PENDAHULUAN
Di Indonesia infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) masih merupakan penyebab tersering
morbiditas dan mortalitas pada anak. Pada tahun 1996/1997 temuan penderita ISPA pada anak
berkisar antara 30% - 40%, sedangkan temuan penderita ISPA pada tahun tersebut adalah 78% 82%. Sebagai salah satu penyebab adalah rendahnya pengetahuan masyarakat. Di Amerika
Serikat absensi sekolah sekitar 66% diduga disebabkan ISPA (1).
Tonsilitis kronik pada anak mungkin disebabkan karena anak sering menderita ISPA atau
karena tonsilitis akut yang tidak diterapi adekuat atau dibiarkan
(2)
. Berdasarkan data
epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi (Indonesia) pada tahun 1994-1996, prevalensi tonsilitis
kronik tertinggi setelah nasofaringitis akut (4,6%) yaitu sebesar 3,8%.
Insiden tonsilitis kronik di RS Dr. Kariadi Semarang 23,36% dan 47% di antaranya pada
usia 6-15 Tahun
(3)
. Sedangkan di RSUP Dr. Hasan Sadikin pada periode April 1997 sampai
dengan Maret 1998 ditemukan 1024 pasien tonsilitis kronik atau 6,75% dari seluruh jumlah
kunjungan (4).
Secara klinis pada tonsilitis kronik didapatkan gejala berupa nyeri tenggorok atau nyeri
telan ringan, mulut berbau, badan lesu, sering mengantuk, nafsu makan menurun, nyeri kepala
dan badan terasa meriang (5).
Pada tonsilitis kronik hipertrofi dapat menyebabkan apnea obstruksi saat tidur; gejala
yang umum pada anak adalah mendengkur, sering mengantuk, gelisah, perhatian berkurang dan
prestasi belajar yang kurang baik (4,6).
Kualitas hidup anak dengan apnea obstruksi saat tidur dapat dinilai dari hasil/prestasi
belajarnya
(7)
. Indikasi tonsilektomi pada tonsilitis kronik adalah jika sebagai fokus infeksi,
I.4 MANFAAT
I.4.1 Bagi mahasiswa
a. Menambah pengetahuan serta wawasan yang berhubungan dengan ilmu kesehatan
telinga-hidung-tenggorok
b. Menambah ilmu pengetahuan mahasiswa mengenahi tonsillitis kronik
I.4.2 Bagi masyarakat
Menambah pengetahuan masyarakat mengenai tonsillitis kronik.