Hal ini diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Perkonomian, Hatta Radjasa seusai
melakukan rapat koordinasi di Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian, Jumat
(19/2).
Menurut Hatta, revisi Perpres yang dikenal dengan nama Perpres Daftar Negatif Investasi
(DNI) ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum bagi investor asing yang
berinvestasi di Indonesia dan tidak akan lebih restriktif. Kita beri waktu dua minggu
penyelesaian drafnya supaya bisa diberikan ke Presiden untuk ditandatangani.
Setidaknya ada lima pokok yang menjadi perhatian utama dalam pembahasan revisi
Perpres. Yakni menyangkut jumlah investasi asing di bidang pertanian, kesehatan,
pertahanan, komunikasi, dan yang menyangkut pasar modal.
Dari kelima hal tersebut, lanjut Hatta, masalah pasar modal menjadi perhatian yang
menonjol. Hatta mencontohkan dalam suatu perusahaan terbuka, asing hanya
dimungkinkan memiliki saham sebesar 49 persen. Namun jika perusahaan tersebut
membutuhkan modal dan mencarinya dengan cara melakukan right issue, maka yang
pertama dilakukan adalah dengan menawarkan saham tersebut ke partner nasional.
Apabila partner nasional tidak mau membeli maka partner asing dimungkinkan untuk
membeli saham tersebut dengan memperhatikan ketentuan saham tetap 49 persen.
Atas kondisi demikian, kemungkinan besar yang terjadi adalah kepemilikan saham asing
terhadap perusahaan tersebut akan meningkat. Hal ini masih dimungkinkan dengan
tetap memperhatikan kondisi dari perusahaan itu yang butuh ekspansi dan
meningkatkan usahanya dengan tidak dilakukan discourage.
Dalam jangka waktu dua tahun, perusahaan tersebut harus melakukan buy back untuk
mengembalikan posisi kepemilikan saham agar tetap sesuai dengan peraturan yang ada.
Hal ini masukan-masukan dan diminta dikonsultasikan ke Badan Pengawas Pasar Modal
dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), tambah Hatta.
Sementara itu, untuk investasi di bidang kesehatan, asing dimungkinkan memiliki saham
sampai 67 persen. Dulu, dalam bidang kesehatan, saham yang dimiliki asing ada 49
persen, sekarang dinaikkan menjadi 67 persen dengan persyaratan. Dengan catatan
untak layanan konsultasi kesehatan berlaku di seluruh Indonesia, dengan
memperhatikan ketentuan Menteri Kesehatan.
Selama ini, terkait menara telekomunikasi, tidak masuk dalam DNI. PT Telekomunikasi
Indonesia Tbk (Telkom) mengusulkan supaya dimasukkan ke daftar negatif investasi,
tambah Eddy. Untuk menara telekomunikasi, Eddy menambahkan bahwa Telkom
menyarankan agar investasi disektor itu fully domestic, artinya investasi hanya bisa
dilakukan oleh investor dalam negeri.
Namun, atas usulan ini, Eddy mengaku harus melihat kebutuhan untuk investasi menara
telekomunikasi tersebut jumlahnya berapa persen. Apakah kebutuhan tersebut bisa
dipenuhi oleh modal dalam negeri. Kalau tidak, ketentuannya seperti apa masih perlu
dibahas lebih lanjut, tandasnya