tentang
obstruksi
usus
yaitu
makin
meningkatnya
waktu kritis serta tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif. Operasi
dilakukan secepat yang layak dilakukan dengan memperhatikan keadaan
keseluruhan pasien.1
TINJAUAN PUSTAKA
Obstruktif Usus
Definisi
Obstruksi usus secara umum didefinisikan sebagai kegagalan isi intestinal
untuk melanjutkan perjalanannya menuju ke anus. Obstruksi ini merujuk pada
adanya sumbatan mekanik atau nonmekanik parsial atau total dari usus besar dan
usus halus.1
Anatomi
Usus halus berbentuk tubuler, dengan prakiraan panjang sekitar 6 meter
pada orang dewasa, yang terbagi atas tiga segmen yaitu duodenum, jejunum, dan
ileum. Duodenum, merupakan segmen yang paling proksimal, terletak
retroperitoneal berbatasan dengan kaput dan batas inferior dari korpus pankreas.
Doudenum dipisahkan dari gaster oleh adanya pylorus dan dari jejunum oleh
batas Ligamentum Treitz. Jejunum dan ileum terletak di intraperitoneal dan
bertambat ke retroperitoneal melalui mesenterikum. Tak ada batas anatomi yang
jelas untuk membedakan antara Jejunum dan Ileum; 40% panjang dari jejunoileal
diyakini sebagai Jejunum dan 60% sisanya sebagai Ileum. Ileum berbatasan
dengan sekum di katup .4
Usus halus terdiri atas lipatan mukosa yang disebut plika sirkularis atau
valvula conniventes yang dapat terlihat dengan mata telanjang. Lipatan ini juga
terlihat secara radiografi dan membantu untuk membedakan antara usus halus dan
kolon. Lipatan ini akan terlihat lebih jelas pada bagian proksimal usus halus
daripada bagian distal. Hal lain yang juga dapat digunakan untuk membedakan
bagian proksimal dan distal usus halus ialah sirkumferensial yang lebih besar,
dinding yang lebih tebal, lemak mesenterial yang lebih sedikit dan vasa rekta yang
lebih panjang. Pemeriksaan makroskopis dari usus halus juga didapatkan adanya
folikel limfoid. Folikel tersebut, berlokasi di ileum, juga disebut sebagai Peyer
Patches.4
Pembuluh limfe
Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan cairan limfe;
1. Ke atas melalui nodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi lymphatici
gastroduodenalis dan kemudian ke nodi lymphatici coeliacus dan 2. ke bawah,
melalui nodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi lyphatici mesentericus
superior sekitar pangkal arteri mesenterica superior.
Pembuluh limfe jejunum dan ileum berjalan melalui banyak nodi
lymphatici mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici mesentericus
suprior, yang terletak sekitar pangkal arteri mesentericus superior. Pembuluh limfe
sekum berjalan melewati banyak nodi lymphatici mesentericus dan akhirnya
mencapai nodi lymphatici msentericus superior. Pembuluh limfe untuk kolon
mengalirkan cairan limfe ke kelenjar limfe yang terletak di sepanjang perjalanan
arteri vena kolika. Untuk kolon ascendens dan dua pertiga dari kolon transversum
cairan limfenya akan masuk ke nodi limphatici mesentericus superior, sedangkan
yang berasal dari sepertiga distal kolon transversum dan kolon descendens akan
masuk ke nodi limphatici mesentericus inferior.8
Persarafan
Saraf - saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis
(vagus) dari pleksus mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Saraf untuk
jejunum dan ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus)
dari pleksus mesentericus superior (Snell, 2004). Rangsangan parasimpatis
merangasang aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis
menghambat pergerakan usus. Serabut - serabut sensorik sistem simpatis
menghantarkan nyeri, sedangkan serabut - serabut parasimpatis mengatur refleks
usus. Suplai saraf intrinsik, yang menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui
pleksus Auerbach yang terletak dalam lapisan muskularis, dan pleksus Meissner
di lapisan submukosa.7
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan
pengecualian pada sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar.
Sekum, appendiks dan kolon ascendens dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan
parasimpatis nervus vagus dari pleksus saraf mesentericus superior. Pada kolon
transversum dipersarafi oleh saraf simpatis nervus vagus dan saraf parasimpatis
nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan dari pleksus mesentericus superior dan
inferior. Serabut - serabut nervus vagus hanya mempersarafi dua pertiga
proksimal kolon transversum; sepertiga distal dipersarafi oleh saraf parasimpatis
nervus pelvikus. Sedangkan pada kolon descendens dipersarafi serabut - serabut
simpatis dari pleksus saraf mesentericus inferior dan saraf parasimpatis nervus
pelvikus (Snell, 2004). Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan
sekresi
dan
kontraksi,
serta
perangsangan
sfingter
rektum,
sedangkan
Etiologi
Obstruksi usus sering dijumpai dan merupakan penyebab terbesar
pembedahan pada akut abdomen. Hal ini terjadi ketika udara dan hasil sekresi tak
dapat melewati lumen intestinal karena adanya sumbatan yang menghalangi.
Obstruksi mekanik dari lumen intestinal biasanya disebabkan oleh tiga
mekanisme ; 1. blokade intralumen (obturasi), 2. intramural atau lesi intrinsik dari
dinding usus, dan 3. kompresi lumen atau konstriksi akibat lesi ekstrinsik dari
intestinal. Berbagai kondisi yang menyebabkan terjadinya obstruksi intestinal
biasanya terjadi melalui satu mekanisme utama. Satu pertiga dari seluruh pasien
yang mengalami ileus obstruktif, ternyata dijumpai lebih dari satu faktor etiologi
yang ditemukan saat dilakukan operasi.3
Lesi Ekstrinsik
Adhesi
Benda Asing
Lesi Intrinsik
Hernia
Kongenital
Eksternal
Internal
Intususepsi
Pengaruh Cairan
Barium
Feses
Meconium
Inflamasi
Massa
Divertikulitis
Drug-induced
Infeksi
Coli ulcer
Neoplasma
Tumor Jinak
Karsinoma
Karsinoid
Limpoma
Sarcoma
Post Operatif
Volvulus
Trauma
Intramural Hematom
Patofisiologi
Respon Usus Halus Terhadap Obstruksi
Normalnya, sekitar 2 L asupan cairan dan 8 L sekresi dari gaster, intestinal
dan pankreaticobilier ditansfer ke intestinal setiap harinya. Meskipun aliran cairan
menuju ke intestinal bagian proksimal, sebagian besar cairan ini akan diabsorbsi
di intestinal bagian distal dan kolon. Ileus obstruktif terjadi akibat akumulasi
10
11
12
13
berhubungan
dengan
pertumbuhan
bakteri
dapat
14
15
16
obstruksi. Diare yang terus menerus dapat juga menjadi tanda adanya
obstruksi partial.
Tanda-tanda pada pemeriksaan fisik dapat saja normal pada awalnya,
namun distensi akan segera terjadi, terutama pada obstruksi letak rendah.
Tanda awal yang muncul ialah penderita segera mengalami dehidrasi. Massa
yang teraba dapat di diagnosis banding dengan keganasan, abses, ataupun
strangulasi. Auskultasi digunakan untuk membedakan pasien menjadi tiga
kategori : loud, high pitch dengan burst ataupun rushes yang merupakan
tanda awal terjadinya obstruksi mekanik. Saat bising usus tak terdengar dapat
diartikan bahwa obstruksi telah berlangsung lama, ileus paralitik atau
terjadinya infark. Seiring waktu, dehidrasi menjadi lebih berat dan tandatanda strangulasi mulai tampak. Pemeriksaan lipat paha untuk mengetahui
adanya hernia serta rectal toucher untuk mengetahui adanya darah atau massa
di rectum harus selalu dilakukan.
Tanda-tanda terjadinya strangulasi seperi nyeri terus menerus, demam, takikardia,
dan nyeri tekan bisa tak terdeteksi pada 10-15% pasien sehingga menyebabkan
diagnosis strangulasi menjadi sulit untuk ditegakkan. Pada obstruksi karena
strangulasi bisa terdapat takikardia, nyeri tekan lokal, demam, leukositosis dan
asidosis. Level serum dari amylase, lipase, lactate dehidrogenase, fosfat, dan
potassium mungkin meningkat. Penting dicatat bahwa parameter ini tak dapat
digunakan untuk membedakan antara obstruksi sederhana dan strangulasi sebelum
terjadinya iskemia irreversible
Diagnosis
Diagnosis Obstruksi usus tidak sulit; salah satu yang hampir selalu harus
ditegakkan atas dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik,
kepercayaan atas pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan laboraorium harus
dilihat sebagai konfirmasi dan bukan menunda mulainya terapi yang segera.
Diagnosa ileus obstruktif diperoleh dari :
1. Anamnesis
Pada anamnesis Obstruksi usus
17
18
akhir
yang
diharuskan
dari
pemeriksaan
adalah
dengan
paralitik;
menentukan
etiologi
dari
obstruksi;
19
Feses juga harus diperiksa untuk melihat adanya darah atau tidak,
kehadiran darah menuntun kita ke arah strangulasi.
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang diduga mengalami
obstruksi intestinal terutama ialah darah lengkap dan elektrolit, Blood
Urea Nitrogen, kreatinin dan serum amylase. Obstruksi intestinal yang
sederhana tidak akan menyebabkan perubahan pada hasil laboratorium jadi
pemeriksaan ini tak akan banyak membantu untuk diagnosis obsruksi
intestinal yang sederhana. Pemeriksaan elektrolit dan tes fungsi ginjal
dapat mendeteksi adanya hipokalemia, hipokhloremia dan azotemia pada
50% pasien.
4. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos abdomen (foto posisi supine, posisi tegak abdomen atau
posisi dekubitus) dan posisi tegak thoraks
Temuan spesifik untuk obstruksi usus halus ialah dilatasi usus
halus ( diameter > 3 cm ), adanya air-fluid level pada posisi foto
abdomen tegak, dan kurangnya gambaran udara di kolon. Sensitifitas
foto abdomen untuk mendeteksi adanya obstruksi usus halus mencapai
70-80% namun spesifisitasnya rendah. Pada foto abdomen dapat
ditemukan beberapa gambaran, antara lain:
1) Distensi usus bagian proksimal obstruksi
2) Kolaps pada usus bagian distal obstruksi
3) Posisi tegak atau dekubitus: Air-fluid levels
4) Posisi supine dapat ditemukan :
a) distensi usus
b) step-ladder sign
5) String of pearls sign, gambaran beberapa kantung gas kecil yang
berderet
6) Coffee-bean sign, gambaran gelung usus yang distensi dan terisi
udara dan gelung usus yang berbentuk U yang dibedakan dari
dinding usus yang oedem.
7) Pseudotumor Sign, gelung usus terisi oleh cairan.14
20
Obstruksi Mekanik
Present proximal to
obstruction
Large bowel shape loops;
stepladder pattern
Absent or diminished
Present if chronic or
strangulation
Rare
Slightly elevated; normal
motion
Rapid progression to point of
obstruction
Ileus
Prominent throughout
Gas present diffusely;
moveable
Increase throughout
Present with inflamation
Often present
Elevated; decrease motion
Slow progression to colon
21
Gambar 2.7 Multipel air fluid level dan string of pearls sign15
22
23
24
25
didinding usus), gas pada vena portal dan kurangnya uptake kontras
intravena ke dalam dinding dari bowel yang affected. CT scan juga
digunakan untuk evaluasi menyeluruh dari abdomen dan pada akhirnya
mengetahui etiologi dari obstruksi.
Keterbatasan CT scan ini terletak pada tingkat sensitivitasnya
yang rendah (<50%) untuk mendeteksi grade ringan atau obstruksi
usus halus parsial. Zona transisi yang tipis akan sulit untuk
diidentifikasi.15
26
27
Gambar
2.16
USG
Longitudinal
dari
abdomen
bagian
bawah
28
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Ileus paralitik
Appensicitis akut
Kolesistitis, koleliathiasis, dan kolik bilier
Konstipasi
Dysmenorhoe, endometriosis dan torsio ovarium
Gastroenteritis akut dan inflammatory bowel disease
Pancreatitis akut
Penatalaksanaan
Pasien dengan obstruksi intestinal biasanya mengalami dehidrasi dan
kekurangan Natrium, Khlorida dan Kalium yang membutuhkan penggantian
cairan intravena dengan cairan salin isotonic seperti Ringer Laktat. Urin harus di
monitor dengan pemasangan Foley Kateter. Setelah urin adekuat, KCl harus
ditambahkan pada cairan intravena bila diperlukan. Pemeriksaan elektrolit serial,
seperti halnya hematokrit dan leukosit, dilakukan untuk menilai kekurangan
cairan. Antibiotik spektrum luas diberikan untuk profilaksis atas dasar temuan
adanya translokasi bakteri pada ostruksi intestinal.9
Perbaikan Keadaan Umum
Pada pemberian resusitasi cairan intravena, hal lain yang juga
penting untuk dilakukan ialah pemasangan nasogastric tube. Pemasangan
tube ini bertujuan untuk mengosongkan lambung, mengurangi resiko
terjadinya aspirasi pulmonal karena muntah dan meminimalkan terjadinya
distensi abdomen. Pasien dengan obstruksi parsial dapat diterapi secara
konservatif dengan resusitasi dan dekompresi saja. Penyembuhan gejala
tanpa terapi operatif dilaporkan sebesar 60 85% pada obstruksi parsial.9
Perbaikan Usus (operatif)
Secara
umum,
pasien
dengan
obstruksi
intestinal
komplit
29
pada daerah obstruksi dan penundaan terapi pada strangulasi hingga setelah
terjadinya injury akan menyebabkan intestinal menjadi ireversibel.
Penelitian retrospektif melaporkan bahwa penundaan operasi 12 24 jam
masih dalam batas aman namun meningkatkan resiko terjadinya strangulasi.
Pasien dengan obstruksi intestinal sekunder karena adanya adhesi
dapat diterapi dengan melepaskan adhesi tersebut. Penatalaksanaan secara
hati hati dalam pelepasan adhesi tresebut untuk mencegah terjadinya trauma
pada serosa dan untuk menghindari enterotomi yang tidak perlu. Hernia
incarcerata dapat dilakukan secara manual dari segmen hernia dan dilakukan
penutupan defek.
Penatalaksanaan pasien dengan obstruksi intestinal dan adanya
riwayat keganasan akan lebih rumit. Pada keadaan terminal dimana
metastase telah menyebar, terapi non-operatif, bila berhasil, merupakan jalan
yang terbaik; walaupun hanya sebagian kecil kasus obstruksi komplit dapat
berhasil di terapi dengan non-operatif. Pada kasus ini, by pass sederhana
dapat memberikan hasil yang lebih baik baik daripada by pass yang panjang
dengan operasi yang rumit yang mungkin membutuhkan reseksi usus.
Pada saat dilakukan eksplorasi, terkadang susah untuk menilai
viabilitas dari segmen usus setelah strangulasi dilepaskan. Bila viabilitas
usus masih meragukan, segmen tersebut harus dilepaskan dan ditempatkan
pada kondisi hangat, salin moistened sponge selama 15-20 menit dan
kemudian dilakukan penilaian kembali. Bila warna normalnya telah kembali
dan didapatkan adanya peristaltik, berarti segmen usus tersebut aman untuk
dikembalikan. Ke depannya dapat digunakan Doppler atau kontras
intraoperatif untuk menilai viabilitas usus.
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang
dikerjakan pada obstruksi ileus.
1. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan
bedah sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada
30
Prognosis
Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi
dapat segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika
terjadi strangulasi atau komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas sampai
sekitar 35% atau 40%.3 Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan
dengan cepat.4
31
32
PENUTUP
Kesimpulan
Obstruksi usus
coniventes
yang
memberi
gambaran
fish
bone
appearance.
- Pengumpulan cairan. dengan gambaran khas air-fluid level. Pada
obstruksi yang cukup lama, beberapa air fluid level memberikan
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat. R, Jong WD. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 3,
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
2. Ullah S, Khan M, Mumtaz N, Naseer A. 2009. Intestinal Obstruction : A
Spectrum of causes. JPMI 2009 Volume 23 No 2 page 188-92
3. Thompson, J. S. 2005. Intestinal Obstruction, Ileus, and
Pseudoobstruction. In R. H. Bell, L. F. Rikkers, & M. W. Mulholland
(Eds.), Digestive Tract Surgery (Vol. 2, p. 1119). Philadelphia: LippincottRaven Publisher
4. Whang, E. E., Ashley, S. W., & Zinner, M. J. 2005. Small Intestine. In B.
e. al (Ed.), Schwatz`s Principles Of Surgery (8 ed., p. 1018). McGraw-Hill
Companies.
5. Simatupang O N. 2010. Ileus Obstruktif. Samarinda: UNMUL Retrieved
Feb 15h, 2013, Available at: http://www.scribd.com/doc/28090500/ileusobstruksi
6. Eroschenko, V. P. 2008. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi
Fungsional (9 ed.). (D. Anggraini, T. M. Sikumbang, Eds., & J.
Tambayong, Trans.) Jakarta: EGC
7. Price, S.A. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Editor:
Price, S.A., McCarty, L., Wilson. Editor terjemahan: Wijaya, Caroline.
Jakarta: EGC, 2005
8. Snell, Richard S. 2006. Clinical Anatomy for Medical Students, 6th
edition, New York
9. Townsend, Beauchamp, Evers, Matton. 2004. Colon and rectum. In
Sabistons Textbook of Surgery. 17th edition. 2004. Philadelphia: Elsevier
Saunders. P 1443-65.
10. Manif Niko, Kartadinata. Obstruksi Ileus. Cermin Dunia Kedokteran No.29
[Online].
1999
[cited
2013
Feb
www.portalkalbe.com/files/obstruksiileus.pdf.
15];[3
screens].
Diakses
dari
34
11. Bickle IC, Kelly B. 2002. Abdominal X Rays Made Easy: Normal
Radiographs. studentBMJ April 2002;10:102-3
12. Yates K. 2004. Bowel obstruction. In: Cameron P, Jelinek G, Kelly AM,
Murray L, Brown AFT, Heyworth T, editors. Textbook of adult emergency
medicine. 2nd ed. New York: Churchill Livingstone. p.306-9
13. Faradilla, Nova. 2009. Ileus Obstruksi. Pekanbaru : FK UNRI
14. Moses, S. 2008. Mechanical Ileus. Retrieved Feb 16, 2013, Available at :
http://www.fpnotebook.com/Surgery/GI/MchnclIls.htm
15. Nobie, B. A. (2009, November 12). Obstruction, Small Bowel. Retrieved
Feb
16th,
2013,
from
emedicine:
http://emedicine.medscape.com/article/774140-overview
16. Khan, A. N. (2009, September 11). Small Bowel Obstruction. Retrieved
Feb
16th,
2013,
Available
at
emedicine:
http://emedicine.medscape.com/article/374962-overview
17. Vriesman, AB and Robin S. 2005. Acute Abdomen - A Practical Approach.
Retrieved
Feb
16th,
2011,
Available
at:
http://www.radiologyassistant.nl/en/420cd11061ecd
18. Edelman, RR. 2010. Pregnancy and Small Bowel Obstruction. Retrieved
Feb 16th, 2013, Available at: http://www.mrtip.com/serv1.php?
type=img&img=Pregnancy%20and%20Small%20Bowel%20Obstruction
19. Hagen-Ansert, S. 2010. Sonographic Evaluation of the Acute Abdomen.
Retrieved
Feb
16th,
2013,
Available
at:
http://www.gehealthcare.com/usen/education/proff_leadership/products/m
sucmeaa.html