PENDAHULUAN
Tumor hidung dan sinus paranasal pada umumnya jarang ditemukan, baik yang jinak
maupun yang ganas. Di Indonesia dan di luar negeri, kekerapan jenis yang ganas hanya
sekitar 1% dari keganasan seluruh tubuh atau 3% dari seluruh keganasan di kepala dan leher.
Hidung dan sinus paranasal atau juga disebut sinonasal merupakan rongga yang dibatasi oleh
tulang-tulang wajah yang merupakan daerah yang terlindung sehingga tumor yang timbul di
daerah ini sulit diketahui secara dini. Asal tumor primer juga sulit ditemukan, apakah dari
hidung atau sinus karena biasanya pasien berobat dalam keadaan penyakit telah lanjut dan
tumor sudah memenuhi rongga hidung dan seluruh sinus.
Rongga hidung dikelilingi oleh 7 sampai 8 rongga sinus paranasal yaitu sinus maksila,
etmoid anterior dan posterior, frontal dan sphenoid. Kedelapan sinus ini bermuara ke meatus
rongga hidung. Dari kelompok keganasan hidung dan sinus paranasal ini 80 % merupakan
keganasan sinus maksila, 24% keganasan hidung dan sinus etmoid, sedangkan keganasan
sinus sphenoid dan frontal hanya 1%. Perlu diingat bahwa gejala yang ditimbulkan
neoplasma hidung dan sinus paranasal tidak menonjol, sering kali hanya berupa sumbatan
hidung, epistaksis dan mukus yang bercampur darah.
Diagnosis secara dini dan pengobatan sampai saat ini masih merupakan tantangan.
Pasien dengan tumor sinonasal biasanya datang pada stadium yang sudah lanjut, dan
umumnya sudah meluas ke jaringan sekitarnya. Tidak jarang keluhan utama pasien justru
akibat perluasan tumor seperti keluhan mata dan kepala dan bahkan gejala akibat metastsis
jauh.
Etiologi tumor sinonasal belum di ketahui, tetapi di duga beberapa zat kimia atau bahan
industri merupakan penybab antara lain nikel, debu kayu, kulit, formaldehid, kromium,
minyak isosopril, dan lain-lain. Pekerja di bidang ini mendapat kemungkinan terjadi
keganasan sinonasal jauh lebih besar. Banyak laporan mengenai kasus adenokarsinoma sinus
etmoid pada pekerja-pekerja industri penggergajian kayu, dan pembuatan mebel.