OLEH
Nama
NPM
: 1206307201
Kelas
Otoritas Jasa Keuangan atau OJK, menurut Pasal 1 Undang Undang Nomor
21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang independen dan
bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang
pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam
Undang - Undang ini. Berdasarkan Pasal 10 UU 21 Tahun 2011 tersebut, OJK dipimpin
oleh 9 orang yang disebut Dewan Komisioner yang keanggotaannya ditetapkan oleh
Keputusan Presiden.
Perlu diketahui bahwa lahirnya OJK dilatarbelakangi terjadinya krisis moneter
1997/1998 yang menjalar menjadi krisis multi dimensi. Untuk mencegah terulangnya
kembali krisis serupa di masa yang akan datang, pemerintah memandang perlu adanya
pemisahan fungsi pengawasan pada industri sektor jasa keuangan. Ide pemisahan
fungsi pengawasan dari bank sentral ini datang dari Helmut Schlesinger, mantan
Gubernur Bundesbank (bank sentral Jerman) yang pada waktu penyusunan RUU
(kemudian menjadi Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia)
bertindak sebagai konsultan. Ia mengambil pola bank sentral Jerman yang tidak
mengawasi bank. Di Jerman pengawasan industri perbankan dilakukan oleh suatu
badan khusus yaitu Bundesaufiscuhtsamt fur da kreditwesen.
Bertolak dari badan khusus di Jerman tersebut, Indonesia membentuk OJK
dengan harapan, sistem jasa keuangan di Indonesia menjadi lebih terintegrasi, maju
dan memberikan perlindungan lebih bagi konsumen jasa keuangan.
Pada awalnya, otoritas dalam bidang perbankan dipegang oleh Bank Indonesia
dan otoritas dalam bidang pasar modal ada pada Bapepam-LK di bawah Kementerian
Keuangan. Diharapkan dengan adanya OJK sebagai lembaga pengawas yang
independen dengan segala kewenangan yang dimilikinya, yang menerima pengalihan
pola pengawasan terhadap sektor jasa keuangan dari Bank Indonesia (BI) dan
Bapepam-LK, mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sektor jasa
keuangan sehingga peran sebagai lembaga intermediasi semakin meningkat. Pola
pengawasan industri keuangan oleh OJK diharapkan bisa menciptakan sistem
keuangan yang lebih teratur, stabil, kompetitif dan kredibel. Pengalihan wewenang
tersebut terdapat dalam Pasal 55 (1) UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan, yang berbunyi :
Sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan
pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian,
Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya
beralih dari Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan.
Dalam
melakukan
pengawasan,
OJK
berwenang
melakukan
kegiatan dalam sektor jasa keuangan mampu melindungi kepentingan konsumen dan
masyarakat.
OJK memiliki fungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan
yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan, yang
meliputi: (Pasal 6 UU 21 Tahun 2011)
1. Sektor perbankan;
2. Sektor Pasar Modal;
3. Sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan LJK
(Lembaga Jasa Keuangan) lainnya.
Pembiayaan perusahaan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu
pembiayaan melalui pemberian kredit, melalui lembaga pembiayaan, melalui pasar
modal (antara lain dalam bentuk saham, obligasi), pasar uang (perbankan),
pendaanaan langsung, pembiayaan melalui proyek serta permbiayaan dagang ekspor
dan impor. Dalam kaitan pembiayaan perusahaan dengan OJK, misalnya pada sektor
perbankan, modal dan IKNB yang dilakukan hanya oleh OJK (satu atap) diharapkan
dapat mempermudah untuk mendeteksi permasalahan lintas sektor secara lebih dini
dan komprehensif, tercapainya koordinasi pada level dewan komisioner, misalnya
pengawasan bank yang yang memiliki anak perusahaan di bidang pembiayaan,
sekuritas, dan asuransi akan terkonsolidasi. Selain itu duplikasi pengaturan atau
adanya wilayah wilayah antar sektor keuangan yang belum diatur dapat dihindari.
Kesimpulan:
Dengan diundangkannya UU Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan, maka:
1. telah menutup polemik atau pro kontra pembentukan OJK. Pelaku industri
keuangan tidak perlu lagi menghabiskan energi untuk berdebat apakah OJK itu
perlu atau tidak.
2. Pengawasan yang awalnya dilakukan oleh BI dan Bapepam-LK menjadi hanya
dibawah OJK sehingga efisiensi dan efektifitas lebih mudah dicapai.
3. Dengan adanyawewenang pengawasan, pengawasan, pengujian OJK, maka
kepentingan konsumen dapat lebih terjamin.