Anda di halaman 1dari 22

TUGAS SOSIOLOGI

D
I
S
U
S
U
N
OLEH : EGA APRIYANI
KELAS : X A

Sejarah Perkembangan Sosiologi


Sebelum kita melihat sejarahnya, ada baiknya kita
lihat dulu apa itu sosiologi. Secara umum, sosiologi
adalah ilmu pengetahuan tentang masyarakat. Kalau dari
asal katanya, sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu
Socius yang berarti kawan atau teman. Sedangkan Logos
berarti ilmu pengetahuan. August Comte (1798-1857)
adalah orang pertama yang memakai istilah ini dalam
bukunya Cours De Philosophie Positive. Sumber:
Wikipedia
Meskipun berdiri sebagai suatu disiplin ilmu mandiri
kurang dari 200 tahunan, namun sebenarnya pemikiran
tentang masyarakat dan kemasyarakatan sudah muncul
sejak jamannya Plato. Mari kita runut sejarah
perkembangan sosiologi sebagai berikut ini.
Jaman Keemasan Filsafat Yunani
Pada masa ini sosiologi dipandang sebagai bagian
tentang kehidupan bersama secara filsafat. Pada masa itu
Plato (429-347 SM) seorang filsuf terkenal dari Yunani,
dalam pencariannya tentang makna negara dia berhasil
merumuskan teori organis tentang masyarakat yang
mencakup kehidupan sosial dan ekonomi. Plato
menganggap bahwa institusi-institusi dalam masyarakat
saling bergantung secara fungsional. Kalau ada satu
institusi yang tidak jalan maka secara keseluruhan
kehidupan masyarakat akan terganggu. Seperti halnya
Plato, maka Aristoteles (384-322 SM) juga menganggap
bahwa masyarakat adalah suatu organisme hidup (seperti
pandangan kaum biologiwan) dengan basis kehidupannya
adalah moral (yang baik). Pada masa ini kaum agamawan
yang berkuasa sehingga kehidupan sosial lebih diwarnai
oleh keputusan-keputusan kaum agamawan yang
berkuasa.

Jaman Renaissance (1200-1600)


Machiavelii adalah orang pertama yang memisahkan
antara politik dan moral sehingga terjadi suatu
pendekatan yang mekanis terhadap masyarakat. Di sini
muncul ajaran bahwa teori-teori politik dan sosial
memusatkan perhatian pada mekanisme pemerintahan.
Sejak masa ini maka pengaruh kaum agamawan mulai
memperoleh tantangan.
Abad Pencerahan (abad ke 16 dan 17)
Pada masa ini muncul Thomas Hobbes (1588-1679) yang
mengarang buku yang dikenal sebagai The Leviathan. Inti
ajarannya diilhami oleh hukum alam, fisika dan
matematika. Pada masa ini pengaruh keagamaan mulai
ditinggalkan dan digantikan oleh pandangan-pandangan
yang bersifat hukum sebagai kodrat keduniawiannya.
Berdasar pandangan kelompok inilah kemudian muncul
suatu kesepakatan antar manusia (kelompok) yang
dikenal sebagai kontrak sosial. Pada mulanya interaksi
antar manusia berada dalam kondisi chaos karena saling
mencurigai dan saling bersaing untuk memperebutkan
sumber daya alam dan manusia yang ada. Kondisi yang
bersifat kodrati (sesuai dengan hukum alam) ini
kemudian dipandang akan selalu menyengsarakan
kehidupan manusia. Oleh sebab itu dibuatlah
kesepakatan-kesepakatan pengaturan antar kelompok
yang dapat saling berterima dan saling menguntungkan,
yang kemudian dikenal sebagai kontrak sosial.

Abad Ke 18

Pada masa ini munculah John Locke (1632-1704) yang


dianggap sebagai bapak Hak Asasi Manusia (HAM). Dia
berpandangan bahwa pada dasarnya setiap manusia
mempunyai hak-hak dasar yang sangat pribadi yang
tidak dapat dirampas oleh siapapun termasuk oleh
negara (seperti hak hidup, hak berpikir dan berbicara,
berserikat, dan lain-lain). Tokoh lain yang muncul adalah
J.J. Rousseau (1712-1778) yang masih berpegang pada
ide kontrak sosialnya Hobbes. Dia berpandangan bahwa
kontrak antara pemerintah (negara) dengan yang
diperintah (rakyat) menyebabkan munculnya suatu
kolektifitas yang mempunyai keinginan-keinginan
tersendiri yang kemudian menjadi keinginan umum.
Keinginan umum inilah yang harusnya menjadi dasar
penyusunan kontrak sosial antara negara dengan
rakyatnya.
Abad ke 19
Abad ke 19 dapat dianggap sebagai abad mulai
berkembangnya sosiologi, terutama sesudah Auguste
Comte (1798-1857) memperkenalkan istilah sosiologi,
sebagai usaha untuk menjawab adanya perkembangan
interaksi sosial dalam masa industrialisasi. Pada masa ini
sosiologi dianggap mulai dapat mandiri. Kondisi yang
baru dalam taraf mulai mandiri ini disebabkan walaupun
sosiologi sudah dapat menunjukkan adanya obyek yang
dijadikan fokus pembahasan (interaksi manusia), namun
di dalam pengembangan ilmunya masih menggunakan
metode-metode ilmu-ilmu yang lain (ilmu ekonomi
misalnya).
Abad ke 20
Baru pada abad ke 20 inilah sosiologi dapat benarbenar dianggap mandiri karena:

Mempunyai obyek khusus yaitu interaksi antar


manusia,
Mampu mengembangkan teori-teori sosiologi,
Mampu mengembangkan metode khusus sosiologi
untuk pengembangan sosiologi,
Sosiologi menjadi sangat relevan dengan semakin
banyaknya kegagalan pembangunan karena tidak
mendasarkan dan memperhatikan masukan dari
sosiologi.
Pada akhir abad ke 20 ini, maka salah satu kelemahan
(masih dianggap ketinggalan) dari sosiologi, namun yang
pada saat ini juga sudah mulai dapat dipecahkan, yaitu
dalam kaitannya dengan perkembangan dan
permasalahan global. Di sini interaksi antar manusia yang
dapat diamati adalah adalah interaksi tidak langsung
lewat telepon, internet, dan lain-lain yang
menghubungkan manusia yang saling berjauhan
letaknya. Sumber: Kuswan
Para Pendiri Sosiologi
Sampai saat ini, yang disebut sebagai Bapak Sosiologi
adalah Auguste Comte, Karl Marx, Max Weber, dan Emile
Durkheim. Sementara para pemikir sebelumnya tidak
dianggap sebagai pendiri Sosiologi. Mungkin karena keempat orang inilah yang pemikirannya menjadi dasar
teori-teori Sosiologi modern sampai saat ini. Meskipun
tidak berarti pemikiran dan Plato, Aristoteles, Machiavelli,
John Locke, Thomas Hobbes, J.J. Rousseau, dan lain-lain di
kesampingkan begitu saja. Pemikiran mereka tentang
masyarakat, hubungan antar individu, hubungan negara
dengan rakyat, dan hak asasi manusia tetap menjadi
bagian tidak terpisahkan dalam pembahasan Sosiologi.

Namun tidak bisa dipungkiri bahwa pemikiran Auguste


Comte, Karl Marx, Max Weber, dan Emile Durkheim lah
yang memberi stimulan diskusi panjang tentang pelbagai
persoalan terkait dgn kehidupan ekonomi, politik, dan
kebudayaan.
Auguste Comte (1798-1857)
Auguste Comte (Perancis, 1798-1857)
mengemukakan istilah awal: SOCIAL PHYSICS (FISIKA
SOSIAL) karena istilah ini sudah digunakan oleh ahli
statistik sosial Belgia Adophe Quetelet, maka istilah
diubah menjadi sociology.
Auguste Comte membagi sosiologi ke dalam dua
pendekatan yakni:
1. Statika sosial (social static): mengkaji tatanan
sosial. Statika mewakili stabilitas.
2. Sosial dinamik: mengkaji kemajuan dan perubahan
social. Dinamika mewakili perubahan. Progress dalam
membaca fenomena sosial perlu melihat masyarakat
secara keseluruhan sebagai unit analisis.
Dengan memakai analogi dari biologi, Comte
menyatakan bahwa hubungan antara statika dan
dinamika merujuk pada konsep order didalamnya
ditekankan bahwa bagian-bagian dari masyarakat
tidak dapat dimengerti secara terpisah, tetapi harus
dilihat sebagai satu kesatuan yg saling berhubungan.
Karl Marx (1818-1883)
Karl Marx lahir di Trier, Jerman tahun 1818 dari
kalangan keluarga rohaniwan Yahudi. Tamat dari
perguruan tinggi menjadi editor di sebuah surat
kabar di Jerman. Pandangannya amat kritis terutama
sangat anti penindasan yang hadir bersama sistem
kapitalis yang mewarnai peradaban Eropa Barat.
Beliau pindah ke Paris setelah terjadi pertentangn

dengan pemerintah Jerman. Ia berkolaborasi dengan


Friedrich Engels menulis buku berjudul The
Communist Manifesto (1848). Lalu menulis buku: Das
Capital, dua bab terakhir buku ini diteruskan oleh
Engels karena Marx keburu meninggal.
Menurut Marx, sejarah manusia mulai dari pertanian
primitive, feudal dan industri, ditandai hubungan
social yg melembagakan sifat ketergantungan untuk
mengontrol atau menguasai sumber-sumber
ekonomi. Mereka yg menguasai dan mengonytol
sumber-sumber ekonomi adalah kelas atas, seangkan
mereka yg hanya memiliki sedikit atau bahkan tidak
punya sama sekali adalah dari kelas bawah. Terjadi
penindasan oleh kelas atas terhadap kelas bawah.
Fokus perhatian Marx pada dua kelas penting:
BORJUIS (kelas atas/kapitalis yg memiliki memiliki
alat-alat produksi seperti pabrik dan mesin) dan
PROLETAR (kelas bawah/ para buruh yg bekerja pada
borjuis).
Pendapat Marx terhadap fenomena sosial semacam
itu (penindasan /eksploitasi kaum borjuis terhadap
kaum proletar) hanya dapat dihentikan dengan cara
mengganti atau merusak system kapitalis. Caranya
dengan melakukan revolusi (prinsip konflik)
kemudian menggantinya dengan sistem yg lebih
menghargai martabat manusia. Ini tidak mudah
karena para buruh harus menghilangkan False
Consciousness (kesadaran palsu) dengan class
consciousness kesadaran kelas. Melalui bimbingan
pemimpin-pemimpin revolusioner, para buruh akan
menjadi setia dan mau berkorban demi perjuangan
kelas. Dengan demikian akan muncul masyarakat
yang adil, sama rata sama rasa, dan terhindar dari
segala bentuk eksploitasi, ini yang disebutnya

sebagai masyarakat komunisme modern. Disamping


dipuja banyak orang, Marx juga dikecam banyak
orang, terutama pendapatnya tentang agama
sebagai candu masyarakat (the opium of the
people).
Max Weber (1864-1920)
Max Weber lahir di Erfurt, Jerman berasal dari
keluarga kaya dan terpandang. Ayahnya seorang
birokrat (kelak akan mewarnai pikiran beliau tentang
birokrasi) yg menduduki posisi politik penting,
sedangkan ibunya adalah seorang pemeluk agama
Calvinisme yg sangat taat (juga mempengaruhinya
melakukan studi tentang kaitan etika protestan
dengan spirit kapitalisme industrial).
Beliau menempuh kuliah di Universitas berlin belajar
hukum. Setelah berhasil mengambil gelar doctor ia
berprofesi sebagai praktisi hukum, di samping itu ia
juga bekerja sebagai dosen di Universitas Wina dan
Munich. Ia banyak mendalami masalah ekonomi,
sejarah, dan sosiologi. Bukunya yg terkenal berjudul
A Contribution to the histoy of Medieval Business
Organizations dan The Protestant Ethic and The
Spirit of
Capitalism (1904). Dalam bukunya yg kedua ini ia
mengemukakan tesisnya mengenai keterkaitan
antara etika protesan dengan munculnya kapitalisme
di Eropa Barat.
Pandangan Weber, kenyataan sosial lahir dari
motivasi individu dan tindakan-tindakan social (social
action). Dari pandangannya sebenarnya Weber lazim
digolongkan nominalis yang lebih percaya bahwa
hanya individu-individu sajalah yg riil secara obyektif,
dan masyarakat adalah satu nama yg menunjukan
pada sekumpulan individu yg menjalin hubungan.

Pandangan beliau tentang tindakan sosial inilah yg


kemudian menjadi acuan dikembangkannya teori
sosiologi yg membahas interaksi sosial.
mile Durkheim (1858-1917)
Lahir di Epinal, Perancis dan berasal dari keluarga yg
mewarisi tradisi sebagai pendeta Yahudi. Durkheim
sebenarnya bersekolah untuk menjadi pendeta.
Durkheim merupakan ilmuwan yg sangat produktif.
Salah satu karyanya yg berjudul The division of
Labor in Society (1968) membahas mengenai gejala
yg sedang melanda masyarakat: pembagian kerja. Ia
mengemukakan bahwa di bidang perekonomian
seperti industri modern terjadi penggunaan mesin
serta konsentrasi modal dan tenaga kerja yg
mengakibatkan pembagian kerja ke dalam bentuk
spesialisasi dan pemisahan okupansi yg semakin
rinci. Pembagian tersebut dijumpai pula di bidang
perniagaan dan pertanian. Lalu melebar pula pada
bidang-bidang kehidupan yg lainnya: hukum, politik,
kesenian, dan bahkan keluarga. Tujuan kajian
Durkheim ialah untuk memahami fungsi pembagian
kerja tersebut, serta untuk mengetahui faktor
penyebabnya. sumber: Pengantar Sosiologi

Perkembangan Sosiologi di Eropa


Setelah mengetahui bahwa sosiologi merupakan
sebuah ilmu pengetahuan, Anda mungkin bertanya
bagaimana perkembangan sosiologi hingga mencapai
bentuknya seperti sekarang. Sosiologi awalnya
menjadi bagian dari fllsafat sosial. Ilmu ini membahas

tentang masyarakat. Namun saat itu, pembahasan


tentang masyarakat hanya berkisar pada hal-hal yang
menarik perhatian umum saja, seperti perang,
ketegangan atau konflik sosial, dan kekuasaan dalam
kelas-kelas penguasa. Dalam perkembangan
selanjutnya, pembahasan tentang masyarakat
meningkat pada cakupan yang lebih mendalam yakni
menyangkut susunan kehidupan yang diharapkan dan
norma-norma yang harus ditaati oleh seluruh anggota
masyarakat. Sejak itu, berkembanglah satu kajian baru
tentang masyarakat yang disebut sosiologi.
Menurut Berger dan Berger, sosiologi berkembang
menjadi ilmu yang berdiri sendiri karena adanya
ancaman terhadap tatanan sosial yang selama ini
dianggap sudah seharusnya demikian nyata dan benar
(threats to the taken for granted world). L.
Laeyendecker mengidentifikasi ancaman tersebut
meliputi:
1. terjadinya dua revolusi, yakni revolusi industri dan
revolusi Prancis,
2. tumbuhnya kapitalisme pada akhir abad ke-15,
3. perubahan di bidang sosial dan politik,
4. perubahan yang terjadi akibat gerakan reformasi
yang dicetuskan Martin Luther,
5. meningkatnya individualisme,
6. lahirnya ilmu pengetahuan modern,
7. berkembangnya kepercayaan pada diri sendiri.
Menurut Laeyendecker, ancaman-ancaman tersebut
menyebabkan perubahan-perubahan jangka panjang
yang ketika itu sangat mengguncang masyarakat
Eropa dan seakan membangunkannya setelah terlena
beberapa abad.
Auguste Comte, seorang filsuf Prancis, melihat
perubahan-perubahan tersebut tidak saja bersifat

positif seperti berkembangnya demokratisasi dalam


masyarakat, tetapi juga berdampak negatif. Salah satu
dampak negatif tersebut adalah terjadinya konflik
antarkelas dalam masyarakat. Menurut Comte, konflikkonflik tersebut terjadi karena hilangnya norma atau
pegangan (normless) bagi masyarakat dalam
bertindak. Comte berkaca dari apa yang terjadi dalam
masyarakat Prancis ketika itu (abad ke-19). Setelah
pecahnya Revolusi Prancis, masyarakat Prancis dilanda
konflik antarkelas. Comte melihat hal itu terjadi karena
masyarakat tidak lagi mengetahui bagaimana
mengatasi perubahan akibat revolusi dan hukumhukum apa saja yang dapat dipakai untuk mengatur
tatanan sosial masyarakat.
Oleh karena itu, Comte menyarankan agar semua
penelitian tentang masyarakat ditingkatkan menjadi
suatu ilmu yang berdiri sendiri. Comte membayangkan
suatu penemuan hukum-hukum yang dapat mengatur
gejala-gejala sosial. Namun, Comte belum berhasil
mengembangkan hukum-hukum sosial tersebut
menjadi sebuah ilmu. la hanya memberi istilah bagi
ilmu yang akan lahir itu dengan istilah sosiologi.
Sosiologi baru berkembang menjadi sebuah ilmu
setelah Emile Durkheim mengembangkan metodologi
sosiologi melalui bukunya Rules of Sociological Method.
Meskipun demikian, atas jasanya terhadap lahirnya
sosiologi, Auguste Comte tetap disebut sebagai Bapak
Sosiologi.
Meskipun Comte menciptakan istilah sosiologi, Herbert
Spencer-lah yang mempopulerkan istilah tersebut
melalui buku Principles of Sociology. Di dalam buku
tersebut, Spencer mengembangkan sistem penelitian
tentang masyarakat. la menerapkan teori evolusi
organik pada masyarakat manusia dan

mengembangkan teori besar tentang evolusi sosial


yang diterima secara luas di masyarakat. Menurut
Comte, suatu organ akan lebih sempurna jika organ itu
bertambah kompleks karena ada diferensiasi (proses
pembedaan) di dalam bagian-bagiannya. Spencer
melihat masyarakat sebagai sebuah sistem yang
tersusun atas bagian-bagian yang saling bergantung
sebagaimana pada organisme hidup. Evolusi dan
perkembangan sosial pada dasarnya akan berarti jika
ada peningkatan diferensiasi dan integrasi,
peningkatan pembagian kerja, dan suatu transisi dari
homogen ke heterogen dari kondisi yang sederhana ke
yang kompleks. Setelah buku Spencer tersebut terbit,
sosiologi kemudian berkembang dengan pesat ke
seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Perkembangan Sosiologi di Indonesia
Sosiologi di Indonesia sebenarnya telah berkembang
sejak zaman dahulu. Walaupun tidak mempelajari
sosiologi sebagai ilmu pengetahuan, para pujangga
dan tokoh bangsa Indonesia telah banyak
memasukkan unsur-unsur sosiologi dalam ajaranajaran mereka. Sri Paduka Mangkunegoro IV, misalnya,
telah memasukkan unsur tata hubungan manusia pada
berbagai golongan yang berbeda (intergroup relation)
dalam ajaran Wulang Reh. Selanjutnya, Ki Hadjar
Dewantara yang dikenal sebagai peletak dasar
pendidikan nasional Indonesia banyak mempraktikkan
konsep konsep penting sosiologi seperti
kepemimpinan dan kekeluargaan dalam proses
pendidikan di Taman Siswa yang didirikannya. Hal yang
sama dapat juga kita selidiki dari berbagai karya
tentang Indonesia yang ditulis oleh beberapa orang
Belanda seperti Snouck Hurgronje dan Van Volenhaven
sekitar abad 19. Mereka menggunakan unsur-unsur

sosiologi sebagai kerangka berpikir untuk memahami


masyarakat Indonesia. Snouck Hurgronje, misalnya,
menggunakan pendekatan sosiologis untuk memahami
masyarakat Aceh yang hasilnya dipergunakan oleh
pemerintah Belanda untuk menguasai daerah tersebut.
Dari uraian di atas terlihat bahwa sosiologi di Indonesia
pada awalnya, yakni sebelum Perang Dunia II hanya
dianggap sebagai ilmu pembantu bagi ilmu-ilmu
pengetahuan lainnya. Dengan kata lain, sosiologi
belum dianggap cukup penting untuk dipelajari dan
digunakan sebagai ilmu pengetahuan, yang terlepas
dari ilmu-ilmu pengetahuan yang lain.
Secara formal, Sekolah Tinggi Hukum
(Rechtsshogeschool) di Jakarta pada waktu itu menjadi
saru-satunya lembaga perguruan tinggi yang
mengajarkan mata kuliah sosiologi di Indonesia
walaupun hanya sebagai pelengkap mata kuliah ilmu
hukum. Namun, seiring perjalanan waktu, mata kuliah
tersebut kemudian ditiadakan dengan alasan bahwa
pengetahuan tentang bentuk dan susunan masyarakat
beserta proses-proses yang terjadi di dalamnya tidak
diperlukan dalam pelajaran hukum. Dalam pandangan
mereka, yang perlu diketahui hanyalah perumusan
peraturannya dan sistem-sistem untuk
menafsirkannya. Sementara, penyebab terjadinya
sebuah peraturan dan tujuan sebuah peraturan
dianggap tidaklah penting.
Setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945,
sosiologi di Indonesia mengalami perkembangan yang
cukup signifikan. Adalah Soenario Kolopaking yang
pertama kali memberikan kuliah sosiologi dalam
bahasa Indonesia pada tahun 1948 di Akademi Ilmu
Politik Yogyakarta (sekarang menjadi Fakultas Ilmu
Sosial dan Politik UGM). Akibatnya, sosiologi mulai

mendapat tempat dalam insan akademisi di Indonesia


apalagi setelah semakin terbukanya kesempatan bagi
masyarakat Indonesia untuk menuntut ilmu di luar
negeri sejak tahun 1950. Banyak para pelajar
Indonesia yang khusus memperdalam sosiologi di luar
negeri, kemudian mengajarkan ilmu itu di Indonesia.
Buku sosiologi dalam bahasa Indonesia pertama kali
diterbitkan oleh Djody Gondokusumo dengan judul
Sosiologi Indonesia yang memuat beberapa pengertian
mendasar dari sosiologi. Kehadiran buku ini mendapat
sambutan baik dari golongan terpelajar di Indonesia
mengingat situasi revolusi yang terjadi saat itu. Buku
ini seakan mengobati kehausan mereka akan ilmu
yang dapat membantu mereka dalam usaha
memahami perubahan-perubahan yang terjadi
demikian cepat dalam masyarakat Indonesia saat itu.
Selepas itu, muncul buku sosiologi yang diterbitkan
oleh Bardosono yang merupakan sebuah diktat kuliah
sosiologi yang ditulis oleh seorang mahasiswa.
Selanjutnya bermunculan buku-buku sosiologi baik
yang tulis oleh orang Indonesia maupun yang
merupakan terjemahan dari bahasa asing. Sebagai
contoh, buku Social Changes in Yogyakarta karya Selo
Soemardjan yang terbit pada tahun 1962. Tidak kurang
pentingnya,
tulisan-tulisan tentang masalah-masalah sosiologi yang
tersebar di berbagai majalah, koran, dan jurnal. Selain
itu, muncul pula fakultas ilmu sosial dan politik
berbagai universitas di Indonesia di mana sosiologi
mulai dipelajari secara lebih mendalam bahkan pada
beberapa universitas, didirikan jurusan sosiologi yang
diharapkan dapat mempercepat dan memperluas
perkembangan sosiologi di Indonesia.

1. Lahirnya sosiologi Sosiologi sebagai Ilmu tentang


Masyarakat. Sejumlah ilmuwan berusaha menjelaskan
adanya hubungan antarmanusia dan perilaku sosial
budaya melalui kehidupan bermasyarakat dan yang
sekarang di kenal sebagai ilmu sosiologi. Di Eithopia
pertama kali terjadi pemikiran terhadap konsep
masyarakat yang lambat laun melahirkan ilmu yang
dinamai sosiologi tersebut. Hal tersebut didorong oleh
beberapa faktor antaralain karena semakin
meningkatnya perhatian terhadap masyarakat dan
adanya perubahan-perubahan yang terjadi dalam
masyarakat, khususnya masyarakat Eropa. Sosiologi
lahir pada abad ke-19 yaitu pada saat transisi menuju
lahirnya masyarakat baru yang di tandai oleh beberapa
peristiwa atau berubahan besar pada masa tersebut.
Beberapa peristiwa besar tersebut antara lain sebagai
berikut : A. Revolusi Prancis (Revolusi Politik)
Perubahan masyarakat yang terjadi selama revolusi
politik sangat luar biasa baik bidang ekonomi, politik,
dan sosial budaya. Adanya semangat liberalisme
muncul di segala bidang seperti penerapan dalam
hukum dan undang-undang. Pembagian masyarakat
perlahan-lahan terhapus dansemua diberikan hak yang
sama dalam hukum. B. Revolusi Industri (Revolusi
Ekonomi) Abad 18 merupakan saat terjadinya revolusi
industri. Berkembangnya kapitalisme perdagangan,
mekanisasi proses dalam pabrik, terciptanya unit-unit
produksi yang luas, terbentuknya kelas buruh, dan
terjadinya urbanisasi merupakan manifestasi dari
hiruk-pikuknya perekonomian. Struktur masyarakat
mengalami perubahan dengan munculnya kelas buruh
dan kelas majikan dengan kelas majikan yang

menguasai perekonomian semakin melemahkan kelas


buruh sehingga muncul kekuatan-kekuatan buruh yang
bersatu membentuk perserikatan. Menurut Aguste
Comte perubahan-perubahan tersebut berdampak
negatif, yatiu terjadinya konflik antar kelas dalam
masyarakat. Comte melihat, setelah pecahnya revolusi
Prancis masyarakat prancis dilanda konflik antar kelas.
Konflik-konflik tersebut terjadi karena masyarakat tidak
tahu bagaimana mengatasi perubahan akibat revolusi
dan hukum-hukum apa saja yang dapat dipakai untuk
mengatur tatanan sosial masyarakat. Maka Comte
menganjurkan supaya semua penelitian mengenai
masyarakat ditingkatkan sebagai sebuah ilmu yang
berdiri sendiri. Comte membayangkan suatu
penemuan hukum-hukum yang dapat mengatur gejalagejala sosial. Tetapi Auguste Comte belum dapat
mengembangkan hukum-hukum sosial itu sebagai
suatu ilmu tersendiri. Comte hanya memberi istilah
untuk ilmu tersebut dengan sebutan sosiologi. Istilah
sosiologi muncul pertama kali pada tahun 1839 pada
keterangan sebuah paragraf dalam pelajaran ke-47
Cours de la Philosophie (KuliahFilsafat) karya Auguste
Comte.Tetapi sebelumnya Comte sempat menyebut
ilmu pengetahuan ini dengan sebutan fisika sosial
tetapi karena istilah ini sudah dipakai oleh Adolphe
Quetelet dalam studi ilmu barunya yaitu tentang
statistik kependudukan maka dengan berat hati Comte
harus melepaskan nama fisika sosial dan merumuskan
istilah baru yaitu sosiologi yang berasal dari bahasa
Yunani yaitu socius(masyarakat) dan logos (ilmu).
Dengan harapan bahwa tujuan Dinamika Sosial. 2.
Perkembangan Sosiologi di Negara-Negara Barat
Perubahan besar di Eropa pada abad pertengahan,
tetapi juga terjadi pada abad ke-4 ketika Alexander

menaklukan negara-negara Yunani, adapun tokohnya


adalah Plato, Aristoteles, Herodotus, Tucydides,
Polybios, dan Cicero. Pembagian tahap-tahap
perkembangan sosiologi dibagi menjadi tiga yaitu, a.
Masa Sebelum Auguste Comte Socrates Lahir pd
tahun 470 SM dan meninggal tahun 399 SM, Ia adalah
anak dari seorang pematung. Socrates mengajarkan
yang penting yaitu mengenai ditekannya logika
sebagai dasar bagi semua ilmu pengetahuan termasuk
filsafat. Plato Plato adala murid dari Socrates. Ajaran
Plato yaitu tentang masyarakat menerangkan bahwa
pada dasarnya masyarakat itu merupakan bentuk
perluasan dari individu, dan menurutnya individu
memiliki 3 sifat yaitu nafsu atau perasaan-perasaaan ,
semangat atau kehendak, dan kecerdasan atau akal.
Berdasarkan 3 elemen tersebut, Plato juga
membedakan adanya 3 lapisan atau kelas sosial
masyarakat yaitu sebagai berikut : Bagi yang
mengabdikanakan hidupnya untuk memenuhi nefsu
dan perasaannya seperti halnya memelihara tubuh
manusia, maka dengan demikian juga akan
memelihara nafsu dan perasaan masyarakat. Mereke
itulah kelas pekerja tangan seperti buruh dan budak.
Karena semangat atau kehendak berfungsi
melindungi tubuh manusia, yang berarti harus pula
melindungi masyarakat, maka yang bisa
melaksanakan hal itu adalah militer. Karena mereka
mengembangkan akal dan kecerdasan untuk
membimbing tubuh manusia, maka mereka bertugas
juga mengembangkan akal guna memerintah dan
memimpin masyarakat. Mereka ini termasuk kelas
penguasa. Aristosteles Menurutnya kelompok
manusia yang dasar dan esensial adalah
pengelompokan (asosiasi) antara pria dan wanita

untuk memperoleh keturunan, dan asosiasi antara


penguasa dengan yang dikuasai Aristosteles juga
memberi tiga bentuk pemerintahan yang dilihat dari
segi jumlah pemegang kepemimpinannya.
Pemerintah oleh seseorang, jika ia memerintah dengan
baik disebut monarki sedangkan bila memerintah
dengan buruk disebut tirani. Oleh sejumlah kecil
orang disebut aristrokasi jika baik, dan oligarki juka
buruk. Pemerintahan oleh banyak orang disebut
demokrasi, dan itu berlaku untuk penguasa yang
memerintah dengan baik maupun buruk. Jhon locke
Manusia pada dasarnya mempunyai hak-hak asasi
yang berupa hak hidup, kebebasan, dan hak atas harta
benda. J.J. Rousseau Kontrak antara pemerintah
dengan yang di perintah menyebabkan tumbuhnya
suatu kolektivitas yang mempunyai keinginan umum.
Ibnu Khaldun Faktor yang menyebabkan bersatunya
manusia di dalam suku-suku, klan, negara, dan
sebagainya adalah rasa solidaritas. a. b. Masa Auguste
Comte Sebagai suatu disiplin akademis yang mandiri,
sosiologi masih berumur relatif muda yaitu kurang dari
200 tahun. Istilah sosiologi untuk pertama kali
diciptakan oleh Auguste Comte dan oleh karenanya
Comte sering disebut sebagai bapak sosiologi. Istilah
sosiologi ia tuliskan dalam karya utamanya yang
pertama, berjudul The Course of Positive Philosophy,
yang diterbitkan dalam tahun 1838. Karyanya
mencerminkan suatu komitmen yang kuat terhadap
metode ilmiah. Menurut Comte ilmu sosiologi harus
didasarkan pada observasi dan klasifikasi yang
sistematis bukan pada kekuasaan dan spekulasi. Hal ini
merupakan pandangan baru pada saat itu. Di Inggris
Herbert Spencer menerbitkan bukunya Principle of
Sociology dalam tahun 1876. Ia menerapkan teeori

evolusi organik pada masyarakat manusia dan


mengembangkan teori besar tentang evolusi sosial
yang diterima secara luas beberapa puluh tahun
kemudian. Masa Setelah Auguste Comte Herbert
Spencer (1820-1903) Herbert spencer pada tahun
1876 mengetengahkan teori tentang evolusisosial,
yaitu keyakinan bahwa masyarakat mengalami
evolusidari masyarakat primitif ke masyarakat industri.
Karl Marx Ia memperkenalkan pendekatan
materialisme dialektis yang menganggap konflik
antarkelas sosial menjadi inti sari perubahan dan
perkembangan masyarakat. Emile Durkheim Ia
memperkenalkan pendekatan fungsionalisme yang
berupaya menelusuri fungsi berbagai elemen sosial
sebagai pengikatsekaligus pemelihara keteraturan
sosial. Max Weber Memperkenalkan pendekatan
verstehen (pemahaman), yang berupaya menulusuri
nilai, kepercayaan, pemahaman, dan sikap yang
menjadi penentu perilaku manusia. 3. Perkembangan
Sosiologi di Indonesia Sejak jaman kerajaan di
Indonesia sebenarnya para raja dan pemimpin di
Indonesia sudah mempraktikkan unsur-unsur Sosiologi
dalam kebijakannya begitu pula para pujangga
Indonesia. Misalnya saja Ajaran Wulang Reh yang
diciptakan oleh Sri PAduka Mangkunegoro dari
Surakarta, mengajarkan tata hubungan antara para
anggota masyarakat Jawa yang berasal dari golongangolongan yang berbeda, banyak mengandung aspekaspek Sosiologi, terutama dalam bidang hubungan
antar golongan (intergroup relations). Ki Hajar
Dewantoro, pelopor utama pendidikan nasional di
Indonesia, memberikan sumbangan di bidang sosiologi
terutama mengenai konsep-konsep kepemimpinan dan
kekeluargaan di Indonesia yang dengan nyata di

praktikkan dalam organisasi pendidikan Taman Siswa.


Pada masa penjajahan Belanda ada beberapa karya
tulis orang berkebangsaan belanda yang mengambil
masyarakat Indonesai sebagai perhatiannya seperti
Snouck Hurgronje, C. Van Vollenhoven, Ter Haar,
Duyvendak dll. Dalam karya mereka tampak unsurunsur Sosiologi di dalamnya yang dikupas secara
ilmiah tetapi kesemuanya hanya dikupas dalam
kerangka non sosiologis dan tidak sebagai ilmu
pengetahuan yang berdiri sendiri. Sosiologi pada
waktu itu dianggap sebagai Ilmu pembantu bagi ilmuilmu pengetahuan lainnya. Dengan kata lain Sosiologi
ketika itu belum dianggap cukup penting dan cukup
dewasa untuk dipelajari dan dipergunakan sebagai
ilmu pengetahuan, terlepas dari ilmu-ilmu
pengetahuan lainnya. Kuliah-kuliah Sosiologi mulai
diberikan sebelum Perang Dunia ke dua
diselenggarakan oleh Sekolah Tinggi Hukum
(Rechtshogeschool) di Jakarta. Inipun kuliah Sosiologi
masih sebagai pelengkap bagi pelajaran Ilmu Hukum.
Sosiologi yang dikuliahkan sebagin besar bersifat
filsafat Sosial dan Teoritis, berdasarkan hasil karya
Alfred Vierkandt, Leopold Von Wiese, Bierens de Haan,
Steinmetz dan sebagainya. Pada tahun 1934/1935
kuliah-kuliah Sosiologi pada sekolah Tinggi Hukum
tersebut malah ditiadakan. Para Guru Besar yang
bertaggung jawab menyusun daftar kuliah
berpendapat bahwa pengetahuan dan bentuk susunan
masyarakat
beserta proses-proses yang terjadi di dalamnya tidak
diperlukan dalam pelajaran hukum. Setelah
proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17
Agustus 1945, seorang sarjana Indonesia yaitu
Soenario Kolopaking, untuk pertama kalinya member

kuliah sosiologi (1948) pada Akademi Ilmu Politik di


Yogyakarta (kemudia menjadi Fakultas Sosial dan
Ilmu Politik UGM . Beliau memberika kuliah dalam
bahasa Indonesai ini merupakan suatu yang baru,
karena sebelum perang dunia ke dua semua
perguruan tinggi diberikan da;am bahasa Belanda.
Pada Akademi Ilmu Politik tersebut, sosiologi juga
dikuliahkan sebagai ilmu pengetahuan dalam Jurusan
Pemerintahan dalam Negeri, hubungan luar negeri
dan publisistik. Kemudian pendidkikan mulai di buka
dengan memberikan kesempatan kepara para
mahasiswa dan sarjana untuk belajar di luar negeri
sejak tahun 1950, mulailah ada beberapa orang
Indonesia yang memperdalam pengetahuan tentang
sosiologi. Buku Sosiologi mulai diterbitkan sejak satu
tahun pecahnya revolus fisik. Buku tersebut berjudul
Sosiologi Indonesai oleh Djody Gondokusumo,
memuat tentang beberapa pengertian elementer
dari Sosiologi yang teoritis dan bersifat sebagai
Filsafat. Selanjutnya buku karangan Hassan Shadily
dengan judul Sosilogi Untuk Masyarakat Indonesia
yang merupakan merupakan buku pelajaran pertama
yang berbahasa Indonesia yang memuat bahanbahan sosiologi yang modern. Para pengajar
sosiologi teoritis filosofis lebih banyak
mempergunakan terjemahan buku-bukunya P.J.
Bouman, yaitu Algemene Maatschapppijleer dan
Sociologie, bergrippen en problemen serta buku
Lysen yang berjudul Individu en Maatschapppij. Bukubuku Sosiologi lainnya adalah Sosiologi Suatu
Pengantar Ringkas karya Mayor Polak, seorang warga
Negara Indonesia bekas anggota Pangreh Praja
Belanda, yang telah mendapat pelajaran sosiologi
sebelum perang dunia kedua pada universitas Leiden

di Belanda. Beliau juga menulis buku berjudul


Pengantar Sosiologi Pengetahuan, Hukum dan politik
terbit pada tahun 1967. Penulis lainnya Selo
Soemardjan menulis buku Social Changes in
Yogyakarta pada tahun 1962. Selo Soemardjan
bersama Soelaeman Soemardi, menghimpun bagianbagian terpenting dari beberapa text book ilmu
sosiologi dalam bahasa Inggris yang disertai dengan
pengantar ringkas dalam bahasa Indonesia
dirangkum dalam buku Setangkai Bunga Sosiologi
terbit tahun 1964. Dewasa ini telah ada sejumlah
Universitas Negeri yang mempunyai Fakultas Sosial
dan politik atau Fakultas Ilmu Sosial. Sampai saat ini
belum ada Universitas yang mngkhususkan sosiologi
dalam suatu fakultas sendiri, namun telah ada
Jurusan Sosiologi pada beberapa fakultas Sosial dan
Politik UGM, UI dan UNPAD. Penelitian-penelitian
sosiologi di Indonesai belum mendapat tempat yang
sewajarnya, oleh karena masyarakat masih percaya
pada angka-angka yang relative mutlak, sementara
sosiologi tidak akan mungkin melakukan hal-hal yang
berlaku mutlak disebkan masing-masing manusia
memiliki kekhususan. Apalagi masyarakat Indonesai
merupakan masyarakat majemuk yang mencakup
berates suku.

Anda mungkin juga menyukai