yang merupakan


pemikiran siswa sendiri
Siswa dikelompokkan sesuai
dengan kemampuan (untuk
kegiatan tertentu)
Bahan pelajaran disesuaikan
dengan kemampuan kelompok
tersebut
Tugas perbaikan atau pengayaan
diberikan
Siswa menceritakan atau
memanfaatkan pengalamannya

43

dengan pengalaman
siswa sehari-hari
Menilai kegiatan
pembelajaran dan
kemajuan belajar siswa
secara terus menerus

sendiri
Siswa menerapkan hal yang
dipelajari dalam kegiatan seharihari

Guru memantau kerja siswa


Guru memberikan umpan balik

6. ALTERNATIF CONTOH DESAIN PAIKEM


6.1 Mata pelajaran : Pendidikan Agama Islam
Topik
: Bahaya Minuman Keras
(Khamr)
Berikut ini akan diuraikan contoh rancangan (design)
pendekatan PAIKEM untuk proses pembelajaran tentang
bahaya minuman keras (khamr) dalam Pendidikan Agama
Islam dengan mengguunakan metode Ceramah Plus Role
Playing (bermain peran).
6.1.1 Metode dan Tahapan
Metode yang digunakan ialah metode ceramah
(teacher talk) yang dipadukan dengan metode bermain peran
(role-playing).

Bermain

peran

pada

prinsipnya

dapat

berfungsi sebagai: 1) prosedur bimbingan dan penyuluhan


yang bersifat edukatif; 2) prosedur terapi kejiwaan dan
penyuluhan.
Pada prinsipnya, pendekatan PAIKEM dengan menggunakan metode Ceramah Plus (+ bermain peran) merupa-

44

kan upaya pemecahan masalah khususnya yang bertalian


dengan kehidupan sosial melalui peragaan tindakan. Proses
pemecahan masalah tersebut dilakukan melalui tahapantahapan:
1) identifikasi/pengenalan masalah;
2) uraian masalah;
3) pemeranan/peragaan tindakan; dan diakhiri dengan
4) diskusi dan evaluasi.
6.1.2 Langkah-langkah
Ada sembilan langkah yang perlu ditempuh dalam
melaksanakan metode bermain peran yang dipadukan
dengan metode ceramah. Langkah-langkah ini, menurut
Shatel & Shaftel dalam Syah (2008, 196-198), secara
ringkas sebagai berikut.
Pertama, memotivasi kelompok-kelompok siswa yakni
kelompok

pemegang

penonton/pengamat.

peran/pemain

Dalam

dan

merangsang

kelompok

minat

siswa

terhadap kegiatan bermain peran, guru perlu menawarkan


masalah yang baik. Masalah-masalah yang baik harus
memiliki kriteria sebagai berikut:
1) masalah-masalah itu aktual;
2) masalah itu berkaitan dengan kehidupan siswa;
3) masalah itu merangsang rasa ingin tahu (curiosity)
siswa;

45

4) masalah itu bersifat problematik dan memungkinkan


terpakainya berbagai alternatif pemecahan.
Perhatikanlah uraian seorang guru agama mengenai
bahaya minuman keras yang telah menimbulkan kerusuhan
antar-remaja termasuk Badu, seorang pelajar SMA tempat
guru tersebut mengajar !. Dalam Syah (2008, 196)
diikisahkannya bahwa:
Badu pada mulanya adalah seorang anak yang baik dan
rajin beribadah. Dulu ia tinggal bersama ibunya yang
telah menjanda di sebuah rumah dekat mesjid. Setelah
ibunya meninggal, ia diajak pindah ke rumah pamannya
di kota, di sebuah lingkungan kumuh yang jauh dari
mesjid. Anak-anak muda di sekitar lingkungan itu senang
bergerombol di mulut-mulut gang sambil menenggak
minuman keras dan berteriak-teriak. Sayang, Badu yang
baik itu pun terpengaruh dan menyukai minuman keras
pula, lalu bergabung bersama anak-anak berandal
tetangganya itu. Kini Badu harus meringkuk dalam
tahanan polisi karena telah melukai seseorang ketika dia
mabuk dan terlibat dalam aksi tawuran antarkelompok
remaja kota itu.
Setelah
mencelakakan

masalah
Badu

bahaya
tadi

minuman keras yang

diidentifikasi

secara

rinci,

selanjutnya guru menetapkan peran-peran tertentu yang


dapat dimainkan siswa. Dalam hal ini guru tak perlu terpaku
dengan kisah yang telah ia ceritakan. Artinya, bagian-bagian
masalah yang perlu diperankan oleh para siswa bisa sama
atau berbeda dari kisah tragis tadi. Namun apapun dan
bagaimanapun peran yang dimainkan oleh para siswa pada

46

prinsipnya harus bermuara pada pencarian jawaban atas


pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. Mengapa minuman keras itu diharamkan?
2. "Bagaimana sebaiknya Badu berbuat?"
3."Bagaimana sebaiknya saya berbuat?"
dan pertanyaan-pertanyaan lain yang relevan dan dapat
mendorong aktivitas berpikir siswa.
Kedua, memilih pemeran (pemegang peranan/aktor).
Pada tahap kedua ini, bersama-sama para siswa, guru
mendiskusikan

gambaran

karakter-karakter

yang

akan

diperankan. Seusai karakter-karakter ini disepakati, selanjutnya guru menawarkan peran-peran itu kepada siswa yang
layak. Dalam hal ini guru dapat juga menggunakan jasa satu
atau dua orang siswa yang dianggap cakap untuk memilih
siswa-siswa yang pantas menjadi aktor "X", aktor "Y", dan
seterusnya.
Ketiga,

mempersiapkan

pengamat.

Dalam

melangsungkan model bermain peran diperlukan adanya


pengamat yang diambil dari kalangan siswa sendiri.
Pengamat

ini

sebaiknya

terlibat

dalam

cerita

yang

dimainkan. Agar seorang pengamat merasa terlibat, ia perlu


diberi penjelasan mengenai tugas-tugasnya. Tugas-tugas ini
meliputi:
1) menilai tingkat kecocokan peran yang dimainkan dengan
masalah yang sesungguhnya;

47

2) menilai tingkat keefektifan perilaku yang ditunjukkan


pemeran;
3) menilai tingkat penghayatan pemeran terhadap tokoh
(peran yang dimainkan).
Keempat, mempersiapkan tahapan peranan. Dalam
bermain peran tidak diperlukan adanya dialog-dialog khusus
seperti dalam sinetron, sebab yang dibutuhkan para siswa
aktor itu adalah dorongan untuk berbicara dan bertindak
secara kreatif dan spontan. Walaupun begitu, garis besar
adegan yang akan dimainkan perlu disusun secara tertulis.
Selanjutnya, sebagai pendukung suksesnya permainan,
lokasi tempat bermain peran seperti ruang kelas, aula, atau
lapangan terbuka perlu dilengkapi dengan sarana-sarana
yang dibutuhkan oleh cerita yang hendak dimainkan.
Kelima, pemeranan. Setelah segala sesuatunya siap,
mulailah para aktor memainkan peran masing-masing secara
spontan sesuai dengan garis-garis besar dan tahapantahapan yang telah ditentukan. Berapa lama sebuah role
playing harus dimainkan? Jawabannya bergantung pada
tingkat kompleksitas situasi masalah yang diperankan.
Keenam, diskusi dan evaluasi. Seusai semua peran
dimainkan, diskusi dan evaluasi perlu diadakan. Dalam hal
ini guru bersama para aktor dan pengamat hendaknya
melakukan pertukaran pikiran dalam rangka menilai bagianbagian peran tertentu yang belum dimainkan secara
sempurna.

48

Ketujuh, pengulangan pemeranan. Dari diskusi dan


evaluasi tadi biasanya akan muncul gagasan baru mengenai
alternatif-alternatif lain pemeranan. Alternatif-alternatif ini
kemudian digunakan untuk memainkan lagi topik cerita
bermain peran secara lebih baik. Dalam pengulangan peran
dimungkinkan berubahnya sebuah karakter peran yang
berakibat berubahnya peran-peran lainnya. Kejadian seperti
ini bukan masalah, karena dalam kehidupan sehari-hari halhal yang sama (perubahan itu) juga biasa terjadi di tengahtengah masyarakat.
Kedelapan, diskusi dan evaluasi ulang. Tahapan ini
dimaksudkan untuk mengkaji kembali hasil pemeranan ulang
pada langkah ketujuh tadi. Diskusi dan evaluasi pada tahap
ini berlangsung seperti diskusi dan evaluasi pada tahap
keenam. Namun, dari diskusi dan evaluasi ulangan ini
diharapkan

akan

muncul

strategi-strategi

pemecahan

masalah yang lebih inovatif dan kreatif. Dari diskusi dan


evaluasi ulangan ini juga diharapkan timbul kesepakatan
yang bulat mengenai strategi tertentu untuk memecahkan
masalah yang tertuang dalam permainan peran.
Kesembilan, membagi pengalaman dan menarik
generalisasi.

Tahapan

terakhir

ini

dilaksanakan

untuk

menarik faidah pokok yang terkandung dalam bermain


peran, yakni membantu para siswa memeroleh pengalamanpengalaman baru yang berharga melalui aktivitas interaksi
dengan orang lain.

49

Pada

tahap

ini

siswa

diharapkan

saling

mengemukakan pengalaman hidupnya bersama orang lain,


umpamanya orangtua dan tetangga di sekitarnya. Mungkin
pengalaman-pengalaman yang beraneka ragam itu dalam
banyak segi tertentu terdapat kesamaan yang dapat diambil
sebagai standar generalisasi (pematokan prinsip yang
berlaku umum). Generalisasi, tentu tak harus menjadi
sesuatu yang berharga pasti, sebab hubungan antar
manusia juga tak dapat dirumuskan dalam formula yang 100
% pasti.

6.2 Mata pelajaran : .........................


Topik
: Tsunami

6.2.1 Langkah-langkah
Urutan langkah pembelajaran dengan topik tsunami
tersebut diatur sebagai berikut.
a) Guru

menyiapkan

pengaturan

pengorganisasian

bangku-bangku

untuk

kelas

seperti

pembelajaran

kelompok.
b) Guru menyiapkan bahan stimulus, misalnya:

gambar-

gambar, video tentang tsunami, lembar kerja dan bahan


bahan bacaan.
c) Guru menerapkan kegiatan Kooperatif Tipe Jigsaw /
Kelompok Ahli (Aronson, Blaney, Stephen, Sikes, and

50

Snapp, 1978). Kegiatan kooperatif tipe Jigsaw didesain


untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap
pembelajarannya sendiri, juga terhadap pembelajaran
orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang
diberikan, tetapi juga siap memberikan dan mengajarkan
materi tersebut kepada anggota kelompoknya. Dengan
demikian, para siswa saling bergantung satu sama lain
dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk
mempelajari materi yang ditugaskan (Lie, A., 2002).
Sejumlah anggota tertentu dari tim-tim yang berbeda
bertemu untuk mendiskusikan (tim ahli) topik, mereka
saling membantu dalam melaksanakan pembahasan
topik pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka.
Kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim/kelompok
asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompoknya
tentang materi yang telah mereka pelajari bersama dalam
pertemuan tim ahli itu. Pada model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal dan
kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa
yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal,
dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok
asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok
ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota
kelompok asal yang berbeda yang ditugasi mempelajari
dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugastugas

yang

berhubungan

dengan

topiknya

untuk

51

kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.


Hubungan antara kelompok asal dengan kelompok ahli
digambarkan berikut ini:
d) Siswa duduk dalam kelompok. Jumlah siswa dalam
kelompok bergantung pada jumlah siswa di kelas.
Idealnya, setiap kelompok terdiri atas 4 - 6 orang dengan
kemampuan yang heterogen/beraneka ragam (Arends,
1997).
Kelompok Asal

Kelompok Ahli
Gambar. 4. Ilustrasi Kelompok Jigsaw
6.2.2 Tahap Pendahuluan
a) Guru memulai pelajaran dengan mengatakan: Saya
akan menunjukkan beberapa gambar dan video.
Perhatikan baik-baik dan tuliskan hal-hal apa yang

52

kamu ketahui mengenai peristiwa ini! Bagaiamana


perasaanmu? (pertanyaan terbuka);
b) Guru menunjukkan gambar-gambar, dan video-clip
bencana tsunami. Peserta membuat catatan secara
individual mengenai gambar gambar dan clip video
bencana tsunami. Peserta secara individual membuat
catatan catatan tentang gambaryang ditayangkan.

Gambar-gambar kejadian Tsunami


6.2.3 Tahap Pembagian Tugas
a) Tiap siswa dalam kelompok

diberi

bagian materi yang berbeda;


b) Tiap siswa dalam kelompok diberi bagian materi yang
ditugaskan;
c) Pembagian tugas berdasarkan kelompok sebagaimana yang tampak pada gambar di bawah ini.

53

Kelompok A

A1, A2, A3, A4

Kelompok B

B1, B2, B3, B4

Kelompok C

C1, C2, C3, C4


Kelompok Asal

Kelompok D

D1, D2, D3, D4

Kelompok E

E1, E2, E3, E4

Kelompok F

F1, F2, F3, F4

Topik

: Tsunami

Sub-topik :
1)

Pengertian tsunami;

2)

Penyebab terjadinya tsunami ;

3)

Data kejadian tsunami di Indonesia; dan

4)

Tindakan saat terjadi tsunami.


6.2.4 Tahap Kegiatan Kelompok
a) Anggota dari kelompok yang berbeda yang telah
mempelajari

bagian

materi/sub-bab

yang

sama

54

bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk


mendiskusikan bagian materi/sub-bab mereka;
b) Kelompok ahli yang anggota-anggotanya terdiri atas
A1, B1, C1, D1, E1, dan F1 akan membahas tentang
sub-topik ke-1 yakni pengertian tsunami (Apakah
tsunami itu?). Sementara itu,

kelompok ahli yang

anggota-anggotanya terdiri atas A2, B2, C2, D2, E2,


dan F2 membahas sub-topik ke-2 yakni penyebab
terjadinya tsunami, dan seterusnya. Agar lebih jelas,
perhatikanlah bagan di bawah ini !

A1, B1, C1, D1, E1, F1

Membahas Sub-topik 1

A2, B2, C2, D2, E2, F2

Membahas Sub-topik 2

A3, B3, C3, D3, E3, F3

Membahas Sub-topik 3

A4, B4, C4, D4, E4, F4

Membahas Sub-topik 4

55

Diskusi Kelompok Ahli

Selanjutnya, perhatikanlah gambar di bawah ini!

Kelompok
Asal
A

Kelompok
Asal
B

Kelompok
Ahli
1

Kelompok
Asal
C

Kelompok
Ahli
2

Kelompok
Asal
D

Kelompok
Ahli
3

Kelompok
Asal
E

Kelompok
Asal
F

Kelompok
Ahli
4

Gambar 5. Contoh Pembentukan Kelompok Jigsaw

Setelah selesai diskusi kelompok ahli usai, setiap anggota


dari kelompok ahli tersebut kembali ke kelompok asalnya.
Lalu, mereka berperan sebagai tutor sebaya yang secara
bergantian mengajarkan materi-materi yang telah mereka
kuasai kepada para anggota kelompok asal.
A1, A2, A3, A4
B1, B2, B3, B4
C1, C2, C3, C4
D1, D2, D3, D4

Kegiatan Tutor Sebaya


(Kembali ke Kelompok Asal)

56

E1, E2, E3, E4


F1, F2, F3, F4
Seusai berdiskusi dalam kelompok ahli dan kelompok
asal, sebagian siswa, dengan cara diundi melakukan
presentasi/penyajian hasil diskusi kelompok yang telah
dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi mengenai
materi pembelajaran yang telah didiskusikan.
6.2.5 Tahap Pelaksanaan Tes Individu
Setelah materi dipelajari dan dibahas secara kelompok, siswa diberi tes dengan tujuan untuk mengetahui sejauh
mana keberhasilan belajar yang telah dicapainya. Siswa
bekerja sendiri dalam tes, tidak diperkenankan bekerja sama

6.2.6 Tahap Perhitungan Skor Perkembangan


Individu
Tahap ini dilakukan di luar jam pelajaran. Dalam tahap
ini diperlukan adanya skor awal siswa (skor yang akan
dijadikan acuan pada penentuan kemampuan akademis).
Skor awal ini dapat berupa nilai yang diperoleh dari
pemberian

tes

terlebih

dahulu,

misalnya

berupa

tes

pemahaman (materi yang sudah dipelajari sebelumnya).


Penilaian

kelompok

berdasarkan

skor

perkembangan

individu,

sedangkan

skor

57

perkembangan tersebut tidak didasarkan pada skor


mutlak siswa, tetapi berdasarkan pada seberapa jauh
skor itu melampaui rata-rata skor sebelumnya. Setiap
siswa dapat memberikan kontribusi poin maksimum
pada kelompoknya dalam sistem skor kelompok.
Siswa

memperoleh

skor

untuk

kelompoknya

didasarkan pada skor kuis mereka melampaui skor


awal mereka.
Skor perkembangan individu dihitung berdasarkan
selisih perolehan skor awal dengan skor tes individu (tes
akhir/quiz). Berdasarkan skor awal setiap siswa memiliki
kesempatan yang sama untuk memberikan sumbangan
terhadap skor maksimal bagi kelompoknya. Selanjutnya
pemberian skor perkembangan individu tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1. Pemberian Skor Perkembangan Individu


(Slavin, 1995:80)
Skor Tes Individu (Quiz)
Lebih dari 10 poin ( 10) di bawah skor awal

Nilai
Perkembangan
5

10 poin hingga 1 poin (10-1) di bawah skor


awal

10
20

58

Skor awal sampai 10 poin (=10) di atasnya

30

Lebih dari 10 poin ( 10) di atas skor awal

4.2.7 Tahap Penghargaan Kelompok


Langkah

ini

dimaksudkan

untuk

memberikan

penghargaan kepada kelompok yang berhasil memperoleh


kenaikan skor dalam tes individu.

Kenaikan skor dihitung

dari selisih antara skor dasar dengan skor tes individual.


Menghitung skor yang didapat masing-masing kelompok
dengan cara menjumlahkan skor yang didapat siswa di
dalam kelompok tersebut kemudian dihitung rata-ratanya.
Selanjutnya berdasarkan skor rata-rata tersebut ditentukan
penghargaan masing-masing kelompok.
Berdasarkan

rata-rata

nilai

perkembangan

yang

diperoleh, ditetapkan tiga peringkat penghargaan kelompok,


yaitu :
a) Kelompok

dengan

rata-rata

skor

15,

diberi

penghargaan sebagai kelompok Good Team ;


b) Kelompok

dengan

rata-rata

skor

20,

diberi

penghargaan sebagai kelompok Great Team;


c) Kelompok

dengan

rata-rata

skor

25,

penghargaan sebagai kelompok Super Team.

diberi

59

Jika x menyatakan rata-rata skor kelompok maka x


15
Dari klasifikasi penghargaan tersebut, terlihat bahwa
Super Team akan diberikan kepada kelompok yang meraih
nilai tertinggi.
Penghargaan tersebut diberikan guru pada pertemuan
berikutnya (di awal pertemuan), penghargaan dalam bentuk
sertifikat, buku atau alat-alat tulis lainnya yang disediakan
pihak sekolah. Uraian rinci mengenai perhitungan skor
kelompok didasarkan pada nilai tiap skor perkembangan
individu, tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2. Perhitungan Skor Kelompok

Nama
Kel

Nama
Siswa/
Peringkat

Skor
Awal

Skor
(Quiz)

Nilai
Perkembangan
Individu

Skor
Kelompok

Penghargaan
Kelompok

A-1 / 1
A-2 / 16
A-3 / 17
A-4 / 32

87
73
65
49

83
75
67
55

10
20
20
20

70/4=17,5

Good Team

B-1 / 2
B-2 / 15
B-3 / 18
B-4 / 31

83
71
63
52

84
74
66
65

20
20
20
30

90/4=22,5

Great Team

C-1 / 3
C-2 / 17
C-3 /19
C-4 / 33

82
70
62
47

89
81
70
60

20
30
20
30

100/4=25

Super Team

60

Anggota kelompok pada periode tertentu dapat


diputar,

sehingga

dalam

satu

satuan

waktu

pembelajaran anggota kelompok dapat diputar 2-3


kali

putaran.

Hal

ini

dimaksudkan

untuk

meningkatkan dinamika kelompok di antara anggota


kelompok dalam kelompok tersebut. Di akhir tatap
muka guru memberikan kesimpulan terhadap materi
yang telah dibahas pada pertemuan itu, sehingga
terdapat kesamaan pemahaman pada semua siswa.

Semoga bermanfaat! Amin!

61

DAFTAR PUSTAKA
Arends,S. 1997. Classroom Instruction and Management.
New York: McGraw Hill.
Depdiknas. 2005. Paket Pelatihan Awal untuk Sekolah dan
Masyarakat. Menciptakan Masyarakat Peduli
Pendidik- an Anak. Program Manajemen Berbasis
Sekolah. Ja- karta: Ditjen DikdasmenDepdiknas.
_________. 2005. Standar Nasional Pendidikan. Jakarta:
Depdiknas.
Heinich, R., dkk. 1996. Instructional Media and Technology
for Learning. New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Lie, A. 2002. Cooperative Learning : Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta:
Grasindo.
Munir. 2001. Aplikasi Teknologi Multimedia dalam Proses
Belajar Mengajar. Mimbar Pendidikan, 3 (21).
Petty, Geoff. 2004. Teaching Today: A Practical Guide. 3rd
edition. Cheltenham U.K.: Nelson Thomes Ltd.
Setiawan. 2004. Strategi Pembelajaran Matematika yang
Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM).
Makalah disampaikan pada Diklat Instruktur
Pengem- bang Matematika SMA Jenjang Dasar. Di
PPPG Mate- matika Yogyakarta pada tanggal 6 19
Agustus 2004.
Slavin, R.E. 1995. Cooperative Learning Theory, Research
and Practice. Second Edition. Boston:Allyin and
Bacon.

62

Sternberg, Robert J. 2006. Cognitive Psychology. 4th editon.


Belmont CA, USA: Thomson Higher Education.
Suhada, B. 2003. Pembelajaran Biologi
dengan
Menggunakan Media Interaktif CD GCSE Biologi
Kelas 2 SMU Negeri 1 Bandung sebagai Computer
Based Learning dalam Rangka Antisipasi Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK). Proceedings The 6th
National Seminar on Science and Mathematics
Education, The rule of IT/ICT in Supporting the
Implementation of Competency-Based Curriculum.
JICA-IMSTEP.
Supriadi, D. 2002. Internet Masuk Sekolah : Pemberdayaan
Guru dan Siswa dalam Era Sekolah Berbasis ELearning Makalah disajikan dalam seminar
Implementasi
E-Learning
untuk
Sekolah
Menengah. Diselenggarakan oleh Telkom Learning /
Sinapsis Indonesia, Oktober 2002 . Bandung: PT
Telkom.
Syah, Muhibbin. 2006. Islamic English: A Competency-based
Reading Comprehension. Cetakan ke-2. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
____________. 2008. Psikologi Pendidikan dengan
Pendekatan Baru. Cetakan ke-14 (Edisi revisi).
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
____________. 2008. Psikologi Belajar. Cetakan ke-8.
Jakarta: PT Rajawali Pers.
Taslimuharrom. 2008. Metodologi PAKEM. Artikel Pendidikan
[On-line]
htttp://id.wordpress.com/tag/artikelpendidikan / di akses tanggal 15 April 2008.
Warta MBS UNICEF. 2006. Paket Pelatihan Program
Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Depdiknas

63

msyah-rahayu10-08-2009

Anda mungkin juga menyukai