Loneliness
Depression
Immunodeficiency
Pengaruh terhadap immune response oleh protein energy malnutrition dan
defisiensi beberapa individual nutrients pertama diketahui pada anak-anak (30).
Pada lansia fenomena yang sama juga ada: suatu penurunan progresif dalam
immunological competence serta lean body mass. Banyak studi mendukung bukti
bahwa individu di atas usia 65 tahun mempunyai defisiensi yang jelas atau
subklinis (31). Saat terdapat banyak faktor aetiology perusakan fungsi imun pada
lansia (Table 7) (32) termasuk proses penuaan, telah ditunjukan bahwa
malnutrition secara sebagian berperan terhadap immunologic senescence,
terutama cell-mediated immunity (33).
Table 7. Possible causes of impaired immunity in the elderly.
Causes
Immunosenescence
Nutritional factor
Underlying condition
Normal ageing
Protein deficiency
Zinc deficiency
Selenium deficiency
Intercurrent illness
Vit. A deficiency
Virus infection
Congestive cardiac failure
Poor peripheral circulation
Chronic renal failure
Diabetes mellitus
Immobility
Iatrogenic
Dehydration
Corticosteroid
Cytotoxic
Nonsteroid anti-inflammatory drugs
Antibiotics (doxycycline, fusidic acid,
erythromycin, cefoxitin)
Penyakit kronis
Penyakit cardiovascular
(Lihat booklet No.1 Heart Disease, Heart Failure and Hypertension in the
Elderly)
Osteoporosis
Osteoporosis adalah masalah kesehatan masyarakat mayor di dunia Barat.
Tahun1986 di Australia, tercatat 10000 fracture panggul dan pasien dengan
fracture mencapai 315000 bed days pada tahun tersebut. Diperkirakan bahwa pada
tahun 2011 insiden fracture panggul akan meningkat sampai 18000 per tahun
menghasilkan peningkatan surgical bed days sampai 579000 (39). Kondisi ini
akan meningkatkan beban pelayanan kesehatan. Terdapat berbagai faktor yang
berperan terhadap negative calcium balance pada lansia (Table 8).
Table 8. Factors contributing to negative calcium balance in the elderly
Menopause
Inadequate dietary calcium intake
Calcium malabsorption
Nutrient-nutrient interaction:
Protein intake
Phosphorus content
Caffeine intake
Alcohol intake
Sodium intake
Fibre intake
Immobilisation
Lack of exercise
Confounding metabolic disorders
Medications
Food intake dan bone density. Calcium intake adalah satu-satunya diantara
banyak faktor yang diyakini dalam pencegahan dan tatalaksana osteoporosis.
Misalnya, baik endogenous (Boron study) maupun exogenous estrogen status
(phytoestrogens) dapat dipengaruhi oleh pemilihan makanan (40,41).
Pencegahan. Terdapat sejumlah kemungkinan pendekatan untuk me-maximal-kan
peak bone density dan me-minimal-kan menopause dan age-related bone loss
(Table 9) (42,43).
Table 9. Some possible approaches to prevent osteoporosis
1. Estrogen therapy
2. Increase calcium intake to 1500 mg per day
3. Exercise, particularly weight bearing activity
4. Reducing lifestyle risk factors:
Stop smoking
OBESITAS
Data tentang angka kesakitan dan kematian pada orang
tua dengan obesitas sangat terbatas,sedangkan BB kurang pada
orang tua lebih umum terjadi dari pada kegemukan. Terlebih
obesitas pada orang tua kurang
Obesitas disebabkan asupan energi lebih besar dari .sedikit
penurunan BMR dengan bertambahnya usia, sama seperti
menurunnya energi yang digunakan untuk beraktivitas.Disisi lain
asupan energi total juga menurun. Jadi harus ada penyesuai
asupan dan keluaran energi pada orang tua, sebaiknya
pengurangan keduanya sesedikit mungkin.
Management. Harus diingat pada penanganan obesitas pada usila
(usia lanjut); penurunan BB dapat berarti hilangnya lean mass
karena rendahnya aktivitas pada orang tua. Oleh karena itu
program latihan mempunyai peran penting dalam penanganan
obesitas pada usila. Program jalan kaki adalah program yang
paling mudah dijalankan. Diet pada usila tidak boleh kurang dari
1200 kkal/hr untuk mencegah terjadinya defisiensi nutrien. Pada
kasus tertentu perlu suplementasi vitamin dan mineral, cukup
minum bagi penderita hipodipsia. Perubahan peri laku juga
memainkan peran kunci pada penanganan obesitas pada usila.
Secara umum obat-obatan harus dihindari, hanya sedikit alasan
untuk menggunakan obat-obatan dalam terapi obesitas pada
usila.
tersebut; beberapa faktor lain, seperti emosi dan stres fisik (tindakan
bedah, anastesi, luka baker luas, neoplasma, dan infeksi virus)
berpengaruh terhadap fungsi imun. Interpretasi yang baik membutuhkan
informasi tentang asupan nutrisi, yang datangnya bersamaan dengan
penyakit, terpapar oleh agen penyebab infeksi, lamanya menderita
kekurangan, dan factor-faktor genetik. Petunjuk-petunjuk yang dapat
dipakai untuk menilai fungsi imun: total lymphocyte count, T-cell subsets,
dan delayed type hypersensitivity (DTH).
HEMATOLOGI
Ada bukti yang baik yang berasal dari berbagai penelitian, bahwa
prevalensi anemia gizi, secara signifikan meningkat seiring dengan
berjalannya umur. Ada 3 anemia gizi patologis, yaitu anemia defisiensi Fe,
anemia defisiensi folat dan anemia defisiensi vitamin B 12. Anemia gizi yang
ke-4 bagi manula adalah akibat proteinenergy malnutrition (PEM). Dalam
menginterpretasikan penyebab anemia pada manula, banyak faktor yang
harus diperhatikan, baik asupan maupun kehilangannya, sebagaimana
halnya dengan yang terjadi pada penyakit kronis. Gambaran anemia pada
penyakit kronis, sama/ identik dengan gambaran anemia pada PEM. Testes tersebut sering digunakan untuk menilai status asam folat dan vitamin
B12 dan konsentrasi vitamin B 12. Serum folat menggambarkan status folat
akut, tetapi tidak memberikan informasi lebih lanjut terhadap banyaknya
cadangan folat. Konsentrasi serum folat berfluktuasi cepat terhadap
perubahan-perubahan dalam asupan folat dan terhadap perubahan
temporer dalam metabolisme folat.
Hipersegmentasi neutrofil pada darah tepi, adalah suatu gambaran
karakteristik awal defisiensi folat dan vitamin B 12,dan fenomena ini bahkan
dapat berlanjut pada perkembangan terjadinya makrositosis.
MAKANAN APA YANG DIKONSUMSI MANULA?
Salah satu dari beberapa penelitian yang menggunakan sample
representatif terhadap perilaku makan manula dalam Victorian Nutrition
Survey 1987, yang dilakukan sebagai kerjasama antara Food and
Nutrition Project dan CSIRO Division of Human Nutrition.
Beberapa temuan yang menarik pada penelitian ini, diantaranya:
berkurangnya konsumsi daging (terutama daging sapi dan sapi muda),
meningkatnya konsumsi ikan (terutama pada laki-laki), berkurangnya
konsumsi dairy product tertentu (susu fullcream), konsumsi yang stabil
terhadap kentang dan peningkatan konsumsi sayur-sayuran tertentu
(sayuran berdaun hijau) terutama pada wanita. Data-data tersebut adalah
data cross-sectional dan apabila manula makan berlebih atau bahkan
kurang dari seharusnya, maka akan menjadi efek kohort, atau artinya
mereka tetap mempertahankan pola makan yang mereka anut pada waktu
muda. Hal ini penting untuk mengantisipasi apa yang dikonsumsi manula
kelak dan pengaruhnya terhadap kesehatan. Sebagai contoh, makanan
siap santap dan pangan berbahan dasar daging siap santap, secara luas
dikonsumsi oleh dewasa muda saat ini dibandingkan dengan generasi
sebelumnya. Sebagai alternatif, generasi tua akan berespon terhadap
kemunduran tingkat aktifitas fisik dengan mengurangi konsumsi makan
sehingga asupan energi akan seimbang dengan keluaran energinya.
Makanan apa yang dikurangi konsumsinya berpengaruh penting terhadap
status kesehatannya. Contohnya, apabila mereka mengurangi makananmakanan yang padat gizinya seperti daging kurus atau telur, maka mereka
akan mengalami kerugian secara nutrisi. Dalam menginterpretasikan datadata tersebut, kita harus mempertimbangkan baik asupan absolute
komoditas tertentu (yang berisi zat gizi) dan asupan relatifnya terhadap
asupan energi. Dalam beberapa hal yang berhubungan secara fisiologis,
asupan absolut sangat penting (contoh: dalam rangka untuk mencapai
intake vitamin C yang adekuat), dalam hal lain, asupan relatif juga penting
(contoh: kontribusi asupan lemak jenuh untuk mendapat asupan energi
yang menyeluruh). Sehingga ada kepentingan penelitian prospektif
individual, antara asupan makanan dan hubungannya dengan pola
kesehatan di masa mendatang bagi masyarakat Australia.
PENGARUH SOSIAL DAN BUDAYA PERILAKU MAKAN
Faktor Budaya
Kebiasaan makan didasarkan pada kebiasaan budaya,yaitu latar belakan
dan orientasi individu,sebagaimana halnya dengan karakterisitik individu
dan persepsinya, akan menentukan pola makannya di kemudian hari.
Aktivitas
Faktor
Sosialsosial
Aktivitas fisik
Sehat
Asupan makanan
Kesehatan di
masa tua
Faktor fisiologi
Kesehatan
Penampilan motorik dan mobilitas
Rasa/ sense
Kondisi gigi geligi
Penyakit kronis
Obat-obatan