Rumusan Masalah
1. Apa definisi pulmonary heart disease?
2. Apa etiologi/ faktor pencetus pulmonary heart disease?
3. Apa saja manifestasi klinis pulmonary heart disease?
4. Bagaimana patofisiologi pulmonary heart disease?
5. Apa saja pemeriksaan diagnostik pada pulmonary heart disease?
6. Bagaimana penatalaksanaan klien dengan pulmonary heart disease?
7. Apa komplikasi dari pulmonary heart disease?
8. Bagaimana prognosis dari pulmonary heart disease?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan pulmonary heart disease?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui dan mencegah terjadinya pulmonary heart disease.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi pulmonary heart disease.
2. Mengetahui etiologi/ faktor pencetus pulmonary heart disease.
3. Menyebutkan manifestasi klinis pulmonary heart disease.
4. Menyebutkan patofisiologi pulmonary heart disease.
5.
6.
7.
8.
9.
1.4
Manfaat
1. Mendapatkan pengetahuan tentang pulmonary heart disease.
2. Mendapatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan pulmonary heart disease.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Definisi
Pulmonary heart disease adalah pembesaran ventrikel kanan (hipertrofi dan/atau dilatasi) yang
terjadi akibat kelainan paru, kelainan dinding dada, atau kelainan pada kontrol pernafasan. Tidak
termasuk di dalamnya kelainan jantung kanan yang terjadi akibat kelainan jantung kiri atau
penyakit jantung bawaan.
Pulmonary heart disease dapat terjadi akut maupun kronik. Penyebab pulmonary heart disease
akut tersering adalah emboli paru masif, sedangkan pulmonary heart disease kronik sering
disebabkan oleh penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Pada pulmonary heart disease kronik
umumnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan, sedangkan pada pulmonary heart disease akut terjadi
dilatasi ventrikel kanan.
Tidak semua pasien PPOK akan mengalami pulmonary heart disease, karena banyak usaha
pengobatan yang dilakukan untuk mempertahankan kadar oksigen darah arteri mendekati normal
sehingga dapat mencegah terjadinya Hipertensi Pulmonal. Pada umumnya, makin berat
gangguan keseimbangan ventilasi perfusi, akan semakin mudah terjadi ganguan analisis gas
darah sehingga akan semakin besar terjadinya Hipertensi Pulmonal dan pulmonary heart disease.
Penyakit yang hanya mengenai sebagian kecil paru tidak akan begitu mempengaruhi pertukaran
gas antara alveoli dan kapiler sehingga jarang menyebabkan terjadinya Hipertensi Pulmonal dan
pulmonary heart disease. Tuberculosis yang mengenai kedua lobus paru secara luas akan
menyebabkan terjadinya fibrosis disertai gangguan fungsi paru sehingga menyebabkan
terjadinya pulmonary heart disease. Hipoventilasi alveoli sekunder akibat sleep apnea syndrome
tidak jarang disertai dengan Hipertensi Pulmonal dan pulmonary heart disease Kronik.
2.2.Patogenesis
Mekanisme terjadinya hipertensi pulmonale pada cor pulmunale dapat di bagi menjadi 4
kategori yaitu :
1. a. Obstuksi
Terjadi karena adanya emboli paru baik akut maupun kronik. Chronic
Thromboembolic Pulmonary Hypertesion (CTEPH) merupakan salah satu penyebab hipertensi
pulmonale yang penting dan terjadi pada 0.1 0.5 % pasien dengan emboli paru. Pada saat
terjadi emboli paru, system fibrinolisis akan bekerja untuk melarutkan bekuan darah sehingga
hemodinamik paru dapat berjalan dengan baik. Pada sebagian kecil pasien system fibrinolitik ini
tidak berjalan baik sehingga terbentuk emboli yang terorganisasi disertai pembentukkan
rekanalisasi dan akhirnya menyebabkan penyumbatan atau penyempitan pembuluh darah paru.
1. b. Obliterasi
Penyakit intertisial paru yang sering menyebabkan hipertensi pulmonale adalah lupus
eritematosus sistemik scleroderma, sarkoidosis, asbestosis, dan pneumonitis radiasi. Pada
penyakit-penyakit tersebut adanya fibrosis paru dan infiltrasi sel-sel yang prodgersif selain
menyebabkan penebalan atau perubahan jaringan interstisium, penggantian matriks
mukopolisakarida normal dengan jaringan ikat, juga menyebabkan terjadinya obliterasi
pembuluh paru.
1. c. Vasokontriksi
Vasokontriksi pembuluh darah paru berperan penting dalam pathogenesis terjadinya
hipertensi pulmonale. Hipoksia sejauh ini merupakan vasokontrikstor yang paling penting.
Penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyebab yang paling di jumpai. Selain itu
tuberkolosis dan sindrom hipoventilasi lainnya misalnya sleep apnea syndrome, sindrom
hipoventilasi pada obesitas, dapat juga menyebabkan kelainan ini. Asidosis juga dapat berperan
sebagai vasokonstriktor pembuluh darah paru tetapi dengan potensi lebih rendah. Hiperkapnea
secara tersendiri tidak mempunyai efek fasokonstriksi tetepi secara tidak langsung dapat
meningkatkan tekanan arteri pulmunalis melalui efek asidosisnya. Eritrositosis yang terjadi
akibat hipoksia kronik dapat meningkatkan vikositas darah sehingga menyebabkan peningkatan
tekanan arteri pumonalis.
1. d.
Idiopatik
Kelainan idiopatik ini di dapatkan pada apsien hipertensi pulmonale primer yang di
tandai dengan adanya lesi pada arteri pumonale yang kecil tanpa di dapatkan adanya penyakit
dasar lainnya baik pada paru maupun pada jantung. Secara histopatologis di dapatkan adanya
hipertrofitunikamedia, fibrosistunikaintima, lesi pleksiform serta pembentukan mikro thrombus.
Kelainan ini jarang di dapat dan etiologinya belum di ketahui Waupun sering di kaitkan dengan
adanya penyakit kolagen, hipertensi portal, penyakit autoimun lainnya serta infeksi HIV.
2.3.Etiologi
Penyebab penyakit pulmonary heart disease antara lain :
1)
Penyakit paru menahun dengan hipoksia :
Penyakit paru obstrutif kronik,
Fibrosis paru,
Penyakit fibrokistik,
Cryptogenic fibrosing alveolitis,
Penyakit paru lain yang berhubungan dengan hipoksia
2)
Kelainan dinding dada :
Kifos koliosis, torakoplasti, fibrosis pleura,
Penyakit neuromuscular,
3)
Gangguan mekanisme control pernafasan :
Obesitas, hipoventilasi idopatik,
Penyakit serebro vascular.
4)
Obstruksi saluran nafas atas pada anak :
Hipertrofi tonsil dan adenoid.
5)
Kelainan primer pembuluh darah :
Hipertensi pulmonale primer emboli paru berulang dan vaskulitis pembuluh darah paru.
2.4.Manifestasi Klinis
Informasi yang didapat bisa berbeda-beda antarasatu penderita yang satu dengan yang lain
tergantung pada penyakit dasar yang menyebabkan pulmonary heart disease.
1. Kor-pumonal akibat Emboli Paru : sesak tiba-tiba pada saat istirahat, kadang-kadang
didapatkan batuk-batuk, dan hemoptisis.
2. Kor-pulmonal dengan PPOM : sesak napas disertai batuk yang produktif (banyak
sputum).
3. Cor pulmonal dengan Hipertensi Pulmonal primer : sesak napas dan sering pingsan jika
beraktifitas (exertional syncope).
4. Pulmonary heart disease dengan kelainan jantung kanan : bengkak pada perut dan kaki
serta cepat lelah.
Gejala predominan pulmonary heart disease yang terkompensasi berkaitan dengan penyakit
parunya, yaitu batuk produktif kronik, dispnea karena olahraga, wheezing respirasi, kelelahan
dan kelemahan. Jika penyakit paru sudah menimbulkan gagal jantung kanan, gejala - gejala ini
lebih berat. Edema dependen dan nyeri kuadran kanan atas dapat juga muncul.
Tanda- tanda pulmonary heart disease misalnya sianosis, clubbing, vena leher distensi, ventrikel
kanan menonjol atau gallop ( atau keduanya), pulsasi sternum bawah atau epigastrium prominen,
hati membesar dan nyeri tekan, dan edema dependen.
Gejala- gejala tambahan ialah:
1.
1. Sianosis
2.
2. Kurang tanggap/ bingung
3.
3. Mata menonjol
2.5.Patofisiologi
Beratnya pembesaran ventrikel kanan pada pulmonary heart disease berbanding lurus dengan
fungsi pembesaran dari peningkatan afterload. Jika resistensi vaskuler paru meningkat dan
relative tetap, seperti pada penyakit vaskuler atau parenkim paru, peningkatan curah jantung
sebagaimana terjadi pada pengerahan tenaga fisik, maka dapat meningkatkan tekanan arteri
pulmonalis secara bermakna. Afterload ventrikel kanan secara kronik meningkat jika volume
paru membesar, seperti pada penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), pemanjangan pembuluh
paru, dan kompresi kapiler alveolar.
Penyakit paru dapat menyebabkan perubahan fisiologis dan pada suatu waktu akan
mempengaruhi jantung serta menyebabkan pembesaran ventrikel kanan. Kondisi ini seringkali
menyebabkan terjadinya gagal jantung. Beberapa kondisi yang menyebabkan penurunanan
oksigenasi paru dapat mengakibatkan hipoksemia ( penurunan PaO2 ) dan hipercapnea
( peningkatan PaCO2) , yang nantinya akan mengakibatkan insufisiensi ventilasi. Hipoksia dan
hiperkapnea akan menyebabkan vasokonstriksi arteri pulmonal dan memungkinkan terjadinya
penurunan vaskularisasi paru seperti pada emfisema dan emboli paru. Akibatnya akan terjadi
peningkatan ketahanan pada sistem sirkulasi pulmonal, yang akan menjadikannya hipertensi
pulmonal. Tekanan rata-rata pada arteri baru ( arterial mean preassure) adalah 45mmHg, jika
tekanan ini meningkat dapat menimbulkan pulmonary heart disease. Ventrikel kanan akan
hipertropi dan mungkin akan diikuti gagal jantung kanan.
2.6.Pemeriksaan Diagnostik
Gambaran radiologis
Pada tingkat hipertensi pulmonal jantung belum terlihat membesar, tetapi hilus dan arteri
pulmonalis utama amat menonjol dan pembuluh darah perifer menjadi kecil/tidak nyata.
Pada tingkat pulmonary heart disease jantung terlihat membesar karena adanya dilatasi
dan hipertrofi ventrikel kanan. Hal ini kadang-kadang sulit dinyatakan pada foto dada karena
adanya hiperinflasi paru (misalnya pada emfisema). Selain itu didapatkan juga diafragma yang
rendah dan datar serta ruang udara retrosternal yang lebih besar, sehingga hipertrofi dan dilatasi
ventrikel kanan tidak membuat jantung menjadi lebih besar dari ukuran normal.
Gambaran elektrokardiogram
Pada tingkat awal (hipoksemia) EKG hanya menunjukkan gambaran sinus takikardia saja.
Pada tingkat hipertensi pulmonal EKG akan menunjukkan gambaran sebagai berikut, yaitu:
1. Gelombang P mukai tinggi pada lead II
2. Depresi segmen S-T di II, III, Avf
3. Gelombang T terbalik atau mendatar di V1-3
4. Kadang-kadang teadapat RBBB incomplete atau complete
Pada tingkat pulmonary heart disease dengan hipertrofi ventrikel kanan, EKG
menunjukkan:
1. Aksis bergeser ke kanan(RAD) lebih dari +90
2. Gelombang P yang tinggi (P pulmonal) di II, III,Avf
3. Rotasi kea rah jarum jam (clockwise rotation)
4. Rasio R/S di V1 lebih dari 1
5. Rasio R/S di V6 lebih dari 1
6. Gelombang S ang dalam di V5 dan V6 (S persissten di prekordial kiri)
7. RBBB incomplete atau incomplete
Pada cor-pulmonal akut (emboli paru masif),EKG menunjukkan adanya Right Ventrikular Strain
yaitu adanya depresai segmen S-T dan gelombang T yang terbalik pada sandapan perikordial
kanan. Kadang-kadang kriteria hipertrofi ventrikel kanan yang klasik sulit didapat. Padmavati
dalam penelitiannya menyatakan criteria yang lain untuk kor-pulmonal dalam kombinasi EKG
sebagai berikut:
1) rS di V5 dan V6
2) Aksis bergeser ke kanan
3) qR di AVR
4) P pulmonal
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya polisitemia (Ht > 50%), tekanan oksigen (PaO2)
darah arteri < 60 mmHg,tekanan karbondioksida (PaO2) >50 mmHg.
2.7.Penatalaksanaan
Terapi medis untuk pulmonary heart disease kronis di fokuskan pada penatalaksanaan untuk
penyakit paru dan peningkatan oksigenasi serta peningkatan fungsi ventrikel kanan dengan
menaikkan kontraktilitas dari ventrikel kanan dan menurunkan vasokonstriksi pada pembuluh
darah di paru. Pada pulmonary heart disease akut akan dilakukan pendekatan yang berbeda yaitu
di fokuskan pada kestabilan klien.
Untuk mendukung system kardiopulmonal pada klien dengan pulmonary heart disease harus
diperhatikan mengenai kegagalan jantung kanan yang meliputi masalah pengisian cairan di
ventrikel dan pemberian vasokonstriktor (epinephrine) untuk memelihara tekanan darah yang
adekuat. Tetapi pada dasarnya penatalaksanaan akan lebih baik jika di fokuskan pada masalah
utama, misalnya pada emboli paru harus dipertimbangkan untuk pemberian antikoagulan, agen
trombilisis atau tindakan pembedaham embolektomi. Khususnya jika sirkulasi terhambat akan
dipertimbangkan pula pemberian broncodilator dan penatalaksanaan infeksi untuk klien dengan
PPOK; pemberian steroid dan imunosupresif pada penyakit fibrosis paru.
Terapi oksigen, pemberian diuretic, vasodilator, digitalis, theophyline, dan terapi antikoagulan di
gunakan untuk terapi jangka panjang pada cor pulmonal kronis.
a)
Terapi Oksigen.
Terapi oksigen sangat penting diberikan pada klien. Klien dengan pulmonary heart disease
memiliki tekanan oksigen (PO2) di bawah 55 mm Hg dan menurun dengan cepat ketika
beraktivitas atau tidur. Terapi oksigen dapat menurunkan vasokonstriksi hipoksemia pulmonar,
kemudian dapat menaikkan cardiac output, mengurangi vasokonstriksi, meringankan hipoksemia
jaringan, dan meningkatkan perfusi ginjal. Secara umum, terapi oksigen di berikan jika PaO2
kurang dari 55 mm Hg atau saturasi O2 kurang dari 88%.
Manfaat dari terapi oksigen adalah untuk menurunkan tingkat gejala dan meningkatkan status
fungsional. Oleh karena itu, terapi oksigen penting di berikan untuk managemen jangka panjang
khususnya untuk klien dengan hipoksia atau penyakit paru obstruktif (PPOK).
b)
Diuretik.
Diuretik di gunakan pada klien dengan pulmonary heart disease kronis, terutama ketika
pengisian ventrikel kiri terlihat meninggi dan pada edema perifer. Diuretic berperan dalam
peningkatan fungsi dari ventrikel kanan maupun kiri. Diuretik memproduksi efek hemodinamik
yang berlawanan jika tidak di perhatikan penggunaannya. Volume pengosongan yang berlebihan
dapat menimbulkan penuruna cardiac output. Komplikasi lain dari diuretic adalah produksi
hypokalemic metabolic alkalosis, yang akan mengurangi efektivitas stimulasi karbondioksida
pada pusat pernafasan dan menurunkan ventilasi. Produksi elektrolit dan asam yang merugikan
sebagai akibat dari penggunaaan diuretic juga dapat menimbulkan aritmia, yang berakibat
menurunnya cardiac output. Oleh karena itu diuretik di rekomendasikan pada managemen
pulmonary heart disease kronis, dengan memperhatikan pemakaian.
2.8.Komplikasi
Komplikasi dari pulmonary heart disease diantaranya:
a)
Sinkope
b)
Gagal jantung kanan
c)
Edema perifer
d) Kematian
2.9.Prognosis
Belum ada pemeriksaan prospektif yang dilakukan untuk mengetahui prognosis pulmonary heart
disease kronik. Pengamatan yang dilakukan tahun 1950 menunjukkan bahwa bila terjadi gagal
jantung kanan yang menyebabkan kongestinvena sistemik, harapan hidupnya menjadi kurang
dari 4 tahun.
Walaupun demikian, kemampuan dalam penanganan pasien selama episode akut yang berkaitan
dengan infeksi dan gagal napas mangalami banyak kemajuan dalam 5 tahun terakhir.
Prognosis pulmonary heart disease berkaitan dengan penyakit paru yang mendasarinya. Pasien
yang mengalami pulmonary heart disease akibat obeliterasi pembuluh darh arteri kecil yang
terjadi secara perlahan-lahan akibat penyakit intrinsiknya (misal emboli), atau akibat fibrosis
intertisial harapan juntuk perbaikannya kecil karena kemungkinan perubahan anatomi yang
terjadi subah menetap. Harapan hidup pasien PPOK jauh lebih baik bila analisis gas darahnya
dapat dipertahankan mendekati normal.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Anamnesa,meliputi:
1. Identitas pasien
Kor pulmonal dapat terjadi pada orang dewasa dan pada anak-anak. Untuk orang dewasa,
kasus yang paling sering ditemukan adalah pada lansia karena sering didapati dengan
kebiasaan merokok dan terpapar polusi. Hal ini di dasarkan pada epidemiologi penyakitpenyakit yang menjadi penyebab kor pulmonal, karena hipertensi pulmonal merupakan
dampak dari beberepa penyakit yang menyerang paru-paru.
Untuk kasus anak-anak, umumnya terjadi kor pulmonal akibat obstruksi saluran napas
atas seperti hipertrofi tonsil dan adenoid.
Jenis pekerjaan yang dapat menjadi resiko terjadinya kor pulmonal adalah para pekerja
yang sering terpapar polusi udara dan kebiasaan merokok yang tinggi.
Lingkungan tempat tinggal yang dapat menjadi resiko terjadinya kor pulmonal adalah
lingkungan yang dekat daerah perindustrian, dan kondisi rumah yang kurang memenuhi
persyaratan runmah yang sehat. Contohnya ventilasi rumah yang kurang baik,hal ini akan
semakin memicu terjadinya penyakit-penyakit paru dan berakibat terjadinya kor
pulmonal.
1. Riwayat sakit dan Kesehatan
Keluhan utama
Pasien dengan kor pulmonal sering mengeluh sesak, nyeri dada
Riwayat penyakit saat ini
Pada pasien kor pulmonal, biasanya akan diawali dengan tanda-tanda mudah letih, sesak, nyeri
dada, batuk yang tidak produktif. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa
tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhan tersebut.
Penyebab kelemahan fisik setelah melakukan aktifitas ringan sampai berat.
Seperti apa kelemahan melakukan aktifitas yang dirasakan, biasanya disertai sesak nafas.
Apakah kelemahan fisik bersifat local atau keseluruhan system otot rangka dan apakah
disertai ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan.
Bagaimana nilai rentang kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
Kapan timbulnya keluhan kelemahan beraktifitas, seberapa lamanya kelemahan beraktifitas,
apakah setiap waktu, saat istirahat ataupun saat beraktifitas
Riwayat penyakit dahulu
Klien dengan kor pulmonal biasanya memilki riwayat penyakit seperti penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK), fibrosis paru, fibrosis pleura, dan yang paling sering adalah klien dengan riwayat
hipertensi pulmonal.
1. Gangguan pertukaran gas yang b.d. hipoksemia secara reversible/menetap, refraktori dan
kebocoran interstisial pulmonal/alveolar pada status cedera kapiler paru.
2. Ketidakefektifan pola napas b.d. sempitnya lapang respirasi dan penekanan toraks.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. penurunan nafsu makan
(energi lebih banyak digunakan untuk usaha bernapas, sehingga metabolism berlangsung
lebih cepat).
4. Intoleransi aktifitas yang b.d. kelemahan fisik dan keletihan.
5. Perubahan pola eliminasi urin b.d. oliguria.
3.3
Perencanaan Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas yang b.d. Hipoksemia secara reversible/menetap, refraktori dan
kebocoran interstisial pulmonal/alveolar pada status cedera kapiler paru.
Tujuan
: Mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk keperluan
tubuh.
Kriteria hasil
:
o Klien tidak mengalami sesak napas.
o Tanda-tanda vital dalam batas normal
o Tidak ada tanda-tanda sianosis.
o Pao2 dan paco2 dalam batas normal
o Saturasi O2 dalam rentang normal
o Intervensi dan Rasional :
Oleh:
Siwi Lutfia Mustikasari
NIM 092311101072
arrest), melainkan jantung tidak mampu lagi memompakan darah seperti biasanya yang
terjadi pada orang normal tanpa kelainan gagal jantung.
Gagal jantung kanan terjadi karena gangguan atau hambatan pada daya pompa ventrikel
kanan sehingga isi sekuncup ventrikel kanan menurun tanpa didahului oleh adanya gagal
jaunting kiri.Bila gangguan jantung kiri dan jantung kanan terjadi bersamaan.Dalam keadaan
gagal jantung kongestif, curah jantung menurun sedemikian rupa sehingga terjadi
bendungan sistemik bersama dengan bendungan paru.
3. Etiologi
a. Kelainan otot jantung Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab
kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner, hiprtensi arterial, dan penyakit
degeneratif atau inflamasi.
b. Aterosklerosis koroner Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya
aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpuikan asam
laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal
jantung. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal
jantung karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan
kontraktilitaas menurun.
c. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload) Meningkatkan beban kerja
jantung dan pada gilirannya mngakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
d. Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif Berhubungan dengan gagal jantung
karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas
menurun.
e. Penyakit jantung lain. Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang ssecara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat
mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katup semiluner),
ketidak mampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif
konstriktif, atau stenosis AV), peningkatan mendadak afteer load.
f. Faktor sistemik Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme(mis : demam, tirotoksikosis ),
hipoksia dan anemia peperlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan
oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke
jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan abnormalita elekttronik dapat
menurunkan kontraktilitas jantung.
Faktor predisposisi gagal jantung adalah penyakit yang menimbulkan penurunan fungsi
ventrikel dan keadaan yang membatasi pengisian ventrikel.
Faktor pencetus termasuk:
1. meningkatnya asupan garam,
2. ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti gagal jantung,
3. IMA(mungkin yang tersembunyi)
4. Serangan Hipertensi
5. Aritmia Akut
6. Infeksi Atau Demam,
7. Emboli Paru
8. Anemia
9. Tirotoksikosis,
10. Kehamilan
11. Endokarditis Infektif
4. Tanda Dan Gejala
a.Kongestif jaringan perifer dan visceral
b.
Oedema ekstremitas bawah (oedema dependen), biasanya oedema pitting,
penambahan BB.
c.Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat
pembesaran vena hepar
d.
Anoreksia dan mual, terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam rongga
abdomen
e.Nokturia
f. Kelemahan
5. Patofisiologi
atau aktivitas berat. Karena jantung harus bekerja lebih keras untuk
memenuhi kebutuhan metabolik normal, tidak mampu memenuhi
tuntutan metabolisme tubuh selama latihan.
d. Peningkatan denyut jantung, dirangsang oleh peningkatan aktivitas
simpatis untuk mempertahankan curah jantung. Awalnya, ini
membantu mengimbangi gagal jantung dengan menjaga tekanan
darah dan perfusi, tapi tempat lanjut ketegangan pada miokardium,
meningkatkan perfusi koroner persyaratan, yang dapat menyebabkan
memburuknya penyakit jantung iskemik. Aktivitas simpatis juga dapat
menyebabkan aritmia fatal.
e. Hipertrofi (peningkatan dalam ukuran fisik) dari miokardium,
disebabkan oleh serat-serat otot jantung tersembuhkan dibedakan
meningkat dalam ukuran dalam upaya untuk meningkatkan
kontraktilitas. Hal ini dapat menyebabkan kekakuan meningkat dan
penurunan kemampuan untuk rileks selama diastol.
f. Pembesaran ventrikel, berkontribusi terhadap pembesaran dan
bentuk bulat gagal jantung. Peningkatan volume ventrikel juga
menyebabkan penurunan stroke volume karena inefisiensi mekanik
dan kontraktil.
6. Komplikasi
b.
c.
d.
e.
f.
8. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah :
1. Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
2. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraktilitas miokarium
dengan preparat farmakologi.
3. Membuang penumpukan air tubuh yang berlebihan dengan cara
memberikan terapi antidiuretik, diit dan istirahat.
a Terapi Farmakologi
1 Diuretik (Diuretik tiazid dan loop diuretik)
Mengurangi kongestif pulmonal dan edema perifer, mengurangi
gejala volume berlebihan seperti ortopnea dan dispnea noktural
peroksimal, menurunkan volume plasma selanjutnya menurunkan
preload untuk mengurangi beban kerja jantung dan kebutuhan
yang ditandai dengan klien mengeluh tangan dan kaki lemas, sulit untuk menelan,
nyeri perut, klien tampak berbaring di tempat tidur, oliguri, tampak edema,
perubahan suhu kulit.
2. Penurunan curah jantung berhubungan dnegan perubahan kontraktilitas miokard
3. Nyeri yang berhubungan dengan nekrosis sel
4. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan berkurangnya curah jantung, retensi cairan
dan natrium oleh ginjal
5. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
6. Ansietas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian, penurunan status
kesehatan, situasi kritis, ancaman, atau perubahan kesehatan
c.
d. Diagnosa Keperawatan
g. Penurunan curah jantung
berhubungan dnegan
perubahan kontraktilitas
miokard
f.
q.
r.
s.
t.
u.
v.
w.
x.
y.
ab. Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan tidak terjadi gangguan
perfusi jaringan dengan kriteria hasil:
Klien tidak mengeluh pusing
TTV dalam batas normal :
ac. TD : 110-140/80-90 mmHg
ad. Nadi : 70-90 kali/menit
ae. CRT 3 detik
Urine 600 ml/ hari
1
2
3
4
5
6
7
8
Rencana Keperawatan
p. NIC
1) monitor tanda-tanda vital
Rasional : mengetahui keadaan umum pasien
2) evaluasi adanya nyeri dada(intensitas, lokasi,
durasi)
Rasional : mendeteksi secara cepat tanda-tanda
gagal jantung
3) monitor status pernapasan yang menandakan
gagal jantung
Rasional : respirasi yang tidak adekuat
merupakan tanda awal gagal jantung (kebutuhan
oksigen tidak terpenuhi)
4) monitor aktivitas pasien
Rasional: mengetahui tingkat/klasifikasi gagal
antung pasien
5) anjurkan pasien untuk mengurangi aktivitas
yang berlebihan
z. Rasional : aktivitas berlebihan dapat
meningkatkan sesak napas dan kelelahan
Auskultasi TD, bandingkan kedua lengan, ukur
dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri bila
memungkinkan.
Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer, dan
diaforesis secara teratur.
Kaji kualitas peristaltik, jika perlu pasang sonde.
af.
Kaji adanya kongesti hepar pada abdomen kanan
atas.
Pantau urine output.
Catat adanya murmur.
Pantau frekuensi jantung dan irama.
Berikan makanan kecil/ mudah dikunyah, batasi
asupan kafein.
1
2
3
-
aj. NOC
electrolit and acid base balance
fluid balance
hydration
ak. Kriteria Hasil:
terbebas dari edema, efusi
bunyi
napas
bersih,
tidak
ada
Kolaborasi :
ag. Pertahankan cara masuk heparin (IV) sesuai
indikasi.
ah. Rasional :
1 Hipotensi dapat terjadi juga disfungsi ventrikel,
hipertensi
juga
fenomena
umum
yang
berhubungan dengan nyeri cemas karena
pengeluaran katekolamin.
2 Mengetahui derajat hipoksemia dan peningkatan
tekanan perifer.
3 Mengetahui pengaruh hipoksia terhadap fungsi
saluran cerna, serta dampak penurunan elektrolit.
4 Sebagai dampak gagal jantung kanan, jika berat
akan ditemukan adanya tanda kongesti.
5 Penurunan
curah
jantung
mengakibatkan
menurunnya produksi urine, pemantauan yang
ketat pada produksi urine 600 ml/ hari
merupakan
tanda-tanda
terjadinya
syok
kardiogenik.
6 Menunjukkan gangguan aliran darah dalam
jantung.
7 Perubahan frekuensi dan irama jantung
menunjukkan komplikasi disritmia.
8 Makanan besar dapat meningkatkan kerja
miokardium. Kafein dapat merangsang langsung
ke jantung sehingga meningkatkan frekuensi
jantung.
9 Jalur yang paten penting untuk pemberian obat
darurat.
al. NIC
am. 1) pantau intake dan output cairan selama 24
jam
an. Rasional : meningkatkan keseimbangan cairan
pasien
ao. 2) pertahankan posisi duduk atau semifowler
selama masa akut
dispneu/ortopneu
terbebas dari distensi vena jugularis, reflek
hepatojugular (+)
melihara tekanan vena sentral, tekanan
kapiler paru, output jantung dan vital sign
dalam batas normal
Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau
kebingungan
Menjelaskan indikator kelebihan cairan
ax. NOC
- Activity tolerance
- Self care: ADLs
ay. Kriteria Hasil:
- Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa
disertai naiknya tekanan darah, nadi dan RR.
- Mampu melakukan aktivitas secara mandiri
- Tanda-tanda vital normal
- Status respirasi dan ventilasi adekuat
- Level kelemahan
- Mampu berpindah dengan atau tanpa bantuan
alat
az.
ba.
bb.
bc.
a
b
c
d
e
bs.
bp. NOC:
Pain level
Pain control
Comfort level
bq. Kiteria hasil
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab
nyeri, mampu menggunakan teknik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri)
Melaporkan bahwa nyeri berkurang
dengan menggunakan manajemen nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala,
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
berkurang
mengungkapkan/ menunjukkan
pertolongan nyeri catat penurunan
episode angina melalui frekwensi,
lamanya dan intensitas nyeri
1
2
3
4
5
6
7
8